Gambar 1. 1 Peta persebaran longsoran di dinding utara penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Dept. Geoteknik dan Hidrogeologi PT.

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) dengan metode penambangan terbuka. Optimalisasi produksi penambangan di wilayah pertambangan ini akan dapat dicapai jika proses penambangan yang telah direncanakan berjalan dengan lancar. Salah satu peristiwa yang dapat mengganggu aktifitas penambangan adalah terjadinya longsor. Faktor-faktor penyebab longsor dapat berupa faktor internal yang meliputi geometri lereng, kekuatan massa batuan, struktur geologi dan kondisi air tanah serta faktor eksternal yakni adanya getaran akibat peledakan maupun gempa bumi, beban dinamik akibat alat-alat tambang serta intensitas curah hujan (Bowles, 1983 dalam Adriansyah, 2014). Penambangan Batu Hijau mulai dioperasikan pada tahun 2000, yakni mulai desain tambang Phase 1 sampai Phase 7 yang diperkirakan akan selesai pada tahun Saat ini berlangsung penambangan Phase 6 yang mulai dioperasikan pada tahun 2010 dan ditargetkan akan selesai pada tahun Berdasarkan laporan oleh Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi PT. Newmont Nusa Tenggara, sejak dioperasikannya Phase 6 sampai sekarang (Maret 2014) telah tercatat 38 kejadian longsor. Longsoran yang terjadi di Tambang Batu Hijau terutama disebabkan struktur geologi yang intensif serta kekuatan massa batuan yang lemah (Adriansyah, 2013). Struktur geologi berupa sesar dan kekar di dinding utara Tambang Batu Hijau cukup intensif (Maryadi, 2014), sehingga banyak terjadi longsoran (Gambar 1.1) yang berakibat dilakukan desain ulang (redesign) dan lost ore. Pada Februari sampai Maret 2014, laporan harian hasil pemantauan pergerakan lareng menggunakan radar di dinding utara menunjukkan tidak ada pergerakan yang berpotensi menghasilkan longsoran, jadi kondisi dinding relatif stabil namun tidak diketahui tingkat kestabilannya sehingga tetap perlu diwaspadai dan dipantau. Struktur geologi berupa kekar dan sesar akan menentukan tipe, arah dan geometri longsoran. Oleh karena itu diperlukan kajian 1

2 mengenai keterlibatan struktur geologi yang tersingkap saat ini dalam analisis kestabilan lereng untuk memperoleh desain lereng yang stabil sehingga kegiatan operasional penambangan dapat berjalan dengan aman dan ramah lingkungan. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan desain bukaan tambang Phase 7. I.2. Rumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keterlibatan struktur geologi yang tersingkap saat ini terhadap tipe longsoran dan kestabilan dinding utara Phase 6 (Gambar 1.2) area penambangan Batu Hijau. Selain itu penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi longsoran pada desain Phase 7 (Gambar 1.3) yang telah direncanakan dari data struktur geologi yang tersingkap saat ini serta data pemboran geoteknik sehingga dapat dilakukan langkah yang tepat untuk menjaga kestabilan lereng sebelum Phase 7 mulai dioperasikan. Berikut adalah beberapa rumusan masalah yang diharapkan dapat terjawab dengan dilakukannya penelitian ini: a. Berdasarkan orientasi struktur geologi yang ada, tipe longsor apa yang terjadi di dinding utara Phase 6 tambang Batu Hijau? b. Bagaimanakah kondisi kestabilan lereng saat ini di dinding utara Phase 6 tambang Batu Hijau? c. Berdasarkan hasil analisis kinematika pada desain Phase 7, bagaimana implikasi adanya struktur geologi yang tersingkap saat ini terhadap kestabilan lerengnya? I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dilakukannya penelitian ini adalah: a. Mengetahui orientasi struktur geologi saat ini (desain Phase 6) di daerah penelitian. b. Melakukan analisis kesetimbangan batas pada dinding tambang Phase 6 yang berpotensi terjadi longsor. c. Mengidentifikasi kemenerusan pola struktur geologi terhadap desain penambangan Batu Hijau Phase 7. 2

3 Gambar 1. 1 Peta persebaran longsoran di dinding utara penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Dept. Geoteknik dan Hidrogeologi PT. NNT, Maret 2014 dengan modifikasi) 3

4 Gambar 1. 2 Peta Topografi Penambangan Batu Hijau Phase 6 pada Maret 2014 (Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi, PT. NNT). 4

5 Gambar 1. 3 Peta Topografi Desain Phase 7 Penambangan Batu Hijau (Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi, PT. NNT, 2014). Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : a. Menentukan tipe longsor di dinding utara Phase 6 tambang Batu Hijau. b. Mengetahui kondisi kestabilan dinding utara Phase 6 tambang Batu Hijau pada lokasi yang berpotensi terjadi longsor. 5

