STUDI PENDESAKAN UAP UNTUK MINYAK BERAT DENGAN PROSES STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGE

dokumen-dokumen yang mirip
THERMAL FLOODING. DOSEN Ir. Putu Suarsana MT. Ph.D

Bab IV Model dan Optimalisasi Produksi Dengan Injeksi Surfaktan dan Polimer

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).

Bab II Tinjauan Pustaka

KAJIAN METODE BUCKLEY LEVERETT UNTUK PREDIKSI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI SUMUR MT-02 LAPANGAN X

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI

Metodologi Penelitian. Mulai. Pembuatan model fluida reservoir. Pembuatan model reservoir

BAB II INJEKSI UAP PADA EOR

Gambar 11. Perbandingan hasil produksi antara data lapangan dengan metode modifikasi Boberg- Lantz pada sumur ADA#22

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

PEMODELAN SUMUR HORIZONTAL BERSEGMEN PADA RESERVOIR DENGAN BOTTOMWATER MENGGUNAKAN SIMULATOR NUMERIK

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DENGAN INJEKSI GAS CO 2 DAN SURFAKTAN SECARA SEREMPAK

Optimasi Produksi Lapangan X dengan Menggunakan Simulasi Reservoir

BAB V ANALISA SENSITIVITAS MODEL SIMULASI

Kesalahan pembulatan Kesalahan ini dapat terjadi karena adanya pembulatan angka-angka di belakang koma. Adanya pembulatan ini menjadikan hasil

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

ISBN

Perencanaan Waterflood Perencanaan waterflood didasarkan pada pertimbangan teknik dan keekonomisannya. Analisa ekonomis tergantung pada

BAB IV SIMULASI RESERVOIR REKAH ALAM DENGAN APLIKASI MULTILATERAL WELL

PEMODELAN ENHANCED OIL RECOVERY LAPANGAN S DENGAN INJEKSI KOMBINASI SURFACTANT DAN POLYMER. Tugas Akhir. Oleh: ELDIAS ANJAR PERDANA PUTRA NIM

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB.

Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Gambar Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus (a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi 3)

STRATEGI MENGATASI KEHETEROGENITASAN DENGAN INJEKSI SURFAKTAN PADA POLA FIVE SPOT UNTUK MENINGKATKAN FAKTOR PEROLEHAN MINYAK TUGAS AKHIR

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR

Pengembangan Lapangan Y Menggunakan Simulasi Reservoir

PERSAMAAN USULAN UNTUK PERAMALAN KINERJA LAJU ALIR MINYAK BERDASARKAN HUBUNGAN WATER OIL RATIO DAN DECLINE EXPONENT

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

Renaldy Nurdwinanto, , Semester /2011 Page 1

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Metode EOR

Optimalisasi Produksi pada Operasi Steamflood dengan Menggunakan Injeksi Kualitas Uap Model Gelombang

KAJIAN AWAL LABORATORIUM MENGENAI VISKOSITAS POLIMER TERHADAP PENGARUH SALINITAS, TEMPERATUR DAN KONSENTRASI POLIMER (Laboratorium Study)

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN PERSEMBAHAN... RINGKASAN...

Kata kunci: recovery factor, surfactant flooding, seven-spot, saturasi minyak residu, water flooding recovery factor.

Metodologi Penelitian. Mulai. Pembuatan Model Reservoir Menggunakan Simulator Eclipse

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Kata kunci : Surfaktan, dipping Reservoir, Injeksi Berpola Lima Titik, oil wet, Tegangan Antar Muka

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

KORELASI PI RATIO UNTUK MENGEVALUASI SUMUR DENGAN RADIAL DRILLING BERDASARKAN PARAMETER RESERVOIR

KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS PPM DAN SUHU 85 C

KELAKUAN PRODUKSI SUMUR MINYAK PADA RESERVOIR REKAH ALAMI

PERENCANAAN PATTERN FULL SCALE UNTUK SECONDARY RECOVERY DENGAN INJEKSI AIR PADA LAPANGAN JAN LAPISAN X1 DAN LAPISAN X2

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK

BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI. Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan

PERAMALAN KURVA IPR UNTUK SUMUR MINYAK PADA RESERVOIR EDGE WATER DRIVE

Study Peningkatan Oil Recovery Pada Injeksi Surfaktan-Polimer Pada Batuan Karbonat

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

STUDI PENEMPATAN SUMUR HORIZONTAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN RECOVERY

Poso Nugraha Pulungan , Semester II 2010/2011 1

KAJIAN LABORATORIUM PENGUJIAN PENGARUH POLIMER DENGAN CROSSLINKER TERHADAP RESISTANCE FACTOR

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

PENGEMBANGAN KORELASI USULAN UNTUK PENENTUAN LAMA WAKTU LAJU ALIR PLATEAU PADA SUMUR GAS KONDENSAT DENGAN FAKTOR SKIN TUGAS AKHIR.

