Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi
|
|
- Sri Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi IV.1 Kekayaan dan Kematangan Batuan Induk IV.1.1 Kekayaan Kekayaan batuan induk pada daerah penelitian dinilai berdasarkan kandungan material organik yang ada pada batuan yang diekspresikan sebagai nilai TOC. Sejumlah conto batuan diambil dari lima sumur untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan nilai TOC (Tabel IV.1). Tabel IV.1 Kandungan karbon organik total masing-masing formasi pada sumur Rembang-1, Padi-1 dan Ngawi-1. Sumur Formasi TOC (%) Rembang-1 Lidah/Mundu Tuban Kujung CD Ngimbang 0,22-0,39 0,26-1,95 0,23-2,69 1,06-5,09 0,40-71,88 Padi-1 Ngawi-1 Lidah Tuban Kujung (Prupuh) Kranji CD Ngimbang Early Pliocene Globigerinid Marl (ekuivalen dengan Formasi Ledok atau Mundu) Banyak Kerek 0,13-0,24 0,29-1,89 0,70 0,67-1,81 0,09-3,26 1,27-58,16 0,58-0,76 0,20-1,00 0,05-1,14 Lokasi sumur Ngawi-1 terletak paling timur di daerah penelitian dan masuk pada Zona Kendeng (Gambar II.4) sehingga kolom stratigrafinya berbeda dengan ke empat sumur yang ada (Padi-1, Rembang-1, Rembang-2 dan Tengis-1) IV.1.2 Kematangan Kematangan batuan induk pada daerah penelitian dinilai berdasarkan nilai T maks yang didapatkan dari hasil analisis Rock-Eval, nilai reflektansi vitrinit ditambah dengan menggunakan biomarker. Diagram T maks terhadap indeks hidrogen digunakan agar dapat memberikan gambaran mengenai tahap kematangan dan kecenderungan hidrokarbon yang dihasilkan, sedangkan diagram indeks oksigen 35
2 terhadap indeks hidrogen digunakan agar dapat memberikan gambaran mengenai tipe kerogen dan kecenderungan hidrokarbon yang dihasilkan. Berdasarkan diagram T maks terhadap indeks hidrogen dan diagram indeks oksigen terhadap indeks hidrogen dari sumur Padi-1 maka diketahui bahwa sebagian besar conto batuan berada pada tahap kurang matang (Gambar IV.1). Sumur Padi-1 menunjukkan beberapa formasi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan tipe III meskipun ada beberapa batuan dalam Formasi Ngimbang yang berada pada best fit line kerogen tipe I (Gambar IV.2) tetapi berdasarkan diagram T maks terhadap Indeks Hidrogen terlihat bahwa semua batuan di formasi mempunyai reflektansi vitrinit (Ro) kurang dari 0.35 sehingga kerogen yang terbentuk adalah kerogen tipe II. Gambar IV.1 Diagram T maks terhadap indeks hidrogen dari sumur Padi-1 yang menunjukkan sebagian besar conto batuan dari beberapa formasi berada pada tahap kurang matang dan cenderung menghasilkan minyak dan gas. 36
3 Gambar IV.2 Diagram indeks oksigen terhadap indeks oksigen dari sumur Padi-1 yang menunjukkan conto batuan dari beberapa formasi cenderung menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan III. Berdasarkan diagram T maks terhadap indeks hidrogen dan diagram indeks oksigen terhadap indeks hidrogen dari sumur Rembang-1 maka diketahui bahwa sebagian besar conto batuan berada pada tahap kurang matang dan ada sebagian kecil dari Formasi Kujung dan Ngimbang yang mulai menghasilkan minyak (Gambar IV.3). Sumur Rembang-1 menunjukkan beberapa formasi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan tipe III meskipun ada beberapa batuan dalam Formasi Ngimbang yang berada pada best fit line kerogen tipe I (Gambar IV.4) tetapi berdasarkan Gambar IV.3 terlihat bahwa semua batuan di formasi mempunyai reflektansi vitrinit (Ro) kurang dari 1.35 sehingga kerogen yang terbentuk adalah kerogen tipe II. 37
4 Gambar IV.3 Diagram T maks terhadap indeks hidrogen dari sumur Rembang-1 yang menunjukkan sebagian besar conto batuan dari beberapa formasi berada pada tahap kurang matang dan cenderung menghasilkan minyak dan gas. Gambar IV.4 Diagram indeks oksigen terhadap indeks oksigen dari sumur Rembang-1 yang menunjukkan conto batuan dari beberapa formasi cenderung menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan III. 38
