ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR FORMASI BUTAK

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TIPE LONGSOR DAN KESTABILAN LERENG BERDASARKAN ORIENTASI STRUKTUR GEOLOGI DI DINDING UTARA TAMBANG BATU HIJAU, SUMBAWA BARAT

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

Gambar 1. 1 Peta persebaran longsoran di dinding utara penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Dept. Geoteknik dan Hidrogeologi PT.

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BIDANG DISKONTINU TERHADAP KESTABILAN LERENG TAMBANG STUDI KASUS LERENG PB9S4 TAMBANG TERBUKA GRASBERG

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i. SARI...iv. ABSTRACT...v. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR TABEL...ix. DAFTAR GAMBAR...x. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ciri Litologi

Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat. Abstrak

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

ANALISA STRUKTUR GEOLOGI DESA BHUANA JAYA BAGIAN TIMUR, KECAMATAN TENGGARONG SEBRANG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Subsatuan Punggungan Homoklin

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN. geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

KEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar

BAB II TINJAUAN UMUM

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

Transkripsi:

M1P-04 ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR FORMASI BUTAK P.P. Utama 1 *, Y.P. Nusantara 1, F. Aprilia 1, I.G.B. Indrawan 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, Tel. 0274-513668, *Email: peterpratistha@gmail.com Abstrak Diterima 20 Oktober 2014 Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui tipe longsor yang berpotensi terjadi pada lereng batuan yang terkekaran dan terlapukkan secara intensif di Desa Mojosari - Trembono, Kecamatan Bayat, Provinsi Jawa Tengah. Lereng tersusun oleh batupasir kuarsa, batulanau, dan perselingan batupasir - batulanau yang merupakan anggota Formasi Butak. Hasil pengukuran menunjukkan lereng berpotensi mengalami keruntuhan planar (plane failure) dan keruntuhan baji (wedge failure) Rekomendasi perlu diberikan kepada masyarakat yang tinggal disekitar lokasi pengamatan agar resiko bencana longsor dapat diminimalisasikan. Kata Kunci: analisis kinematika, Formasi Butak, kekar, kestabilan lereng, longsor Pendahuluan Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Tercatat selama tahun 2011-2014 telah terjadi sekitar 583 bencana longsor di Indonesia (BNPB, 2014). Indonesia memiliki 918 lokasi rawan longsor yang dapat menyebabkan kerugian mencapai Rp 800 miliar dan mengancam sekitar 1 juta jiwa setiap tahunnya (PIBA, 2010). Oleh karena itu, masalah bencana tanah longsor ini harus ditanggapi dengan serius dan dicegah agar tidak menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan. Longsor adalah gerakan material penyusun lereng (tanah, batuan, atau bahan rombakan batuan) menuruni lereng akibat terganggunya kestabilan material penyusun lereng. Secara umum, kestabilan lereng dikontrol oleh beberapa faktor, antara lain geometri lereng, kondisi geologi (sifat fisik material penyusun lereng, struktur geologi), kondisi hidrogeologi, dan sifat keteknikan material penyusun lereng. Kestabilan lereng yang tersusun oleh massa batuan yang terkekarkan secara intensif terutama dikontrol oleh orientasi kekar dan kekuatan bidang kekar. Tipe longsor yang berpotensi terjadi pada lereng batuan yang terkekarkan dapat ditentukan melalui analisis kinematika. Analisis kinematika menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi lereng, dan sudut geser batuan yang diproyeksikan dalam analisis stereografis sehingga dapat diketahui tipe dan arah longsoran. Proyeksi stereografis menyajikan orientasi data 3 dimensi menjadi data 2 dimensi yang kemudian dianalisis (Hoek dan Brown, 1989). Data yang diplotkan pada proyeksi stereografis merupakan data pengukuran orientasi lereng yang diproyeksikan menjadi garis lengkung dan data pengukuran orientasi struktur geologi yang diproyeksikan menjadi garis lengkung atau titik (Gambar 2). Makalah ini menyajikan hasil penelitian sementara kondisi kestabilan lereng yang tersusun oleh batupasir kuarsa, batulanau, dan perselingan batupasir - batulanau anggota Formasi Butak. Lereng batuan yang dianalisis berada di Desa Mojosari-Trembono, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan koordinat UTM 462331-9137218 (Gambar 1). Aktivitas penambangan batupasir yang dilakukan secara tradisional 242