STUDI KELAYAKAN PENERAPAN INJEKSI SURFAKTAN DAN POLIMER DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN SIMULATOR NUMERIK TESIS EMA FITRIANI NIM :

Analisa Ketebalan Steam Chest sebagai Fungsi Breakthrough Time pada Steam Injection Process

BAB 1. PENDAHULUAN 4. Asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan permasalahan pada penelitian ini adalah:

ANALISA SISTEM NODAL DALAM METODE ARTICIAL LIFT

UPAYA PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN METODE CHEMICAL FLOODING DI LAPANGAN LIMAU

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR...

PERAMALAN PRODUKTIVITAS SUMUR SATU FASA PADA RESERVOIR DENGAN BOTTOM-WATER

KEASLIAN KARYA ILMIAH...

TESIS. satu syarat. Oleh NIM

BAB IV PEMBAHASAN. Pada lapangan XY menggunakan porositas tunggal atau single porosity.

KURVA IPR SUMUR MULTI-LATERAL PADA RESERVOIR BERTENAGA DORONG GAS TERLARUT TUGAS AKHIR. Oleh: FRANKY DANIEL SAMOSIR NIM

BAB VI KESIMPULAN. memperbesar jari-jari pengurasan sumur sehingga seakan-akan lubang

Oleh : Fikri Rahmansyah* Dr. Ir. Taufan Marhaendrajana**

HASIL PEMODELAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, metode pengurasan minyak tahap lanjut

BAB II TEORI DASAR II.1. Model Reservoir Rekah Alam

TUGAS AKHIR. Oleh: LUSY MARYANTI PASARIBU NIM :

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang dan Pembatasan Masalah

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI

Potensi Peningkatan Perolehan Minyak Lapangan Jatibarang Dengan CO2 Flooding

BAB V PEMBAHASAN. yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing

Estimasi Faktor Perolehan Minyak dengan Menggunakan Teknik Surfactant Flooding pada Pola Injeksi Five Spot

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

EVALUASI PERHITUNGAN POTENSI SUMUR MINYAK TUA DENGAN WATER CUT TINGGI

PENENTUAN SKENARIO PENGEMBANGAN LAPANGAN X MENGGUNAKAN SIMULATOR DENGAN VARIASI DRAWDOWN PRESSURE DAN KOMPLESI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

PENGEMBANGAN METODE USULAN PERAMALAN WATER CUT SUMURAN MENGGUNAKAN DATA PERMEABILITAS RELATIF DAN METODE X-PLOT

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN

Pengaruh Penurunan Permeabilitas Terhadap Laju Injeksi Polimer Pada Lapangan Y

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA

PENENTUAN DISTRIBUSI AREAL SATURASI MINYAK TERSISA SETELAH INJEKSI AIR PADA RESERVOIR X DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP MATERIAL BALANCE

PERAMALAN PRODUKTIVITAS SUMUR SATU FASA PADA RESERVOIR DENGAN BOTTOM-WATER

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Optimasi Produksi Terintegrasi Untuk Lapangan Dengan Sumur ESP Oleh : Ria Perdana Putra* Dr.Ir. Pudjo Sukarno**

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

STUDI TENTANG PENGARUH KONDUKTIVITAS EFEKTIF REKAHAN TAK BERDIMENSI TERHADAP RADIUS INVESTIGASI PADA SUMUR REKAH VERTIKAL

STUDI SIMULASI INJEKSI LEAN GAS KE DALAM RESERVOIR X UNTUK MENINGKATKAN PEROLEHAN MINYAK TESIS

Transkripsi:

PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2 STUDI PENDESAKAN UAP UNTUK MINYAK BERAT DENGAN PROSES STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGE Suranto, Doddy Abdassah 2, Sudjati Rachmat 2 UPN Veteran Yogyakarta, 2 Institut Teknologi Bandung Kata kunci : pendesakan uap, minyak berat, faktor perolehan, sensitivitas ABSTRAK Injeksi uap adalah metoda EOR dengan menginjeksikan uap bertekanan ke dalam reservoir yang dimaksudkan untuk memanaskan reservoir. Efek dari panas ini akan menurunkan viskositas minyak sehingga diharapkan minyak mudah mengalir ke lubang sumur. Proses steam assisted gravity drainage (SAGD) adalah suatu proses pendesakan uap dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Dengan adanya perbedaan densitas antara uap dan minyak menyebabkan uap akan cenderung naik ke atas, sedangkan minyak cenderung untuk berada di bawah. Untuk proses ini diperlukan satu sumur horizontal bagian atas sebagai sumur injeksi dan satu sumur horizontal di bagian bawah sebagai sumur produksi dalam satu lapisan. Dalam studi ini, untuk mensimulasikan reservoir digunakan simulator TETRAD Versi 9. Langkah pertama adalah membuat model dasar (base case), yang kemudian dijalankan pada kondisi tersebut. Langkah kedua adalah membuat model yang disensitivitas terhadap laju injeksi, densitas minyak, perbandingan permeabilitas vertikal dengan permeabilitas horizontal dan panjang sumur injeksi. Dari hasil simulasi tadi, kemudian dibuat dua korelasi untuk meramalkan perolehan minyak, yaitu minyak dengan dan 2 API. Masing-masing korelasi memuat empat variabel sensitivitas yang berbeda.. PENDAHULUAN Minyak yang berdensitas tinggi (minyak berat), umumnya mempunyai viskositas tinggi. Yang bisa digolongkan dengan minyak berat adalah minyak dengan API lebih kecil dari 2. Sebagai contoh adalah reservoir Ugnu Tar Sand di Alaska dengan API antara 7, sampai,5 dan viscositas antara 6. sampai.. cp pada suhu kamar ). Untuk memproduksikan minyak jenis ini, sulit dilakukan, sehingga faktor perolehan minyak sangat kecil. Oleh sebab itu banyak upaya yang dilakukan untuk memproduksikan minyak sisa dari proses perolehan tahap primer, yang salah satunya adalah dengan injeksi uap. Tujuan dari pendesakan uap adalah menginjeksikan uap bertekanan ke dalam reservoir yang dimaksudkan untuk memanaskan reservoir. Efek dari panas ini akan menurunkan viskositas minyak sehingga diharapkan minyak mudah mengalir ke lubang sumur. Ada dua tipe pendesakan yang terjadi yang disebabkan oleh uap ini, yaitu pendesakan horizontal karena viscous diplacement dan pendesakan vertikal karena gravity drainage 2). Proses steam assisted gravity drainage (SAGD) adalah suatu proses pendesakan minyak oleh uap dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Dengan adanya perbedaan densitas antara uap dan minyak menyebabkan uap akan cenderung naik ke atas, sedangkan minyak cenderung untuk berada di bawah. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.. Konsep Pendesakan Uap kontinu Pada proses injeksi uap secara kontinu, proses injeksi dan produksi dilakukan pada sumur yang berbeda. Dengan demikian maka uap akan bergerak dari sumur injeksi menuju sumur produksi. Perjalanan uap ini mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan perubahan temperatur. Gambar- merupakan kenampakan profil temperatur dan saturasi minyak pada zona yang dilalui uap. Daerah (A) adalah zona uap, daerah (B,C) adalah zona kondensat panas, daerah (D) adalah zona kondensat dingin, dan (E) adalah zona fluida reservoir. Zona kondensat panas dapat dibagi lagi menjadi solvent bank (B) dan hot water bank (C). walaupun pembagian zona tersebut tidak secara jelas, namum merupakan peristiwa penting yang perlu diperhatikan dalam suatu kegiatan pendesakan uap. Kenampakan profil temperatur (dapat dilihat pada Gambar- a) terlihat bahwa terjadi transisi yang menyolok pada temperatur uap dari sumur injeksi dengan temperatur reservoir pada sumur produksi. Uap masuk ke reservoir dan menyebar menjauhi sumur injeksi dan membentuk zona saturasi uap. Zona ini mempunyai temperatur mendekati temperatur uap yang diinjeksikan, dan mempunyai pergerakan yang menyebar. Karena ada perbedaan mekanisme pendesakan minyak dalam zona yang aktif (zona A,B,C dan D), maka saturasi minyak bervariasi sepanjang sumur injeksi dan produksi (Gambar- b). Pada zona uap (A), saturasi minyak terlihat lebih sedikit bila dibandingkan dengan saturasi minyak depannya. Hal tersebut dikarenakan adanya desakan uap dan tingginya temperatur pada zona itu. Saturasi residual dipengaruhi oleh saturasi minyak mula-mula, temperatur dan komposisi minyak. Minyak digerakkan dari zona uap ke zona kondensat panas (B,C) oleh distilasi uap. 2.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Fisik Fluida Viskositas Minyak Menurunnya viskositas minyak (µ o ) dengan naiknya temperatur merupakan mekanisme yang sangat penting dalam IATMI 2-5

