BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Subjek Responden adalah karyawan tetap di PT. Bahtera Wiraniaga Internusa yang berpusat di Jakarta TImur yang berjumlah 55 orang. Terdiri dari 44 karyawan lakilaki dan 11 karyawan perempuan. Masa kerja karyawan adalah minimal 6 bulan. 4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki laki Perempuan Jumlah 44 karyawan 11 karyawan Gambar 4.1 Grafik Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin 20% 80% Laki -laki Perempuan 41
4.1.2 Gambaran subjek berdasarkan usia Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia Usia Jumlah 20 tahun 30 tahun 22 karyawan 31 tahun- 40 tahun 12 karyawan 41 tahun 50 tahun 10 karyawan 51 tahun 60 tahun 9 karyawan >60 tahun 2 karyawan Gambar 4.2 Garfik Gambaran Subjek Berdasarkan Usia Gambaran subjek berdasarkan usia 16% 18% 4% 22% 40% 20 tahun 30 tahun 31 tahun- 40 tahun 41 tahun 50 tahun 51 tahun 60 tahun >60 tahun 4.1.3 Gambaran subjek berdasarkan masa kerja Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Jumlah karyawan 6 bulan 1 tahun 12 karyawan 2 tahun 10 tahun 19 karyawan 11 tahun 20 tahun 10 karyawan 21 tahun 30 tahun 11 karyawan >31 tahun 3 karyawan 42
Gambar 4.3 Grafik Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja Gambaran subjek berdasarkan masa kerja 5% 6 bulan 1 tahun 20% 18% 22% 35% 2 tahun 10 tahun 11 tahun 20 tahun 21 tahun 30 tahun >31 tahun 4.2 Hasil Uji Nilai Harapan Kepemimpinan Transormasional dan Motivasi Kerja Kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja memiliki nilai harapan dan nilai perolehan, maka akan dijelaskan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.4 Nilai Harapan Kepemimpinan Transformasional Statistik Harapan Perolehan X t 220 179 X r 44 113 µ 132 142,75 SD 29 11,929 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan perolehan nilai µ 142,75 yang berarti lebih besar dari nilai harapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karyawan PT. Bahtera Wiraniaga Internusa Jakarta Timur menerima kepemimpinan transformasional dengan cukup baik. 43
Tabel 4.5 Nilai Harapan Motivasi Kerja Statistik Harapan Perolehan Y t 125 114 Y r 25 83 µ 75 97,33 SD 17 7,245 Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai perolehan µ adalah 97,33 yang berarti lebih besar dari nilai harapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karyawan di PT. Bahtera Wiraniaga Internusa Jakarta Timur sudah memiliki tingkat motivasi kerja yang baik dalam bekerja. 4.3 Analisis Tingkat Kepemimpinan Transformasional dengan Motivasi Kerja 4.3.1 Tingkat Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan Transformasional yang diperoleh akan dijelaskan pada tabel dibawah ini, ada pun kategorisasi dibagi menjadi tiga, yaitu: Tabel 4.6 Kategorisasi Kepemimpinan Transformasional Rumus Skor Interval Klasifikasi N Persentase > (µ + 1SD) > 155 Tinggi 55 100% (µ 1SD) < x < (µ + 1SD) 130 < x < 155 Sedang 0 0% < (µ 1SD) < 131 Rendah 0 0% Tabel 4.6 memaparkan bahwa kepemimpinan transformasional dari seorang pemimpin sangat dirasakan oleh karyawan PT. Bahtera Wiraniaga 44
Internusa dalam memotivasi karyawan dalam bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai presentase sebesar 100%, artinya karyawan yang menerima kepemimpinan transformasional dalam memotivasi karyawan memiliki signifikansi yang tinggi. 4.3.2 Tingkat Motivasi Kerja Motivasi kerja karyawan di PT. Bahtera Wiraniaga Internusa Jakarta Timur kategorikan menjadi tiga, yaitu: Tabel 4.7 Kategorisasi Motivasi Kerja Rumus Skor Interval Klasifikasi N Persentase > (µ + 1SD) > 105 Tinggi 48 87,2% (µ 1SD) < x < (µ + 1SD) 90 < x < 105 Sedang 7 12,8% < (µ 1SD) < 90 Rendah 0 0% Berdasarkan tabel berikut dapat disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki motivasi tinggi dalam bekerja. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai presentase sebesar 87,2%. Dan karyawan yang memiliki motivasi cukup baik memperoleh presentase sebesar 12,8%. Sehingga dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. 4.4 Uji Normalitas Data Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah variable-variabel penelitian terdistribusi dengan normal atau tidak dengan melihat nilai signifikansi 45
yang dihasilkan. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 (<0,05) hal ini berarti data tidak terdistribusi dengan normal dan sebaliknya jika nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari nilai signifikansi 0,05 ( >0,05) hal ini berarti data terdistribusi dengan normal. Berdasarkan pengujian normalitas yang sudah dilakukan, diperoleh hasil bahwa untuk variabel kepemimpinan transformasional menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,754 sedangkan untuk variabel motivasi kerja menghasilkan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0,870. Oleh karena kedua nilai tersebut berada di atas atau lebih besar dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa data-data yang terdapat di dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal. 4.5 Uji Hipotesis Pengujian selanjutnya yang dilakukan adalah pengujian hipotesis-hipotesis antar variabel yang terdapat di dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode korelasi bivariat melalui SPSS versi 17.0 for windows. Berdasarkan pengolahan data yang sudah dilakukan diperoleh tingkat signifikan sebesar 0,000 berarti p-value 0,000 < alpha 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja. Hal ini membuktikan bahwa kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja saling berhubungan satu sama lain. Artinya makin kuat kepemimpinan transformasional maka makin tinggi pula motivasi kerjakaryawan, 46