oleh masyarakat sekitar dapat menjadi salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya longsor pada lereng yang memiliki kemiringan yang relatif curam dan tersusun oleh batuan dengan kekar yang intensif di lokasi ini. Geologi Regional Daerah Bayat, Kabupaten Klaten, termasuk ke dalam Zona Fisiografi Pegunungan Selatan. Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari barat ke timur dan terbagi menjadi dua, yaitu Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Pegunungan Selatan Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). Pada umumnya, pegunungan ini tersusun atas batuan sedimen klastik, karbonat dan batuan produk vulkanisme. Stratigrafi regional Bayat dari paling tua ke umur yang paling muda menurut Surono (2008) terdiri dari Batuan Malihan, Formasi Wungkal Gamping, Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi Oyo-Wonosari, dan Formasi Kepek. Di lokasi penelitian tersingkap formasi Butak dengan litologi berupa batupasir kuarsa dan batulanau yang dijadikan objek penelitian. Struktur geologi di daerah Bayat terdiri dari foliasi, sesar, lipatan dan kekar. Menurut Sudarno (1997), arah umum sesar yang terdapat di daerah Bayat dikelompokkan menjadi empat arah yaitu arah timur laut-barat daya, utaraselatan, barat laut- tenggara, dan timur laut-barat daya. Kekar-kekar yang ditemukan di daerah ini merupakan kekar gerus yang mempunyai arah sejajar dengan sesar. Struktur geologi berupa kekar yang dominan berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara banyak dijumpai pada lokasi penelitian. Metode Penelitian Metode penelitian mencakup tahap pengambilan data lapangan dan tahap analisis data lapangan. Tahap pengambilan data lapangan mencakup pengukuran azimut lereng menggunakan kompas geologi, pengukuran jarak struktur geologi dari titik awal pengukuran menggunakan mistar, pengukuran orientasi dip dan dip direction dari struktur geologi, maupun kontak antar jenis batuan dan urat, identifikasi jenis struktur geologi, dapat berupa bidang sesar, kekar, zona hancuran (shear zone), serta identifikasi nama batuan berdasarkan karakteristik fisik batuan tersebut. Data data tersebut disusun dalam Tabel 1. Tahap analisis data lapangan meliputi pengolahan data lapangan menggunakan software Dips dan studi parametrik lebih lanjut mengenai kemungkinan perubahan kelerengan yang mungkin terjadi. Data lapangan berjumlah 80 data dip dan dip direction dari struktur geologi berupa kekar dan perlapisan batuan dimasukkan ke dalam software Dips tersebut, sehingga didapatkan titik titik pengeplotan berdasarkan analisis stereografis Schmidt Net. Metode contouring dilakukan berdasarkan kerapatan titik titik hasil pengeplotan tersebut, didasarkan pada analisis stereografis Kalsbeek Net. Pada analisis kinematika ini digunakan software Dips untuk melakukan metode contouring ini untuk menentukan tipe longsoran yang berpotensi terjadi (Gambar 3). Perubahan nilai dip dan dip direction kelerengan singkapan akibat proses penambangan yang terjadi membutuhkan perhatian lebih lanjut, sehingga penulis mengajukan studi parametrik untuk membandingkan skenario perubahan nilai dip dan dip direction kelerengan singkapan dengan kestabilan lereng singkapan tersebut. Studi parametrik tersebut digunakan pada skenario model kedua dengan nilai dip 70 o (Gambar 6 dan 7) dan skenario model ketiga dengan nilai dip 75 o (Gambar 8 dan 9). Data dan Pembahasan Struktur geologi yang berkembang pada lokasi penelitian berupa kekar tarik dan kekar gerus dengan data hasil pengukuran Tabel 1. Strike/dip perlapisan batuan berdasarkan 243

