BAB IV RUANG KOTA JALAN TEBET UTARA DALAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KRITERIA PERUMAHAN DI PERKOTAAN

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. menjadikan Kota Semarang sebagai pusat segala aktifitas dan interaksi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab VI Simulasi Rancangan Kawasan TOD Dukuh Atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

UKDW. UU Reepublik Indonesia no.40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB VI DATA DAN ANALISIS

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

BAB III: DATA DAN ANALISA

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi kota dan urbanisasi serta globalisasi

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR


BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PULO CANGKIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

BAB II TRUTHS. bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan bahwa arsitektur

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

PENENTUAN PRIORITAS PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PASAR BATIK SETONO SEBAGAI OBJEK WISATA BELANJA DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Transkripsi:

BAB IV RUANG KOTA JALAN TEBET UTARA DALAM Perkembangan dan peningkatan laju pertumbuhan penduduk kota akan membawa dampak besar bagi ruang urban suatu kota. Peluang ekonomi dan perkembangan infrastruktur kota Jakarta mempengaruhi ruang-ruang kota yang memiliki lokasi dan aksesibilitas yang baik. Kawasan Tebet dirancang sebagai ruang hunian dengan akses yang baik dan terletak antara jaringan transportasi utama kota Jakarta. Perancangan lingkungan hunian Tebet tersusun atas ruang hunian dengan sarana penunjang, serta ruang hijau yang diletakkan di pusat komunitas Tebet. Perkembangan lingkungan hunian Tebet juga dipengaruhi oleh adanya jalan Casablanca. Mengingat skala perubahan yang diakibatkan oleh jalan Casablanca cukup besar, maka proses perkembangan kawasan Tebet mendapat pengaruh yang cukup besar pula, termasuk dalam hal wujud fisik, spasial, hubungan ruang dan bentuk ruang kota. Untuk melihat perubahan dalam analisis ini, saya melihat dari perkembangan keberadaan hunian Tebet dalam skala kota Jakarta. Dari studi perkembangan hunian Tebet, melalui peta saya dapat memahami bagaimana karakter ruang hunian Tebet pada awalnya; dan membandingkan karakter ruang hunian Tebet setelah adanya jalan Casablanca. Perubahan terjadi bukan hanya pada wujud fisik dan pola spasial, tetapi juga pada kegiatan. Jalan Tebet Utara Dalam memiliki perkembangan yang berbeda dengan penggal jalan lain yang ada di kawasan Tebet. 4. 1. Perkembangan Skala Makro di Sekitar Kawasan Tebet Semenjak Jakarta diresmikan sebagai ibu kota Jakarta, terdapat perencanaan area hunian di beberapa kawasan; dan salah satunya di Tebet. Hunian di Tebet dirancang bersamaan dengan perancangan jalur utama kota Jakarta yaitu jalan Gatot Subroto (Majalah Komunitas Tebet, 2005). Mengacu pada Masterplan Kota Jakarta tahun 1960, terdapat rencana perbaikan kawasan oleh pemerintah kota. Langkah ini diterapkan pada kawasan prioritas pada saat itu, yaitu Rawamangun, Pasar Minggu, Tebet, Polonia Dalam, Slipi, Tomang, Cempaka Putih, Pluit, Rawasari, Sunter, Karet Kuningan dan Petamburan. 4-1 Universitas Indonesia

Gambar. 4.1.1. Jalur eksisting perencanaan lingkungan hunian Tebet. Tahun 1960-an Pada awalnya, perancangan kota Jakarta tersusun atas pembentukan jalur-jalur utama, dan pertumbuhan permukiman terjadi disekitar jalur tersebut. Sebelum lingkungan hunian Tebet direncanakan, terdapat beberapa jalur yang mendukung perencanaan tersebut, yaitu akses Pasar Minggu Menteng, dan akses Bogor Kemayoran. Setelah dilakukan perbaikan kawasan; dengan mengacu pada infrastruktur yang sudah terbentuk sebagai aksesibilitas kawasan prioritas, Pemerintah merencanakan pembagian zoning dengan konsep inner-city residential, salah satunya di Kebayoran Baru, Tebet dan Pulo Mas (Silver, 2008). Sebagaimana pendekatan pemerintah kota pada saat itu, karena Tebet dirancang dengan prosentase sarana penunjang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penghuninya. Demikian juga sarana-sarana lainnya yang menunjang kenyamanan lingkungan hunian Tebet. Pada perancangan awal lingkungan hunian Tebet, semua sarana diletakkan pada pusat lingkungan hunian. Tetapi dengan semakin berkembangnya kawasan Tebet, sarana penunjang diletakkan pada masing-masing sub lingkungan. Berdasarkan RRTRW Kecamatan 2004, Wilayah bagian kecamatan Tebet terbagi atas beberapa kelurahan, antara lain : Kelurahan 4-2 Universitas Indonesia

Menteng Dalam, Tebet Barat, Tebet Timur, Kebon Baru, Bukit Duri, Manggarai Selatan dan Manggarai. Masing-masing kelurahan memiliki beberapa area untuk lokasi sarana penunjang (lihat gambar. 4.1.2) Sarana penunjang kesehatan dan keamanan bertujuan untuk menjamin kenyamanan penghuni perumahan. Berdasarkan standar sarana penunjang di Indonesia, sarana tersebut antara lain berupa fasilitas lapangan olahraga, taman atau ruang terbuka, serta bangunan fasilitas umum yang berupa tempat ibadah, kompleks sekolah, klinik dan sarana belanja (Standar Nasional Indonesia, 2004). Keberadaan sarana-sarana tersebut mempengaruhi interaksi yang ada pada perumahan tersebut. Gambar. 4.1.2. Posisi Sarana penunjang lingkungan Tebet tahun 1980 1990. Dari gambar diatas terlihat, bahwa lokasi pusat-pusat kegiatan berada di tengahtengah, pada masing-masing sub lingkungan kawasan Tebet. Oleh sebab itu interaksi sosial penghuni cenderung hanya berorientasi di masing-masing sub lingkungan. Tidak ada interaksi antar sub lingkungan satu dengan yang lain. Tetapi pada saat terjadi peningkatan interaksi kegiatan di sepanjang jalur jalan penghubung, sarana penunjang yang ada di pusat akan ditinggalkan dan jalur-jalur penghubung kemudian berkembang menjadi jalur non-hunian. 4-3 Universitas Indonesia

Gambar. 4.1.3. Perkembangan jalur-jalur utama sarana penunjang lingkungan Tebet 1989 Di lingkungan hunian Tebet, awalnya interaksi dan kegiatannya lebih banyak berlangsung di pasar. Setelah interaksi dan kegiatan semakin berkembang; bangunan di sepanjang jalan akan berubah fungsi. Perubahan fungsi tidak hanya terjadi di jalur-jalur tersebut, tetapi juga terjadi di beberapa jalur penghubung lainnya. Terjadinya perubahan fungsi di jalur-jalur penghubung Tebet salah satunya dipicu oleh dibukanya jalan Casablanca pada tahun 1997. Pertengahan tahun 1997, kawasan Tebet semakin berkembang seiring dengan ramainya lalu lintas jalan Casablanca. Nilai lahan juga semakin meningkat dikarenakan potensi lokasi dan akses dari jalan Casablanca. Selain mempengaruhi potensi lokasi, keberadaan jalan Casablanca juga memberikan akses pencapaian baru bagi lingkungan hunian Tebet. Tetapi terdapat dampak negatif dalam kasus ini. Dengan terbukanya akses baru, lingkungan hunian Tebet seringkali digunakan sebagai jalur alternatif dari Casablanca ke jalan Gatot Subroto dan 4-4 Universitas Indonesia

jalan Supomo. Terbukanya akses tersebut secara perlahan juga mempengaruhi perkembangan jalur-jalur alternatif tersebut. Dengan nilai lahan yang semakin meningkat, sarana penunjang pada lingkungan hunian Tebet semakin meluas dan semakin banyak jalur hunian yang berubah fungsi menjadi jalur komersial (lihat gambar. 4.1.4). Gambar. 4.1.4. Peranan jalur penghubung dalam kawasan hunian Tebet Dari gambar diatas dapat dilihat, dengan adanya jalan Casablanca, terdapat beberapa jalur yang mendapat pengaruh. Masing-masing jalan memiliki pengaruh yang berbeda-beda (lihat gambar. 4.1.5). 4-5 Universitas Indonesia

