Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai bulan April sampai

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

I. INFORMASI METEOROLOGI

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB III METODE ANALISIS

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB V ANALISIS HIDROLOGI

Evaluasi Sistem Penyaliran Tambang Di Pit Tutupan Pt. Pamapersada Nusantara Jobsite Adaro Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan

EVALUASI TEKNIS SISTEM DRAINASE DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI. ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..

KAJIAN SISTEM DRAINASE KOTA BIMA NUSA TENGGARA BARAT

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Musim Hujan. Musim Kemarau

PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENYALIRAN TAMBANG TERBUKA DI PT. BARA ANUGRAH SEJAHTERA LOKASI PULAU PANGGUNG MUARA ENIM SUMATERA SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

Surface Runoff Flow Kuliah -3

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB III ANALISA HIDROLOGI

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ =

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB II STUDI PUSTAKA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Transkripsi:

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir. 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

Probabilitas Kejadian Hujan Untuk Perencanaan Saluran Air Pada Tambang Terbuka (Studi Kasus: PT Adaro Indonesia) GINTANG SULUNG Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Keberlangsungan penambangan dipengaruhi oleh kondisi cuaca ekstrem yang dapat berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan, seperti curah hujan yang tinggi. Musim hujan sepanjang tahun menyebabkan kolam drainase di pit tidak dapat menampung volume air yang begitu besar. Besarnya kuantitas air yang masuk kedalam pit jika tidak dilakukan rencana penanggulangannya akan menjadi masalah dalam produktifitas tambang batu bara serta kualitas batu bara yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai aspek hidrologi terutama probabilitas kejadian curah hujan maksimum sebagai dasar perencanaan sistem drainase tambang diperlukan. Salah satu metode untuk menentukan probabilitas kejadian curah hujan maksimum adalah Cumulative Distribution Function (CDF). Hasil perhitungan debit limpasan untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan metode Cumulative Distribution Function adalah 5.61 m 3 /s sedangkan debit limpasan untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan Gumbel adalah 6.73 m 3 /s. Dari hasil tersebut, metode Cumulative Distribution Function (CDF) lebih baik dibandingkan dengan metode Gumbel karena debit yang dihasilkan lebih kecil namun tetap dapat menampung saat terjadi curah hujan tinggi sehingga dapat meminimalisir biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam merancang saluran air. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam sistem drainase tambang pada PT Adaro Indonesia. Kata kunci: Tambang batu bara, Cumulative Distribution Function, Gumbel, metode Rasional, curah hujan maksimum dan debit limpasan 1. Pendahuluan Sebagai salah satu sumber daya alam terkaya yang dimiliki Indonesia, batu bara merupakan suatu faktor penting dalam produktivitas kegiatan dalam negeri, seperti ekspor, bahan bakar energi, penelitian dan lain-lain. Saat ini, Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadikan konsumsi energi Indonesia sangat besar dan batu bara merupakan salah satu bahan bakar energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang ketersediaannya cukup banyak. Di Indonesia kejadian anomali cuaca adalah faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas di berbagai bidang kerja terutama di lapangan (outdoor). Faktor cuaca yang paling terasa perubahannya akibat anomali cuaca adalah curah hujan. Salah satu dampak anomali cuaca di lapangan adalah terjadi gangguan secara langsung sistem peralatan kerja. Hal ini dapat berakibat fatal pada keselamatan pekerjanya. Keberlangsungan penambangan dipengaruhi oleh kondisi cuaca ekstrem yang dapat berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan, seperti curah hujan yang tinggi, banjir dan kondisi laut yang buruk. Dampak tersebut dapat mengakibatkan gangguan terhadap aktifitas operasional di sepanjang rantai pasokan batubara mulai dari penambangan dan sarana transportasi jalan sampai ke operasional tongkang dan pemuatan kapal. Musim hujan sepanjang tahun menyebabkan kolam drainase di pit tidak dapat menampung volume air yang begitu besar sehingga dasar lapisan batubara yang dijadwalkan untuk ditambang sebagian dalam kondisi terendam, walapun dilakukan pemompaan terus menerus. Besarnya kuantitas air yang masuk kedalam pit jika tidak dilakukan rencana penanggulangannya akan menjadi masalah dalam produktifitas tambang batu bara serta kualitas batu bara yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai aspek hidrologi terutama probabilitas kejadian curah hujan maksimum sebagai dasar perencanaan sistem drainase tambang diperlukan. 2. Data dan Metode Data yang digunakan dalam penelitian ini data curah hujan harian South Tutupan Provinsi Kalimantan Selatan dari tahun 2002-2012. Data input lainnya yang diperlukan adalah peta tutupan lahan, peta jenis tanah dan peta topografi tahun 2012 wilayah kajian yaitu Tutupan Kalimantan Selatan. Data ini akan digunakan untuk memperoleh koefisien limpasan dengan melakukan overlay dari ketiga jenis peta tersebut. Penelitian ini menitikberatkan pada pengolahan data curah hujan dan analisa kondisi ekstrem (maksimum) yang terjadi di wilayah kajian sehingga dapat dijadikan suatu rekomendasi untuk sistem drainase.. Gambar 2.1 adalah peta wilayah kajian penelitian (115 o 28 0 BT 115 o 28 53.2 BT dan 2 o 14 10.8 LS 2 o 15 0 LS). 1