perolehan minyak berat. Temperatur reservoir meningkat dengan adanya injeksi uap, sehingga mengakibatkan viskositas minyak pun akan turun. Viskositas air pun akan ikut turun tetapi tidak setajam penurunan viskositas minyak. Meningkatnya temperatur akan meningkatkan mobilitas ratio minyak, dan diformulasikan: (velocity) minyak secara horizontal dan vertikal didefiniskan sebagai berikut : U oh K = oh Uov Kov U shµ s K sh ρ. (2) µ ok M w = µ wko.() dimana U adalah kecepatan, K = permeabilitas, p = perbedaan densitas. Sedangkan subkripnya adalah h = horizontal, v = vertikal, o = minyak dan s = uap. dimana K w, k o adalah permeabilitas efektif air, minyak dan µ a, µ o adalah viskositas air, minyak. Dengan menurunnya viskositas, efisiensi pendesakan dan area penyapuan akan meningkat, sebab untuk minyak berat, pada temperatur tinggi akan menyerupai minyak ringan. Pembahasan pengenai viskositas minyak oleh temperatur biasanya mempunyai sifat yang reversibel. Distilasi uap Distilasi uap terutama pada mekanisme perolehan, terbentuk pada zona dibelakang front uap. Hal tersebut terjadi karena daerah tersebut mempunyai titik didih yang lebih rendah dari titik didih fluida reservoir yang mengikutinya. Oil-phase Miscible Drive Sebagian fraksi minyak ringan yang terdistilasi oleh uap dibawa menembus uap dan zona air panas ke daerah dingin. Didaerah dingin fraksi minyak ringan menjadi kondensat. Kondensat ini merupakan mekanisme penting dalam memperoleh minyak pada daerah air panas didepan front uap. Solution Gas drive Solution gas drive terbentuk di daerah pertemuan antara air panas dan dingin daerah pendesakan air. Peristiwa ini merupakan sebuah proses pemindahan dari energi mekanik ke pendesakan minyak. Ketika temperatur di depan front naik, campuran gas menjadi sulit larut dan keluar dari minyak. Dengan adanya gas terbebaskan, maka ada gaya dorong untuk mendesak minyak, sehingga proses ini meningkatkan perolehan minyak. Emulsion Drive Ketika uap mendesak minyak berat, di laboratorium atau di lapangan, emulsi terbentuk bersamaan dengan fluida produksi. Beberapa peneliti beranggapan bahwa emulsi terbentuk hanya di bagian akhir sandpack atau sumur. Dilain pihak dipercayai pula bahwa emulsi terbentuk didalam poripori (di dalam sandpack). Fraksi distilasi uap mengkondensat dan campur dengan minyak sehingga terjadi emulsi (minyak masuk ke air atau sebaliknya). 2.3. Timbulnya Efek SAGD Jika didalam suatu sistem terdapat dua macam fluida yang mempunyai perbedaan densitas, maka akan ada kecenderungan yang mempunyai densitas lebih ringan akan ke atas sedangkan yang lebih berat akan ke bawah. Dengan asumsi gaya kapiler diabaikan dan gradien tekanan yang berada di fasa uap sama dengan yang berada di fasa minyak, maka perbandingan antara kecepatan penembusan 2.4. Pengaruh Proses SAGD Dalam Pendesakan Vertikal Konsep steam assisted gravity drainage, dimunculkan oleh Butler 3). Dengan adanya konsep ini maka memunculkan kepercayaan untuk mengeksploitasi semua tipe minyak mentah. Proses ini menginjeksikan uap ke sumur horizontal dan membentuk zona akumulasi uap di reservoir. Kondensat uap akan menyentuh permukaan bitumen dan memanasi minyak. Minyak yang panas, mengalami penurunan viskositas, dan karena efek dari gravitasi, minyak menuju sumur produksi. Konsep dari Butler et al. ini diperlihatkan dalam Gambar-2. Untuk aplikasi dilapangan, proses ini di bentuk dengan dua sumur horizontal, dimana sumur produksi diletakkan di bagian bawah formasi, dan sumur injeksi terletak di atas sumur produksi sebagai pemasok uap. 3. STUDI KASUS Model reservoir dibentuk dengan satu sumur produksi horizontal di bagian bawah dan satu sumur injeksi horizontal di bagain atasnya. Model diidealisasikan berbentuk balok dengan ukuran kearah sumbu x = ft, sumbu y = 2 ft dan sumbu z = 9 ft. Reservoir dianggap tertutup, sehingga tidak ada tudung gas dan air yang mendesak. Reservoir di bentuk dengan 7 lapisan dan bersifat homogen. Sumur produksi terletak pada lapisan ke 7 dan sumur injeksi terletak di lapisan ke 5 dan keduanya terletak di tengah-tengah arah sumbu x. Grid yang akan dibuat berdasarkan pertimbangan kemampuan softwere. Grid yang dibuat mempunyai konfigurasi 8 x 5 x 7, sehingga pada sumbu x,y dan z masing-masing berukuran 25, 4 dan 2,86 ft. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar-3. Sebagai data masukan diambil dari makalah SPE ), yang terdiri dari model utama dan model yang di sensitivitas. Tabel -4. merupakan data masukan model. 4. DISKUSI 4.. Sensitivitas Terhadap Laju Injeksi Pada model ini dibandingkan antara model dasar dengan model yang disensitivitas terhadap laju injeksi. Hasil dari simulator disajikan dalam Gambar-4, yaitu merupakan hubungan antara faktor perolehan terhadap waktu dengan berbagai laju injeksi. IATMI 2-5