pengukuran orientasi di lapangan adalah N90 o E/10 o. Penentuan tipe longsoran yang berpotensi terjadi, dalam analisis ini digunakan software Dips, didasarkan pada persebaran titik titik pengeplotan, dihubungkan dengan metode pembuatan kontur (contouring). Tipe longsoran yang berpotensi terjadi adalah tipe longsoran planar (plane failure) dan tipe longsoran baji (wedge failure). Tipe longsoran planar (plane failure) didasarkan konsentrasi titik yang terkumpul pada satu daerah tertentu dan tidak berhadapan dengan nilai muka longsoran yang berbentuk setengah lingkaran pada analisis stereografis. Tipe longsoran baji (wedge failure) didasarkan konsentrasi titik yang terkumpul pada dua daerah tertentu yang saling berdekatan dan tidak berhadapan dengan nilai muka longsoran yang berbentuk setengah lingkaran pada analisis stereografis (Gambar 3). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa orientasi kekar kekar tersebut sistematis, berarah arah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut pada litologi batupasir kuarsa dan batulanau. Spacing antara kekar berkisar kurang dari 0,25 m hingga mencapai 0,25-5 m. Kekar cenderung tertutup sehingga tidak terdapat material pengisi kekar. Tidak ditemukan adanya rembesan air tanah di singkapan. Tingkat kekuatan batuan tergolong medium strong rock hingga strong rock. Selain kekar, terdapat shear zone atau zona hancuran, dengan material hancuran berukuran pasir kasar sampai pasir halus, tidak ditemukan adanya cermin sesar. Singkapan batuan setinggi 10 meter dengan lebar singkapan 8 meter. Pengukuran kelerengan singkapan sebenarnya di lapangan menunjukkan nilai dip 60 o dengan nilai relatif dip direction N60 o E. Interpretasi adanya potensi longsoran tipe planar didasarkan pada beberapa data kekar pada zona non-daylight envelope yaitu berarah N333 o E/81 o (Gambar 4). Penentuan zona daylight envelope tipe longsoran planar ditunjukkan pada lingkaran slope aspect berasal dari nilai dip kelerengan (ditunjukkan dengan lingkaran berwarna kuning) berpotongan dengan lingkaran sudut geser dalam (nilai 30 o diukur dari dalam, ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah) dan perpotongan dua garis joint set dihubungkan oleh garis hitam melewati titik perpotongan tersebut, ditambah dua garis hitam bantu dengan nilai antara tambah 20 o dan kurang 20 o dari garis hitam utama (Gambar 4). Interpretasi adanya potensi longsoran tipe baji dapat didasarkan pada keberadaan perpotongan arah orientasi utama bidang lemah minor (joint set), yaitu pada set-1 dan set-2 (ditunjukkan oleh dua garis berwarna hijau) pada zona non-daylight, dengan orientasi garis perpotongan plunge/trend yaitu 79 o /N44 o E (Gambar 5). Penentuan zona daylight envelope tipe longsoran baji ditunjukkan pada lingkaran sudut geser dalam (nilai 30 o diukur dari luar, ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah) berpotongan dengan garis slope aspect (ditunjukkan oleh garis berwarna kuning) (Gambar 5). Kedua tipe longsoran ini dapat terjadi, namun dilihat dari analisis kinematika yang sudah dilakukan, potensi keterjadian kedua tipe longsoran ini tidak memiliki kerawanan yang tinggi karena keduanya terletak pada zona non-daylight. Faktor eksternal berpengaruh terhadap tingkat kestabilan lereng batuan. Pada lokasi pengamatan, faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng adalah kegiatan penambangan tradisional oleh warga. Kegiatan penambangan yang dilakukan secara intensif dapat mempertajam kemiringan lereng (nilai dip bertambah). Nilai dip yang semakin besar menambah nilai probabilitas keterjadian longsor. Berikut penjelasan analisis kestabilan lereng apabila nilai dip pada lereng batuan semakin besar. Analisis kinematika model kedua (Gambar 6 dan 7), orientasi lereng ditunjukkan mempunyai nilai dip 70 o dengan nilai dip direction N60 o E. Analisis kinematika model ketiga (Gambar 8 dan 9), orientasi lereng diasumsikan mempunyai nilai dip 75 o dengan nilai dip direction N60 o E. Analisis kinematika model kedua dan model ketiga ini menunjukkan penambahan nilai dip pada lereng batuan akan menambah potensi keterjadian longsor, baik longsoran tipe planar (plane failure) dan longsoran tipe wedge (wedge failure). Hal ini dapat dilihat pada 244