6 c. Mengetahui potensi longsoran di dinding utara desain Phase 7 tambang Batu Hijau yang telah direncanakan. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terkait hubungan orientasi struktur geologi terhadap tipe longsor dan tingkat kestabilan lereng tambang terbuka. Bagi PT. Newmont Nusa Tenggara, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi tipe longsoran dan kondisi kestabilan lereng tambang Phase 6 saat ini berdasarkan orientasi struktur. Manfaat lain dengan mengidentifikasi kemenerusan struktur geologi terhadap desain tambang Phase 7, maka dapat diketahui tipe longsoran yang mungkin terjadi dan kondisi kestabilan lerengnya sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menjaga kestabilan lereng tambang Phase 7. I.5. Lingkup Penelitian Lokasi penelitian (PT. Newmont Nusa Tenggara) berada di Kecamatan Sekongkang dan Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumbawa yakni pada koordinat me dan mn pada zonasi 50S. Penelitian hanya dilakukan pada dinding utara daerah penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Gambar 1.4). Untuk menuju lokasi penelitian dari kampus Teknik Geologi UGM diawali dengan perjalanan darat menuju Bandara Adi Soetjipto dengan jarak ±15 km selama 30 menit, dilanjutkan perjalanan udara menuju Bandara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat dalam waktu 1 jam 20 menit. Kemudian perjalanan darat menuju Pelabuhan Kayangan yang berjarak sekitar 90 km selama ±1,5 jam yang dapat dilakukan dengan menggunakan jasa travel, dilanjutkan penyeberangan menuju Pelabuhan Benete, Sumbawa Barat menggunakan speedboat milik PT. Newmont Nusa Tenggara selama 1,5 jam dan terakhir adalah perjalanan darat selama sejauh 12 km yang ditempuh selama ± 30 menit menuju camp lokasi tambang terbuka PT. Newmont Nusa Tenggara. Perjalanan menuju lokasi penelitian dari tempat tinggal (camp) dilakukan dengan menggunakan bus 6

7 perusahaan selama ± 25 menit, yakni menuju MMA (Mine Maintenance Area) yang berjarak ±13 km. Untuk mencapai sumur penambangan dilakukan dengan menggunakan mobil perusahaan. I.6. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian dilakukan di dinding utara yang meliputi dinding timurlaut sampai baratlaut Phase 6 dan Phase 7 area penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara, Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. b. Analisis kinematika dilakukan pada bukaan tambang Phase 6 dan Phase 7, sedangkan analisis kesetimbangan batas hanya dilakukan pada bukaan tambang Phase 6. c. Analisis kinematika dilakukan berdasarkan data orientasi struktur geologi yang dihasilkan dari data line mapping serta data pemboran geoteknik. d. Untuk mengetahui kondisi kestabilan lereng (nilai faktor keamanan lereng) dilakukan menggunakan metode kesetimbangan batas dengan model kekuatan batuan anisotropic function dan Mohr-Couloumb. e. Analisis kesetimbangan batas tidak mempertimbangkan adanya efek infiltrasi air hujan. I.7. Peneliti Terdahulu Peneliti terdahulu pada daerah penelitian maupun di sekitar daerah penelitian dapat memberikan informasi dan referensi pada penelitian ini. Berikut adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan : 1. Garwin (2000) telah melakukan pemetaan geologi di area penambangan Batu Hijau. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa litologi yang menyusun daerah tersebut dari tua ke muda terdiri dari vulkanik, batuan intrusi diorit dan tonalit. Lebih lanjut, hasil penelitian ini menyebutkan bahwa arah umum struktur geologi yang berkembang pada ini berarah baratlaut- tenggara dan timurlautbarat daya. 7

8 Gambar 1. 4 Lokasi penelitian di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara. 2. Sustriani (2012) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur geologi terhadap kestabilan lereng Batu Hijau. Penelitian Sustriani dilakukan pada dinding utara, baratdaya dan timurlaut pada geometri lereng hasil bukaan 8

9 tambang saat itu (Phase 6 pada September tahun 2012), sementara penelitian ini dilaksanakan pada bukaan tambang saat ini, dimana telah banyak ditemukan struktur geologi berupa sesar dan kekar yang belum teridentifikasi saat itu sehingga belum dimasukkan dalam analisis kestabilan lereng. Hasil penelitian Sustriani menyebutkan bahwa tipe longsoran yang mungkin terjadi adalah tipe wedge (baji) untuk dinding baratdaya dan timurlaut sedangkan untuk dinding utara bertipe baji dan planar. Analisis kestabilan lereng menggunakan metode kesetimbangan batas dengan menggunakan model kekuatan batuan Generalized-Hoek Brown, sedangkan untuk penelitian ini analisis kestabilan lereng dilakukan menggunakan model kekuatan batuan anisotropic function. Lebih lanjut, hasil penelitian Sustriani menyebutkan keberadaan struktur geologi akan mempengaruhi nilai faktor keamanan lereng. 3. Adriansyah (2013) melakukan penelitian mengenai prediksi longsor berdasarkan data hasil pergerakan lereng di Tambang Batu Hijau, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa longsoran di sisi barat sangat dominan dikontrol oleh struktur, pada umumnya tipe longsoran bidang (planar) dan terkadang berbentuk longsoran baji (wedge). Untuk lereng di sisi timur, longsoran pada umunya disebabkan oleh kondisi massa batuan yang lemah, hal ini juga ditunjukkan pada hasil analisis RMR yang menunjukkan nilai yang rendah (kisaran 20-30). 4. Mirza (2013), melakukan analisis terhadap longsoran F#107 yang terjadi pada Desember 2013, berlokasi di dinding utara bukaan tambang. Hasil analisis menyebutkan longsoran terjadi karena struktur geologi berupa sesar yang baru teridentifikasi. Sesar ini tidak diperhitungkan dalam perencanaan desain Phase 7 yang telah dibuat, sehingga ada kemungkinan berpotensi menghasilkan longsoran di dinding utara desain Phase 7 karena geometri lereng yang tidak jauh berbeda. 9