Analisis Risiko pada Pipa 6 Crude Oil SP PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Muhammad

ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT. (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam)

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

Tugas Akhir (MO )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Muhammad (NRP )

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

RISK BASED MAINTENANCE (RBM) UNTUK NATURAL GAS PIPELINE PADA PERUSAHAAN X DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI AHP-INDEX MODEL

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Penilaian risiko..., Adis Arzida Lanin, FKMUI, 2009

1 Universitas Indonesia

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Identifikasi Bahaya

BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak

KAJIAN RESIKO PIPA GAS TRANSMISI PT PERTAMINA STUDI KASUS SIMPANG KM32-PALEMBANG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Gambar 1.1 Presentase produksi minyak dunia (BP statistical review of global energy).

QUANTITATIVE RISK ASSESSMENT UNTUK EQUIPMENT DALAM GAS PROCESSING UNIT DI TOPSIDE OFFSHORE PLATFORM

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline

ANALISA BAHAYA KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA STORAGE TANK BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PREMIUM DENGAN METODE DOW S FIRE AND EXPLOSION INDEX

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENGENDALIAN RESIKO PADA PANGGUNG GAS OKSIGEN PT ANEKA GAS INDUSTRI V

Martiningdiah Jatisari. Masyarakat Universitas Diponegoro. Masyarakat Universitas Diponegoro

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

(STUDI KASUS PT. IPMOMI PLTU PAITON)

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

> A BC <10-5

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO DI AREA PRODUKSI AEROSOL PT. UNZA VITALIS SALATIGA

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN RISIKO JALUR PIPA GAS PT X DARI PLANT D SAMPAI S DI SUMATERA SELATAN TESIS. Henri Yuwono

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

Bab 2 Tinjauan Pustaka

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW

BAB 1. PENDAHULUAN. lainnya. 2 Divisi Poultry Breeder Charoen Pokphand Indonesia, menyebutkan data

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Non Destructive Testing

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PELAKSANAAN KONTRUKSI OIL DAN GAS DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION ABSTRAK ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja pada bidang tertentu (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003).

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. bumi, tidak hanya keamanan terhadap personil (human), tetapi juga terhadap

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership)

ARINA ALFI FAUZIA

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan

RISK MANAGEMENT PROCEDURE RISK MANAGEMENT PROCEDURE

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO

1.1 LATAR BELAKANG BAB

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

ANALISIS RISIKO HYDROGEN RECOVERY UNIT (HRU) DAN PRIORITAS RISIKO KEGAGALAN KOMPONEN PIPA GAS HIDROGEN DI PT PETROKIMIA

eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total

MENGAPA PROYEK PERANGKAT LUNAK GAGAL ( PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO DALAM PROYEK PERANGKAT LUNAK )

Pipeline Risk Assessment

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

SCHEDULE TRAINING 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK

ANALISIS POTENSI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS PADA DESICCANT DEHYDRATION UNIT DI PT LAPINDO BRANTAS.

PENERAPAN METODE AHP INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI DI PT X

Oleh Fortries Aurelia Samahi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE. Dodi Novianus Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

Environmental Health Risk Assessment

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

Perbandingan Pendekatan Muhlbauer dan Fuzzy Inference System Pada Proses Penilaian Risiko : Studi Kasus Pipa Bawah Laut 14 PHE-WMO

Transkripsi:

Analisis Risiko pada Pipa 6 Crude Oil SP PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2013 Indra Putra Hendrizal dan Zulkifli Djunaidi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Analisis risiko pada pipa 6 crude oil SP-PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun tahun 2013 ini dilakukan mengingat adanya potensi bahaya dan risiko yang mengancam keselamatan pekerja dan masyarakat di sekitar jalur pipa. Penelitian yang bersifat deskriptif analitik dan dilakukan dengan menggunakan metode analisis semi kuantitatif ini bertujuan untuk mendapatkan nilai dan level risiko yang ada. Hasil penelitian yang menggunakan sistem skoring berdasarkan Model Studi Zulkifli Djunaidi ini menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari pipa yang diteliti adalah 13,05 poin dengan nilai konsekuensi sebesar 5,11 poin. Berdasarkan perhitungan, nilai risiko relatif-nya adalah 2,55 sehingga termasuk level risiko High Risk berdasarkan Tabel ALARP Kriteria (EPA, 2004). Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan perbaikan dan pengendalian yang tepat untuk risiko yang memberikan kontribusi besar terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, kebakaran, dan ledakan pada pipa. Kata kunci: analisis risiko; konsekuensi; nilai risiko relatif; probabilitas Abstract Risk analysis for 6 crude oil pipeline system SP-PDT I SP Tambun at PT Pertamina EP Java Region Field Tambun 2013 has to be done because the presence of the hazards and risk potential that threats not only employee s safety but also people s safety around the pipeline Right of Way (ROW). This analytical descriptive research that uses semi-quantitative analytical method has a purpose to assess the existing risk score and risk level. The result of this research that uses scoring system based on Zulkifli Djunaidi s Study Model shows that the probability s score is 13.05 points and the consequence s score is 5.11 points. Based on calculation, the relative-risk score is 2.55 and belongs to High Risk Level based on ALARP Criteria Table (EPA, 2004). Therefore, an appropriate improvement and controlling system need to be performed for the pipeline major risks by PT Pertamina EP Java Region Field Tambun. Key words: consequence; probability; relative-risk score; risk analysis 1