Gambar 7 Gambar 10, bahwa semakin besar kemiringan lereng, maka semakin luas zona daylight envelope sebagai akibat semakin besar lingkaran slope aspect, sehingga semakin banyak data kekar yang masuk pada zona daylight envelope untuk plane failure. Semakin besar kemiringan lereng, zona daylight envelope semakin luas, sehingga perpotongan bidang lemah minor (joint set) semakin mendekati zona daylight envelope untuk wedge failure. Berdasarkan dua model analisis kinematika probabilitas diatas, maka perlu dilakukan suatu langkah nyata untuk mengurangi potensi keterjadian longsor yang semakin besar pada singkapan tersebut, akibat penambangan yang dilakukan. Rekomendasi utama yang dapat diajukan adalah dengan menghentikan kegiatan penambangan pada singkapan tersebut. Apabila tetap dilakukan proses penambangan, maka perlu diperhatikan untuk tetap menjaga proporsionalitas nilai dip lereng tersebut agar masih memiliki nilai kurang dari 60 o. Penambangan secara lateral juga perlu diperhatikan agar nilai dip direction lereng berkisar antara kurang dari N30 o E dan/atau lebih besar dari N90 o E. Rekomendasi ini perlu diperhatikan dan dilakukan untuk meminimalkan potensi keterjadian longsor tipe planar dan longsor tipe baji. Kesimpulan 1. Lokasi penelitian memiliki potensi longsor dengan tipe longsoran planar (plane failure) dan tipe longsoran baji (wedge failure). 2. Potensi longsoran tipe baji (wedge failure) didasarkan pada perpotongan bidang lemah minor (joint set) dengan orientasi garis perpotongan plunge/trend yaitu 79 o /N44 o E. 3. Potensi longsoran tipe planar (plane failure) didasarkan pada beberapa data kekar pada zona non-daylight envelope yaitu berarah N333 o E/81 o. 4. Rekomendasi untuk mengurangi keterjadian longsor adalah menghentikan kegiatan penambangan. Jika kegiatan penambangan tetap dilakukan, keamanan lereng harus diperhatikan dengan nilai dip lereng harus kurang dari 60 o dan nilai dip direction lereng berkisar antara kurang dari N30 o E dan/atau lebih besar dari N90 o E. Daftar Pustaka Aprilia, F., 2014. Analisis Tipe Longsor dan Kestabilan Lereng Berdasarkan Orientasi Struktur di Dinding Utara Tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat. Skripsi di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Hoek, E. Dan Bray, J. W.,1981, Rock Slope Engineering, 3rd Edition, The Institution of Mining and Metallurgy, London, 356 h. Prasetyadi,C., Sudarno, Ign., Indranadi V.B., Surono, 2011. Pola dan Genesa Stuktur Geologi Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, Vol. 20, h. 91-107 Lisle, R. J. Dan Leyshon, P.R., 2004. Stereographic Projection Technique: for Geologist and Civil Engineers. Cambridge University Press, United Kingdom, 2 nd ed., 112h. Surono, 2008. Litostratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak do Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesia, Vol 3,h. 183-193 Surono, 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, Vol 19, h. 31-43 Wyllie, D.C. dan Mah, Ch.W., 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining. Spon Press, London dan New York, 4 th ed., 431 h Data Longsor, dalam http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/datalongsorall.php (diakses tanggal 12 Oktober 2014) Pengenalan Gerakan Tanah, dalam http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/489- pengenalan-gerakan-tanah.html (diakses tanggal 12 Oktober 2014) 245

