Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Transkripsi

1 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

2 ANALISA CURAH HUJAN RENCANA UNTUK PENENTUAN DEBIT MAKSIMUM PADA WILAYAH PERTAMBANGAN PT.ADARO ANDRE PUTRA ARIFIN Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung andreputraarifin@gmail.com ABSTRAK Daerah pertambangan PT. Adaro terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS Nagara). DAS Nagara yang merupakan aliran sungai yang terbesar di Kalimantan Selatan berpotensi terjadi banjir di beberapa titik di sekitar pertambangan PT. Adaro. Kejadian banjir yang mungkin terjadi tentunya akan mengakibatkan terhambatnya keberlangsungan penambangan sehingga secara langsung berdampak pada produktifitas tambang batu bara serta kualitas batu bara yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai aspek hidrologi terutama hujan rencana dan debit banjir rencana sebagai dasar perencanaan sistim drainase tambang diperlukan. Salah satu metode untuk menentukan curah hujan rencana adalah metode Iwai-Kadoya, sedangkan metode untuk menentukan debit banjir rencana adalah dengan model HEC-1. Curah hujan rencana periode ulang 3, 5, 10, 50 dan 100 tahun untuk sub-das Balangan adalah 97 mm, 103,1 mm, 109,9 mm, 122,1 mm dan 126,6 sedangkan untuk sub-das Tabalong 99,3 mm, 109 mm, 120,1 mm, 141,4 mm dan 149,6 mm. Debit banjir rencana pada outlet TB1,TB2,BL1,BL2,BL3,dan BL3 secara berturut-turut dalam m 3 /detik adalah periode ulang 3 tahun 510, 47, 21, 60, 161, dan 371, periode ulang 5 tahun 602, 58, 28, 83, 197, dan 439, periode ulang 10 tahun 715, 72, 38, 1123, 241, dan 522, periode ulang 50 tahun 952, 102, 60, 180, 341, dan 699, periode ulang 100 tahun, 1049, 114, 69, 209, 383, dan 772, periode ulang 200 tahun 1144, 126, 79, 239, 426 dan 844. Kata kunci: Tambang batu bara, curah hujan rencana, debit banjir rencana, Iwai-Kadoya, HEC-1 1. Pendahuluan Hujan di daerah khatulistiwa Indonesia merupakan salah satu unsur iklim yang paling sering dikaji karena memiliki tingkat keragaman yang tinggi baik secara temporal maupun spasial (National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), 2006), hal ini berkaitan dengan adanya proses-proses pembentukan awan di daerah ini, antara lain konveksi, orografi dan konvergensi secara lokal. Posisi Indonesia beberapa tempat berada pada garis katulistiwa dan keberadaannya di antara dua benua dan dua samudera. Selain itu pulau-pulau Indonesia dikelilingi oleh laut dimana akan menjadi sumber evaporasi yang berlimpah berdampak pada karakteristik sea breeze yang mengakibatkan tingkat keragaman hujan di wilayah ini. Karena memiliki tingkat variabilitas yang tinggi, kondisi data curah hujan di Indonesia memerlukan observasi yang panjang dengan perwakilan sebaran data yang memadai (As-Syakur, Tanaka, Prasetia, Swardika, & Kasa, 2011). Penakar hujan pada setiap pos pengamatan hujan merupakan suatu alat pengukur hujan yang efektif dan relatif akurat dalam menggambarkan kondisi hujan pada suatu tempat. Akan tetapi sebaran pos penakar hujan ini tidak merata khususnya di daerah dengan topografi sulit, daerah tidak berpenghuni serta disekitar lautan mengakibatkan berkurangnya tingkat keakuratannya khususnya dalam menampilkan sebaran pola spasial curah hujan. Kondisi ini mempengaruhi prediksi hujan dengan menggunakan berbagai aplikasi model iklim (Feidas H., 2010). Untuk saat ini, kemungkinan memperoleh data curah hujan yang diperlukan dalam berbagai aplikasi ilmiah dapat diperoleh dari satelit meteorologi. Satelit meteorologi dapat menyediakan data hujan dengan sebaran yang lebih baik serta dengan penggabungan berbagai jenis satelit dan data dari pos pengamatan hujan dalam suatu model iklim akan lebih mampu lagi meningkatkan keakurasian dan kestabilan data yang dihasilkan oleh satelit meteorologi (Petty, 1995). Dengan semakin lengkapnya informasi hujan, diharapkan lebih mampu menampilkan sebaran pola spasial hujan lebih baik dibandingkan menggunakan data dari stasiun. Salah satu citra penginderaan jauh yang digunakan untuk memantau curah hujan khususnya di wilayah tropis seperti Indonesia yaitu dengan citra Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). 1