Pendahuluan Aplikasi manajemen risiko telah mencapai berbagai sektor industri, termasuk industri di bidang minyak dan gas (migas). Perkembangan sektor migas yang demikian pesat akan menimbulkan bahaya dan risiko yang semakin besar pula, tidak hanya bagi perusahaan dan pekerjanya, tetapi juga bagi masyarakat yang berada di sekitar area perusahaan atau area produksi. Sektor migas biasanya identik dengan keberadaan suatu sistem perpipaan gas atau minyak (oil/gas pipeline) sebagai sarana yang digunakan untuk mendistribusikan hasil produksinya. Pemberlakuan UU No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi semakin mendorong perkembangan industri di sektor migas. Mengingat hal itu, maka penggunaan teknologi pipa juga akan semakin meningkat dan mengalami perkembangan ke depannya. Menurut Permen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) No. 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, pengangkutan gas bumi melalui pipa adalah kegiatan menyalurkan gas bumi melalui pipa, meliputi kegiatan transmisi dan atau distribusi melalui pipa penyalur dan peralatan yang dioperasikan dan atau diusahakan sebagai suatu kesatuan sistem yang terintegrasi. Akan tetapi, keberadaan pipa ini pun tidak lepas dari bahaya dan risiko terjadinya kebocoran (leak), tumpahan (spill), maupun ledakan (explosion). Faktanya, kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan pada pipa gas/minyak terbilang cukup besar, baik bagi perusahaan maupun masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, kecelakaan pada sistem perpipaan sudah cukup sering terjadi di Eropa dan Amerika, di mana sistem perpipaan yang mereka miliki lebih rumit dan kompleks. Menurut US Department of Transportation di bidang PHMSA (Pipeline and Hazardous Materials Safety Administration), dalam periode 1993-2012, telah terjadi 987 kasus akibat kegagalan pada sistem perpipaan. Dalam rentang waktu tersebut, terdapat 367 orang korban yang meninggal dunia dan 1.465 orang mengalami luka-luka. Bahkan, dalam 3 tahun terakhir (2010-2012), telah terjadi 32 kasus dengan 14 korban jiwa dan 71 orang luka-luka. Kerugian yang diderita pada periode tersebut mencapai 132.987.647 US dollar. Selain itu, jumlah insiden akibat sistem perpipaan juga cukup tinggi di Eropa. Berdasarkan data dari EGIG (European Gas Pipeline Incident Data Group), pada periode 1970-2010 terdapat 1.249 kasus. Sedangkan dalam rentang 2006-2010 telah terjadi 106 kasus di Eropa. 2

Di Indonesia sendiri sudah terjadi sejumlah kasus terkait sistem perpipaan, antara lain: 1. Pecahnya pipa penyalur gas milik PT Pertamina di Pantai Indramayu, Jawa Barat. Hal ini disebabkan oleh abrasi air laut pada bulan Juli 2002 dengan jumlah korban jiwa sebanyak 12 orang. (Kompas, 8 Juli 2002) 2. Pecahnya pipa penyalur gas milik British Petroleum (BP) di Pagerungan, Madura tanggal 7 Januari 2003. (Kompas, 9 Januari 2003) 3. Pecahnya pipa penyalur gas milik PT Pertamina di Porong, Sidoarjo pada bulan November 2006 yang mengakibatkan 12 orang tewas. (Kompas, 2 Desember 2006). 4. Kebocoran dan meledaknya pipa gas di Bungurasih, Bojonegoro yang menyebabkan 1 korban luka bakar pada 25 Juni 2011. (Korannusantara.com, 30 Juni 2011) 5. Pipa gas PT Pertamina meledak di Km 219, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin pada 3 Oktober 2012. Hal ini menyebabkan 6 korban jiwa dan 40 orang mengalami luka bakar. (Vivanews, 4 Oktober 2012) Terdapat berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kasus kebocoran atau meledaknya pipa gas/minyak. Faktor-faktor tersebut antara lain korosi pada pipa, pergerakan tanah, faktor material yang terdapat di dalam pipa, kesalahan pada desain dan pengoperasian pipa, dan kegiatan masyarakat di sekitar jalur pipa (third party activities). Faktanya, mayoritas kasus terkait pipa yang terjadi di US dan Eropa disebabkan oleh faktor third party activities. Dalam mengatasi kemungkinan kecelakaan pada pipa yang dapat menimbulkan kerugian, baik berupa kerusakan fasilitas, kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan kematian, maka pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan untuk mendukung keselamatan pada penyaluran minyak dan gas bumi melalui pipa, antara lain UU No. 20/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP No. 67/2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, Permen ESDM No. 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, Permen ESDM No. 7/2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, Kepmen No. 300K/38/ M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Bumi dan Gas Alam, SNI No. 3474 tahun 2009 tentang Sistem Penyaluran dan Distribusi Pipa Gas, dan juga Pedoman Tata Kerja Pengoperasian dan Pemeliharaan Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi. (Putra, 2012) Salah satu perusahaan di sektor migas yang memiliki pengaruh besar di Indonesia adalah PT Pertamina EP yang memiliki 3 region Wilayah Kerja (WK), yaitu Sumatera, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina Persero yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor hulu minyak dan gas 3

bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha utama. Saat ini, tingkat produksi Pertamina EP adalah sekitar 120 ribu barrel oil per day (BOPD) untuk minyak dan sekitar 1.003 million standard cubic feet per day (MMSCFD) untuk gas. PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun merupakan salah satu dari cabang PT Pertamina EP yang telah beroperasi sendiri di WK Region Jawa. PT Pertamina EP Field Tambun ini memiliki beberapa pipa penyalur minyak dan gas. Pipa yang menjadi objek penelitian ini adalah pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Pipa tersebut dipilih karena sejak pertama kali dioperasikan pada tahun 2007, pipa ini baru mengalami 1 kali penilaian risiko dengan metode RBI. Selain itu, jalur ROW pipa ini juga melewati kawasan padat penduduk sehingga perlu dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang ada. Berdasarkan data-data kecelakaan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kebocoran, tumpahan, dan ledakan pada pipa gas/minyak tergolong cukup tinggi dan menimbulkan kerugian yang besar, baik bagi perusahaan maupun masyarakat umum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian risiko (risk assessment) pada sistem perpipaan yang digunakan, termasuk risiko pada pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Penelitian ini menggunakan Model Studi Analisis Risiko (Djunaidi, 2010) yang dikembangkan dari Teori Pipeline Risk Management (Muhlbauer, 2004). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Diketahuinya gambaran tingkat risiko pipa 6 Crude Oil milik PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun jalur SP-PDT I ke SP Tambun pada tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a) Diketahuinya gambaran nilai probabilitas sistem proteksi pada pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. b) Diketahuinya gambaran nilai konsekuensi jika terjadi kebocoran sepanjang jalur yang dilewati pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. c) Diketahuinya gambaran tingkat risiko keselamatan pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. 4

Tinjauan Teoritis Metode penilaian risiko yang dikembangkan oleh Kent Muhbauer termasuk metode index-skoring yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap suatu jalur atau sistem perpipaan, di mana penilaian besarnya risiko terhadap suatu sistem perpipaan dihitung dengan menilai besarnya Probability of Failure (PoF) dan Consequence of Failure (CoF). Besarnya pengaruh parameter tersebut terhadap nilai risiko dilihat dari perubahan nilai PoF dan CoF. (Muhbauer, 2004) Bentuk penilaian terhadap PoF terdiri atas 4 indeks kategori, yaitu Indeks Kerusakan oleh Pihak Ketiga (Third-Party Damage Index), Indeks Akibat Korosi (Corrosion Index), Indeks Desain (Design Index), dan Indeks Akibat Kesalahan Operasional (Incorrect Operation Index). Setiap indeks memiliki porsi yang sesuai untuk setiap komponen kemungkinan bahaya dan risiko yang bisa terjadi pada jalur pipa. Penilaian terhadap CoF dilakukan dengan menghitung besarnya nilai Leak Impact Factor (LIF). Kategori konsekuensi dalam LIF diwakili oleh 4 faktor, yaitu Product Hazard, Leak Volume, Dispersion, dan Receptor. Setelah skor pada kedua komponen (PoF dan CoF) didapatkan, maka dapat dihitung besarnya total risiko pada jalur pipa yang diteliti. (Muhlbauer, 2004) 1. Probability of Failure (PoF) Nilai PoF menandakan besarnya kemungkinan suatu peralatan untuk mengalami kegagalan. Dalam metode ini, semakin besar nilai PoF yang diperoleh, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kegagalan pada jalur pipa yang dinilai. Nilai yang diberikan mengacu pada pengumpulan data terbaru dan didukung oleh data historis suatu jalur pipa. Penilaian yang dilakukan meliputi 4 indeks utama, yaitu: a) Indeks Kerusakan oleh Pihak Ketiga (Third-Party Damage) Menurut Muhlbauer (2004), kegagalan sistem perpipaan juga dapat disebabkan oleh aktivitas pihak lain yang tidak berhubungan dengan sistem perpipaan, seperti kegiatan masyarakat di sekitar jalur pipa. Berdasarkan data statistik dari US Department of Transportation (DOT), 20-40% dari kegagalan sistem perpipaan yang ada berasal dari third-party damage. Pada indeks ini, terdapat 7 variabel yang diteliti dengan bobot maksimal 100 poin (100%). Variabel yang termasuk dalam Third-Party Damage Index adalah kedalaman pipa tanam (minimum depth of cover) dengan bobot 20%, level aktivitas masyarakat di sekitar jalur pipa (20%), fasilitas pelindung jalur pipa 5