5 Berdasarkan hasil analisis vitrinit yang dilakukan terhadap sejumlah conto batuan yang diambil dari sumur Rembang-1 dan Padi-1 maka didapatkan nilai reflektansi vitrinit, data reflektansi vitrinit untuk sumur Rembang-2, Tengis-1 dan Ngawi-1 tidak tersedia. Diagram reflektansi vitrinit terhadap kedalaman dapat memberikan gambaran mengenai tahap kematangan dari batuan induk. Sejumlah conto batuan diambil dari sumur Rembang-1 dan Padi-1 untuk selanjutnya dianalisis nilai reflektansi vitrinitnya (Tabel IV.2, Gambar IV.5 dan Gambar IV.6). Tabel IV.2 Nilai reflektansi vitrinit (Ro) masing-masing formasi pada sumur Rembang-1, Padi-1 dan Ngawi-1. Sumur Formasi Ro (%) Kematangan Rembang-1 Lidah/Mundu Tuban Kujung CD Ngimbang 0,39 0,31-0,58 0,31-0,42 0,34-0,38 0, jendela minyak Padi-1 Lidah Tuban Kujung (Prupuh) Kranji CD Ngimbang 0,36 0,32-0,41 0,40 0,36-0,43 0,38-0,41 0,39-0,46 Gambar IV.5 Diagram reflektansi vitrinit terhadap kedalaman dari sumur Padi-1 yang menunjukkan bahwa formasi-formasi pada sumur tersebut berada pada tahap belum matang. 39
6 Gambar IV.6 Diagram reflektansi vitrinit terhadap kedalaman dari sumur Rembang-1 yang menunjukkan bahwa Formasi Ngimbang berada pada tahap awal matang. Berdasarkan analisis kematangan dari parameter triterpana pada sumur-sumur Rembang-1 kedalaman 4867 kaki, Tengis-1 kedalaman 7800 kaki dan Rembang-2 kedalaman 2638 kaki merupakan batuan induk yang belum matang, pada rembesan minyak Kedung Jati dan Rembang-2 kedalaman 2635,5 kaki merupakan batuan induk dan minyak pada tahap awal matang sedangkan pada rembesan minyak Galeh, sumur Rembang-1 kedalaman kaki dan 5500 kaki merupakan batuan induk yang masuk pada jendela minyak (Gambar IV.7) 40
7 Gambar IV.7 Plotsilang kematangan dengan parameter triterpana, terlihat sumursumur Rembang-1 (4867 kaki), Tengis-1 (7800 kaki) dan Rembang-2 merupakan batuan induk belum matang, rembesan minyak Kedung Jati dan sumur Rembang-2 minyak tahap awal matang, rembesan minyak Galeh, Rembang-1 (5500 kaki) dan ( kaki) merupakan batuan induk yang matang. Berdasarkan analisis kematangan dari parameter sterana pada sumur-sumur Rembang-1 kedalaman 4867 kaki, Tengis-1 kedalaman 7800 kaki, Rembang-2 kedalaman 2638 kaki, rembesan minyak Kedung Jati, Rembang-2 kedalaman 2635,5 kaki, rembesan minyak Galeh, sumur Rembang-1 kedalaman kaki, merupakan batuan induk dan minyak yang mulai matang serta merupakan kerogen Tipe II-III, pada sumur Rembang-1 kedalaman 4901 kaki merupakan batuan induk belum matang dan pada kedalaman 5500 kaki merupakan batuan induk mulai matang, pada kedalaman 4901 kaki dan 5500 kaki merupakan kerogen Tipe III (Gambar IV.8) 41
8 Gambar IV.8 Plotsilang kematangan dengan parameter sterana, terlihat sumursumur Rembang-1 (4867 kaki), Tengis-1 (7800 kaki) dan Rembang-2, Rembang-1 ( kaki), rembesan minyak Kedung Jati, rembesan minyak Galeh merupakan minyak tahap awal matang dan kerogen Tipe II-III, dan, Rembang-1 (4901 kaki) batuan induk belum matang dan Rembang-1 (5500 kaki) dan merupakan batuan induk awal matang dan kerogen Tipe III. IV.2 Korelasi Minyak Minyak Korelasi minyak minyak adalah perbandingan antara minyak dan minyak lainnya untuk menentukan ada atau tidak adanya suatu hubungan genetik antarminyak. Korelasi diselesaikan dengan membandingkan unsur, molekul dan parameter isotopik dengan menggunakan teknik seperti gas chromatography (GC), gas chromatography mass spectrometry (GC/MS) dan penentuan rasio isotop karbon. Berdasarkan hasil analisis alkana normal yang dilakukan terhadap sejumlah conto minyak yang diambil dari sumur-sumur Padi-1, Rembang-1, Rembang-2 dan Ngawi-1 maka didapatkan berbagai bentuk distribusi alkana normal yang menunjukkan perbedaan asal material organiknya, untuk sumur Tengis-1 tidak ada data. 42
9 Pada sumur Padi-1 conto minyak dari Formasi Prupuh pada kedalaman 2086 kaki mempunyai bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 27 menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari darat (Gambar IV.9) sedangkan pada kedalaman 2216 kaki mempunyai bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 17 menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari alga laut (Gambar IV.9). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari campuran antara tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada Formasi Prupuh mencirikan perubahan lingkungan pengendapan dari laut berubah ke arah darat. Formasi Prupuh Kedalaman 2086 ft C 27 A C 30 C 25 Formasi Prupuh Kedalaman 2216 ft B C 17 Gambar IV.9 Distribusi alkana normal pada Formasi Prupuh yang menunjukkan perubahan lingkungan pengendapan dari laut (B) berubah ke arah darat (A) (sumber data Anonim, 2005). 43