(2.6) (2.7) dimana : Y n : Harga rata-rata reduced mean S n : Reduced Standard Deviation Y t : Reduced Variate X t : Hujan dalam periode ulang tahun X r : Curah hujan rata-rata (mm) S x : Standar Deviasi n : Banyaknya data (2.8) Tabel 2.1 Lokasi penambangan batu bara PT Adaro Indonesia, Provinsi Kalimantan Selatan, Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi pola curah hujan di daerah kajian yaitu South Tutupan Provinsi Kalimantan Selatan. Setelah itu dilakukan penentuan probabilitas kejadian hujan maksimum dengan menggunakan metode CDF (Cumulative Distribution Function). Hasil perhitungan CDF akan digunakan untuk perhitungan debit limpasan. Kemudian, hasil perhitungan metode CDF juga akan dibandingkan dengan perhitungan metode Gumbel yang sudah dilakukan oleh PT Adaro Indonesia untuk periode 5 tahunan untuk melihat metode mana yang lebih efektif. 2.1. Cumulative Distribution Function (CDF) Cumulative Distribution Function (CDF) dilakukan untuk menghitung probabilitas dari suatu kejadian. Jika F adalah CDF dan x dan y adalah hasil, maka (2.1) (2.2) (2.3) Perhitungan CDF dilakukan berdasarkan hubungan dengan Parametric Distribution Function (PDF) (Zwillinger, 2000). Untuk data yang diskrit, dilakukan perhitungan dengan persamaan : (2.4) Sedangkan untuk data yang bentuknya kontinu, digunakan persamaan : (2.5) 2.2. Metode Gumbel Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan rencana menurut metode Gumbel adalah sebagai berikut : 2.3. Intensitas Curah Hujan Mononobe Intensitas curah hujan didefinisikan sebagai intensitas curah hujan rata-rata yang diasumsikan jatuh seragam diatas daerah tangkapan hujan untuk menentukan durasi dan frekuensi, dan satuan yang biasa digunakan untuk intensitas curah hujan adalah mm/jam. Dalam perhitungan limpasan menggunakan t satuan waktu 60 menit, intensitas curah hujan ratarata dalam t 60 menit dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (dalam hidrologi untuk pengairan) : I = Dimana : I = Intensitas curah hujan (mm/jam) R t = Curah hujan selama t jam t = lamanya hujan (jam) (2.9) Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung pada lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dalam hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental salah satunya adalah rumus Mononobe. Rumus ini digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu berdasarkan curah hujan harian : I = ( (2.10) Dimana : I = Intensitas curah hujan (mm/jam) R 24 = Curah hujan dalam 24 jam (mm) t = lamanya hujan (jam) 2.4. Debit Metode Rasional Pada penelitian tugas akhir ini, digunakan metode rasional untuk menghitung debit limpasan. Metode Rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk menentukan debit 2