3 Adaro adalah pertambangan open pit dimana lingkungan tambang ini sangat dipengaruhi oleh variabilitas curah hujan. Kondisi cuaca ekstrem di lokasi pertambangan akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan, seperti curah hujan yang tinggi, banjir dan kondisi laut yang buruk. Pada musim hujan maka kolam drainase di lokasi penambangan tidak dapat menampung volume air dalam jumlah yang besar sehingga akan terdapat genangan di lokasi penambangan. Oleh karena itu dibutuhkan kajian mengenai aspek hidrometeorologi dan probabilitas kejadian curah hujan maksimum sebagai dasar perencanaan sistim drainase tambang. Sub-DAS Tabalong dan sub-das Balangan yang berada di sekitar daerah pertambangan PT. Adaro berpotensi mengakibatkan banjir pada kawasan pertambangan, diperlukan kajian periode ulang hujan dan debit rencana pada beberapa outlet di sekitar daerah pertambangan. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah penulis dapat menentukan periode ulang hujan maksimum berdasarkan data TRMM dengan menggunakan metode Iwai-Kadoya, menghitung curve number pada masing-masing sub-das di sekitar kawasan pertambangan PT. Adaro, menentukan debit banjir rencana berdasarkan hujan rencana maksimum. Curah hujan rencana merupakan periode ulang suatu kejadian hujan pada suatu waktu tertentu. Suatu kejadian hujan hanya terjadi sekali dalam periode ulang tersebut. Metode Iwai-Kadoya menentukan periode ulang kejadian hujan maksimum. Periode ulang maksmimum yang nantinya mendasari perhitungan pada model HEC-1. Periode ulang yang diamati pada penelitian ini adalah 3, 4, 5, 8, 10, 50, 100, dan 200 tahun. Model yang digunakan penulis untuk menentukan debit banjir rencana adalah model HEC- 1. Keluaran model HEC-1 adalah kurva hidrograf yang menunjukan fungsi debit berdasarkan satuan waktu. Kurva hidrograf digunakan untuk menganalisa besar debit maksimum yang dapat terjadi pada suatu kejadian hujan dan lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit maksimum (waktu tenggang) terhitung dari waktu kejadian hujan. Setelah diketahui debit maksimum dan waktu tenggang setiap outlet pada masing-masing sub-das maka dapat diambil langkah mitigasi banjir pada setiap outlet. Salah satu hal yang paling penting pada penelitian adalah tata guna lahan yang diwakili nilai koofesien runoff yaitu nilai bilangan kurva (curve number). Pada penelitian ini digunakan beberapa skenario yang mengubah beberapa fungsi tata guna lahan, sehingga dapat dilihat pengaruh tata guna lahan terhadap debit yang dihasilkan pada masing-masing outlet. 2. Data dan Metode Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), data Digital Elevation Model (DEM), data tata guna lahan, data jenis tanah. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Iwai-Kadoya untuk mencari curah hujan rencana, dan model HEC-1 untuk menentukan debit banjir rencana pada masing-masing outlet kawasan pertambangan PT. Adaro. Diagram alir pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir 2.1. Data TRMM Data TRMM yang digunakan pada penelitian ini adalah TRMM dengan tipe 3B42 yang merupakan kombinasi per 3 jam-an dan memiliki resolusi spasial 0,25 o x 0,25 o untuk setiap gridnya. Data TRMM yang digunakan memiliki durasi dari tahun 2002 sampai dengan Data DEM Data elevasi digital yang digunakan didapat dari USGS (United State Geological Service) memiliki resolusi 90 meter. Dalam sebuah grid tiap pixelnya memiliki nilai X dan Y yang mejelaskan nilai lokasi grid tersebut, dan nilai Z menjelaskan ketinggan diatas permukaan laut Data Tutupan Lahan Data tutupan lahan yang digunakan adalah peta tutupan lahan yang merupakan hasil kompilasi dari peta rupa bumi skala 1: tahun 2009, interpretasi citra satelit dan citra digital dari Bakosurtanal dan data dasar dari Pemda. 2