10 Conto minyak dari Formasi CD klastik pada kedalaman 3537 kaki mempunyai bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 17 menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari alga laut (Gambar IV.10) Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari alga sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada Formasi CD klastik mencirikan lingkungan pengendapan laut. Formasi CD klastik Kedalaman 3537 ft Gambar IV.10 Distribusi alkana normal pada Formasi CD Clastics yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut (sumber data Anonim, 2005). Pada sumur Rembang-1 conto minyak Formasi Kujung pada kedalaman 2537 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 17 (Gambar IV.11). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut. Conto minyak pada Formasi Ngimbang pada kedalaman 5500 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 14 (Gambar 44
11 IV.12). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut. Formasi Kujung Kedalaman 2537 ft Gambar IV.11 Distribusi alkana normal dari minyak pada sumur Formasi Kujung yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C 17 (sumber data Davis, 1999). Formasi Ngimbang Kedalaman 5500 ft Gambar IV.12 Distribusi alkana normal dari minyak pada Formasi Ngimbang yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C 14 (sumber data Davis, 1999). 45
12 Pada sumur Rembang-2 conto minyak dari Formasi Kujung pada kedalaman 2635,5 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 14 (Gambar IV.13). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut. Formasi Kujung Kedalaman 2635,5 ft C 14 Gambar IV.13 Distribusi alkana normal dari minyak pada Formasi Kujung yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C 14 (sumber data Jatmiko dan Harrington, 2001). Pada sumur Ngawi-1 conto minyak dari Formasi Kerek pada kedalaman 5864 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C 20 (Gambar IV.14). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut. 46
13 Formasi Kerek Kedalaman 5864 ft C 20 Gambar IV.14 Distribusi alkana normal dari minyak pada Formasi Kerek yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C 20 (sumber data Jatmiko dan Harrington, 2002). Berdasarkan hasil analisis isoprenoid yang dilakukan terhadap sejumlah conto minyak yang diambil dari sumur-sumur Padi-1, Rembang-1 dan Rembang-2 (data isoprenoid dari sumur Ngawi-1 dan Tengis-1 tidak tersedia) maka didapatkan beberapa kelompok minyak yang menunjukkan asal material organiknya. Diagram fitana/c 18 terhadap pristana/c 17 digunakan agar dapat memberikan gambaran mengenai lingkungan pengendapan dari asal material organiknya. Conto minyak pada sumur Rembang-1 (kedalaman 4867 kaki dan 5500 kaki), Rembang-2 (kedalaman 1440 kaki), Padi-1 (kedalaman 3537 kaki, 3540 kaki, 3558 kaki dan 3856 kaki) serta dua rembesan minyak yaitu di Galeh dan Lawen menunjukkan fitana lebih rendah dibandingkan pristana (Gambar IV.15). Perbandingan ini menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari campuran antara lingkungan pengendapan yang berasosiasi dengan kandungan oksigen banyak dan lingkungan pengendapan yang berasosiasi dengan kandungan oksigen sedikit, sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada ketiga sumur dan rembesan minyak tersebut mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah deltaik. Sumur Rembang-1 (conto kondensat, kedalaman 2537 kaki, dan 4901 kaki), Rembang-2 (kedalaman 2632 kaki, 2638 kaki dan conto minyak) dan Padi-1 (kedalaman 2216 kaki) menunjukkan perbandingan fitana terhadap pristana yang lebih rendah akibat dari nilai fitana 47
Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian
Bab I Pendahuluan I.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah studi batuan induk hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Gambar I.1), sedangkan objek penelitian meliputi data geokimia
Lebih terperinciSTUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS
STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh DANIS AGOES WILOSO NIM
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Korelasi geokimia petroleum merupakan salah satu pendekatan untuk pemodelan geologi, khususnya dalam memodelkan sistem petroleum. Oleh karena itu, studi ini selalu dilakukan dalam
Lebih terperinciBAB IV GEOKIMIA PETROLEUM
BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM 4.1 Analisis Sampel Sampel yang dianalisis dalam studi ini berupa sampel ekstrak dari batuan sedimen dan sampel minyak (Tabel 4.1). Sampel-sampel ini diambil dari beberapa sumur