begitupun sebaliknya makin rendah kepemimpinan transformasional maka motivasi kerja karyawan pun makin rendah atau menurun. 4.6 Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil data-data yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan statistic SPSS 17 for windows dan dengan total jumlah keseluruhan subjek adalah 55 orang yang memang didominasi oleh karyawan laki-laki, Peneliti menggunakan 2 variabel untuk membuat alat ukur penelitian, alat ukur yang pertama yaitu kepemimpinan transformasional. Dari 48 item yang telah dibuat berdasarkan teori, 44 diantaranya dinyatakan valid dan 4 diantaranya dinyatakan tidak valid atau gugur,. Sedangkan alat ukur motivasi kerja dari 30 item soal yang dibuat berdasarkan teori 25 diantaranya dinyatakan valid dan sisanya dianggap gugur. Nilai uji reliabilitas kepemimpinan transformasional sebesar 0,912. Artinya alat ukur tersebut memiliki realibilitas yang sangat reliabel. Nilai uji reliabilitas motivasi kerja sebesar 0,727. Artinya alat ukur tersebut reliabel. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja. Berarti semakin tinggi kepimpinan transformasional maka semakin tinggi motivasi karyawan dalam bekerja. Hasil ini didukung oleh pernyataan Mangkunegara (2012) yang menyatakan bahwa secara psikologis, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja adalah sejauhmana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi 47
kerja SDM-nya agar mereka mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat motivasi kerja karyawan, dapat terlihat bahwa motivasi kerja karyawan di PT. Bahtera Wiraniaga Internusa Jakarta Timur adalah tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian besar karyawan memili motivasi tinggi dalam bekerja sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik. Setelah menguraikan tingkat motivasi kerja karyawan, peneliti akan menguraikan hasil uji korelasi. Dapat dilihat tingkat signifikansi sebesar 0,000 berarti p-value 0,000 < alpha 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Kepemimpinan Transformasional dengan Motivasi Kerja Karyawan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari angka koefisien korelasional kepemimpinan transformasional (X) dengan angka koefisien korelasional motivasi kerja (Y) sebesar 0,495. Berdasarkan teori Sugiyono (2010) yang mengkategorikan koefisien korelasi artinya hubungan korelasi tersebut adalah sedang. Hubungan tersebut menunjukkan ke arah hubungan yang sama (hubungan secara positif), yaitu semakin tinggi kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi pula motivasi kerja karyawan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan transformasionl maka kinerja karyawan pun semakin rendah atau menurun. 48
Hal ini sesuai dengan penelitian Ivan (2007) mengenai hubungan persepsi kepemimpinan transfromasional dengan motivasi kerja yang memaparkan bahwa ada hubungan postif antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja dan nilai korelasi sebsear 0,546 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Selain itu, penelitian ini mendukung penelitian Iis (2011) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional secara langsung memiliki hubungan yang sangat kuat tehadap motivasi kerja karyawan sebesar 0,542 dengan taraf signifikansi sebesar *0,002 Hal ini mendukung pernyataan dari Luthans (2006) yang menyatakan bahwa ciri seorang yang telah berhasil menerapkan kepemimpinan transformasional adalah mengidentifikasikan dirinya sebagai agen perubahan, memiliki sifat pemberani, mempercayai orang lain, bertindak atas sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya), mengembangkan kemmpuan yang dimilikinya secara terus menerus, memiliki kemampuan menghadapi situasi yang sulit, rumit sehingga dapat menemukan solusi yang tepat, dan mempunyai visi dan misi yang jelas. Menurut Sedarmayanti ( 2007) juga berpendapat bahwa kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kebanyakan hal, motivasi seorag individu akan timbul karena pengaruh pemimpin yang efektif. Jadi efektivitas kepemimpinan akan tampak bagaimana dapat memotivasi anggotanya secara efektif. 49
Hasil ini pun mendukung pendapat Yukl (2005) bahwa seorang pemimpin transformasional dapat memotivasi para pengikutnya dengan tiga cara : 1. Membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan. 2. Mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri. 3. Mengaktifkan kebutuhan kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi. Sesuai dengan penelitian Bass dan Avolio (Dalam Wutun, 1996) menjelaskan kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebut The Four Is, yaitu : Idealized Influence ( Charisma), artinya pimpinan mampu menanamkan kepercayaan terhadap karyawannya, karyawan bangga menjadi rekan kerjanya serta pimpinan memiliki daya tarik yang membuat karyawan kagum kepadanya. Kedua yaitu Inspirational Leadership, artinya pimpinan mampu memotivasi karyawannya dengan memberikan berbagai macam gagasan dalam memecahkan suatu masalah dan mengkomunikasikan harapan yang tinggi terhadap para karyawan. Ketiga yaitu Intellectual Stimulation, pimpinan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah dan mengembangkan rasionalitas bahwa tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Dan yang terakhir adalah Individualized Consideration, dalam aspek ini pimpinan dapat memberikan perhatian kepada karyawannya secara adil dan melakukan pemberdayaan terhadap karyawan seperti pelatihan yang diadakan. 50
Berdasarkan paparan tersebut maka secara nyata kepemimpinan transformasional ada hubungan yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja. Hal ini berarti bahwa karyawan membutuhkan dorongan atau motivasi dari pimpinan dalam mewujudkan impian atau cita-citanya di masa yang akan datang melalui program pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Demikian hasil penelitian yang sudah dilakukan yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara Kepemimpinan Transformasional dengan Motivasi Kerja Karyawan di PT. Bahtera Wiraniaga Internusa Jakarta Timur. 51