(10%), prosedur line locating (15%), program penyuluhan terhadap masyarakat umum (15%), kondisi ROW pipa (5%), serta frekuensi patroli (15%). b) Indeks Korosi Potensi kegagalan sistem perpipaan yang diakibatkan oleh korosi adalah hazard yang yang paling umum diketahui pada pipa baja. Indeks ini meliputi 3 tipe korosi, yaitu korosi atmosfer, korosi internal, dan subsurface corrosion. Variabel ini memiliki 3 variabel utama dengan skor maksimal 100 poin (100%). Korosi atmosfer berhubungan dengan komponen pipa yang terpapar langsung dengan atmosfer. Untuk menilai potensi korosi atmosfer (10%), maka evaluator harus mengetahui pajanan atmosfer yang ada (5 poin), tipe atmosfer (2 poin), dan program coating pipa yang terpajan atmosfer secara langsung (3 poin). Korosi internal memiliki bobot 20% dan terdiri atas korosivitas produk (10 poin) dan program pencegahan yang telah dilakukan (10 poin). Subsurface corrosion merupakan proses korosi yang dapat terjadi pada pipa yang berada di dalam tanah (pipa tanam). Pada indeks ini, subsurface corrosion mempunyai bobot yang paling tinggi, yaitu 70%. Variabel ini terdiri atas kondisi tanah tempat pipa ditanam (20 poin), kondisi coating (25 poin), serta perlindungan katoda (25 poin). c) Indeks Desain Indeks desain memegang peranan penting dalam menjamin keamanan operasi pipa. Faktor ini menyangkut perencanaan yang baik sejak awal proyek pipa dimulai. Porsi terbesar dalam kegagalan suatu fasilitas konstruksi adalah akibat kurang sempurnanya desain pipa. Banyak terjadi kecelakaan atau kegagalan dalam operasi perpipaan karena kesalahan desain. (Sukmana, 2012) Dalam Model Muhlbauer ini, indeks desain memiliki poin maksimal 100 poin (100%). Faktor ini terdiri atas 5 variabel utama, yaitu faktor keselamatan (35 poin) yang meliputi tekanan internal, ketebalan dinding pipa, serta kekuatan material dan struktur pipa, fatigue (15 poin), surge potential (10 poin), integrity verification (25 poin) di mana penilaian dilakukan berdasarkan perbandingan hasil tes tekanan hidrostatik dengan MAOP, serta kemungkinan terjadinya pergerakan tanah (15 poin). 6

d) Indeks Kesalahan Operasi Pada indeks kesalahan operasi, potensi terjadinya risiko dinilai dari kemungkinan terjadinya kesalahan manusia (human error). Hal terpenting dalam pengkajian risiko akibat kesalahan operasi adalah memperkirakan kesalahan sekecil apapun yang dapat terjadi di setiap proses. Oleh sebab itu, penilaian indeks kesalahan operasi meliputi 4 tahap proses, yaitu disain (30%), konstruksi (20%), operasi (35%), dan maintenance (15%). Pada tahap disain, aspek yang dinilai meliputi Hazard Identification/HAZID (4 poin), MOP potensial (12 poin), sistem keselamatan/safety devices (10 poin), material selection (2 poin), dan pemeriksaan desain oleh orang yang profesional (2 poin). Tahap konstruksi terdiri atas inspeksi (10 poin), material pipa yang digunakan (2 poin), joining (2 poin), backfilling (2 poin), handling (2 poin), serta penggunaan coating terutama pada joining point (2 poin). Pada tahap operasi, hal-hal yang menjadi aspek penilaian adalah SOP (7 poin), komunikasi/scada (3 poin), training, dan lain-lain. Kemudian, untuk tahap maintenance, aspek penilaiannya meliputi dokumentasi (2 poin), jadwal (3 poin), serta prosedur maintenance (10 poin). 2. Consequences of Failure (CoF) / Leak Impact Factor (LIF) Nilai dari LIF digunakan untuk melengkapi skor indeks dengan mewakili nilai Consequences of Failur (CoF). Semakin tinggi nilai LIF, maka semakin tinggi pula konsekuensi dalam suatu sistem. Semakin tinggi konsekuensi, maka risikonya juga akan semakin tinggi. Nilai LIF dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu tingkat bahaya dari produk, banyaknya volume yang terlepas jika ada kebocoran, jangkauan relatif dari kebocoran, dan lingkungan sekitar yang berisiko terpengaruh efek dari produk yang bocor ke lingkungan. (Sukmana, 2012) a) Bahaya Produk Faktor utama yang menentukan bentuk bahaya dari suatu produk yang melalui sistem perpipaan adalah karakteristik dari produk yang disalurkan melalui pipa tersebut. Karakteristik bahaya produk dibedakan berdasarkan jenis bahayanya, yaitu bahaya akut dan bahaya kronik. Bahaya akut (12 poin) adalah bahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan bermanifestasi dengan cepat, sehingga memerlukan perhatian yang cepat untuk mengatasi bahaya tersebut. Contohnya antara lain: kebakaran, ledakan, atau pajanan bahan toksik. Bahaya kronik (10 poin) adalah karakteristik bahaya dari suatu produk yang bocor dan 7