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Induk Batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus yang mampu menghasilkan hidrokarbon. Batuan induk dapat dibagi menjadi tiga kategori (Waples, 1985), di antaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam melakukan eksplorasi hingga pengembangan lanjut di daerah suatu lapangan, diperlukan pemahaman akan sistem petroleum yang ada. Sistem petroleum mencakup batuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus didiskusikan para ahli. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada zona ini diawali dengan
Lebih terperinci1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hidrokarbon masih menjadi sumber energi utama di dunia yang digunakan baik di industri maupun di masyarakat. Bertolak belakang dengan meningkatnya permintaan, hidrokarbon
Lebih terperinciBab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik
Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Jumlah material organik yang ada pada batuan dinyatakan sebagai nilai karbon organik total (TOC/Total Organic Carbon) dalam satuan persen dari batuan
Lebih terperinciGeokimia Minyak & Gas Bumi
Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya
Lebih terperinciKARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR
KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan sarjana S1 Program Studi
Lebih terperinciBab II Kerangka Geologi
Bab II Kerangka Geologi II.1 Tatanan Tektonik Tiga konfigurasi struktural dapat ditentukan dari utara ke selatan (Gambar II.1) yaitu Paparan Utara, Dalaman Tengah dan Pengangkatan Selatan (Satyana, 2005).
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO EVALUASI BATUAN INDUK FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA GEOKIMIA HIDROKARBON PADA LAPANGAN ROSSA DI CEKUNGAN MAKASSAR SELATAN, INDONESIA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA
UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA TUGAS AKHIR SYAHRONIDAVI AL GHIFARI 21100113120019 FAKULTAS
Lebih terperinciKANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon
KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon E. Slameto, H. Panggabean dan S. Bachri Pusat Survei Geologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan penggerak di seluruh aspek kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Energi diartikan sebagai daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR
UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR TUGAS AKHIR ELOK ANNISA DEVI 21100113120033 FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di dunia, dibutuhkan pengembangan dalam mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi tersebut. Oleh karena
Lebih terperinciBAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM
BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM 4.1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai Prospect Generation pada interval Anggota Main, Formasi Cibulakan Atas di Daerah Osram yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan eksplorasi minyak dan gas bumi menjadikan penelitian dan pengoptimalan studi cekungan lebih berkembang sehingga potensi untuk mencari lapangan
Lebih terperinciBAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI
BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan analisis untuk memperkirakan sumber daya hidrokarbon di daerah penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering
Lebih terperinciII. GEOLOGI REGIONAL
5 II. GEOLOGI REGIONAL A. Struktur Regional dan Tektonik Cekungan Jawa Timur Lapangan KHARIZMA berada di lepas pantai bagian selatan pulau Madura. Lapangan ini termasuk ke dalam Cekungan Jawa Timur. Gambar
Lebih terperinciJURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 9 No. 2 Februari 2017
PENGGUNAAN STERANA DAN ISOTOP KARBON UNTUK MENENTUKAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN ASAL MATERIAL ORGANIK PADA CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT Danis Agoes Wiloso 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Institut Sains &
Lebih terperinciPENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT
PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT Praptisih 1, Kamtono 1, dan M. Hendrizan 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 E-mail: praptisih@geotek.lipi.go.id