Gambar. 4.1.5. Perkembangan jalur penghubung di kelurahan Tebet Timur Jika dilihat pada gambar, terlihat bahwa jalan Tebet Utara Dalam memiliki pemicu yang berbeda. Pada jalan Tebet Barat Dalam (1), perkembangan kegiatan komersial dipengaruhi oleh pasar dan perkantoran yang ada di jalan Gatot Subroto. Oleh sebab itu kegiatan komersial yang terbentuk didominasi oleh kantor, bank dan toko-toko lain yang 4-6 Universitas Indonesia

menunjang keberadaan pasar. Kantor dan toko-toko membutuhkan ruang dan kapasitas parkir yang cukup besar, sehingga seringkali terbentuk deretan bangunan ruko dengan memanfaatkan area setback sebagai tempat parkir. Gambar. 4.1.6. Bangunan komersial yang muncul di jalan Tebet Barat Dalam. Sama halnya dengan jalan Tebet Barat Dalam, perkembangan Tebet Timur Dalam (2) juga dipengaruhi oleh pasar Tebet Timur. Begitu juga dengan pembentukan bangunannya yaitu menjadi bentuk ruko atau rukan. Selain itu di sepanjang jalan Tebet Barat Dalam dan Tebet Timur Dalam perubahan fungsi bangunan terjadi secara berkelompok di beberapa penggal jalan (perubahan fungsi tidak terjadi di sepanjang jalan), sehingga umumnya pengunjung datang dengan menggunakan kendaraan atau tidak dengan cara berjalan kaki. Di jalan Tebet Raya, perkembangannya dipengaruhi oleh akses jalan Supomo dan stasiun Tebet, sehingga jalan ini menjadi jalur utama angkutan umum. Karena jalan ini mendapat pengaruh dari perkantoran di jalan Supomo, sebagian besar bangunan di sepanjang jalan Tebet Raya berubah menjadi ruko atau rukan. Tetapi yang menjadi perbedaan, hampir keseluruhan bangunan di jalan Tebet Raya telah berubah fungsi menjadi bangunan komersial. Menurut Rencana Rinci Tata Ruang Kecamatan Tebet, jalan Tebet Barat Dalam, Tebet Timur Dalam dan Tebet Raya, direncanakan dengan tujuan mengintegrasikan fungsi-fungsi yang ada melalui peningkatan kualitas ruang hunian dan komersial kota. 4-7 Universitas Indonesia

Penataan yang diterapkan pemerintah dilakukan dalam bentuk penerapan garis sempadan bangunan dan intensitas bangunan. Sedangkan fenomena yang terjadi di jalan Tebet Utara Dalam berbeda dengan perkembangan jalan-jalan lainnya di Tebet. Jalan Tebet Utara Dalam dipengaruhi oleh sekolah dan perkantoran yang ada di jalan Casablanca. Kegiatan yang berlangsung di jalan Tebet Utara Dalam juga berbeda dengan jalan lainnya. Gambar. 4.1.7. Suasana jalan Tebet Barat Dalam. Awalnya jalan Tebet Utara Dalam mulai berubah karena terpengaruh oleh kegiatan siswa-siswi SMP yang menghabiskan waktunya sepulang sekolah. Pada saat ini sebagian besar fungsi bangunan yang terbentuk merupakan tempat makan dan toko untuk kaum muda. Walaupun pengunjung Tebet Utara Dalam bukan terbatas hanya kalangan remaja, tetapi citra ruang jalan Tebet Utara Dalam sebagai tempat anak muda sudah terbentuk. Lokasi strategis di pusat kota telah menjadikan perkembangan di lingkungan hunian Tebet mendapat banyak pengaruh salah satunya pertumbuhan infrastruktur. Sebagaimana pernyataan Chapin dan Edward (1985) perkembangan kota dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu pertumbuhan penduduk kota, jaringan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. Hal inilah yang terjadi di kawasan Tebet. Gallion (1992) melihat bahwa jalan merupakan elemen penting dalam perkembangan kota. Di lingkungan hunian Tebet, terlihat proses perkembangannya setelah jalan Casablanca dibuka, jalur-jalur utama lingkungan hunian Tebet segera berubah fungsi. Dengan semakin beragamnya kegiatan yang ada di lingkungan hunian Tebet, 4-8 Universitas Indonesia

perubahan bentuk lingkungan hunian Tebet semakin terlihat. Bukan hanya pada fungsi dan kegiatannya, tetapi juga pada perubahan elemen fisik bangunan dan kualitas ruang kotanya. Fenomena tersebut sesuai dengan pernyataan Jane Jacobs (1961) bahwa kegiatan berkota akan selalu berkembang seiring dengan adanya keragaman fungsi kegiatan dan diperkuat kembali dengan pernyataan Gallion (1992) bahwa bentuk fisik kota seringkali dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian serta faktor sosial dan kekuatan politik masyarakat yang beraktifitas di lingkungan tersebut. 4. 2. Pengaruh Perkembangan Makro terhadap Jalan Tebet Utara Dalam Jalan Tebet Utara Dalam merupakan salah satu jalan yang mendapat pengaruh dari jalan Casablanca. Jika pada jalur penghubung lain di lingkungan Tebet; perubahan fungsinya diawali dengan kegiatan di pasar, perkembangan jalan Tebet Utara Dalam akan berbeda. Perkembangan yang diawali dengan kegiatan pasar akan mempengaruhi fungsifungsi yang tumbuh disekitarnya, antara lain: Bank, Tempat Makan dan Pertokoan. Sedangkan perkembangan di jalan Tebet Utara Dalam diawali dengan keberadaan sekolah SMP 115. Jika dilihat faktanya, perkembangan yang terjadi di jalan Tebet Utara Dalam lebih pada kegiatan berkumpul, makan, berbelanja dan bersosialisasi. Fenomena tersebut yang saya gunakan sebagai titik tolak untuk meneliti, mengapa di jalan tersebut terjadi kegiatan dengan karakter tempat leisure dan tempat berkumpul yang kuat, serta bagaimana kegiatan yang ada berpengaruh terhadap kondisi elemen fisik yang ada di jalan Tebet Utara Dalam. Akses dan Lokasi Jalan Tebet Utara Dalam Jalan Tebet Utara Dalam merupakan salah satu jalan lingkungan hunian yang sebagian besar bangunan huniannya telah beralih fungsi menjadi komersial. Perubahan tersebut dipicu oleh adanya lokasi jalan Tebet Utara Dalam yang memiliki aksesibilitas cukup baik (lihat gambar. 4.2.1). 4-9 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.1. Pemicu perkembangan jalan Tebet Utara Dalam Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa perubahan yang terdapat di jalan Tebet Utara Dalam dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu berkembangnya fungsi komersial di sepanjang jalan Casablanca, keberadaan SMP Negeri 115, dan stasiun Tebet, serta akses-akses lain yang menghubungkan hunian Tebet dengan jalan Casablanca dan jalan Gatot Subroto. Gambar. 4.2.2. Akses dan Pencapaian jalan Tebet Utara Dalam Dari sisi pencapaian dalam skala kota, berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa jalan Tebet Utara Dalam dapat diakses dari berbagai arah, antara 4-10 Universitas Indonesia