dikhawatirkan dapat menjadi ancaman yang sangat serius pada keselamatan jiwa manusia maupun lingkungan, di mana hal ini bermanifestasi dalam waktu yang lama. Aspek yang dinilai pada bahaya akut adalah sifat flammability, reaktivitas, dan toksisitas dari material yang disalurkan melalui pipa. Data tersebut terdapat pada MSDS material yang digunakan. Adapun bahaya kronik dilihat dari nilai Reportable Quantity (RQ) materialnya yang dapat dilihat pada tabel CERCLA (Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act). b) Volume Kebocoran Volume kebocoran (leak volume) merupakan fungsi dari rate kebocoran, waktu reaksi, dan kapasitas fasilitas. Ada 2 komponen yang digunakan untuk penilaian leak volume, yaitu hole size dan leak model. Hole size sangat berpengaruh terhadap besarnya volume kebocoran sehingga harus ada estimasi nilainya. Untuk dapat memperkirakan besarnya volume kebocoran, evaluator juga harus dapat menyusun model kebocoran berdasarkan jenis fluida yang keluar dari lubang pipa yang bocor tersebut, apakah berbentuk liquid release, vapour release, atau volatile release. c) Jangkauan Relatif Kebocoran (Dispersi) Bocornya material yang disalurkan melalui pipa dapat menimbulkan dampak yang spesifik pada area sekitarnya, di mana hal ini tergantung pada produk yang bocor dan karakteristik daerah di sekitarnya. Jika material yang bocor berupa gas, maka gas tersebut dapat bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan senyawa yang mudah menyala. Hal ini tentu akan memiliki dampak yang berbahaya bagi lingkungan sekitarnya. d) Lingkungan Penerima Kebocoran (Receptors) Menurut Muhlbauer (2004), yang dimaksud dengan reseptor pada bagian ini adalah sesuatu yang menerima akibat langsung jika terjadi kebocoran pada sistem perpipaan, seperti: kematian pada manusia dan vegetasi sekitar, kerusakan properti, atau kerusakan pada lingkungan. Kerusakan pada reseptor tergantung pada jangka waktu dan intensitas dari kejadian yang diakibatkan oleh kebocoran pipa. Variabel yang termasuk aspek penilaian antara lain karakteristik reseptor (tipe penduduk, bangunan, dan lain-lain), kepadatan reseptor, mobilitas, kerentanan reseptor, serta jarak dan perlindungan pipa dari reseptor. Aspek 8

kepadatan penduduk dinilai berdasarkan Tabel Kategorisasi Kepadatan Penduduk menurut US Department of Transportation (DOT) CFR Part 192. 3. Relative Risk Score Nilai risiko relatif dihitung berdasarkan perbandingan antara skor indeks dengan nilai LIF (Leak Impact Factor). Selanjutnya nilai risiko yang diperoleh dibandingkan dengan Tabel ALARP (As Low As Reasonable Practicable) Kriteria menurut EPA (2004) untuk menentukan level risiko dari pipa yang dinilai. Tabel 1 ALARP (As Low As Reasonable) Kriteria Sumber: EPA, 2004 Model Studi Analisis Risiko Sistem Perpipaan Menurut Djunaidi (2010) Model studi yang dikembangkan oleh DR. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc. merupakan simplifikasi dari Model Kent Muhlbauer. Pada prinsipnya, nilai risiko relatif diperoleh dari perbandingan antara nilai probabilitas dengan nilai konsekuensi, sama dengan Model Muhlbauer. Akan tetapi, yang menjadi poin perbedaan pada model studi ini adalah aspek penilaian dari variabel probabilitas dan konsekuensi yang digunakan. Meskipun tidak berbeda jauh, namun ada beberapa poin dari Model Muhlbauer yang tidak digunakan pada model studi ini, seperti prosedur line locating dan public education. Pertimbangannya adalah berdasarkan hasil penelitian Zulkifli Djunaidi pada 3 pipa minyak mentah milik Pertamina di Balikpapan, Prabumulih, dan Subang diperoleh fakta bahwa beberapa aspek penilaian dari Model Muhlbauer tidak mempunyai dampak yang signifikan dalam penilaian risiko. Berdasarkan model studi yang digunakan, faktor probabilitas adalah faktor kemampuan (potensi) sistem untuk mencegah dan mengendalikan risiko, sedangkan faktor konsekuensi adalah dampak yang mungkin terjadi akibat kegagalan sistem perpipaan. Faktor probabilitas terdiri atas Probability of Survive (PoS) dan Probability of Failure (PoF), dengan nilai probabilitas sama dengan selisih antara nilai PoS dengan PoF. Konsekuensi terdiri atas Product Hazard dan Dispersion Factor, dengan nilai konsekuensi sama dengan perbandingan antara bahaya produk dengan faktor dispersi. Nilai risiko yang 9

diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan Tabel ALARP (As Low As Reasonable Practicable) Kriteria untuk menentukan level risiko dari pipa yang dinilai. Metode Penelitian Penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat risiko keselamatan pada pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun dengan menggunakan Model Studi Analisis Risiko (Djunaidi, 2010) yang dikembangkan dari Teori Pipeline Risk Management Kent Muhlbauer (2004) ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis semi kuantitatif. Studi ini menggunakan data primer berupa observasi langsung kondisi pipa di lapangan dan wawancara dengan pihak terkait keselamatan pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Selain itu, penulis juga menggunakan data sekunder yang tersedia di tempat penelitian, seperti desain pipa, data-data tentang spesifikasi pipa, serta dokumen lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun pada bulan April Mei 2013. Objek penelitian ini adalah pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Risiko yang dianalisis meliputi faktor-faktor risiko terhadap pipa distribusi minyak mentah berdasarkan format model studi yang digunakan. Metode pengumpulan data yang digunakan terdiri atas: 1. Data Primer Informasi dan data dalam bentuk primer diperoleh melalui observasi lapangan untuk mengetahui kondisi nyata Right of Way (ROW) pipa yang menjadi objek penelitian. Selain itu, data primer juga diperoleh berdasarkan wawancara dengan petugas yang bertanggung jawab dalam pengoperasian dan pemeliharaan pipa. 2. Data Sekunder Data sekunder penelitian ini didapat dari pengumpulan data teknis seperti: spesifikasi pipa yang digunakan, Standard Operating Procedure (SOP) pengoperasian pipa, dokumen pemeliharaan dan pengawasan keselamatan pipa, serta dokumen penunjang lainnya. Proses analisis risiko didahului dengan kegiatan identifikasi risiko. Dalam penelitian ini, proses identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan metode check list. Kegiatan identifikasi dilakukan secara deskriptif terkait kondisi yang ada di lapangan dan faktor-faktor penentu yang terkait dengan prosedur pengoperasian jalur pipa. Sistem perpipaan (jalur pipa) dibagi menjadi seksi-seksi ruas jalur pipa (sectioning) untuk memudahkan proses identifikasi risiko. Dalam penelitian ini, penulis membagi jalur pipa di mana 1 seksi mewakili 1 km jalur 10

pipa. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan kepadatan penduduk. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk mempermudah dalam memperoleh data dan agar data yang didapat lebih rinci (detail). Setelah kegiatan identifikasi risiko dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis risiko dengan menggunakan skoring (Risk Rating) dari Model Studi Analisis Risiko Zulkifli Djunaidi tahun 2010. Penilaian bobot dilakukan pada kondisi pipa berdasarkan kriteria (parameter) yang ada. Hasil analisis risiko didasarkan pada faktor probabilitas dan konsekuensi. Tahap terakhir adalah evaluasi risiko. Data yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan pedoman skoring sesuai dengan Model Studi Analisis Risiko (Djunaidi, 2010). Evaluasi risiko ini menjadi dasar pertimbangan untuk penerapan tindakan pengendalian (control). Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Nilai Faktor Probabilitas 100 Probability of Survive 80 65 68.3 70.2 64.6 64.6 64.6 69.5 64.5 64.3 PoS 60 40 20 0 Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 1 Nilai Probability of Survive (PoS) Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok pada nilai PoS di tiap seksi. Hal ini mennjukkan bahwa ketahanan dari Pipa 6 ini merata pada masing-masing seksi. Skor PoS tertinggi terdapat pada seksi 2, 3, dan 7. Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya nilai fasilitas pelindung jalur pipa pada ketiga 11

seksi tersebut karena selain terdapat tanda peringatan, juga terdapat pagar kawat dan dudukan pipa baja, sedangkan seksi lainnya hanya memiliki tanda peringatan saja. Grafik 2 menggambarkan nilai PoF pada masing-masing seksi. Nilai PoF cukup beragam pada 9 seksi yang ada. Faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan nilai ini adalah PoF Internal, yaitu faktor korosivitas tanah, kepadatan populasi, dan level aktivitas di sekitar jalur pipa. Nilai PoF tertinggi terdapat pada seksi 4 dengan 49,7 poin dan terendah pada seksi 1 dengan 35,57 poin. 100 80 Probability of Failure PoF 60 40 35.57 46.57 47.57 49.57 47.57 38.57 45.57 38.57 47.57 20 0 Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 2 Nilai Probability of Failure (PoF) Berdasarkan grafik PoS dan PoF di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai PoS tidak berbeda jauh dengan nilai PoF. Artinya, ketahanan pipa untuk menahan kegagalan sistem hampir sama dengan kemungkinan terjadinya kegagalan sistem itu sendiri. Akibatnya, hasil akhir dari nilai probabilitas yang merupakan pengurangan dari PoS dengan PoF terbilang rendah sehingga nilai probabilitas yang menunjukkan potensi sistem untuk mencegah/mengendalikan risiko menjadi kecil, seperti yang terlihat pada Grafik 3 di bawah ini. 12

Probabilitas Probabilitas 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 29.43 21.73 22.63 26.03 23.93 25.93 15.03 17.03 16.73 Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 3 Nilai Probabilitas 2. Nilai Faktor Konsekuensi Nilai konsekuensi diperoleh dari perbandingan antara Product Hazard dengan Dispersion Factor. Perbandingan nilai konsekuensi untuk masing-masing seksi dapat dilihat pada Grafik 4. Nilai Faktor Konsekuensi 20 Konsekuensi 16 12 8 4 3.25 6.5 3.25 10 10 3.25 3.25 3.25 3.25 0 Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 4 Nilai Faktor Konsekuensi Nilai konsekuensi pada seksi 4 dan 5 lebih tinggi dibandingkan dengan seksi lainnya karena pada 2 seksi ini kepadatan penduduknya masuk pada kelas 3. Hal yang sama juga terjadi pada seksi 2, di mana kepadatan penduduknya termasuk kelas 2 sehingga nilai konsekuensinya menjadi 6,5 poin. Sedangkan seksi 1, 3, 6, 7, 8, dan 9 lainnya mempunyai nilai yang sama, yaitu 3,25 dan termasuk pada golongan kelas 1. 13