4 2.4. Peta Jenis Tanah Peta jenis tanah merupakan data dan informasi geologi suatu kawasan atau wilayah dengan suatu skala tertentu yang menggambarkan sebaran jenis tanah pada suatu wilayah tertentu. Peta jenis tanah didapat dari BIPHUT Wilayah V Banjarbaru Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Iwai-Kadoya Untuk menentukan curah hujan rencana maka digunakan metoda Iwai-Kadoya (Suyono, 2003). Perhitungan dengan metoda Iwai-Kadoya dapat dijelaskan dengan persamaan : log 1.1 log log 1 2 1! log log 1! 1.6 Tanah 1 0,1 0,6 0,1 1 0,1 Terbuka Transmigrasi 5,3 0 5,6 0,4 5, Perhitungan HEC-1 Beberapa parameter yang dihitung dalam model HEC-1 adalah Loss Method dan Direct Runoff Model. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan: " $% 1.7 "# " $% & dimana P adalah volum total curah hujan, Ia adalah kehilangan air awal atau initial abstraction (initial loss), dan S merupakan potential maximum retention. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan persamaan: $% 0,2 & 1.8 Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter curve number (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Persamaan empiris untuk menentukan nilai S adalah: & , 1.9 +, Untuk mengitung dirrect runoff digunakan metode SCS. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak (time to peak atau time of rise, tp) dan debit puncak, Qp. -. / Skenario Tutupan Tata Guna Lahan Skenario tata guna lahan adalah untuk melihat dampak pada perubahan beberapa tata guna lahan terhadap debit banjir rencana yang dihasilkan pada masingmasing outlet disekitar kawasan pertsmbangan PT. Adaro. Tata Guna Awal (%) Skenario 1 Skenario 2 Lahan (%) (%) TB BL TB BL TB BL Hutan Pemukiman 1,5 3,3 14,6 12 1,5 3,3 Pertambang 1,3 3,8 2,5 8,2 1,3 3,8 an Prtanian 1,7 13 3,2 16,7 1,7 13 Lhan Kring Prtanian 6, ,4 3 Lhan Kring Semak Savana 5, ,3 4 8,4 Sawah 0,2 3 0,5 4 0,2 3 Semak Belukar 15,7 4 12,2 3,2 12,2 2,2 dimana, tp = waktu puncak (jam), merupakan selang waktu antara mulai terjadinya hujan sampai debit puncak, D = durasi hujan (jam), ditentukan dengan persamaan D = 0,133 tc, dengan tc adalah waktu konsentrasi, tl = time lag (jam). Dan persamaan debit puncak: dimana, C merupakan konstanta konversi, bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam foot-pound system, dan A merupakan luas DAS. Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah: ,6 & 1 5, & 5,: dimana, Lms = panjang sungai utama (ft), aws = kemiringan rata-rata DAS (%), S= potential maximum retention (in.) = 1000/CN -10, CN = Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan. 3

5 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Identifikasi Pola Curah Hujan dan Klasifikasi Iklim Curah hujan yang dikaji berdasarkan pembagian daerah aliran sungai (DAS) pada daerah kajian. Pada Gambar komposit curah hujan rata-rata bulanan sub- DAS Tabalong dan Gambar komposit curah hujan rata-rata bulanan sub-das Balangan dengan data historis 11 tahun terlihat daerah kajian memiliki pola curah hujan jenis monsun. Gambar Curah Hujan Rencana Periode Ulang Bulanan Sub-DAS Balangan Gambar Komposit Rata-rata Curah Hujan TRMM Bulanan sub-das Tabalong Gambar Curah Hujan Rencana Periode Ulang Bulanan Sub-DAS Tabalong Gambar Komposit Rata-rata Curah Hujan TRMM Bulanan sub-das Balangan Menurut (Aldrian & R. D., 2003) Kalimantan Selatan termasuk pada wilayah dengan curah hujan dipengaruhi oleh monsun. Karakteristik daerah yang memiliki curah hujan dengan tipe monsun adalah terdapat perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau. Menurut Oldeman, Sub-DAS Balangan dan Tabalong termasuk kepada klasifikasi iklim B1, yaitu memiliki tujuh sampai sembilan bulan basah dan kurang dari dua bulan kering. Gambar Curah Hujan Rencana Sub-DAS Balangan dan Sub-DAS Tabalong 3.3. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan untuk beberapa periode ulang curah hujan didapat dengan menggunakan metode Mononobe yaitu manganalisa seberapa besar curah hujan yang terjadi untuk beberapa durasi waktu Curah Hujan Rencana Curah hujan rencana dianalisis menurut pembagian sub-das yaitu sub-das Tabalong dan sub-das Balangan. Gambar Kurva IDF Sub-DAS Balangan 4