Lebih terperinciSTUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK TUNGKAL, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
BULLETIN OF GEOLOGY Scientific Group of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung (ITB) STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO Evaluasi Batuan Induk dan Studi Karakterisasi untuk Korelasi Minyak Bumi-Batuan Induk Berdasarkan Analisis Geokimia Biomarker dan Isotop Karbon Stabil pada Sumur Bayan-2, Cekungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan minyak dan gas bumi adalah vital bagi hampir seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi komoditas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lapangan Devon merupakan salah satu lapangan migas yang sudah berproduksi, dimana lapangan tersebut adalah bagian dari Blok Jabung yang dikelola oleh Petrochina Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daerah Penelitian Lapangan penelitian merupakan bagian dari daerah pengeboran laut Kompleks Terang Sirasun Batur (TSB), yang berada di bagian Barat dari daerah TSB pada Kangean
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kerogen tipe III. - H/C < 1,0 dan O/C > 0,3 - Menghasikan minyak. Kerogen tipe IV
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan Induk (Source Rock) adalah batuan karbonat yang berasal dari zat-zat organic yang terendapkan oleh batuan sedimen. Sehingga tidak terjadi siklus carbon seperti
Lebih terperinciANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Budi Muljana Laboratorium Stratigarfi, FMIPA, Universitas Padjadjaran ABSTRACT South Sumatra Basin belong to back-arc basin that is one
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. 1. Letak. timur adalah 51 Km dan dari utara ke selatan adalah 34 Km (dalam Peta Rupa
digilib.uns.ac.id 53 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak a. Letak Astronomis Kabupaten Rembang terletak diantara 111 o 00 BT - 111 o 30 BT dan 6 o 30 LS - 7 o 00 LS atau dalam
Lebih terperinciFAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO KORELASI ANTARA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI BERDASARKAN ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON PADA SUMUR LUK-2, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR LUKLUK MAHYA RAHMAH
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi
4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur dan terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Cekungan Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEKERABATAN MINYAK BUMI DAERAH WONOSEGORO DAN SEKITARNYA, BOYOLALI, JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA BIOMARKER
HUBUNGAN KEKERABATAN MINYAK BUMI DAERAH WONOSEGORO DAN SEKITARNYA, BOYOLALI, JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA BIOMARKER T.P. Setyowati 1* D.H. Amijaya 1 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA
HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Yusron Yazid, Dr. Eng. Ir. Agus Didit Haryanto MT., Dr. Ir. Johanes Hutabarat M.Si Fakultas
Lebih terperinciDAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv v vi viii xi xiii
Lebih terperinciPROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
HUBUNGAN KEKERABATAN MINYAK BUMI PADA ANTIKLIN GABUS DI DAERAH GROBOGAN DAN ANTIKLIN KAWENGAN DI DAERAH BOJONEGORO CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA BERDASARKAN DATA BIOMARKER Arif Zainudin 1* Donatus Hendra Amijaya
Lebih terperinciPOTENSI DAN KUALITAS BATUAN FORMASI KUJUNG SEBAGAI BATUAN INDUK, PADA LINTASAN KALI WUNGKAL, TUBAN, JAWA TIMUR
POTENSI DAN KUALITAS BATUAN FORMASI KUJUNG SEBAGAI BATUAN INDUK, PADA LINTASAN KALI WUNGKAL, TUBAN, JAWA TIMUR Oleh : Bambang Triwibowo dan Kuwat Santoso Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Konsumsi energi dunia selalu mengalami peningkatan dengan laju 1,6 % di setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British Petroleum
Lebih terperinciBab III Interpretasi Data Geokimia
Bab III Interpretasi Data Geokimia III.1. Umum Data yang diperlukan dalam pembuktian hipotesis ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data sumur serta data
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii
DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1.