lain dari area Kuningan (Rasuna Said), Senayan, Kampung Melayu, Pancoran, dan Pasar Minggu. Dari dua analisis keberadaan jalan Tebet Utara Dalam diatas, saya menyimpulkan bahwa lokasi, akses dan pencapaian jalan Tebet Utara Dalam, baik dalam skala lingkungan dan skala kota Jakarta sangat mempengaruhi perkembangan jalan tersebut. Gambar dibahah ini menunjukkan bahwa pencapaian antara stasiun, sekolah dan fungsi-fungsi komersial yang ada di jalan Casablanca masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki; yaitu dengan jarak maksimal pencapaian 400 meter dan waktu tempuh 5 menit dengan berjalan kaki. Gambar. 4.2.3. Jarak pencapaian dan waktu tempuh Jalan Tebet Utara Dalam Sedangkan dari skala kota; dengan pencapaian yang mudah dampak yang terjadi pada perkembangan jalan Tebet Utara Dalam bukan hanya pada perubahan fungsi bangunan, tetapi juga pada skala pelayanannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa trayek transportasi umum yang melintas di jalan Tebet Utara Dalam. 4-11 Universitas Indonesia

Perkembangan jalan Tebet Utara Dalam, khususnya perubahan ruang hunian menjadi ruang bukan hunian ini berlangsung dalam beberapa tahap. Berdasarkan wawancara dengan penghuni lama, fungsi bangunan di Tebet Utara Dalam mulai berubah pada tahun 1997, semenjak dibukanya jalan Casablanca dan sejak SMP Negeri 115 menjadi sekolah favorit dan unggulan terbaik di Jakarta. Gambar. 4.2.4. Perkembangan Jalan Tebet Utara Dalam Tahap I Setelah tahun 1997, jalan Casablanca telah menjadi jalur arteri, sehingga intensitas kendaraan yang melalui jalan Tebet Utara juga semakin meningkat. Bangunan Bank dan jasa internet di depan SMP 115 mulai melengkapi diri dengan cafe dan salon serta mengubah nama bangunannya menjadi Griya D ros. Semenjak adanya bangunan Griya D ros, semakin banyak orang tua murid atau tamu sekolah yang mengunjungi bangunan tersebut. 4-12 Universitas Indonesia

Tahap II Setelah tahun 2000, dipicu oleh krisis ekonomi; sebagian bangunan yang ada di jalan Tebet Utara Dalam berubah fungsi menjadi kantor. Bukan hanya jalan Tebet Utara Dalam, di jalan Tebet Raya juga sudah mulai banyak bangunan hunian yang digunakan sebagai kantor. Intensitas jalan Casablanca semakin meningkat, sehingga memicu masuknya beberapa trayek transportasi umum ke jalan tersebut. Tahap III Sekitar tahun 2004, terjadi tren ekonomi baru seperti tumbuhnya distribution outlet dan cafe corner. Hal tersebut juga terjadi di Tebet yaitu di jalan Tebet Utara Dalam. Semakin hari kegiatan tersebut semakin meningkat dan mulai muncul berbagai jenis tempat makan, salon, dan sebagainya. Fungsi-fungsi tersebut berkembang dengan skala pelayanan lebih luas, bukan hanya untuk siswa/siswi sekolah disekitarnya ataupun penghuni di Tebet, tetapi telah meluas menjadi skala kota. Menurut Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Tebet, kawasan Tebet memiliki potensi lokasi yang strategis karena keberadaanya pada pusat jasa dan perkantoran. Gambar. 4.2.5. Keberadaan jalan Casablanca terhadap hunian Tebet Sedangkan berdasarkan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Tebet, kawasan Tebet memiliki potensi lokasi yang strategis karena keberadaanya pada pusat jasa dan perkantoran Jl. Gatot Subroto, Jl. Prof. Dr. Supomo, Jl. 4-13 Universitas Indonesia

Dr.Saharjo, dan Jl. Casablanca. Peruntukan lahan di Tebet, khususnya Tebet Utara Dalam masih sebagai hunian. Namun dalam RTRW 2010 belum ada tanggapan pemerintah terhadap fenomena yang ada di jalan Tebet Utara Dalam. Dengan lokasi dan akses yang baik, jalan Tebet Utara Dalam masih belum mendapatkan penanganan dalam penataan intensitas pemanfaatan lahan dan bangunannya. Dari analisis lokasi saya menyimpulkan bahwa jalan Tebet Utara Dalam sudah tidak lagi menunjukkan ciri-ciri sebagai kawasan hunian. Kondisi jalan Tebet Utara Dalam saat ini cenderung menunjukkan karakter sebagai shopping street yang ditandai oleh kemudahan dan pencapaian, keterbukaan, keragaman kegiatan dan ruang kota yang mendukung kenyamanan berbelanja. Dari sisi positif saya melihat bahwa keragaman kegiatan yang terjadi dapat menghidupkan kawasan, tetapi skala pelayanan yang semakin meluas menjadikan kawasan jalan Tebet Utara Dalam memiliki berbagai masalah, seperti yang akan saya bahas dalam uraian-uraian berikut. 4. 3. Perubahan Fungsi dan Kegiatan di Jalan Tebet Utara Dalam Perubahan bentuk lingkungan tidak lepas dari pendukung kegiatan (activity support) karena adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang kawasan dengan seluruh kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang yang menunjang keberadaan ruang-ruang umum. Keragaman kegiatan yang terjadi akan mempengaruhi elemen fisik dan karakter ruang kota. Sebelum saya membahas mengenai perubahan yang terjadi pada keragaman kegiatan dan elemen fisik, saya akan menjabarkan pemetaan dari kondisi eksisting fungsi bangunan, dan intensitas kegiatan manusia dan kendaraan yang terjadi di jalan Tebet Utara Dalam (lihat gambar. 4.2.6). 4-14 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.6. Fungsi bangunan eksisting (2009) Fungsi bangunan di jalan Tebet Utara Dalam sangat beragam, antara lain : toko, distribution outlet, butik, salon, klinik kecantikan, restoran, cafe, kantor, dan sebagainya. Dengan beragamnya fungsi bangunan bukan hunian yang berlangsung di jalan tersebut, maka alur kegiatan dan intensitas pengguna jalan akan meningkat. Peningkatan alur kegiatan akan merubah streetlife ruang hunian menjadi streetlife ruang non-hunian. Perubahan streetlife akan membawa dampak bagi elemen fisiknya (lihat gambar. 4.2.7). 4-15 Universitas Indonesia

SKEMATIK POTONGAN JALAN TEBET UTARA DALAM SISI KANAN MONTAGE FOTO JALAN TEBET UTARA DALAM SISI KANAN SKEMATIK POTONGAN JALAN SISI KIRI MONTAGE FOTO JALAN TEBET UTARA DALAM SISI KIRI Keterangan : Gambar. 4.2.7. Keragaman fungsi kegiatan 4-16 Universitas Indonesia