Untuk waktu selama 5 hari, terlihat bahwa pada laju injeksi sebesar 5 bbl /hari mempunyai faktor perolehan yang paling kecil yaitu sebesar 56%. Tetapi ketika diinjeksi dengan laju bbl/hari sebesar 52%, 2 bbl/hari sebesar 68% dan 3 bbl/hari sebesar 7%. Sedangkan untuk laju injeksi agar mendapatkan faktor perolehan sebesar 6%, adalah injeksi bbl/hari selama 48 hari, injeksi 2 bbl/hari selama 4 hari, dan injeksi 3 bbl/hari selama 34 hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar laju injeksi akan semakin pendek waktu yang diperlukan untuk menguras minyak. Bila hal tersebut dihubungkan dengan laju produksi yang diperoleh dari masing-masing laju injeksi (Gambar-5), maka pada laju injeksi yang besar akan memberikan laju produksi yang besar pula, tetapi mempunyai waktu breakthrough yang lebih cepat. Indikasi adanya breakthrough ini dapat dilihat dari kurva hubungan antara water cut terhadap waktu (Gambar-6). Setelah terjadi breakthrough, kenampakan dari laju produksi untuk masing-masing laju injeksi mempunyai kecenderungan harga yang tetap. Sedangkan untuk water cut, laju injeksi yang tinggi kecenderungan water cut lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju injeksi yang rendah. Yang menjadi penyebabnya adalah bahwa setelah terjadi breakthrough sebagian uap akan langsung menuju ke sumur produksi dan sebagian lagi menuju ke atas membentuk zona akumulasi uap. Volume uap yang menuju zona akumulasi uap akan meningkatkan laju produksi, karena akan memanasi minyak dan menuju sumur produksi karena adanya efek gravitasi. Sedangkan volume uap yang langsung menuju sumur produksi akan berpengaruh terhadap meningkatkan water cut. 4.. Sensitivitas Terhadap API Minyak Model ini membandingkan mekanisme porolehan minyak dengan berbagai harga API. Dari Gambar-7 terlihat bahwa untuk waktu injeksi yang sama, semakin besar harga API semakin tinggi nilai faktor perolehannya. Kecenderungan ini bisa terjadi karena adanya perbedaan harga viskositas dari masing-masing nilai API. Pada kondisi yang sama semakin tinggi nilai API minyak, maka akan semakin rendah harga viskositasnya. Bila hal tersebut dihubungkan dengan persamaan Darcy, maka semakin tinggi nilai viskositas, laju produksi minyak akan semakin kecil. Hal ini didukung juga dari kenampakan Gambar-8, terlihat bahwa pada awal produksi, laju produksi tinggi pada API minyak tinggi. Pada awal produksi (hari ke ) ini pengaruh dari injeksi uap belum dominan. Demikian juga terhadap water cut (Gambar-9), dimana pada awal produksi untuk masing-masing API gravity mempunyai harga water cut yang berbeda. Semakin tinggi harga API semakin rendah water cut-nya pada awal produksi. Yang menyebabkan water cut tinggi untuk minyak dengan API rendah dikarenakan adanya faktor viskositas. Untuk minyak berat akan mempunyai viskositas tinggi sehingga sulit untuk mengalir. Hal tersebutlah sehingga air lebih mudah untuk mengalir daripada minyak. 4.3 Sensitivitas Terhadap k v /k h Perbandingan antara permeabilitas horizontal dengan permeabilitas vertikal menunjukkan kemampatan suatu batuan. Jadi semakin rendah perbandingan tersebut, maka batuan akan semakin mampat. Dari model yang dibuat, ternyata tidak memberikan pengaruh besar terhadap faktor perolehan (Gambar-) pada perbandingan k v /k h antara dan,5. Tetapi setelah perbandingan k v /k h sama dengan, dan,5 memberikan penyimpangan yang berarti. Pada k v /k h sama dengan,5 memberikan kenaikan produksi setelah terjadi breakthrough, karena uap berjalan menyamping dari sumur injeksi dan kemudian turun, sehingga penyebaran uap lebih ke arah horizontal. Pengurasan yang terjadi hanya disekitar sumur injeksi dan produksi, sehingga kenaikan terjadi tidak berlangsung lama dan pada hari ke 5, relatif menurun bila dibandingkan dengan k v /k h sama dengan. Hal tersebutlah yang menyebabkan faktor perolehan hanya mencapai 55 % setelah diinjeksi selama 5 hari. Kemudian jika dilihat dari laju produksi, ternyata dengan harga k v /k h sama dengan satu mempunyai nilai yang paling besar, yaitu dari hari ke sampai hari ke 3. Setelah hari ke 3 sampai dari perbandingan k v /k h antara sampai, memberikan respon yang sama yaitu laju produksi turun secara drastis (Gambar-). Demikian juga terhadap water cut, dimana pada waktu tersebut diikuti pula dengan naiknya water cut (Gambar-2). Kenaikan water cut ini mengartikan bahwa waktu breakthrough telah mulai. Dari harga k v /k h dari sampai,5 yang ada dalam model, ternyata memberikan waktu breakthrough yang berbeda-beda, yaitu untuk harga k v /k h yang semakin kecil berdampak pada waktu breakthrough yang semakin lama. 4.4. Sensitivitas Terhadap Panjang Sumur Injeksi Dari kenampakan hubungan antara faktor perolehan terhadap waktu dengan berbagai panjang sumur injeksi (Gambar-3) ternyata selama waktu 5 hari perolehan yang paling tinggi pada panjang sumur ft. Faktor perolehan menurun dengan semakin pendeknya panjang perforasi. Penyebabnya adalah bahwa semakin pendek sumur injeksi, jangkauan penyebaran uap semakin pendek pula. Hal ini dapat dilihat pada Gambar-3. Semakin pendek penyebaran uap akan semakin kecil volume reservoir yang terpanasi, sehingga minyak yang mengalir ke sumur produksi semakin kecil pula. Pada panjang sumur injeksi 25 ft terdapat ketidak konsistenan dalam faktor perolehan, yaitu dari lama produksi 5 hari hingga 2 hari. Hal tersebut dikarenakan adanya laju uap yang kuat dan tidak sebanding dengan daya tampung reservoir, sehingga menyebabkan kesalahan dalam numerik. Sedangkan jika dilihat dari kenampakan laju produksi (Gambar-4) semakin pendek sumur injeksi, pada awal produksi semakin cepat mengalami kenaikan dan penurunan bila dibandingkan dengan panjang sumur injeksi yang lebih besar. Penurunan ini disebabkan oleh breakthough yang cepat, karena uap yang berasal dari sumur injeksi tidak bisa menyebar ke reservoir secara luas, sehingga akan menuju sumur produksi. Bersamaan dengan turunnya laju produksi, maka water cut naik. Pada Gambar-5 terlihat bahwa IATMI 2-5