Lebih terperinciAnalisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y. Proposal Tugas Akhir. Oleh: Vera Christanti Agusta
Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y Proposal Tugas Akhir Oleh: Ditujukan kepada: FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciSTUDI GEOKIMIA HUBUNGAN BATUAN INDUK CINTAMANI DAN JANTUNG DENGAN MINYAK BUMI BLOK OK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
STUDI GEOKIMIA HUBUNGAN BATUAN INDUK CINTAMANI DAN JANTUNG DENGAN MINYAK BUMI BLOK OK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Muhammad Arief Lagoina 1*, Ildrem Syafri 2, Yoga Andriana S. 3, Bayu Sapta F. 4. 1, 2, 3
Lebih terperinciGENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM:
GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM: 22006022 BIDANG KHUSUS MIGAS PROGRAM STUDI MAGISTER GEOLOGI PROGRAM PASCA
Lebih terperinciQi Adlan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
GENESIS DAN KORELASI HIDROKARBON MENGGUNAKAN ANALISIS GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI, DI LAPANGAN LEPAS PANTAI BARAT MADURA, CEKUNGAN LAUT JAWA TIMUR UTARA NORTHEAST JAVA SEA BASIN SOURCEROCK AND
Lebih terperinciKAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU
ISSN 2085-0050 KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau
Lebih terperinciKARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK
KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK Oleh: Robet Lumban Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Blok Mambruk merupakan salah satu blok eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang terdapat pada Cekungan Salawati yang pada saat ini dikelola oleh PT. PetroChina
Lebih terperinciKarakterisasi Dan Penentuan Kematangan Minyak Mentah (Crude Oil Langgak, Riau
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Karakterisasi Dan Penentuan Kematangan Minyak Mentah (Crude Oil Langgak, Riau M.Hatta I 1, Emrizal. M.T 2, S.Anita 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deep water channel merupakan salah satu fasies di lingkungan laut dalam dengan karakteristik dari endapannya yang cenderung didominasi oleh sedimen berukuran kasar
Lebih terperinciII Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii IZIN PENGGUNAAN DATA... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Penentuan Total Organic Carbon ( TOC ) dengan Metode DlogR dan Multivariate Regression pada Brown Shale
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Penentuan Total Organic Carbon ( TOC ) dengan Metode DlogR dan Multivariate Regression pada Brown Shale Pematang, Blok Malacca Stait, Cekungan
Lebih terperinciBAB II STRATIGRAFI REGIONAL
BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur
Lebih terperinciINVENTARISASI KANDUNGAN MINYAK DALAM BATUAN DAERAH KEDUNGJATI, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH
INVENTARISASI KANDUNGAN MINYAK DALAM BATUAN DAERAH KEDUNGJATI, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH Rahmat Hidayat 1, Fatimah 1 1 Kelompok Program Penelitian Energi Fosil ABSTRACT Geologically, Kedungjati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tektonik wilayah Asia Tenggara dikontrol oleh interaksi empat lempeng utama,
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kerangka Tektonik Sejarah tektonik Cekungan Jawa Timur Utara tidak dapat dipisahkan dari sejarah tektonik Pulau Jawa dan sekitarnya, serta tektonik wilayah Asia Tenggara. Tektonik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri baik lokal maupun global yang membutuhkan minyak bumi sebagai sumber energi mengakibatkan semakin tingginya tuntutan dalam meningkatkan kegiatan
Lebih terperinciOleh : Ahmad Helman Hamdani NIP
STUDI POTENSI BATUBARA PADA FORMASI SAJAU SEBAGAI BATUAN INDUK MINYAK DAN GASBUMI DI CEKUNGAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR, DENGAN MENGGUNAKAN METODA PIROLISA BATUAN Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP. 195508281982031
Lebih terperinciSemburan gas bercampur air dan lumpur di Desa Metatu, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 3 Desember 2013: 179-197 Semburan gas bercampur air dan lumpur di Desa Metatu, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Gases outbursts mixed with
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi
Lebih terperinciEvaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan
Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan Reza Mohammad Ganjar Gani, Yusi Firmansyah, Nisa Nurul Ilmi Abstrak Fokus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Sribudiyani (2003), menyatakan Cekungan Jawa Timur Utara sudah sejak lama diketahui sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Kawasan Barat Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk di permukaan bumi dari akumulasi sisa-sisa material organik dan anorganik. Material organik tumbuhan merupakan unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...... iv SARI...... v DAFTAR ISI...... vi DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbon organik merupakan unsur yang penting selain hidrogen, oksigen serta nitrogen dan dalam bentuk senyawa merupakan dasar bagi semua kehidupan. Sumber bahan organik pada