Peningkatan keragaman dan intensitas kegiatan yang berlangsung di jalan Tebet Utara Dalam mendorong terjadinya perubahan fungsi bangunan dan peningkatan intensitas bangunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chapin dan Edward (1985) bahwa perkembangan kota akan membawa tiga dampak besar yaitu perubahan fungsi lahan, peningkatan intensitas bangunan dan perluasan batas kawasan kota. Saya mengamati bahwa pelaku kegiatan di jalan Tebet Utara Dalam dibedakan atas: 1. Tempat Makan Ada tiga pelaku utama yang berperan dalam kegiatan ini, yaitu: a. Pengunjung Pada hari kerja sebagian besar pengunjung berasal dari kantor, hunian, ataupun sekolah yang ada di sekitar jalan Tebet Utara Dalam. Sedangkan pada hari Minggu dan hari libur, sebagian besar pengunjung bukan berasal dari sekitar jalan Tebet Utara Dalam melainkan dari daerah lain. b. Pemilik Pemilik tempat makan sebagian besar merupakan penghuni dari jalan Tebet Utara. Tetapi ada juga yang bukan penghuni kawasan Tebet, seperti halnya tempat makan dengan sistem franchise, pemilik tidak tinggal di jalan tersebut. c. Karyawan Sebagian besar karyawan yang tinggal di sekitar area Tebet, antara lain: Kampung Melayu, Karet, Setiabudi, Cipinang, dan sebagainya. Tetapi pada sebagian tempat makan, karyawan diperbolehkan menempati bangunannya untuk tinggal sementara. 2. Toko atau Distribution Outlet Ada tiga pelaku utama yang berperan dalam kegiatan ini, yaitu: a. Pengunjung Pada hari kerja, sebagian besar pengunjung berasal dari hunian ataupun sekolah yang ada di sekitar jalan Tebet Utara Dalam. Pada akhir hari Minggu dan hari libur, sebagian besar pengunjungnya bukan berasal dari sekitar jalan Tebet Utara Dalam, melainkan dari daerah lain. 4-17 Universitas Indonesia

b. Pemilik Sebagian besar pemilik toko tidak tinggal di jalan Tebet Utara Dalam lagi. Pemilik toko atau distribution outlet hanya datang setiap harinya. c. Karyawan Sebagian besar karyawan toko diperbolehkan menempati bangunannya untuk tinggal sementara. Sedangkan asal dari karyawan bukan dari area sekitar Tebet. 3. Butik, Salon dan Klinik Kecantikan Sama halnya seperti kegiatan tempat makan dan distribution outlet, ada tiga pelaku kegiatan ini, yaitu: a. Pengunjung Pada hari kerja, sebagian besar pengunjung berasal dari hunian ataupun sekolah yang ada di sekitar jalan Tebet Utara Dalam. Sedangkan pada akhir hari Minggu dan hari libur, sebagian besar pengunjungnya bukan berasal dari sekitar jalan Tebet Utara Dalam, melainkan dari daerah lain. b. Pemilik Pemilik butik/klinik/salon sebagian besar merupakan penghuni dari jalan Tebet Utara. c. Karyawan Pada sebagian butik/klinik, karyawan diperkenankan menempati bangunannya untuk tinggal sementara di bangunan tersebut. 4. Kantor Kegiatan ini hanya memiliki dua pelaku kegiatan, yaitu: pemilik dan karyawan. Pelaku tersebut tidak tinggal di jalan Tebet Utara Dalam, melainkan datang dari kawasan lain. 5. Kegiatan Umum Kegiatan ini merupakan kegiatan yang pelakunya, antara lain: satpam, juru parkir dan petugas kebersihan kota yang berasal dari perkampungan di sekitar Tebet, juga sektor informal yang berasal dari daerah sekitar Tebet dan mulai hadir ketika perkembangan kegiatan bukan hunian mulai berkembang. 4-18 Universitas Indonesia

Kegiatan dan ruang-ruang umum merupakan hal yang saling mengisi dan melengkapi. Adanya perubahan fungsi hunian menjadi fungsi komersial di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam menumbuhkan berbagai kegiatan pendukung. Untuk mempermudah analisis, saya mengelompokkan kegiatan-kegiatan berdasarkan fungsi bangunannya dalam bentuk tabel yang dibagi atas gabungan tempat makan dan tempat belanja. Untuk fungsi kantor dan salon tidak saya rinci karena fungsi ini tidak terlalu banyak melibatkan pengunjung. Tempat makan yang bergabung dengan fungsi hunian. Waktu kegiatan Kegiatan Hunian Kegiatan Makan / Bersosialisasi Pengguna Pagi Berangkat menuju Bongkar muat Penghuni aktivitas diluar barang Pegawai rumah. Pegawai kegiatan bukan hunian datang dan mulai bekerja. Siang - Pegawai bekerja. Pegawai Pengunjung datang Pengunjung untuk makan. Dominasi Pengguna Malam Pulang dari aktivitas diluar rumah. Pegawai menyelesaikan pekerjaannya dan pulang. Pegawai Pengunjung Penghuni 4-19 Universitas Indonesia

Tempat makan yang bergabung dengan fungsi bukan hunian(toko) Waktu kegiatan Kegiatan Bukan Hunian (toko / butik) Kegiatan Makan / Bersosialisasi Pelaku Pagi Bongkar muat Bongkar muat Pegawai barang barang Pegawai kegiatan Pegawai kegiatan bukan hunian datang bukan hunian datang dan mulai bekerja. dan mulai bekerja. Siang Pegawai bekerja. Pegawai bekerja. Pegawai Pengunjung datang Pengunjung datang Pengunjung untuk belanja. untuk makan. Malam Pegawai Pegawai Pegawai menyelesaikan menyelesaikan Pengunjung pekerjaannya dan pekerjaannya dan pulang. pulang. Dominasi Pengguna Dari identifikasi kegiatan utama yang berlangsung pada fungsi-fungsi tempat makan, saya melihat adanya penggabungan beberapa kegiatan dalam waktu yang sama. Dengan adanya kegiatan non-hunian, maka terjadi kepadatan aktivitas pada waktuwaktu tertentu, yaitu pada saat penghuni Tebet Utara Dalam kembali ke rumah yang bersamaan waktunya dengan kegiatan pengunjung di tempat makan. Pada malam hari, kegiatan hunian akan kembali terganggu dengan ramainya kegiatan di tempat makan, khususnya pada akhir minggu. 4-20 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.8. Dominasi asal pengguna jalan Tebet Utara Dalam Gambar. 4.2.8. menunjukkan bahwa skala pelayanan kegiatan di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam sudah sampai taraf skala kota. Akibatnya pelaku kegiatan sudah melibatkan sektor informal seperti juru parkir dan petugas kebersihan kota. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dengan Bromley (1999) bahwa peluang ekonomi kota akan meningkatkan jumlah pelaku di suatu tempat. Di Tebet Utara Dalam dengan adanya perubahan fungsi hunian menjadi shopping street, maka jenis dan intensitas pelaku yang terlibat di berbagai kegiatannya cenderung meningkat, dan mempengaruhi skala jangkauan lingkungan shopping street tersebut. Keragaman kegiatan dan peningkatan jenis pelaku dapat memberi peluang bagi terbentuknya sense of place dari suatu kawasan (Carmona 2003). Hal ini juga berlaku pada jalan Tebet Utara Dalam. Beragamnya fungsi yang ada di suatu jalan, akan mempengaruhi pengalaman seseorang dalam menghayati ruang kota yang ada. 4-21 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.9. Kondisi Ruang Jalan di jalan Tebet Utara Dalam 4-22 Universitas Indonesia