semakin panjang sumur injeksi, naiknya water cut semakin lama. Jika diperhatikan Gambar-6, yang merupakan menampakan distribusi saturasi minyak setelah 5 hari pada lapisan 5, terlihat bahwa setelah 5 hari saturasi minyak yang terkuras hanya dekat-dekat sumur injeksi. Bagian yang tidak dilalui sumur injeksi ternyata masih mempunyai saturasi minyak yang cukup tinggi. 5. KORELASI HASIL STUDI PENDESAKAN UAP SECARA VERTIKAL DENGAN PROSES SAGD Dari analisa pendesakan uap secara vertikal, maka dilakukan run simulasi lagi yang bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dari pendesakan uap secara vertikal dengan proses steam assisted gravity drainage, dengan cara mengkombinasikan keempat sensitivitas yang telah dilakukan. Ada dua karakteristik yang bisa dijadikan sebagai gambaran, yaitu pada densitas minyak dan 2 API. 5.. Densitas Minyak API Dari Gambar-6.. terlihat bahwa pada laju injeksi yang sama semakin panjang sumur injeksi, semakin besar perolehan minyak yang bisa di dapat. Untuk laju injeksi yang tinggi (misalnya 3 bbl/hari) prosentasi perolehan minyak relatif konstan pada panjang sumur injeksi antara 75 ft sampai ft. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat penyebaran uap yang relatif sama pada kisaran panjang sumur injeksi tersebut. Perbedaan perbandingan permeabilitas vertikal dan horizontal ternyata memberikan perbedaan pada faktor perolehan. Pada k v /k h sebesar.5 dengan panjang sumur injeksi yang pendek ternyata memberikan faktor perolehan yang rendah pada laju injeksi, 2, dan 3 bbl/hari. Tetapi pada laju injeksi 5 bbl/ hari memberikan respon yang sama dengan k v /k h sama dengan.. 5.2. Densitas Minyak 2 API Dari kenampakan Gambar-6.2 terlihat bahwa semakin besar laju injeksi semakin kecil perbedaan faktor perolehan yang diperoleh terhadap perbedaan panjang sumur injeksi. Adanya perbedaan k v /k h, ternyata memberikan respon bahwa pada laju injeksi sebesar 5 dan bbl/hari, dengan k v /k h sama dengan,5 ternyata selalu memberikan faktor perolehan yang tinggi bila dibandingkan dengan k v /k h sama dengan, pada berbagai panjang sumur injeksi. Tetapi mempunyai kenampakan yang berbeda pada laju injeksi 2 dan 3 bbl/hari. Untuk sumur injeksi yang pendek faktor perolehan akan lebih rendah pada k v /k h sama dengan,5 bila dibandingkan dengan k v /k h sama dengan,. Tetapi dengan bertambahnya panjang sumur injeksi faktor perolehan lebih cepat bertambah pada k v /k h sama dengan,5 bila dibandingkan dengan k v /k h sama dengan,. Yang menjadi penyebab dalam kasus ini adalah bahwa pada k v /k h yang lebih rendah penyebaran uap secara horizontal akan lebih cepat bila dibandingan dengan k v /k h yang lebih tinggi. 6. KESIMPULAN Dari hasil pemodelan, berdasarkan data yang digunakan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :. Besarnya laju injeksi uap berpengaruh terhadap kecepatan pengurasan minyak 2. Dari sifat fisik fluida, semakin tinggi API minyak, maka semakin cepat laju pengurasan minyak. 3. Semakin kecil perbandingan permeabilitas vertikal dan horizontal, untuk waktu yang pendek akan memberikan faktor perolehan yang tinggi, tetapi untuk jangka waktu yang panjang memberikan faktor perolehan yang rendah. 4. Semakin pendek sumur injeksi, semakin kecil minyak yang dapat diperoleh. Hal tersebut disebabkan oleh penyebaran uap yang tidak merata sehingga waktu breakthrough yang cepat dan hanya memanasi sedikit volume reservoir. 5. Korelasi hasil simulasi secara keseluruhan, untuk minyak dengan densitas dan 2 API menunjukkan bahwa semakin panjang sumur injeksi semakin besar faktor perolehan. DAFTAR PUSTAKA. Kamath V.A. et al., Simulation Study of Steam-Assisted Gravity grainage Proses in Ugnu Tar Sand Reservoir, SPE No. 2675, 993. 2. Hong, K.C, Steamflod : Reservoir Management : Thermal Enhanced Oil Recovery, Penn Well Publishing Copany, Tulsa, Oklahoma, 994. 3. Butler, R.M., McNab, G.S., and Lo, H.Y., Theoretical Studies on the Gravity Drainage of Heavy Oil During Steam Heating, Can, J, Chem. Eng., 59, 455-46, Agustus 98. 4. Nasr. T.N., Analysis of the Steam Assisted Gravity Grainage (SAGD) Proses Using Experimental/Numerical Tools, SPE No. 376, 996. 5. Singhal A. K., Screning of Reservoir For Exploitasi by Aplication of Steam Assisted Gravity drainage/vapex Proses, SPE, Petroleum Recovery Institute, 996. 6. Dyad 88 Sofware Inc., TETRAD User Manual Version 9, Calgary Alberta, Canada. 7. Peake, W.T, Reservoir Simuation of Injection in The Cold Lake Tar Sand, SPE No. 338, 984. 8. Prats Michael, Thermal Recovery, SPE, Dallas, New york, 986 IATMI 2-5