Lebih terperinciPENYELIDIKAN BITUMEN PADAT DAERAH WINDESI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TELUK WONDAMA, PROVINSI PAPUA BARAT
PENYELIDIKAN BITUMEN PADAT DAERAH WINDESI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TELUK WONDAMA, PROVINSI PAPUA BARAT Dede I. Suhada, Rahmat Hidayat, Sandy Rukhimat, Asep Suryana Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat
Lebih terperinciPEMODELAN KEMATANGAN HIDROKARBON DAERAH KOTABUMI, KABUPATEN LAMPUNG UTARA, PROPINSI LAMPUNG
PEMODELAN KEMATANGAN HIDROKARBON DAERAH KOTABUMI, KABUPATEN LAMPUNG UTARA, PROPINSI LAMPUNG TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinciSTRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA
STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA Didit Hadi Barianto *, Aldrin Fauzan Faza, Moch Indra Novian, Salahuddin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya energi di Indonesia terus dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan energi yang semakin meningkat. Berbagai
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik Indonesia dianggap sebagai hasil pertemuan tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan Lempeng Indo-Australia
Lebih terperinciPREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG
ISSN : 2579-5821 (Cetak) ISSN : 2579-5546 (Online) Alamat URL : http://journal.unhas.ac.id/index.php/geocelebes Jurnal Geocelebes Vol. 2 No. 1, April 2018, 1-5 PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Namun,
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Namun, jumlah produksi minyak dan gas semakin tidak dapat mengimbangi kebutuhan energi nasional saat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Daerah Sumatera Barat South West Bukit Barisan merupakan nama blok konsesi minyak dan gas bumi yang terletak di daerah onshore di bagian tengah Sumatera Barat.
Lebih terperinciLAPANGAN GEOLOGI SEBAGAI SARANA DIKLAT BIDANG MIGAS
LAPANGAN GEOLOGI SEBAGAI SARANA DIKLAT BIDANG MIGAS FX YUDI TRYONO*) ABSTRAK Cepu dan sekitarnya selama ini dikenal sebagai penghasil minyak dan gas bumi bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka sampai dengan
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan 1. Kandungan air bawaan batubara relatif menjadi turun pada setiap penurunan kedalaman dari lapisan bagian atas (roof) menuju lapisan bagian bawah (floor)
Lebih terperinciPrediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity
B-20 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity Dwi Ayu Karlina, Bagus Jaya Santosa Jurusan Fisika, Fakultas
Lebih terperinciKORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI CEKUNGAN ASRI BAGIAN BARAT
KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI CEKUNGAN ASRI BAGIAN BARAT TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan jenjang Strata Satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cekungan di Indonesia yang telah di eksplorasi lebih dari 100 tahun dengan reservoir utama pada batuan karbonat yakni cekungan Jawa Timur Utara. Cekungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah
Lebih terperinciPENYELIDIKAN PENDAHULUAN KANDUNGAN MINYAK DALAM BATUAN INDUK DAERAH PANGKALAN BALAI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN.
PENYELIDIKAN PENDAHULUAN KANDUNGAN MINYAK DALAM BATUAN INDUK DAERAH PANGKALAN BALAI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh J.A. Eko Tjahjono SARI Daerah penyelidikan pendahuluan kandungan minyak
Lebih terperinciGeokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi
Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi - Migrasi Hidrokarbon - Komposisi Minyak Bumi - Terbentuknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Salawati adalah salah satu cekungan minyak dan gas bumi Indonesia yang produktif karena sebelumnya telah dilakukan banyak eksplorasi di sana. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam industri minyak dan gas bumi saat ini banyak penelitian dilakukan pada bagian reservoir sebagai penyimpan cadangan hidrokarbon, keterdapatan reservoir dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Pertamina BPPKA (1996), Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah Cekungan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach
BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data
Lebih terperinciPotensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah
Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah The Source Rock Potention of Shale And Claystone of Watukumpul Area Pemalang Central Java Sachrul Iswahyudi,
Lebih terperinciPenggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau
Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia FMIPA,Universitas Riau, Pekanbaru,
Lebih terperinciPROSPEK MIGAS PADA CEKUNGAN JAWA TIMUR DENGAN PENGAMATAN METODE GAYABERAT. Oleh: Saultan Panjaitan Pusat Survei Geologi Jalan Diponegoro 57 Bandung
PROSPEK MIGAS PADA CEKUNGAN JAWA TIMUR DENGAN PENGAMATAN METODE GAYABERAT Oleh: Saultan Panjaitan Pusat Survei Geologi Jalan Diponegoro 57 Bandung SARI Anomali Bouguer didaerah Cekungan Jawa Timur dapat
Lebih terperinci