3. Nilai Risiko Relatif Nilai risiko relatif diperoleh dari perbandingan antara probabilitas dengan konsekuensi. Risiko di sini maksudnya adalah kemampuan sistem untuk menahan konsekuensi (pendekatan yang bersifat positif). Hasil akhir dari nilai risiko yang diperoleh, nantinya akan dikelompokkan berdasarkan Tabel ALARP (As Low As Reasonable Practicable) Kriteria. Tabel 1 ALARP (As Low As Reasonable) Kriteria Sumber: EPA, 2004 Nilai Risiko Relatif Risiko 16 14 12 10 8 6 4 2 0 9.05 8.01 6.96 7.36 7.98 5.15 3.34 1.5 1.7 Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 5 Nilai Risiko Relatif Dari 9 seksi yang diteliti, 5 seksi di antaranya berada pada level signifikan, yaitu seksi 1, 3, 6, 7, dan 8. Sedangkan untuk seksi 2, 4, 5, dan 9 termasuk pada kategori High Risk. Hal ini terjadi karena nilai konsekuensinya lebih tinggi dari pada nilai konsekuensi seksi lainnya, di mana hal ini disebabkan oleh angka kepadatan penduduk yang cukup tinggi (termasuk kelas 3). Seksi 2 juga mempunyai angka kepadatan penduduk (kelas 2) yang lebih tinggi dibandingkan seksi lainnya. Untuk seksi 9, nilai 14

risikonya juga termasuk High Risk karena tingkat korosivitas tanah yang tinggi serta level aktivitasnya yang tergolong pada medium activity level karena jalur ROW-nya berdekatan dengan pipa lain (mendekati SP Tambun). Tabel 2 Rata-Rata Nilai Probabilitas, Konsekuensi, dan Risiko Relatif Probabilitas Konsekuensi Risiko Relatif 22,05 5,11 4,31 Tabel di atas menunjukkan rata-rata nilai probabilitas, konsekuensi, dan risiko relatif dari Pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP-Tambun. Nilai risikonya adalah 4,33 dan termasuk kategori high risk sehingga diperlukan upaya pengendalian dengan prioritas utama. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis risiko pipa 6 Crude Oil jalur SP-PDT I SP-Tambun sepanjang 9,3 km adalah sebagai berikut: 1. Nilai Probability of Survive (PoS) tidak berbeda jauh pada masing-masing seksi, dengan rata-rata nilai PoS-nya adalah 66,18 poin. Nilai PoS tertinggi terdapat pada seksi 3 dengan 70,2 poin dan nilai terendah terdapat pada seksi 9 dengan nilai 64,3 poin. 2. Nilai Probability of Failure (PoF) berada pada rentang 35,57 poin (seksi 1) sampai dengan 49,57 poin (seksi 4). Rata-rata nilai PoF adalah 44,13 poin. 3. Rata-rata nilai probabilitas pada pipa 6 Crude Oil ini adalah 22,05 poin yang berarti potensi sistem untuk mencegah dan mengendalikan risiko yang ada tergolong rendah. Nilai probabilitas tertinggi terdapat pada seksi 1 dengan 29,43 poin dan terendah terdapat pada seksi 4 dan 5 dengan nilai 15,03 dan 17,03 poin. 4. Nilai faktor konsekuensi pada pipa yang diteliti adalah 5,11 poin. Nilai konsekuensi tertinggi terdapat pada seksi 4 dan 5 dengan 10 poin, sedangkan nilai terendah terdapat pada seksi 1, 3, 6, 7, 8, dan 9 dengan nilai 3,25 poin. 5. Nilai risiko relatif yang diperoleh untuk pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun ini adalah 4,33 dan termasuk level risiko High Risk berdasarkan Tabel ALARP Kriteria. Untuk nilai risiko tertinggi terdapat pada seksi 4 dan 5 dengan nilai risiko 1 2 (high risk), dan nilai risiko terendah terdapat pada seksi 1 dengan nilai 9,05 yang termasuk pada level risiko signifikan. 15