6 3.5. Analisa Debit Banjir Rencana Analisa debit banjir rencana untuk daerah pertambangan PT. Adaro dilakukan pada beberapa outlet sub-das Balangan dan sub-das Tabalong. Contoh hidrograf dapat dilihat pada Gambar. Gambar Kurva IDF Sub-DAS Tabalong Durasi hujan yang terjadi pada beberapa periode ulang sangat mempengaruhi debit dari suatu daerah tangkapan air. Besarnya daerah tangkapan sangat mempengaruhi lamanya hujan berlangsung. Sehingga diketahui bahwa durasi hujan pada daerah yang cukup luas jarang berintesitas tinggi tetapi berlangsung dengan durasi yang cukup panjang Analisa Curve Number Sub-DAS Balangan dan Sub-DAS Tabalong Gambar Debit Maksimum DAS Pada gambar terlihat bahwa sub-das TB1 untuk periode ulang tiga tahun memiliki debit rencana yang lebih besar dibandingkan dengan sub-das yang lainnya, karena sub-das TB1 memiliki luas yang lebih besar dibandingkan dengan sub-das lainnya. Gambar Curve Number DAS Nagara Setiap curve number yang didapat dengan metode SCS-CN pada tiap tata guna lahan dibagi menurut perbandingan luas masing-masing tata guna lahan dengan luas keseluruhan sub-das. Untuk sub- DAS Balangan didapat nilai curve number rata-rata sebesar 73,31, sedangkan nilai curve number untuk sub-das Tabalong adalah 76,67. Gambar Debit Maksimum Outlet Outlet-outlet merupakan titik pengumpul dari jaringan sungai yang merupakan akumulasi dari debit aliran sungai sebelumnya. Dari gambar dapat dilihat 5

7 bahwa outlet OTB1 menghasilkan debit yang besar untuk periode ulang tiga tahun dibandingkan dengan outlet-outlet lainnya dan outlet OTB1 memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai debit puncak. Besarnya debit banjir rencana dan lamanya waktu untuk mencapai debit puncak pada OTB1 karena outlet tersebut memiliki luas sub-das yang besar dan panjang aliran sungai yang lebih panjang dari sub- DAS lainnya Gambar Grafik Debit Puncak Outlet Skenario 2 Gambar Waktu Puncak Outlet Sub-DAS Gambar 4.14 menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak masingmasing outlet sub-das. Diketahui bahwa outlet TB1 dan BL4 merupakan outlet yang membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan outlet-outlet lainnya karena outlet TB1 dan BL4 memiliki jalur sungai yang panjang Analisa Debit Banjir Rencana Skenario Perubahan Tata Guna Lahan Analisa perubahan tata guna lahan bertujuan untuk melihat seberapa besar peranan beberapa tutupan lahan seperti hutan, pemukiman dan pertambangan terhadap debit yang dihasilkan pada outlet-outlet outlet yang telah ditentukan sebelumnya (Ali, Aslam, & Khan, 2010). Gambar Grafik Debit Puncak Outlet Skenario 1 Secara keseluruhan debit puncak dari masingmasing periode ulang untuk perubahan skenario 1 lebih kecil dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Perubahan tata guna lahan skenario 2 mengasumsikan pertumbuhan luas hutan pada masingmasing sub-das dan luas pemukiman serta pertambangan tetap. Dari hidrograf dapat dilihat bahwa debit yang dihasilkan kecil dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Asumsi tata guna lahan skenario 2 dapat digunakan dalam upaya penanggulangan banjir di sekitar kawasan pertambangan PT. Adaro. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan untuk penelitian Tugas Akhir ini, yaitu: 1. Curah hujan rencana periode ulang 3, 5, 10, 50 dan 100 tahun untuk sub-das Balangan adalah 97 mm, 103,1 mm, 109,9 mm, 122,1 mm dan 126,6 sedangkan untuk sub-das Tabalong 99,3 mm, 109 mm, 120,1 mm, 141,4 mm dan 149,6 mm. 2. Luas sub-das dan panjang aliran sungai mempengaruhi besarnya debit banjir rencana yang dihasilkan, semakin besar sub-das dan panjang aliran sungai maka semakin besar debit yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. 3. Luas sub-das dan panjang aliran sungai mempengaruhi waktu untuk mencapai debit puncak, semakin besar sub-das dan panjang aliran sungai maka akan semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak. 4. Debit banjir rencana pada outlet TB1,TB2,BL1,BL2,BL3,dan BL3 secara berturut-turut dalam mm adalah periode ulang 3 tahun 510, 47, 21, 60, 161, dan 371, periode ulang 5 tahun 602, 58, 28, 83, 197, dan 439, periode ulang 10 tahun 715, 72, 38, 1123, 241, dan 522, periode ulang 50 tahun 6