Tabel-4. Parameter Batuan dan Fluida Parameter Model Sensitivitas utama Porositas (fraksi),37 - Permeabilitas (md) 68 - Saturasi air (fraksi),28 - Ketebalan Reservoir (ft) 9 - Temperatur reservoir ( o F) - Tekanan reservoir (psi) 33 - Gravity minyak ( o API) 7,5, 2, 3 Spasi lateral sumur (ft) 2 - Panjang horizontal (ft) - Diameter sumur (in) 4 - Konduktivitas Thermal 34,6 - Overburdent (BTU/ft/hari/ o F) Diffusivitas Thermal (ft 2 /hari).6566 - Laju injeksi uap (bbl/hari) 2 5,, 3 Temperatur uap ( o F) 59 - K v /k h (fraksi),5,,,,5 Lapisan produksi 7 - Lapisan injeksi 5 - Panjang sumur produksi (ft) - Panjang sumur injeksi (ft) 25, 5, 75.8.7.6.5.4.3.2. Gambar -3 Pembagian Sistem Grid inj = 5 bbl/hari inj = bbl/hari inj = 2 bbl/hari inj = 3 bbl/hari 2 3 4 5 Gambar- Profil Saturasi Terhadap Temperatur 2) Gambar-4 Kurva Hubungan Antara Faktor Perolehan Terhadap Waktu Dengan Berbagai laju Injeksi 25 Laju Produksi, STB/hari 2 5 5 inj = 5 bbl/hari inj = bbl/hari inj = 2 bbl/hari inj = 3 bbl/hari Gambar-2 Konsep Proses Steam Assisted gravity drainage 3) Gambar -5 Kurva Hubungan Antara Laju Produksi Terhadap Waktu Dengan Berbagai Laju Injeksi IATMI 2-5