Pada dasarnya dari kondisi fisik, terlihat perubahan fungsi bangunan hunian menjadi fungsi non-hunian mempengaruhi ruang-ruang kota atau ruang antara bangunan. Di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam, kegiatan tambahan yang bersifat bukan kegiatan hunian mulai bermunculan di masing-masing area setback bangunan hunian. Sebagian besar fungsi yang menempati area setback merupakan fungsi tempat makan atau café. Selain itu banyak toko, butik, salon dan kantor yang bermunculan sehingga merubah tampilan bangunan di jalan Tebet Utara Dalam. Perubahan yang terjadi pada bentuk bangunan toko adalah adanya kecenderungan untuk menggunakan setback sebagai area parkir. Sedangkan pada cafe atau tempat makan yang menggunakan setback sebagai perluasan areanya, maka kapasitas parkir berkurang, dan akhirnya terjadilah on street parking. Selain itu, dengan adanya keragaman kegiatan yang terjadi, banyak PKL yang berdatangan untuk mengisi ruangruang kosong yang ada di area setback area toko ataupun jalur pedestrian. Untuk penjelasan kondisi elemen fisik yang mempengaruhi ruang kota pada tata bangunan, kualitas lingkungan dan intensitas pemanfaatan lahan akan dijabarkan pada pembahasan berikut. 4. 4. Perubahan Tata Bangunan di jalan Tebet Utara Dalam Dalam suatu lingkungan, skala ruang dan tampilan bangunannya akan membentuk ruang kota dan memberi kenyamanan bagi kegiatan yang berlangsung. Di jalan Tebet Utara Dalam integrasi kegiatan-kegiatan memberi dampak bagi keragaman bentuk dan tampilan bangunan. Analisis berikut mengungkap perubahan apa yang terjadi pada bentuk dan tampilan bangunan akibat adanya perkembangan kegiatan dan fisik kawasan Tebet. 4. 4. 1. Bentuk Bangunan Pada awalnya bentuk bangunan di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam merupakan bentuk bangunan hunian. Berdasarkan klasifikasi bentuk fisiknya, bangunan hunian terbagi atas tiga jenis, yaitu bangunan tunggal, bangunan deret dan bangunan kopel. Seperti telah dibahas di bab 2, selain klasifikasi fisik terdapat klasifikasi peruntukan hunian di Jakarta yang mengarahkan bentuk kegiatan apa saja yang diperbolehkan di dalam hunian tersebut. 4-23 Universitas Indonesia

Di jalan Tebet Utara Dalam, sebagian besar bentuk bangunan rumah tinggal yang ada adalah jenis WSD - wisma sedang. Dalam wisma sedang, kegiatan tambahan hanya diperbolehkan dilakukan di dalam bangunan. Kegiatan tambahan merupakan kegiatan bukan hunian yang dilakukan oleh penghuni, dalam lingkungan perumahan. Dalam peraturan bangunan, kegiatan tambahan seringkali ditujukan untuk melengkapi kebutuhan penghuni sekitar dan memberikan penghasilan tambahan bagi penghuni yang melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan tambahan yang bersifat komersial tidak disarankan. Sedangkan dari fisik bangunannya, sebagian besar bangunan yang ada di Tebet Utara Dalam merupakan bangunan rumah deret. Chiara (1984) menyebutkan karateristik rumah deret sebagai berikut: Bangunan tunggal yang berdiri sendiri dan menempel dengan bangunan sampingnya. Bangunan tipe ini tidak memiliki jarak dengan bangunan disampingnya, tetapi masih memiliki jarak dengan jalan umum di depan bangunan. Luas persil dalam rentang 180m2 hingga > 600m2 Umumnya memiliki KDB kurang dari 50% Tinggi maksimum 12 meter. Jumlah lantai maksimum 2 lantai Memiliki halaman pada sisi depan dan belakang bangunannya. Dengan adanya perubahan kegiatan hunian menjadi kegiatan komersial yang berlangsung di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam, bentuk bangunan juga mengalami perubahan. 4-24 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.10. Perubahan bentuk bangunan di Tebet Utara Dalam Perubahan bentuk bangunan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas, yaitu: 1) Perubahan secara menyeluruh (K I) Perubahan secara menyeluruh yang dimaksud adalah bangunan rumah tinggal yang ada mengalami pembongkaran total dan dibangun kembali menjadi beberapa tipe bangunan komersial, seperti ruko atau rukan ataupun bentuk 4-25 Universitas Indonesia

bangunan komersial lainnya. Seringkali perubahan secara meyeluruh bukan hanya pada bentuk bangunannya saja, tetapi juga dalam pembagian atau pembelahan kavling. Umumnya fungsi yang berubah secara menyeluruh, khususnya perubahan ke bentuk ruko adalah fungsi kantor, atau fungsi-fungsi lain yang memiliki dua penggabungan kegiatan. 2) Perubahan pada sebagian lahan hunian ( K II) Perubahan pada sebagian lahan hunian yang dimaksud adalah adanya perubahan bentuk bangunan pada sebagian lahan hunian, misalnya pada bagian garasi, carport, ruang depan hunian yang sebagian besar digunakan sebagai nonhunian. Umumnya fungsi hunian yang berubah hanya pada bagian depan adalah fungsi cafe atau tempat makan. Hal tersebut dikarenakan tempat makan atau cafe membutuhkan ruang luar yang menyatu dengan streetscape atau zona publik sehingga pengunjungnya akan tertarik untuk datang dan bergabung. 3) Perubahan pada tampilan wajah bangunan.(k III) Perubahan pada tampilan wajah bangunan yang dimaksud adalah adanya perubahan hanya pada tampilan bangunan. Sedangkan bentuk bangunannya masih mengikuti bentuk rumah tinggal pada awalnya. Umumnya fungsi yang berubah secara pada tampilan bangunannya merupakan fungsi non-hunian berupa toko dan butik distribution outlet. Hal terebut dikarenakan toko seringkali membutuhkan tampilan yang berbeda untuk menarik perhatian pengunjung. Dari analisis yang dilakukan, saya menyimpulkan bahwa ada kecenderungan perubahan kegiatan yang berlangsung akan mempengaruhi perkembangan kebutuhan ruang dan perubahan bentuk bangunan, yaitu : a. Kegiatan makan dan bersosialisasi, membutuhkan ruang dengan suasana nyaman dan lebih terbuka; sehingga bentuk bangunan dengan fungsi tempat makan seringkali hanya memperluas area tempat makannya hingga di teras bangunan, bahkan pada area setback. b. Kegiatan bekerja (kantor), membutuhkan pertumbuhan luasan ruang yang cukup besar, dengan kebutuhan ruang parkir yang cukup; sehingga bentuk bangunan dengan fungsi kantor cenderung menjadi bentuk rumah kantor dan rumah toko. 4-26 Universitas Indonesia