Tabel 1. Hasil pengukuran discontinuity di lokasi penelitian No Discontinuity Dis.(m) Type Dip Strike Dip Dir. Length Lithology 1 0 J 65 10 100 2 m 0 Batupasir Kuarsa 2 0,2 J 75 355 85 4 m 1 Batupasir Kuarsa 3 0,7 J 65 335 65 3,5 m 1 Batupasir Kuarsa 4 1,3 J 70 340 70 4 m 2 Batupasir Kuarsa 5 1,4 J 68 355 85 4,5 m 2 Batupasir Kuarsa 6 1,6 J 65 10 100 1,5 m 0 Batupasir Kuarsa 7 1,65 J 62 340 70 5 m 2 Batupasir Kuarsa 8 1,67 J 75 0 90 1 m 0 Batupasir Kuarsa 9 1,7 J 85 340 70 1,7 m 0 Batupasir Kuarsa 10 2 J 86 310 40 3,1 m 0 Batupasir Kuarsa 11 2 J 85 115 205 2,5 m 0 Batupasir Kuarsa 12 2 J 70 20 110 1 m 0 Batupasir Kuarsa 13 2 J 80 285 15 2m 0 Batupasir Kuarsa 14 2,1 J,SZ 86 270 0 4 m 1 Batupasir Kuarsa 15 2,1 J,SZ 78 285 15 1 m 0 Batupasir 16 2,3 J,SZ 70 315 45 1,5 m 0 Batupasir 17 2,4 J 80 285 15 1 m 0 Batupasir 18 2,4 J 80 325 55 1 m 1 Batupasir 19 2,4 J,SZ 78 330 60 1 m 2 Batupasir 20 2,5 J,SZ 62 330 60 1 m 1 Batupasir 21 2,5 J,SZ 85 340 70 1 m 0 Batupasir 22 2,5 J 73 313 43 1,8 m 1 Batupasir 23 2,6 J 82 330 60 1 m 0 Batupasir 24 2,7 J,SZ 60 335 65 2,5 m 2 Batupasir 25 3 J,SZ 83 310 40 2 m 2 Batupasir 26 3,2 J 75 345 75 2 m 2 Batupasir 27 3,4 SZ 90 270 0 1,5 m 1 Batupasir 28 3,5 J,SZ 68 310 40 0,8 m 0 Batupasir 29 3,6 J,SZ 65 280 10 1 m 0 Batupasir 30 3,6 J 78 333 63 1,8 m 1 Batupasir 31 3,7 J,SZ 75 93 183 2,5 m 2 Batupasir 32 3,8 J 85 355 85 2,2 m 1 Batupasir 33 3,8 J 80 338 68 0,8 m 1 Batupasir 34 3,9 J 80 210 300 2 m 1 Batupasir 35 4 J 78 270 0 2 m 1 Batupasir 36 4,5 J 70 300 30 1,5 m 1 Batupasir 37 4,6 J 70 305 35 1,5 m 1 Batupasir 38 4,7 J 80 320 50 4 m 1 Batupasir 39 4,7 J 85 290 20 4 m 1 Batupasir 40 4,8 J 75 358 88 2 m 0 Batupasir 41 4,8 J 80 295 25 2,5 m 1 Batupasir 246