Water Cut, fraks.9.8.7.6.5.4.3.2. inj = 5 bbl/hari inj = bbl/hari inj = 2 bbl/hari inj = 3bbl/hari Water Cut, fraksi.9.8.7.6.5.4.3.2. API = 7,5 API = API = 2 API = 3 Gambar -6 Kurva hubungan Antara Water Cut dengan Waktu dengan Berbagai laju Injeksi Gambar-9 Kurva Hubungan Antara Water Cut Terhadap Waktu Dengan Berbagai Harga API.8.8.7.6.5.4.3.2. API = 7.5 API = API = 2 API = 3.7.6.5.4.3.2. kv/kh = kv/kh =.5 kv/kh =. kv/kh =.5 2 3 4 5 2 3 4 5 Gambar-7 Kurva Hubungan Antara Faktor Perolehan Terhadap Waktu Dengan Berbagai Harga API Gambar- Kurva Hubungan Antara Faktor Perolehan Terhadap Waktu Dengan Berbagai Harga kv/kh Laju Produksi, STB/hari 35 3 25 2 5 5 API = 7,5 API = API = 2 API = 3 Laju Produksi, STB/hari 8 6 4 2 8 6 4 2 kv/kh = kv/kh =.5 kv/kh =. kv/kh =.5 Gambar-8 Kurva Hubungan Antara Laju Produksi Terhadap Waktu Dengan Berbagai Harga API Gambar- Kurva Hubungan Antara Laju Produksi Terhadap Waktu Dengan Berbagai Harga k v /k h IATMI 2-5

Water Cut, fraksi.9.8.7.6.5.4.3.2. kv/kh = kv/kh =.5 kv/kh =. kv/kh =.5 Water Cut, fraksi.9.8.7.6.5.4.3.2. panjang = 25 ft panjang = 5 ft panjang = 75 ft panjang = ft Gambar-2 Kurva Hubungan Antara Water Cut Terhadap Waktu Dengan Berbagai Harga k v /k h Gambar-5 Kurva Hubungan Antara Water Cut Terhadap Waktu Dengan Berbagai Panjang Sumur Injeksi.8.7.6.5.4.3.2. panjang = 25 ft panjang = 5 ft panjang = 75 ft panjang = ft 2 3 4 5 Gambar-3 Kurva Hubungan Antara Faktor Perolehan Terhadap Waktu Dengan Berbagai Panjang Sumur Injeksi 5 4 3 Y 2 2 3 4 5 6 7 8 Gambar-6 Distribusi Temperatur pada injeksi uap 2 bbl/hari setelah 5 Hari Pada Lapisan 5 Dengan Panjang Sumur Injeksi X Laju produksi, STB/hari 8 6 4 2 8 6 4 2 panjang = 25 ft panjang = 5 ft panjang = 75 ft panjang = ft Gambar-4 Kurva Hubungan Antara Laju Produksi Terhadap Waktu Dengan Berbagai Panjang Sumur Injeksi.8.7.6.5.4.3.2. Rate = 5 bbl/hari Rate = bbl/hari Rate = 2 bbl/hari Rate = 3 bbl/hari 2 3 4 5 6 7 8 9 Panjang Sumur Injeksi, ft Gambar-7 Korelasi Kombinasi dari Laju injeksi, Panjang sumur Injeksi dan kv/kh Terhadap Faktor Perolehan Setelah Berproduksi 5 hari dengan Densitas Minyak API IATMI 2-5

.8.7.6.5.4.3.2. kv/kh =,5 kv/kh =, Rate = 5 bbl/hari Rate = bbl/hari Rate = 2 bbl/hari Rate = 3 bbl/hari 2 3 4 5 6 7 8 9 Panjang Sumur Injeksi, ft Gambar-8 Korelasi Kombinasi dari Laju injeksi, Panjang sumur Injeksi dan kv/kh terhadap Faktor Perolehan Setelah Berproduksi 5 hari dengan Densitas Minyak 2 API IATMI 2-5