c. Kegiatan berbelanja (butik/toko/distribution outlet), membutuhkan tampilan bangunan yang menarik perhatian pengunjung, dan kebutuhan ruang parkir yang cukup; sehingga bentuk bangunan dengan fungsi tempat berbelanja seringkali tidak merubah bentuknya melainkan hanya merubah tampilan bangunannya. Selain itu, perubahan juga terjadi dalam bentuk pemecahan kavling yang mempengaruhi lebar bangunan. Pada saat bangunan masih menjadi hunian, lebar bangunan cenderung lebih besar. Sedangkan pada saat bangunan menjadi fungsi non-hunian, bangunan asal seringkali dipecah atau dibagi menjadi beberapa bagian, sehingga lebar bangunan menjadi lebih ramping. Dijalan Tebet Utara Dalam terjadi beberapa jenis perubahan kavling. Kavling non-hunian dengan lebar lebih dari 20 meter, cenderung dipecah menjadi beberapa bangunan (P2). Sedangkan pada beberapa toko, kavling bangunan tidak berubah, tetapi berupa pembagian fungsi dan kegiatan dalam bangunan yang sama (P3). Ada juga kasus penggabungan dua atau lebih lahan hunian menjadi satu bangunan dengan satu kavling (P1). Hanya sedikit bangunan hunian yang masih mempertahankan kavling dan kegiatannya (P4) (Lihat gambar. 4.2.11). 4-27 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.11. Bentuk pemecahan kavling eksisting Untuk menelaah keseluruhan komposisi bangunan di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam, dapat dilihat pada gambar berikut: 4-28 Universitas Indonesia

POLA PERUBAHAN KAVLING DI JALAN TEBET UTARA DALAM Sisi Barat Sisi Timur Keterangan : P1 : Penggabungan Kavling P2 : Pemecahan Kavling P3 : Penambahan fungsi kegiatan P4 : Tidak ada perubahan Gambar. 4.2.12. Bentuk pembelahan kavling eksisting 4-29 Universitas Indonesia

4. 4. 2. Tampilan Bangunan (Frontage) Perubahan fungsi bangunan menjadi fungsi non-hunian; mempengaruhi perubahan tampilan bangunan. Tampilan bangunan hunian dan non-hunian memiliki karakter yang berbeda. Tampilan fungsi non- hunian membutuhkan perhatian lebih terhadap unsur estetika untuk menarik perhatian pengunjung, hal yang tidak diutamakan dalam tampilan hunian. Untuk alasan keamanan dan privacy pada lingkungan hunian, umumnya bangunan diletakkan tidak langsung pada tepi jalan; melainkan memiliki area setbacks yang digunakan sebagai carport atau ruang hijau. Pada bangunan hunian yang masih berfungsi sebagai hunian dan tidak memiliki kegiatan tambahan; tampilan dan pola konfigurasi bangunan terbentuk oleh batas pagar, area setback, kanopi carport dan taman. Gambar. 4.2.13. Bentuk frontage bangunan tipe hunian Sedangkan pada bangunan yang sudah berubah fungsi menjadi non-hunian, tampilan bangunan juga mengalami perubahan. Sebagaimana pada pembahasan sub bab. 4.4.1. mengenai bentuk bangunan, perubahan tampilan bangunan terjadi di setiap bangunan yang berubah bentuk. 4-30 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.14. Bentuk frontage di jalan Tebet Utara Dalam Dalam menganalisis perubahan tampilan bangunan, saya akan mengidentifikasi berdasarkan fungsi bangunannya, yaitu : 1) Tempat Makan/Cafe Hampir keseluruhan ruang depan bangunan digunakan sebagai perluasan area untuk tempat makan dan cafe; sehingga frontage bangunan seringkali diletakkan tepat pada sisi lahan dan digunakan sebagai signage. 4-31 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.15. Bentuk frontage bangunan hunian untuk komersial 2) Toko/Butik Sedangkan pada toko atau butik, frontage bangunan bukan hanya sekedar diolah untuk tujuan penanda, tapi juga untuk tujuan estetika yang dilakukan melalui permainan bentuk fasade. Gambar. 4.2.16. Bentuk frontage bangunan toko 3) Kantor Tampilan bangunan untuk kantor lebih telihat tertutup, dengan signage atau penanda yang tidak terlalu besar. Kebanyakan bentuk hunian yang berkembang untuk menjadi kantor menggunakan area setback sebagai ruang parkir. 4-32 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.17. Bentuk frontage bangunan kantor Dari pembahasan, terungkap bahwa keragaman aktifitas mempengaruhi keragaman bentuk bangunan yang terjadi. Kebutuhan ruang pada masing-masing kegiatan mempengaruhi keragaman bentuk bangunan. Bentuk bangunan hunian yang memiliki pembatas-pembatas ruang untuk keamanan seperti carport, pagar dan ruang hijau; kini sudah jarang ditemui di jalan Tebet Utara Dalam. Sebagian besar bangunan kini sudah tidak memiliki area setback, karena digunakan sebagai perluasan area komersial. Terjadi juga beberapa bangunan yang membuka area setback-nya sebagai ruang parkir. Melihat fakta tersebut, saya menyimpulkan bahwa pembentukan ruang lingkungan yang ada di jalan Tebet Utara Dalam bukan lagi mencitrakan lingkungan hunian, melainkan berubah menyerupai karakter shopping street, dimana bentuk dan tampilan bangunan lebih merapat ke jalan (perimeter wall) sehingga membentuk streetscape yang dapat jelas terlihat oleh orang melintas. Deretan bangunan yang ada di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam disatukan oleh jalur pedestrian dan ruang parkir, dengan orientasi ke jalan. Karakter tersebut sama dengan karakter fisik shopping street dengan tipe strip development. Melalui analisis tata bangunan, semakin terlihat bahwa pembentukan ruang kota yang ada di jalan Tebet Utara Dalam bukan lagi sebagai ruang hunian, melainkan ruang nonhunian, tepatnya shopping street. 4-33 Universitas Indonesia

4. 5. Perubahan Kualitas Lingkungan di Jalan Tebet Utara Dalam Meningkatnya intensitas dan keberagaman kegiatan di jalan Tebet Utara Dalam, akan mempengaruhi kualitas lingkungan yang terbentuk. Kegiatan keseharian lingkungan hunian dan non-hunian membutuhkan kualitas ruang yang berbeda. Berdasarkan rencana tata ruang lingkungan perumahan yang disusun oleh Kementerian Perumahan Rakyat dalam SNI-2004; kualitas ruang hunian mengutamakan segi keamanan, kenyamanan, kesehatan dan berorientasi pada lingkungan mikro. Pada kasus jalan Tebet Utara Dalam, kondisi elemen pembentuk ruang kota adalah sebagai berikut: 1) Jalan Lebar jalan di jalan Tebet Utara Dalam merupakan lebar jalan hunian yang pada awalnya hanya diperuntukan untuk akses lingkungan hunian. Pada faktanya kendaraan yang melintas bukan hanya kendaraan lingkungan hunian; melainkan transportasi umum (angkutan umum, mikrolet, kopaja, metromini, dan sebagainya). Penampang jalan Tebet Utara Dalam mempunyai lebar jalan tidak lebih dari 7 meter, dengan dua jalur pedestrian di sisi kanan kirinya. Pada saat jalan ini berfungsi sebagai jalan lingkungan hunian, tidak ada permasalahan yang terjadi. Tetapi dari hasil pengamatan; dengan adanya perubahan fungsi bangunan; kapasitas jalan berkurang, karena sudah banyak bahu jalan terpakai untuk on street parking (lihat gambar. 4.2.28). 4-34 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.18. Penampang jalan Tebet Utara Dalam Dari gambar jalan diatas, terlihat bahwa jarak antar frontage bangunan tidak lebih dari 18 meter. Dengan demikian, pengunjung pada satu bangunan; masih dapat melihat bangunan lain yang ada di seberang jalan dalam jarak pandang maksimal. Jalan Tebet Utara Dalam merupakan jalur satu arah dari Casablanca menuju jalan Tebet Raya, sehingga jalan Tebet Utara Dalam menjadi akses berbagai kendaraan; termasuk kendaraan umum. Dengan jalur satu arah; dan panjang jalan Tebet Utara Dalam yang tidak lebih dari 400 meter, maka pengunjung akan parkir di badan jalan dan berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya. Penampang jalan di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe. Pengelompokan yang saya lakukan berdasarkan fungsi apa yang ada pada penggal jalan tersebut. Pada saat jalan itu 4-35 Universitas Indonesia