limpasan dengan cakupan daerah kecil. Asumsi dasar dari metode ini adalah : Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap. Koefisien runn-off dianggap tetap selama durasi hujan. Luas Daerah Aliran Sungai tidak berubah selama durasi hujan. Rumus umum yang digunakan untuk menghitung debit (Q) dengan rumus rasional adalah sebagai berikut : Dimana : Q = Debit limpasan (m 3 /s) k = Koefisien (0.278 bila luas daerah dalam km 2 atau 0.00278 bila luas daerah dalam ha) C = Koefisien limpasan I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A=Luas daerah tangkapan hujan/catchment area (ha atau km 2 ) 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Identifikasi Pola Curah Hujan Q = k.c. I. A (2.11) mm/bulan Komposit rata-rata curah hujan bulanan South Tutupan 2002-2012 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Gambar 3.1. Komposit rata-rata curah hujan bulanan South Tutupan Menurut Aldrian E. (2001) Kalimantan Selatan berada pada wilayah dengan curah hujan dipengaruhi oleh Monsun dan Ekuatorial seperti terlihat pada gambar 4.1.. Secara fisis karakteristik curah hujan jenis Monsun dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu pada bulan April hingga Oktober matahari berada di BBU (menyebabkan musim dingin di BBS) yang mengakibatkan benua Australia bertekanan tinggi dan Benua Asia bertekanan rendah. Menurut hukum Buys Ballot angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, sehingga angin bertiup dari benua Australia menuju benua Asia. Angin ini menuju Indonesia (Kalimantan Selatan) melewati udara gurun pasir di bagian utara benua Australia dan hanya melalui lautan yang sempit yang mengakibarkan musim kemarau di Indonesia (Kalimantan Selatan), dan puncaknya adalah antara bulan Juni, Juli dan Agustus sehingga curah hujan mecapai minimum pada bulan-bulan tersebut (curah hujan minimum pada bulan Agustus seperti terlihat pada Gambar 3.1). Sedangkan pada Oktober hingga April matahari berada di BBS (menyebabkan musim panas di BBS), mengakibatkan angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia yang membawa udara lembab dan basah dari Laut Cina Selatan melewati Indonesia (Kalimantan Selatan). Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia mengalami musim penghujan dan puncaknya antara bulan Desember, Januari atau Februari sehingga curah hujan melimpah pada bulan-bulan ini (curah hujan maksimum pada bulan Januari dan Desember seperti terlihat pada Gambar 3.1). Gambar 3.2. Anomali rata-rata curah hujan bulanan Menurut Dambul (2008), wilayah kajian yaitu South Tutupan yang terletak di Kalimantan Selatan termasuk kedalam tipe C2. Hal tersebut dibuktikan dengan Gambar 4.2. yang menunjukkan hasil 3