42 4,8 J 80 288 18 2 m 1 Batupasir 43 4,8 J 79 300 30 1,5 m 1 Batupasir 44 5 J 85 300 30 4,5 m 1 Batupasir 45 5 J 80 340 70 4 m 1 Batupasir 46 5,2 J 83 330 60 4 m 1 Batupasir 47 5,2 J 83 290 20 4,3 m 1 Batupasir 48 5,3 J 90 295 25 4,1 m 1 Batupasir 49 5,4 J 80 300 30 4,3 m 1 Batupasir 50 5,4 J 83 330 60 4,3 m 1 Batupasir 51 5,4 J 85 255 345 2 m 1 Batupasir 52 5,4 J 80 230 320 2,5 m 1 Batupasir 53 5,5 J 84 310 40 4 m 1 Batupasir 54 5,5 J 85 280 10 4,5 m 1 Batupasir 55 5,5 J 80 300 30 6 m 2 Batupasir 56 5,6 J 83 270 0 6,3 m 2 Batupasir 57 5,6 J 83 295 25 6,2 m 2 Batupasir 58 5,6 J 90 310 40 6 m 2 Batupasir 59 5,7 J 82 288 18 7 m 2 Batupasir 60 5,7 J 78 320 50 5,5 m 2 Batupasir 61 5,7 J 85 344 74 6 m 2 Batupasir 62 5,8 J 86 350 80 6,3 m 2 Batupasir 63 5,8 J 85 280 10 6,4 m 2 Batupasir 64 5,9 J 83 300 30 7 m 2 Batupasir 65 5,9 J 80 310 40 6,6 m 2 Batupasir 66 6,0 J 80 255 345 6,8 m 2 Batupasir 67 6,0 J 80 285 15 5,5 m 2 Batupasir 68 6,0 J 85 330 60 5 m 2 Batupasir 69 6,1 J 82 325 55 6 m 2 Batupasir 70 6,2 J 90 310 40 6,5 m 2 Batupasir 71 6,2 J 86 255 345 6 m 2 Batupasir 72 6,2 J 82 310 40 4 m 1 Batupasir 73 6,2 J 78 330 60 4,5 m 1 Batupasir 74 6,3 J 83 280 10 3,5 m 1 Batupasir 75 6,3 J 76 275 5 4 m 1 Batupasir 76 6,4 J 68 290 20 4,5 m 1 Batupasir 77 6,4 J 74 225 315 4,7 m 1 Batupasir 78 6,5 J 76 230 320 5 m 1 Batupasir 79 6,5 J 80 220 310 5 m 1 Batupasir 80 3,7 B 10 90 180 247

Gambar 1. Lokasi penelitian, beserta peta geologi daerah penelitian. (Sumber via software ArcMap dan Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, 1992, dengan modifikasi). Gambar 2. Ilustrasi proyeksi stereografis dari garis dan bidang. (Lisle dan Leyshon, 2004 dengan modifikasi). 248

Gambar 3. Hubungan hasil proyeksi orientasi struktur dan lereng terhadap tipe longsoran (Hoek dan Bray, 1981 dengan modifikasi) 249

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 4. Analisis kinematika model 1 untuk tipe plane failure. (Sumber via software Dips, dengan modifikasi) Gambar 5. Analisis kinematika model 1 untuk tipe wedge failure. (Sumber via software Dips, dengan modifikasi) 250

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 6. Analisis kinematika model 2 untuk tipe plane failure. (Sumber via software Dips, dengan modifikasi) Gambar 7. Analisis kinematika model 2 untuk tipe wedge failure. (Sumber via software Dips, dengan modifikasi) 251

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 8. Analisis kinematika model 3 untuk tipe plane failure. (Sumber via software Dips, dengan modifikasi) Gambar 9. Analisis kinematika model 3 untuk tipe wedge failure. (Sumber via software Dips, dengan modifikasi). 252

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 253