menjadi jalan lingkungan hunian, lebar jalan masih dalam kondisi nyaman untuk dilalui. Sedangkan ketika jalan telah berubah fungsi menjadi jalan umum, kenyamanan menjadi berkurang, kapasitas tidak sesuai dan tingkat kemacetan akan meningkat. Ketika bangunan hunian telah berubah fungsi, maka akan ada kebutuhan ruang parkir. Ketika kebutuhan ruang parkir tidak lagi terpenuhi akan terjadi on street parking. Keberadaan on street parking inilah yang menjadi salah satu pemicu kemacetan di jalan Tebet Utara Dalam (lihat gambar. 4.2.19).. 4-36 Universitas Indonesia

KONDISI EKSISTING JALAN Gambar. 4.2.19. Potongan jalan Tebet Utara Dalam 4-37 Universitas Indonesia

Jika dilihat dari fisik dan besaran jalan pada kondisi eksisting; jalan Tebet Utara Dalam tidak terlalu lebar (7 meter). Dengan jalan yang tidak terlalu lebar, dan munculnya kegiatan-kegiatan yang memperluas areanya ke pinggir jalan; jalan sebenarnya cukup nyaman untuk dilalui oleh pejalan kaki; sebab berdasarkan hasil pengamatan, meskipun terdapat peningkatan intensitas pengguna jalan dan keberadaan kegiatan parkir di jalur pedestrian; kondisi jalan umumnya masih cukup baik. 2) Jalur Pedestrian Pada awalnya jalur pedestrian hanya diperuntukan bagi lingkungan hunian. Lebar jalur pedestrian di jalan tersebut juga hanya 2,5-2,8 meter, dan hanya diperuntukkan sebagai jalur penghubung antar hunian dan sarana umumnya. Tapi dengan adanya perubahan fungsi, jalur pedestrian bukan lagi hanya sebagai jalur penghubung melainkan wadah untuk pengunjung kawasan berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya. Jalur pedestrian merupakan salah satu elemen pembentuk streetscape. Streetscape pada lingkungan hunian terkait erat dengan bagaimana skala ruang dan bagaimana kegiatan didalamnya akan berlangsung. Skala dari jalan pada lingkungan hunian haruslah konsisten dengan kepadatan dan tipe dari perumahan. Pedestrian di lingkungan hunian di Tebet pada awalnya dirancang lengkap dengan vegetasi dan penerangan yang nyaman bagi penghuninya. Jalur pedestrian yang ada bukan hanya sebagai jalur pejalan kaki, tetapi juga sebagai ruang parkir dan lokasi pedagang kaki lima, sehingga sebagai dampaknya, vegetasi, penerangan dan material perkerasan jalur pedestrian menjadi terbengkalai (lihat gambar. 4.2.20). Untuk melihat secara rinci fakta pada jalur pedestrian Tebet Utara Dalam, saya akan menggunakan gambar pemetaan dan tabel analisis berikut, 4-38 Universitas Indonesia

Tabel 4.2. Aspek dan kondisi fisik jalur pedestrian Tebet Utara Dalam NO. ASPEK KONDISI FISIK 1 Material jalur pedestrian Karena pada awalnya keberadaan jalur pedestrian sebagai pelengkap sarana hunian, maka material hanya dibuat dari material con block. Tetapi pada saat jalur pedestrian digunakan sebagai pelengkap sarana bukan hunian, material pedestrian sudah tidak terawat atau terbengkalai. 2 Lebar jalur pedestrian Lebar jalur pedestrian (1,8 2,4 meter). Pada saat menjadi jalur pedestrian hunian, masih dalam besaran maksimal, tetapi pada saat jalur menjadi jalur pedestrian untuk fungsi non - hunian; kapasitas sudah tidak seimbang dengan penggunanya. Hal itu dikarenakan banyaknya pengunjung yang menggunakan pedestrian untuk berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. 3 Batas (Edge) Pada saat menjadi area hunian, terdapat pembatas berupa pagar atau unsur lansekap. Sedangkan dari kondisi eksisting, kekaburan pembatas fisik terjadi karena yang lebih dominan adalah kegiatan yang semakin merapat ke jalan. 4 Pencahayaan jalur pedestrian Pada awalnya pencahayaan hanya di beberapa titik jalur pedestrian. Tetapi dengan adanya kegiatan non-hunian; terdapat elemen pencahayaan tambahan dari bangunan yang menempel di tepi jalan. Tingkat pengguna Jalur Pedestrian Pada awalnya, jalur pedestrian hanya untuk kegiatan hunian. Keberagaman kegiatan pada kondisi eksisting, mengakibatkan peningkatan pengguna jalur 4-39 Universitas Indonesia

PKL pedestrian. Setelah adanya kegiatan yang beragam di jalan Tebet Utara Dalam, banyak sektor informal yang memanfaatkan peluang untuk membuka area dagangnya di jalur pedestrian. Dengan adanya sektor informal, terdapat dua kecenderungan yang terlihat, yaitu pengunjung merasa tidak nyaman dengan ramainya kondisi jalur pedestrian dan pengunjung yang menikmati perjalanannya dengan berhenti sejenak di PKL yang ada di jalur pedestrian. 4-40 Universitas Indonesia

Untuk melihat secara rinci fakta pada jalur pedestrian Tebet Utara Dalam, berikut pemetaan kegiatan yang berlangsung di jalur pedestrian dengan dampak yang terjadi. Gambar. 4.2.20. Gambaran kondisi jalur pedestrian Tebet Utara Dalam 4-41 Universitas Indonesia

3) Parkir Ruang parkir di jalan Tebet Utara Dalam dirancang menyatu dengan lahan hunian yang ada. Tetapi semenjak adanya perkembangan keragaman kegiatan yang mengundang pengunjung; kebutuhan parkir menjadi meningkat. Masing-masing fungsi kegiatan membutuhkan ruang parkir, sedangkan ruang yang dapat digunakan sebagai tempat parkir hanya terdapat pada area setback. Dampak dari kurangnya kebutuhan parkir adalah banyaknya off-site parking berupa on street parking yang ada di jalan tersebut. Sebagaimana telah dibahas pada sub bab mengenai jalan, keberadaan on street parking seringkali menimbulkan kemacetan. Bukan hanya mengganggu laju kendaraan yang melintas. Karena keterbatasan ruang parkir, jalur pedestrian juga digunakan sebagai tempat parkir khususnya parkir motor, sehingga dapat menganggu kenyamanan pejalan kaki. Pembahasan rinci akan dilihat dari gambar pada halaman berikut (lihat gambar. 4.2.21). 4-42 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.21. Kondisi ruang parkir jalan Tebet Utara Dalam 4-43 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.21 menunjukkan bahwa secara spasial Tebet Utara Dalam sudah tidak dapat menampung kebutuhan ruang parkir yang ada. Ruang parkir yang disediakan oleh masing-masing bangunan non-hunian hanya terdapat pada area setback dan hanya dapat menampung 4-6 mobil. Sedangkan berdasarkan aturan pemerintah dinas pemerintah kota Jakarta, dalam setiap 60m² area kegiatan rumah, kantor atau toko pada lingkungan hunian, harus disediakan 1 ruang parkir mobil. Jika melihat beberapa kasus di jalan Tebet Utara Dalam, standar dari dinas Pemerintah Kota tidak dapat diterapkan untuk kegiatan seperti yang berlangsung di jalan tersebut. Gambar. 4.2.21. Kondisi ruang parkir jalan Tebet Utara Dalam Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dengan kegiatan pada area seluas 120m², kebutuhan parkir lebih dari 4 mobil. Jika diperhitungkan dengan standar pemerintah kota, seharusnya hanya dapat menampung 2 kendaraan. 4-44 Universitas Indonesia