Saran Adapun saran yang penulis rekomendasikan untuk perbaikan sistem perpipaan pada pipa 6 ini adalah: 1. Perlu dilakukan pemeriksaan yang rutin setiap tahunnya untuk pemeriksaan ketebalan dinding pipa mengingat saat ini ketebalan dinding pipa 6 berada di bawah ketebalan desainnya, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kebocoran pada pipa. 2. Coating yang ada saat ini hanya berupa wrapping dan coating yang ketebalannya kurang dari 1,5 inch. Oleh sebab itu, sebaiknya digunakan concrete coating, terutama untuk pipa yang berada di atas tanah. 3. Peningkatan frekuensi patroli di sepanjang jalur pipa, di mana saat ini patroli dilakukan kurang dari 1 kali/minggu. Aspek patroli ini juga sangat dibutuhkan mengingat fasilitas pelindung jalur pipa yang umumnya hanya berupa tanda peringatan. Selain itu, pipa 6 ini juga hanya berada pada kedalaman 0,5 m sehingga dikhawatirkan adanya aktivitas di atas jalur pipa yang berisiko terhadap keselamatan pipa. 4. Kepadatan populasi pada seksi 2, 4, dan 5 tergolong cukup tinggi (kelas 2 dan 3). Untuk mengantisipasi adanya aktivitas yang dapat mempengaruhi keselamatan sistem perpipaan, maka sebaiknya dilakukan pemberian penyuluhan (public education) pada masyarakat di sekitar jalur pipa. 5. Pemberian kontak darurat pada masyarakat jika terjadi hal-hal yang bersifat urgent (butuh penanganan yang cepat). 6. Pihak Pertamina EP Field Tambun sebaiknya mempertimbangkan kembali terkait potensi pertumbuhan kepadatan penduduk terhadap keselamatan sistem perpipaan yang ada. 7. Pemeliharaan jalur ROW pipa agar tidak ditumbuhi vegetasi yang dapat mempengaruhi kadar keasaman tanah. 16

Kepustakaan Anggadha, Arry. 2012. Pipa Gas Pertamina Meledak, 6 Tewas, www.nasional.news.viva.co.id (7 Maret 2013, 14.19 WIB). Beychok, Milton. 2011. Petroleum Crude Oil, www.eoearth.org (16 Mei 2013, 10.47 WIB) Christina, Bernadette. 2013. Pipa Minyak PT Chevron Bocor, www.tempo.co (6 Maret 2013, 14.27 WIB). CNPC. 2011. Central Asia China Gas Pipeline, www.cnpc.com.cn (7 Maret 2013, 09.46 WIB). Darmawan, Agus Dwi. 2010. Pipa Bocor, 160 Ribu Barel Minyak RI Hilang, www.viva.co.id (6 Maret 2013, 14.44 WIB). Det Norske Veritas (DNV). 2010. Risk Assessment of Pipeline Protection, DNV, 2010. Djunaidi, Zulkifli. 2010. Pengembangan Model Analisis Risiko Keselamatan pada Pipa Penyalur Gas dan Minyak Mentah, Disertasi: FKM UI, Depok. EGIG. 2011. Gas Pipeline Incident, European Gas Pipeline Incident Data Group: Groningen, Jerman. European Agency for Safety and Health at Work. Risk Assessment, www.osha.europa.eu (1 Juni 2013, 11.13 WIB) Geary, W. 2002. Risk-Based Inspection A Case Study Evaluation of Onshore Process Plant, Sheffield: Health and Safety Laboratory. Indorama Mandiri. 2011. Hasil Pemeriksaan Resistivitas Tanah dan ph serta Desain Sistem Proteksi Katodik pada Jalur Pipa Gas Diameter 6 x 7740 m dari SP. Tambun Cluster PDT A dan River Crossing CBL Pipa Gas 10 x 100 m dari Tambun ke PDT PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun, Cirebon: PT Indorama Mandiri. Institute for Healthcare Improvement. 2004. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA), Institute for Healthcare Improvement. Irawulan. 2007. Lapindo Tak Bersalah dalam Kasus Ledakan Pipa Gas Pertamina, www.surabaya.detik.com (6 Maret 2013, 16.37 WIB) 17

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300/K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi. Departemen Pertambangan dan Energi RI, 1997. Konersman, Rainer, Christiane Kuhl dan Jorg Ludwig. 2009. On The Risk of Transporting Liquid and Gaseous Fuels in Pipelines, BAM Federal Institute for Material Research and Testing: Berlin. Muhlbauer, W. Kent. 2004. Pipeline Risk Management Manual: Ideas, Techniques, and Resources. Ed 3. Burlington: Elsevier. National Transportation Safety Board. 2013. Pipeline Accident Reports, www.ntsb.gov (7 Maret 2013, 17.11 WIB) NEB. 2009. Focus on Safety and Environment: A Comparative Analysis of Pipeline Performance 2000 2007, National Energy Board: Calgary, Canada. Nwosu, H.U. dan M.I. Enyiche. 2011. Risk Analysis Methods for Pipelines in Niger Delta, Journal of Innovative Research in Engineering and Science: 2011. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa. Jakarta, 2009. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: 2001. PHMSA. 2013. Serious Pipeline Incidents, US Department of Transportation, 2013. Pramono, Wishnu Arief. 2012. HAZOP, www.wishnuap.com (15 April 2013, 10.27 WIB) Putra, Rizqy Chandra Eka. Analisis Risiko Pipa Gas 12 PT. Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2012, Skripsi: FKM UI, Depok. Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat. Sucofindo. 2011. Laporan Resertifikasi Pipeline SP. PDTI ke SP. Tambun (6 ) Sepanjang 9300 m PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun, Jakarta: PT Sucofindo. Sugian, Syahu. 2006. Kamus Manajemen Mutu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. William, Goldfeder. 2008. Gas Leak and Explosion, www.proquest.com (6 Maret 2013, 15.26 WIB). 18