8 952, 102, 60, 180, 341, dan 699, periode ulang 100 tahun, 1049, 114, 69, 209, 383, dan 772, periode ulang 200 tahun 1144, 126, 79, 239, 426 dan Ketika terjadi hujan dengan intensitas yang besar perlu dilakukan penanggulangan pada outlet OTB1 dan OBL4, karena outlet tersebut merupakan jaringan pengumpul aliran sungai. 6. Terjadi kenaikan debit pada skenario 1 sebesar rata-rata 65,6 % dan terjadi penurunan debit pada skenario 2 sebesar ratarata 35,5 % Saran Berikut adalah saran untuk penelitian selanjutnya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan : McCuen, R. (1982). A Guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. Petty, G. (1995). The Status of Satellite-Based Rainfall Estimation Over Land. Remote Sensing of Environment, Risyanto. (2007). Aplikasi HEC-HMS Untuk Perkiraan Hidrograf Aliran Di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Bogor: IPB. Saraswati, N. (2012). Analisa Potensi Luapan Air Sungai Jragung Pada Lokasi Jembatan Kereta Api Tegowanu - Gubug. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sulung, G. (2012). Probabilitas Kejadian Hujan Maksimum Untuk Perencanaan Saluran Air Pada Tambang Terbuka (Studi Kasus: PT Adaro Indonesia). Bandung: Institut Teknologi Bandung. Suyono. (2003). Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 1. Tunning data debit pengukuran dengan debit keluaran model HEC-1, dengan cara mencocokan parameter-parameter model HEC-1 dengan kondisi lapangan. 2. Pengkorelasian data TRMM dengan data observasi di beberapa titik daerah kajian. 3. Perhitungan hidrolik sistim drainase kawasan PT.Adaro dengan menggunakan model HEC- RAS. REFERENSI Aldrian, E., & R. D., S. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol, 23:12, Ali, M., Aslam, I., & Khan, Z. (2010). Simulation of the Impact of Landuse Change on Surface Runoff of Lai Nullah Basin in Islamabad, Pakistan. Landscape and Urband Planning. As-Syakur, A., Tanaka, T., Prasetia, R., Swardika, I., & Kasa, I. (2011). Comparison of TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) Products and Daily- Monthly Gauge Data Over Bali. International Journal of Remote Sensing. Feidas, H. (2010). Validation of Satellite Rainfall Products Over Greece. Theoretical and Applied Climatology, Irianto, S. (2000). Kajian Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ciliwung Menggunakan Model HEC-1. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 7

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang

Lebih terperinci

Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta

Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta Sharah Puji 1, Atika Lubis 2 dan Edi Riawan 3. 1 Mahasiswa Meteorologi 211, 2 Pembimbing 1 Dosen Meteorologi, 3 Pembimbing 2 Dosen

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG ALBERT WICAKSONO*, DODDI YUDIANTO 1 DAN JEFFRY GANDWINATAN 2 1 Staf pengajar Universitas Katolik Parahyangan 2 Alumni

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : BAB IV ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 4.1 ANALISA CURAH HUJAN Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang langsung berhubungan

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan

Lebih terperinci

Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan data radar

Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan data radar e-issn 2597-9949 JGLITrop Vol.1, No.1, Agustus 2017 2017 Departemen Geografi FMIPA UI Journal homepage: http://jglitrop.ui.ac.id Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut; BAB IV ANALISA Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dilapangan dan data lain baik termasuk gambar guna memberikan gambaran kondisi wilayah.