anomali rata-rata curah hujan bulanan dari hasil penelitian Dambul yang memiliki kemiripan pola. Karakteristik utama tipe C adalah musim hujan dimulai pada monsun northeast (pasat) dan curah hujan tinggi terjadi lebih dari sekali selama monsun. 3.2. Perhitungan Curah Hujan Metode Cumulative Distribution Function (CDF) Dari data curah hujan harian selama 11 tahun, dihitung curah hujan harian maksimum perbulan untuk diplot pada kurva CDF. Dari hasil perhitungan curah hujan harian maksimum perbulan tersebut didapatkan nilai minimum adalah 5 mm/hari dan maksimum adalah 173 mm/hari. Dari data tersebut kemudian diplot pada kurva CDF seperti telihat pada gambar 4.2, hal ini bertujuan untuk mengetahui probabilitas kejadian hujan berdasarkan data historis yang ada. Gambar 3.2. Hasil plot empirik CDF curah hujan harian maksimum per bulan tahun 2002-2012 South Tutupan Sumbu x merupakan curah hujan harian maksimum per bulan selama 11 tahun dan sumbu y merupakan f(x) yaitu nilai fungsi CDF. Hasil dari plot CDF terlihat pada Tabel 3.3. Berdasarkan Tabel 3.3. dilakukan tiga skenario untuk menentukan nilai curah hujan harian maksimum : Skenario I Skenario I yaitu menganggap kejadian hujan normal mempunyai peluang kejadian hujan sebesar 0.85 atau 85% dan untuk kejadian hujan maksimum mempunyai probabilitas sebesar 0.15 atau 15%. Pada skenario ini nilai curah hujan maksimum adalah sebesar 85 mm/hari. Probabilitas 85% berarti hujan yang terjadi berdasarkan data historis 11 tahun pada selang probabilitas 0-85% merupakan kejadian hujan normal dengan nilai curah hujan dari 5 mm/hari hingga 85 mm/hari. Jadi curah hujan diatas 85 mm/hari merupakan curah hujan ekstrem (maksimum) dengan probabilitas 15%. Skenario II Skenario II yaitu menganggap kejadian hujan normal mempunyai peluang kejadian hujan sebesar 0.9 atau 90% dan untuk kejadian hujan maksimum mempunyai probabilitas sebesar 0.1 atau 10%. Pada skenario ini nilai curah hujan maksimum adalah sebesar 90 mm/hari. Probabilitas 90% berarti hujan yang terjadi berdasarkan data historis 11 tahun pada selang probabilitas 0-90% merupakan kejadian hujan normal dengan nilai curah hujan dari 5 mm/hari hingga 90 mm/hari. Jadi curah hujan diatas 90 mm/hari merupakan curah hujan ekstrem (maksimum) dengan probabilitas kejadian hujan diatas 90 mm/hari sebesar 10%. Skenario III Skenario III yaitu menganggap kejadian hujan normal mempunyai peluang kejadian hujan sebesar 0.95 atau 95% dan untuk kejadian hujan maksimum mempunyai probabilitas sebesar 0.05 atau 5%. Pada skenario ini nilai curah hujan maksimum adalah sebesar 115 mm/hari. Probabilitas 95% berarti hujan yang terjadi berdasarkan data historis 11 tahun pada selang probabilitas 0-95% merupakan kejadian hujan normal dengan nilai curah hujan dari 5 mm/hari hingga 115 mm/hari. Jadi curah hujan diatas 115 mm/hari merupakan curah hujan ekstrem (maksimum) dengan probabilitas kejadian hujan diatas 115 mm/hari sebesar 5%. Dari nilai curah hujan yang dihasilkan oleh CDF dengan probabilitas masing-masing, akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan dengan berbagai durasi hujan yaitu durasi hujan 30 menit, 60 menit dan 120 menit. 3.3. Perhitungan Curah Hujan Metode Gumbel Perhitungan curah hujan maksimum yang saat ini digunakan di PT Adaro Indonesia yaitu menggunakan perhitungan curah hujan maksimum dengan metode Gumbel. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan ulang karena data yang digunakan hanya berasal dari satu stasiun hujan. Dari data curah hujan harian selama 11 tahun dihitung nilai curah hujan harian maksimum pertahunnya dari 2002 hingga 2012 seperti terlihat pada Tabel 3.4. 4

Tabel 3.1 Hasil plot Cumulative Distribution Function f(x) x f(x) x f(x) x f(x) x 0 5 0.214286 31 0.507937 52 0.753968 71 0.007937 11.8 0.230159 32 0.515873 52.5 0.769841 75 0.015873 12.85 0.238095 32.5 0.52381 53.06333 0.777778 76 0.02381 13.83333 0.246032 33 0.531746 54 0.793651 76.5 0.031746 14.1 0.269841 34 0.547619 55 0.809524 78 0.039683 15 0.277778 36.5 0.555556 55.5 0.833333 79 0.047619 15.15 0.285714 37 0.563492 56 0.84127 80 0.055556 15.5 0.31746 38.5 0.571429 57 0.849206 83.5 0.063492 16 0.325397 40 0.579365 57.5 0.855079 85 0.071429 17 0.34127 40.75 0.603175 58 0.873016 85.33333 0.079365 18 0.357143 41 0.611111 59 0.880952 85.5 0.087302 20 0.365079 42 0.619048 60 0.896825 87 0.103175 21.5 0.380952 43 0.642857 63 0.904762 88 0.111111 22 0.388889 43.5 0.65873 64 0.905698 90 0.126984 22.5 0.396825 44 0.666667 64.5 0.920635 92 0.134921 23 0.420635 45.5 0.674603 65 0.928571 96 0.142857 24 0.428571 45.66667 0.68254 65.5 0.936508 98 0.150794 25 0.436508 46.66667 0.690476 66 0.944444 101.5 0.15873 26.5 0.444444 47 0.698413 66.04 0.946381 102.5 0.166667 27.5 0.460317 47.5 0.714286 67 0.948317 114.5 0.18254 28.5 0.468254 49 0.722222 67.5 0.950254 115 0.190476 29 0.492063 49 0.738095 70 0.984127 127 0.198413 30 0.5 50 0.746032 70.5 0.992063 144 1 173 Tabel 3.2 Data Curah Hujan Harian Curah No. Tahun Hujan Max - X (X - Xbar)^2 1 2002 173 4457.83 2 2003 78 797.10 3 2004 87 369.91 4 2005 87 369.91 5 2006 98 67.78 6 2007 144 1426.34 7 2008 115 76.86 8 2009 127 431.27 9 2010 115 68.34 10 2011 92 202.58 11 2012 53 2827.02 Jumlah 1168.56 11094.94 Rata-Rata 106.23 Dari Tabel 3.4 dapat dihitung standar deviasi (S) yaitu : Berdasarkan Tabel 3.4 jumlah data adalah sebanyak n=11 maka jumlah rangking (m) dalam data adalah m=11. Nomor rangking dihitung kejadianya (kolom 2 dalam Tabel 3.4) dan kemudian dihitung reduced variatenya (kolom 3 dalam Tabel 3.4). Harga rata-rata (mean) dari reduced variate ini merupakan harga Ynbar yang dicari (untuk n = 11). Sedang harga standard deviasi dari reduced variate ini merupakan harga Sn yang dicari. Perhitungan Reduced Mean (Ynbar) dan dan Reduced Standar Deviasi (Sn) adalah sebagai berikut : 5