Kasus lain yang ada di jalan Tebet Utara Dalam yaitu pada bangunan rumah kantor. Beberapa bangunan rumah kantor digunakan untuk fungsi servis atau jasa klinik, butik, dan salon yang akan membutuhkan ruang parkir yang lebih luas dibanding dengan kantor. Akibatnya sebagian besar pengunjung menggunakan area on street parking. Gambar 4.2.22. Kondisi ruang parkir pada kantor Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dengan kegiatan pada area rukan seluas 66m², disediakan parkir lebih dari 2 mobil untuk setiap unit. Jika diperhitungkan dengan standar pemerintah kota, kebutuhannya adalah satu kendaraan per unit. Dari dua gambaran kasus yang terjadi di Tebet, terungkap bahwa ruang parkir di jalan Tebet Utara Dalam sudah tidak sesuai lagi dengan standar yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Jakarta. Dengan kondisi parkir yang sulit, maka kebanyakan pengunjung memilih parkir di tempat kosong dan berjalan kaki menuju ke tempat yang dituju. 4-45 Universitas Indonesia

4) Signage (Penanda) Elemen Signage menjadi elemen penting dalam pembentukan tata kualitas lingkungan, karena akan dilihat oleh pengamat secara langsung. Akan tetapi jika tidak diolah dengan baik dan digunakan secara berlebihan, signage justru akan menampilkan citra yang kurang baik. Mengingat keragaman kegiatan yang ada di jalan Tebet Utara Dalam, signage yang terbentuk juga sangat beragam. Dalam analisis mengenai signage ini saya akan membagi berdasarkan fungsi bangunan. Fungsi bangunan yang menggunakan penanda antara lain tempat makan atau cafe dan toko. Sedangkan signage pada kantor hanya diletakkan di depan pintu utama kantor. Pada tempat makan atau cafe, signage seringkali diletakkan pada frontage bangunan. Selain itu ada juga yang diletakkan pada tiang yang menempel pada jalur pedestrian. Gambar. 4.2.23. Kondisi signage di jalan Tebet Utara Dalam Sedangkan pada toko, butik dan distribution outlet, hampir keseluruhan bangunan menggunakan signage pada frontage bangunan (lihat gambar. 4.2.24). 4-46 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.24. Kondisi signage di jalan Tebet Utara Dalam Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa dengan adanya keragaman signage yang ada di jalan Tebet Utara Dalam, suasana yang terbentuk semakin memperjelas jalan Tebet Utara Dalam sebagai kawasan non-hunian. Di samping itu, signage pada frontage bangunan dapat memberi identitas ruang jalan Tebet Utara Dalam bukan seperti koridor komersial biasa, melainkan tempat yang memiliki ciri khas sebagai tempat leisure. 4. 6. Dampak Perubahan terhadap Kualitas Lingkungan 1) Peningkatan intensitas pengguna jalan dan kawasan Pada hari kerja, di pagi hari kegiatan lebih didominasi oleh kegiatan hunian, seperti keluar untuk bersekolah, bekerja dan melakukan aktivitas lainnya (lihat gambar. 4.2.25). 4-47 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.25. Intensitas pengguna jalan Sedangkan untuk siang hari, sore dan malam hari, kegiatan hunian dan bukan hunian berjalan bersamaan. Hanya saja pada hari kerja, fungsi-fungsi kegiatan bukan hunian akan tutup pada jam 21.00. Pada akhir minggu, kegiatan hunian hampir tidak terlihat. Kegiatan didominasi oleh kegiatan bukan hunian (lihat gambar. 4.2.26). 4-48 Universitas Indonesia

Gambar. 4.2.26. Intensitas pengguna jalan Dari gambar diatas, terlihat bahwa pada akhir minggu kegiatan di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam didominasi oleh remaja. Jumlah pengguna yang meningkat secara drastis tentu menimbulkan berbagai masalah seperti sampah dan keamanan. 2) Peningkatan kebutuhan ruang parkir Telah dibahas pada sub bab 4.5, bahwa kebutuhan parkir yang meningkat akibat keragaman kegiatan yang terjadi mengakibatkan munculnya on street parking. Keberadaan on street parking menyebabkan meningkatnya kemacetan di jalan Tebet Utara Dalam. 4-49 Universitas Indonesia

3) Kemacetan Dengan adanya pergerakan dengan intensitas tinggi, keragaman aktivitas yang terjadi dan dijadikannya jalan Tebet Utara Dalam sebagai akses dari jalan Casablanca ke lingkungan hunian Tebet, maka pada jam jam tertentu, jalan Tebet Utara Dalam mengalami tingkat kemacetan yang tinggi. Tingkat kemacetan akan berbeda pada hari kerja, akhir minggu, dan hari libur. Hari Kerja (Senin Kamis) Gambar. 4.2.27. Pemetaan kemacetan jalan Tebet Utara Dalam di hari kerja Pada siang hari kerja kemacetan disebabkan oleh banyaknya kendaraan pengunjung restoran, cafe dan tempat makan yang parkir; sehingga kapasitas pergerakan kendaraan di jalan Tebet Utara Dalam berkurang. Sedangkan pada pagi dan malam hari, kemacetan terjadi di titik-titik tertentu. Pada pagi dan malam hari; kemacetan disebabkan oleh intensitas kegiatan hunian dan bukan hunian yang bersamaan, seperti kegiatan sekolah, bongkar muat barang pada fungsi non-hunian, berangkat dan pulang kerja, serta pergerakan pengunjung yang datang ke fungsi bukan hunian (lihat gambar. 4.2.27). 4-50 Universitas Indonesia

Akhir minggu (Jumat Sabtu) Pada akhir minggu, tingkat kemacetan didominasi oleh kegiatan bukan hunian. Di pagi hari hampir tidak terlihat adanya kemacetan. Gambar. 4.2.28. Pemetaan kemacetan jalan Tebet Utara Dalam di akhir minggu Sedangkan pada siang dan malam hari, kemacetan disebabkan adanya on street parking dan pergerakan pengunjung kegiatan non-hunian yang cukup tinggi. Dari pengamatan yang dilakukan; semakin malam masing-masing cafe atau tempat makan semakin memperluas area kegiatannya ke tepi jalan atau bahkan menggunakan sebagian dari badan jalan. Dengan begitu kapasitas jalan akan semakin berkurang (lihat gambar. 4.2.29). 4-51 Universitas Indonesia