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan

Lebih terperinci

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m) Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu Luas L ms (km) L c (km) aws (%) h 10 (m) h 85 (m) Cibogo 1270,1 6,81 5,78 7,37 532 904 5,46 Ciesek 2514,7 11,15 7,06 11,81 458 1244 7,05 Cisarua

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA) JURNAL TUGAS AKHIR ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA) Oleh : LAODE MUH. IQRA D 111 10 310 JURUSAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hampir pada setiap musim penghujan di berbagai provinsi di Indonesia terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Salah satu wilayah yang selalu mengalami banjir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1. Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara Dengan Menggunakan Metode Hasper, Melchior dan Nakayasu Yulyana Aurdin Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM Email

Lebih terperinci

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU

ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU ANALISIS LIMPASAN LANGSUNG MENGGUNAKAN METODE NAKAYASU, SCS, DAN ITB STUDI KASUS SUB DAS PROGO HULU Agreista Vidyna Qoriaulfa 1, Annisa Ratna Putri 1, Huriyah Fadhillah 1, Puji Harsanto 2, Jazaul Ikhsan

Lebih terperinci

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas manusia memungkinkan terjadinya perubahan kondisi serta menurunnya kualitas serta daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan rumah berbagai

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).

Lebih terperinci

PENGARUH ANGIN TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN HUJAN DI DAS WADUK PLTA KOTA PANJANG

PENGARUH ANGIN TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN HUJAN DI DAS WADUK PLTA KOTA PANJANG PENGARUH ANGIN TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN HUJAN DI DAS WADUK PLTA KOTA PANJANG Erwin Mulyana UPT Hujan Buatan BPPT Abstrak Telah dianalisis hubungan antara pembentukan awan hujan dengan kecepatan angin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK DAS (Studi Kasus DAS Tempe Sungai Bila Kota Makassar)

KAJIAN KARAKTERISTIK DAS (Studi Kasus DAS Tempe Sungai Bila Kota Makassar) KAJIAN KARAKTERISTIK DAS (Studi Kasus DAS Tempe Sungai Bila Kota Makassar) Angelica Mega Nanda 1, Eko Prasetyo Nugroho 2, Budi Santosa 3 1 Mahasiswi Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Segijapranata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas BAB III METODA ANALISIS 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas 273.657 km 2 dan memiliki sub DAS Dodokan seluas 36.288 km 2. Sungai

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SITU TERHADAP RESPON HIDROLOGI DI DAS PESANGGRAHAN MENGGUNAKAN MODEL HEC-HMS

KAJIAN PENGARUH SITU TERHADAP RESPON HIDROLOGI DI DAS PESANGGRAHAN MENGGUNAKAN MODEL HEC-HMS J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 11-17 ISSN 1410-7333 KAJIAN PENGARUH SITU TERHADAP RESPON HIDROLOGI DI DAS PESANGGRAHAN MENGGUNAKAN MODEL HEC-HMS Study of Reservoir Effect on Hydrological Response

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian ini, metoda analisis yang digunakan dibagi dalam lima bagian yaitu (a) analisis kondisi DAS Bekasi Hulu; (b) analisis hidrologi DAS Bekasi Hulu; (c)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ Erma Yulihastin* dan Ibnu Fathrio Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis terjadinya anomali curah

Lebih terperinci

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI Seminar Nasional IX - 13Teknik Sipil ITS Surabaya PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI Albert Wicaksono 1, Doddi Yudianto 2, Bambang Adi

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ =

BAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ = BAB IV ANALISA DATA 4.1 ANALISA HIDROLOGI Dalam menganalisa data curah hujan, stasiun yang digunakan adalah stasiun yang berada dekat dengan DAS Sugutamu, yaitu stasiun Pancoran Mas yang berbatasan dengan

Lebih terperinci

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember Nanang Saiful Rizal, ST. MT. Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), 2720 (201928X Print) C82 Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur Aninda Rahmaningtyas, Umboro Lasminto, Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

KALIBRASI PARAMETER TERHADAP DEBIT BANJIR DI SUB DAS SIAK BAGIAN HULU

KALIBRASI PARAMETER TERHADAP DEBIT BANJIR DI SUB DAS SIAK BAGIAN HULU KALIBRASI PARAMETER TERHADAP DEBIT BANJIR DI SUB DAS SIAK BAGIAN HULU Wibowo Suarno Putra 1), Yohanna Lilis Handayani 2), Manyuk Fauzi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH HUJAN EKSTRIM DAN KONDISI DAS TERHADAP ALIRAN