Tabel 3.3. Perhitungan harga Yn, Ynbar dan Sn untuk n=11 m P=m/(n+1 ) Yn=-ln(ln(1/P) Ynbar 11 0.916667 2.441716399 0.50 3.77 2 0.166667-0.583198081 0.50 1.17 3 0.25-0.32663426 0.50 0.68 4 0.333333-0.094047828 0.50 0.35 6 0.5 0.366512921 0.50 0.02 10 0.833333 1.701983355 0.50 1.45 8 0.666667 0.902720456 0.50 0.16 9 0.75 1.245899324 0.50 0.56 7 0.583333 0.6180462 0.50 0.01 5 0.416667 0.132995836 0.50 0.13 1 0.083333-0.910235093 0.50 1.99 (Yn - Ynbar)^ 2 Setelah harga Standar Deviasi (S), Reduced Mean (Ynbar) dan Reduced Standar Deviasi (Sn) didapatkan maka dapat dihitung nilai dari Reduced Variate (Yt) dan Reduced Variate Faktor (k) dengan periode ulang (t) dari 2 tahun hingga 10 tahun sehingga akan didapatkan hasil curah hujan maksimum pada periode ulang tertentu seperti terlihat pada Tabel 3.5. Untuk perhitungan Reduced Variate (Yt) dan Reduced Variate Faktor (k) adalah sebagai berikut : Periode ulang merupakan interval waktu ratarata dari suatu peristiwa akan dimulai atau dilampaui satu kali. Kemungkinan dari suatu kejadian yang besarnya sama atau dilampaui dalam peristiwa hidrologi dapat dinyatakan dalam persamaan : (1) Dimana : P : Peristiwa disamai atau dilampaui P : Peristiwa tidak disamai atau dilampaui t : Periode ulang Bila p (X < x) menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x tidak akan disamai atau tidak dilampaui dalam suatu periode tertentu, maka p(x < x)n akan menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x tidak disamai atau tidak dilampaui dalam n periode (tahun). Untuk independent series dan dari hukum multiple probability didapat bahwa : (2) atau (3) Persamaan (3) menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x akan disamai atau dilampaui dalam n tahun. Substitusi Persamaan (1) dalam Persamaan (3) didapat : (4) Untuk perhitungan debit limpasan maksimum digunakan curah hujan rencana pada periode ulang 5 tahun dengan nilai sebesar 139 mm/hari. Berdasarkan Persamaan (4) maka peluang kejadian hujan 139 mm/hari akan terjadi dalam periode (n) 2 tahun dengan masa ulang (t) 5 tahun (Q 5 ) adalah: = = = atau 36% Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Reduced Variate (Yt), Reduced Variate Faktor (k) dan curah hujan maksimum pada periode ulang 10 tahun Periode Ulang (t) Reduced Variate (Yt) Reduced Variate Faktor (k) Curah Hujan 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.37 0.90 1.25 1.50 1.70 1.87 2.01 2.14 2.25-0.15 0.39 0.73 0.98 1.19 1.35 1.50 1.62 1.73 101.24 119.10 130.53 139.00 145.73 151.32 156.10 160.28 163.99 6

3.4. Intensitas Hujan Tabel 3.5 Hasil perhitungan intensitas hujan maksimum dengan input curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Cumulative Distribution Function (CDF) CH Harian Per Bulan Intensitas Hujan Pada Durasi T T=30 menit T=60 menit T=120 menit 85 47 29 19 90 50 31 20 115 63 40 25 Dari Tabel 3.7 didapatkan nilai intensitas hujan maksimum untuk berbagai durasi hujan dengan menggunakan metode Mononobe. Semakin lama durasi hujan maka nilai intensitas hujan akan semakin kecil, ini mengindikasikan bahwa semakin pendek jangka waktu curah hujan makin besar intensitasnya karena hujan tidak selalu kontinu, kadang berhenti ataupun melemah. Jadi jika jangka waktu curah hujan itu panjang maka intensitasnya kecil. Pada hujan 85 mm/hari diperoleh intensitas hujan pada durasi hujan 30 menit yaitu 47 mm, sementara itu intensitas hujan pada durasi 60 menit dan 120 menit diperoleh 29 mm dan 19 mm. Pada hujan 90 mm/hari diperoleh intensitas hujan pada durasi hujan 30 menit yaitu 50 mm, sementara itu intensitas hujan pada durasi 60 menit dan 120 menit diperoleh 31 mm dan 20 mm Pada hujan 115 mm/hari diperoleh intensitas hujan pada durasi hujan 30 menit yaitu 63 mm, sementara itu intensitas hujan pada durasi 60 menit dan 120 menit diperoleh 40 mm dan 25 mm. Tabel 3.6 Hasil perhitungan intensitas hujan maksimum dengan input curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Gumbel CH Harian Per Bulan Intensitas Hujan Pada Durasi T T=30 menit T=60 menit T=120 menit 139 76 48 30 Sementara itu, hasil perhitungan curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Gumbel dihitung pula intensitas hujan maksimumnya dengan durasi hujan 30 menit, 60 menit dan 120 menit. Berdasarkan Tabel 3.8, diperoleh nilai intensitas hujan maksimum pada durasi hujan 30 menit adalah 76 mm, sedangkan pada durasi hujan 60 menit ialah 48 mm dan pada durasi hujan 120 menit intensitas hujan maksimum yang dihasilkan adalah 30 mm. 3.5. Hasil Perhitungan Koefisien Run Off Koefisien aliran permukaan (run off) merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan. Misal 0.1 maka artinya 10% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Nilai koefsien ini berkisar antara 0-1. angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedangkan angka 1 menunjukkan semua air hujan yang jatuh mengalir sebagai aliran permukaan. Setiap tutupan lahan, jenis tanah dan topografi dicari nilai koefisien aliran berdasarkan tabel koefisien pengaliran yang dapat dilihat pada Lampiran. Daerah kajian yaitu South Tutupan memiliki berbagai macam tutupan lahan dan jenis tanah dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C (koefisien run off) dihitung dengan melakukan overlay tiga jenis peta. Hasil koefisen run off terdapat pada lampiran 2. Dengan mengambil titik sampel pada koordinat x 7021.700 m dan koordinat y 9210.800 m (koordinat Tutupan). Dari hasil overlay di dapat nilai C sebesar 0.49 yang artinya 49% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Dari hasil ini akan digunakan untuk menghitung debit limpasan dengan menggunakan metode rasional. 3.6. Perbandingan Hasil Perhitungan Debit Limpasan Curah hujan yang dibandingkan ialah curah hujan pada skenario III sebesar 115 mm/hari dengan curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Gumbel sebesar 139 mm/hari. Dari nilai intensitas hujan maksimum akan digunakan dalam perhitungan debit limpasan menggunakan metode Rasional. CH Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Debit Metode Rasional Intensitas Hujan (mm/jam) Koefisien Run Off Luas Daerah Tangkapan Hujan (Ha) Debit Limpasan Maksimu m (m³/s) 115 40 0.49 103 5.61 139 48 0.49 103 6.73 7

Berdasarkan tabel 3.9 didapatkan nilai debit limpasan untuk intensitas hujan masing-masing. Pada hasil perhitungan curah hujan maksimum dengan metode CDF yaitu sebesar 115 mm/hari didapatkan nilai debit limpasan 5.61 m 3 /s. Sedangkan pada hasil perhitungan curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Gumbel dengan periode ulang 5 tahun didapatkan nilai debit limpasan 6.73 m 3 /s. Dari hasil tersebut terlihat perbedaan hasil perhitungan debit limpasan yang tidak terlalu signifikan hanya berbeda 1.12 m 3 /s. Namun hasil perhitungan debit limpasan dengan menggunakan curah hujan maksimum hasil perhitungan CDF dianggap lebih baik karena hasil yang didapatkan sesuai dengan data historis, sedangkan hasil perhitungan debit limpasan dengan menggunakan curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Gumbel menghasilkan nilai yang over estimate. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap perhitungan dimensi penampang saluran yang digunakan. Semakin kecil debit yang digunakan maka dimensi penampang saluran yang dihasilkan akan semakin kecil, sebaliknya semakin besar debit yang digunakan maka dimensi penampang saluran yang dihasilkan akan semakin besar. Hal tersebut akan berdampak baik terhadap biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam merancang saluran air, karena dengan menggunakan dimensi penampang saluran yang mampu menampung debit hingga 5.61 m 3 /s maka saluran air yang didesain akan mampu menampung debit limpasan pada saat kejadian hujan ekstrem. REFERENSI Aldrian, E., 2001. Pembagian Iklim Indonesia Berdasarkan Pola Curah Hujan dengan Metoda Double Correlation (Indonesian Climate Classification Based on Rainfall Pattern Applying Double Correlation Method). Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 2 (No.1), 2-11. Dambul, Ramzah., 2008. Regional and Temporal Climatic Classification for Borneo. Malysian Jurnal of Society and Space issue 1 (1-25). Permana, Gilang. 2009. Prediksi Ensemble Menggunakan CCAM Untuk Prakiraan Peluang Kejadian Hujan di Pulau Jawa. Tugas Akhir Program Sarjana, Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Dauwani, Karin Nadira. 2012. Analisis Direct Run Off Studi Kasus Citarum Hulu. Tugas Akhir Program Sarjana, Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Gunawan, T., 1991. Penerapan Teknik Penginderaan Jarak Jauh untuk Menduga Debit Puncak Menggunakan Karakteristik Lingkungan Fisik DAS Bengawan Solo Hulu, Jawa Tengah. IPB-Press, Bogor. Von Storch, H. and F.W. Zwiers, 2012: Testing ensembles of climate change scenarios for "statistical significance. Climatic Change 2012. Sosrodarsono, S., Takeda, K. 2006 Hidrologi untuk Pengairan : PT. Paradnya Paramita, Jakarta. Loebis, J., 1987. Banjir rencana pada bangunan air. Departemen Pekerjaan Umum,Jakarta. 4. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Cumulative Distribution Function pada probabilitas 95% adalah 115 mm/hari. Sementara itu dengan menggunakan metode Gumbel nilai curah hujan maksimum untuk periode ulang 5 tahun yakni 139 mm/hari. Dari hasil nilai curah hujan maksimum didapatkan intensitas hujan maksimum untuk metode Cumulative Distribution Function yaitu 40 mm/jam dan metode Gumbel yaitu 48 mm/jam. Hasil perhitungan debit limpasan dengan menggunakan metode Rasional untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan metode Cumulative Distribution Function adalah 5.61 m 3 /s sedangkan debit limpasan untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan Gumbel adalah 6.73 m 3 /s. Dari hasil tersebut, metode Cumulative Distribution Function (CDF) lebih baik dibandingkan dengan metode Gumbel karena debit yang dihasilkan lebih kecil namun tetap dapat menampung saat terjadi curah hujan tinggi sehingga dapat meminimalisir biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam merancang saluran air. 8