PENGARUH HUJAN EKSTRIM DAN KONDISI DAS TERHADAP ALIRAN PENGARUH HUJAN EKSTRIM DAN KONDISI DAS TERHADAP ALIRAN Joko Sujono Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika 2 Yogyakarta 55281 jsujono@ugm.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAFTAR ISI Abstrak... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Indentifikasi Masalah... 2 1.3 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK DAS 4.1.1. Parameter DAS Parameter fisik DAS Binuang adalah sebagai berikut: 1. Luas DAS (A) Perhitungan luas DAS didapatkan dari software Watershed Modelling

Lebih terperinci

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA Ai Silvia Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Majalengka Email: silviahuzaiman@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. 37 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Gambar 8. Lokasi Penelitian 38 B. Bahan

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter. 8 Gambar 5. Peta Tutupan lahan DAS Sunter (BPDAS Ciliwung-Cisadane 4.6.2 Kecamatan di DAS Sunter Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter memiliki beberapa kecamatan seperti yang terlihat pada gambar 6. Kecamatan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK Fatiha Nadia 1), Manyuk Fauzi 2), dan Ari Sandhyavitri 2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT TUGAS AKHIR RC09-1380 STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT RATNA PUSPITA WIDYANINGRUM NRP 3107 100 060 Dosen Pembimbing : Ir. Sofyan Rasyid, MT JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle

Tinjauan Pustaka. Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Banjir di Perkotaan Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle Sun Rain Clouds Rain Formation PRECIPITATION

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Dengan HEC HMS Dan GIS Untuk Mitigasi Bencana

Analisa Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Dengan HEC HMS Dan GIS Untuk Mitigasi Bencana Analisa Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Dengan HEC HMS Dan GIS Untuk Mitigasi Bencana Wiwik Yunarni Widiarti, ST.,MT 1, Sri Sukmawati, ST., MT. 2 1. Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat 22 METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciambulawung yang secara administratif terletak di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi

Lebih terperinci

KALIBRASI MODEL HIDROLOGI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN PADA SUB DAS KAMPAR KANAN DALAM PROGRAM HEC-HMS

KALIBRASI MODEL HIDROLOGI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN PADA SUB DAS KAMPAR KANAN DALAM PROGRAM HEC-HMS KALIBRASI MODEL HIDROLOGI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN PADA SUB DAS KAMPAR KANAN DALAM PROGRAM HEC-HMS Ferry Virgiawan 1), Bambang Sujatmoko 2), Mudjiatko 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran Jurnal Vokasi 2010, Vol.6. No. 3 304-310 Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran HARI WIBOWO Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HASIL AIR DI DAS CISADANE HULU

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HASIL AIR DI DAS CISADANE HULU ECOTROPHIC 9 (1) : 35-45 ISSN : 1907-5626 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HASIL AIR DI DAS CISADANE HULU Nilda 1, I Wayan Sandi Adnyana 2, I Nyoman Merit 2 1 Program Studi Magister

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1) 1 ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI Elma Yulius 1) 1) Program Studi Teknik Sipil, Universitas Islam 45 Bekasi E-mail: elmayulius@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1) 35 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 2, Desember 2011 ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO Maya Amalia 1) Abstrak Besaran debit banjir akhir-akhir ini mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH

ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH TUGAS AKHIR NYOMAN INDRA WARSADHI 0704105031 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No., (1) ISSN: 337-3539 (31-971 Print) C-35 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik Gemma Galgani Tunjung Dewandaru, dan Umboro Lasminto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, mengalirkan dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Awal dari studi ini adalah identifikasi masalah yang mengarahkan penelitian pada topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kondisi DAS Bekasi Hulu Secara umum topografi DAS Bekasi Hulu didominasi oleh topografi landai dengan kemiringan lereng 0-8 % seluas 34.073,2 ha atau 87,3 % dari keseluruhan

Lebih terperinci

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE Amalia 1), Wesli 2) 1) Alumni Teknik Sipil, 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: 1) dekamok@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 digilib.uns.ac.id ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Pengolahan data curah hujan dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 2002-2014 di stasiun curah hujan Eromoko,

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (1) 1-1 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik Gemma Galgani T. D., Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci