4. HASIL PENELITIAN. 4.1 Identifikasi Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

THE SYSTEM OF REVENUE ON FISHERMEN USING BEACH SEINE IN PADANG COASTAL OF WEST SUMATERA PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA IKAN LAYUR (Trichiurus sp) PADA ALAT TANGKAP PANCING ULUR DI PPN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN REPRESENTASI SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN DARURAT Keadaan darurat: lain dari keadaan normal

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

Peluang pasar ekspor komoditas ikan layur dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Jawa Barat

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIAN FIANA RATNA DEWI. C Pola Konsumsi dan Distibusi Bahan Bakar Kapal Ikau di Pelabuhanratu. Dibimbing oleh DARMAWAN

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Wfo M/E= Cfo x Daya Mesin x t

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik I

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

4. HASIL PENELITIAN 4. Identifikasi Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil Berdasarkan hasil wawancara, secara umum risiko yang melekat pada usaha perikanan tangkap skala kecil umumnya terdiri atas () kerusakan atau hilangnya sarana, () operasi yang tidak optimal dan (3) ancaman keselamatan nelayan (Tabel -5). Ancaman keselamatan yang biasa terjadi pada nelayan diantaranya luka dan kapal terbalik saat operasi. Dari hasil wawancara diketahui bahwa kejadian-kejadian tersebut tidak menimbulkan korban jiwa. Kejadian berisiko yang dapat diidentifikasi dari usaha dengan pancing dapat ditemui pada tahapan persiapan dan kegiatan. Pada tahapan persiapan, risiko yang dapat ditemui diantaranya kehilangan alat tangkap, cedera saat merakit kail, melonjaknya harga kebutuhan operasi dan kusutnya alat tangkap. Adapun risiko yang jamak ditemui saat pengoperasian alat tangkap antara lain kerusakan kapal/terbalik akibat gelombang, alat tangkap putus akibat tersangkut karang, pemancingan ikan berlangsung lama dan putusnya alat tangkap. Selain risiko pada tahap persiapan dan kegiatan tersebut, risiko lain yang berhasil diidentifikasi antara lain mutu dan spesifikasi ikan yang rendah, hasil tangkapan yang relatif sedikit, harga komoditas yang rendah, tingginya minat nelayan untuk ikut dalam kegiatan, kerusakan pada kapal akibat teritip serta banyaknya pungutan legal, ilegal dan hasil tangkapan yang diambil orang non ABK di pelabuhan. Risiko-risiko tersebut dapat dikelompokkan pada kegiatan fatal yang terjadi pada kegiatan produksi, pemasaran dan perencanaan kegiatan. Kejadian berisiko yang melekat pada usaha dengan menggunakan payang hampir serupa dengan kejadian berisiko yang terdapat pada usaha pancing terutama pada kegiatan produksi, pemasaran dan perencanaan kegiatan. Perbedaan hanya ditemukan pada kegiatan persiapan dan kegiatan. Berdasarkan hasil identifikasi, kejadian

47 berisiko yang melekat pada usaha payang antara lain: kerusakan insidentil pada sarana, cedera nelayan pada saat mengangkat mesin, kerusakan alat tangkap akibat tersangkut paku, kapal terbalik akibat kelebihan muatan, pencarian ikan berlangsung lama, alat tangkap tidak terbuka maksimal serta kerusakan alat karena sampah dan hasil tangkapan yang melimpah. Berdasarkan hasil identifikasi risiko pada usaha dengan menggunakan bagan, diketahui bahwa kejadian berisiko yang melekat pada usaha dengan menggunakan alat tangkap ini diantaranya kerusakan insidentil pada sarana ikan, kehilangan alat bantu, cedera nelayan akibat terjatuh maupun accident saat menyalakan petromaks, kerusakan bagan akibta cuaca buruk, ikan tangkapan lolos dan kerusakan jaring karena jumlah tangkapan yang besar. Berbeda dengan kejadian berisiko pada pancing dan payang, pada bagan kejadian berisiko pada kegiatan produksi tidak terkait dengan aspek mutu namun lebih pada jenis tangkapan yang tidak tergolong ekonomis tinggi. Dinilai dari kegiatan pemasaran dan perencanaan kegiatan maka kejadian berisiko yang dijumpai pada bagan relatif sama dengan pancing dan payang. Kejadian berisiko yang dijumpai pada usaha dengan menggunakan rampus identik dengan kejadian berisiko yang dijumpai pada pancing terutama pada kegiatan produksi, pemasaran dan perencanaan kegiatan. Hanya saja pada kegiatan produksi, jenis ikan tangkapan menjadi salah satu kejadian berisiko yang melekat pada usaha rampus. Berdasarkan hasil identifikasi, kejadian berisiko yang jamak ditemui pada tahapan persiapan dan kegiatan antara lain: kerusakan insidentil pada sarana, jaring sobek karena tersangkut di kapal, kapal rusak karena gelombang besar, jaring sobek karena karang, sampah atau ikan buntal, jaring tidak membentang sempurna di perairan, kesalahan lokasi setting, kerusakan jaring akibat terkena kapal serta jaring hilang karena dicuri.

Tabel Identifikasi risiko usaha dengan pancing Pendekatan Produk Sasaran Kegiatan Fatal BOUP Fatal Kejadian berisiko Penyebab risiko Bottom Up Berbagai Persiapan Kelengkapan dan kondisi Alat tangkap hilang di darat saat di Standard inventory perlengkapan jenis ikan meningkat sarana simpan di kapal belum ada Kesehatan nelayan Nelayan cedera saat merakit kail pada tali Standard keselamatan kerja belum ada 3 Kecukupan biaya operasi ikan Harga barang kebutuhan operasi melonjak Barang kebutuhan operasi langka Perubahan kondisi makroekonomi Kondisi prasarana belum memadai/kebutuhan tinggi 4 Sistem pengaturan sarana Alat tangkap kusut Standar penempatan sarana Harga tinggi tinggi Kegiatan (ergonomi) Kondisi alam Skill, pengalaman dan kompetensi nelayan Kapal rusak atau terbalik akibat gelombang besar Alat tangkap putus akibat tersangkut karang Pemancingan berlangsung lama Ikan yang sudah memakan umpan terlepas belum ada Kondisi alam yang buruk Pengetahuan kondisi topografi DPI rendah Skill dan pengalaman yang kurang Skill dan pengalaman yang kurang 3 Metode dan teknis ikan Alat tangkap putus akibat ikan buntal atau layur Penguasaan metode dan teknis yang rendah Mutu ikan hasil tangkapan Mutu dan spesifikasi ikan rendah Pengetahuan mutu ikan rendah, harga komponen mutu tinggi Kuantitas hasil tangkapan Hasil tangkapan relatif sedikit Bukan musim ikan Pemasaran Skill dan pemahaman kondisi Hasil tangkapan tidak terserap oleh pasar Struktur pasar belum terbentuk pasar atau terserap tapi harganya rendah dengan baik Perencanaan kegiatan Jumlah ABK Jumlah ABK yang berkeinginan ikut Sulitnya mencari pekerjaan dengan operasi relatif banyak skill terbatas Pemeliharaan dan perawatan Kapal rusak karena teritip Perawatan tidak dilakukan secara sarana periodik 3 Pungutan-pungutan Banyaknya pungutan legal maupun Monitoring, controlling dan surveiillegal lance kebijakan pemerintah kurang Hasil tangkapan diambil orang non ABK Standard penanganan ikan di di pelabuhan pelabuhan belum ada 48

Tabel 3 Identifikasi risiko usaha dengan payang Pendekatan Produk Sasaran Kegiatan Fatal BOUP Fatal Kejadian berisiko Penyebab risiko Bottom Up Berbagai Persiapan Kelengkapan dan kondisi Kerusakan insidentil pada sarana Umur teknis material habis; prosedur jenis ikan meningkat sarana penguunaan perlengkapan salah Kesehatan nelayan Nelayan cedera saat mengangkat mesin Standard keselamatan kerja belum ada 3 Kecukupan biaya operasi ikan Harga barang kebutuhan operasi melonjak Barang kebutuhan operasi langka Perubahan kondisi makroekonomi Kondisi prasarana belum memadai/kebutuhan tinggi 4 Sistem pengaturan sarana Alat tangkap rusak karena tersangkut Standar penempatan sarana Harga tinggi tinggi Kegiatan (ergonomi) paku Kondisi alam Kapal rusak atau terbalik akibat gelombang besar Skill, pengalaman dan kompetensi nelayan 3 Metode dan teknis ikan Kapal terbalik karena kelebihan muatan (overload) Hunting ikan berlangsung lama Alat tangkap tidak terbuka maksimal Alat tangkap rusak karena banyaknya hasil tangkapan dan atau banyaknya sampah yang masuk dalam codeend belum ada Kondisi alam yang buruk Kurangnya pengalaman dalam penempatan muatan kapal Kurang pengalaman dalam penentuan DPI Penguasaan metode dan teknis yang rendah S.d.a Mutu ikan hasil tangkapan Mutu ikan rendah Pengetahuan mutu ikan rendah, harga komponen mutu tinggi Jenis ikan tangkapan Ikan tangkapan bukan ekonomis tinggi Sebaran ikan di perairan 3 Kuantitas hasil tangkapan Hasil tangkapan relatif sedikit Bukan musim ikan Pemasaran Skill dan pemahaman kondisi Hasil tangkapan tidak terserap oleh pasar Struktur pasar belum terbentuk pasar atau terserap tapi harganya rendah dengan baik Perencanaan kegiatan Jumlah ABK Jumlah ABK yang berkeinginan ikut Sulitnya mencari pekerjaan dengan operasi relatif banyak skill terbatas Pemeliharaan dan perawatan Sarana rusak karena Perawatan tidak dilakukan secara sarana masalah material dan organisme laut periodik 3 Pungutan-pungutan (teritip) Banyaknya pungutan legal maupun illegal Hasil tangkapan diambil orang non ABK di pelabuhan Monitoring, controlling dan surveilance kebijakan pemerintah kurang Standard penanganan ikan di pelabuhan belum ada 49

Tabel 4 Identifikasi risiko usaha dengan bagan Pendekatan Produk Sasaran Kegiatan Fatal BOUP Fatal Kejadian berisiko Penyebab risiko Bottom Up Berbagai jenis ikan meningkat Persiapan Kelengkapan dan kondisi sarana Harga tinggi tinggi Kesehatan nelayan 3 Kecukupan biaya operasi ikan Kerusakan insidentil pada sarana ikan Alat bantu seperti petromaks dan minyak dicuri Nelayan cedera atau terjatuh saat berpindah dari kapal ke bagan Luka bakar saat menyalakan petromaks Harga barang kebutuhan operasi melonjak Barang kebutuhan operasi langka Umur teknis material habis; prosedur penguunaan perlengkapan salah Standard inventory perlengkapan belum ada Standard keselamatan kerja belum ada S.d.a Perubahan kondisi makroekonomi Kondisi prasarana belum memadai/kebutuhan tinggi Kegiatan Kondisi alam Bagan rusak atau hanyut akibat angin Kondisi alam yang buruk kencang maupun gelombang besar Skill, pengalaman dan Ikan yang sudah berada dalam catchable Pengetahuan fish behaviour terkait kompetensi nelayan area lolos/tidak tertangkap teknis rendah 3 Metode dan teknis Posisi jaring tidak lurus saat dioperasikan Penguasaan metode ikan redah Bagian jaring sobek karena banyaknya Penguasaan teknis pengangkatan hasil tangkapan hasil tangkapan rendah Jenis ikan tangkapan Ikan tangkapan bukan ekonomis tinggi Sebaran ikan di perairan Kuantitas hasil tangkapan Hasil tangkapan relatif sedikit Bukan musim ikan Pemasaran Skill dan pemahaman kondisi Hasil tangkapan tidak terserap oleh pasar Struktur pasar belum terbentuk pasar atau terserap tapi harganya rendah dengan baik Perencanaan kegiatan Jumlah ABK Jumlah ABK yang berkeinginan ikut Sulitnya mencari pekerjaan dengan operasi relatif banyak skill terbatas Pemeliharaan dan perawatan Sarana rusak karena Perawatan tidak dilakukan secara sarana masalah material periodik 3 Pungutan-pungutan Banyaknya pungutan legal maupun illegal Hasil tangkapan diambil orang non ABK di pelabuhan Monitoring, controlling dan surveilance kebijakan pemerintah kurang Standard penanganan ikan di pelabuhan belum ada 50

Tabel 5 Identifikasi risiko usaha dengan rampus Pendekatan Produk Sasaran Kegiatan Fatal BOUP Fatal Kejadian berisiko Penyebab risiko Bottom Up Berbagai Persiapan Kelengkapan dan kondisi Kerusakan insidentil pada sarana Umur teknis material habis; prosedur jenis ikan meningkat sarana penguunaan perlengkapan salah Kecukupan biaya operasi ikan Harga barang kebutuhan operasi melonjak Barang kebutuhan operasi langka Perubahan kondisi makroekonomi Kondisi prasarana belum memadai/kebutuhan tinggi 3 Sistem pengaturan sarana Jaring sobek karena tersangkut saat diatur Standar penempatan sarana Harga tinggi tinggi Kegiatan (ergonomi) Kondisi alam Skill, pengalaman dan kompetensi nelayan 3 Metode dan teknis ikan 3 di kapal Kapal rusak atau terbalik akibat gelombang besar Jaring sobek karena tersangkut karang atau sampah Jaring sobek karena ikan buntal Jaring tidak membentang sempurna di perairan Kesalahan lokasi setting jaring Jaring rusak terkena kapal atau alat tangkap lainnya Jaring hilang dicuri 3 belum ada Kondisi alam yang buruk Pengetahuan kondisi topografi DPI rendah Penyebaran ikan buntal di perairan Pengetahuan kondisi perairan terkait pengoperasian alat tangkap kurang Pengetahuan DPI kurang Penempatan alat tangkap di alur pelayaran, tanda penempatan alat tidak terlihat Pengawasan kegiatan kurang Mutu ikan hasil tangkapan Mutu ikan rendah Pengetahuan mutu ikan rendah, harga komponen mutu tinggi Jenis ikan tangkapan Ikan tangkapan bukan ekonomis tinggi Sebaran ikan di perairan 3 Kuantitas hasil tangkapan Hasil tangkapan relatif sedikit Bukan musim ikan Pemasaran Skill dan pemahaman kondisi Hasil tangkapan tidak terserap oleh pasar Struktur pasar belum terbentuk pasar atau terserap tapi harganya rendah dengan baik Perencanaan kegiatan Jumlah ABK Jumlah ABK yang berkeinginan ikut Sulitnya mencari pekerjaan dengan operasi relatif banyak skill terbatas Pemeliharaan dan perawatan Kapal rusak karena teritip Perawatan tidak dilakukan secara sarana periodik 3 Pungutan-pungutan Banyaknya pungutan legal maupun Monitoring, controlling dan surveiillegal lance kebijakan pemerintah kurang Hasil tangkapan diambil orang non ABK Standard penanganan ikan di di pelabuhan pelabuhan belum ada 5

5 4. Besaran dan Dampak Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil 4.. Besaran risiko Analisis terhadap besaran risiko dilaksanakan dengan membandingkan antara musim timur (Mei-Agustus) dan Musim Barat (November-Februari). Semakin kecil nilai simpangan baku (s) maupun koefisien variasi (cv) maka besaran risiko yang melekat pada pada usaha tersebut semakin kecil. Analisis mengenai besaran risiko dilakukan terhadap empat jenis alat tangkap yang dikaji, yaitu pancing, payang, bagan dan rampus. Hasil analisis menujukkan bahwa secara umum kegiatan pada musim barat lebih berisiko dibandingkan musim timur. Hal ini terlihat dari nilai koefisien variasi (cv) atribut produksi dan pendapatan yang lebih kecil dibandingkan musim barat. Khusus untuk atribut harga, diperoleh nilai cv musim barat yang umumnya lebih kecil dibandingkan musim timur. Pengecualian pada alat tangkap pancing, nilai cv musim timur lebih kecil dibandingkan musim barat (Tabel 6). Jika nilai-nilai kuantitatif pada Tabel 6 dimaknai dalam bentuk kualitatif maka akan tergambar secara lebih jelas profil risiko usaha perikanan tangkap skala kecil di Palabuhanratu baik dipandang dari sisi musim maupun alat tangkap. Hasil pemetaan risiko menunjukkan bahwa musim barat memiliki risiko yang lebih tinggi dipandang dari sisi produksi dan pendapatan sedangkan dari sisi harga maka musim timur cenderung lebih berisiko (Tabel 7).

Tabel 6 Besaran risiko usaha dengan pancing, payang, bagan dan rampus Jenis alat tangkap Besaran risiko Pancing Payang Bagan Rampus Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur Rata-rata ( X ) 7,7 9,96 77, 97,8 3,53 5,5,3 43,75 Simpangan baku (s) 5,09 4,95 39,9 48,0 6,9,86 7,38 3,07 Koefisien variasi (cv) 0,9 0,5 0,5 0,49 0,5 0,50 0,8 0,73 Harga Rata-rata ( X ) 6.458,33 6.50,83 5.030,88 4.86,84 4.38,3 3.43,50 3.73,9 4.644,47 Simpangan baku (s).3,7 938,07.463,4.468,09.679,05.474, 777,65.44,9 Koefisien variasi (cv) 0,8 0,4 0,9 0,30 0,39 0,47 0,5 0,48 Rata-rata ( X ) 9.64,33 5.879,83 99.606,5.757.603,03 6.6,69 5.409,5 9.674 78.7 Simpangan baku (s) 9.97,35 3.38,53 445.743,67 53.53,95 4.5,76 8.765,59 9.968,4.93,75 Koefisien variasi (cv),04 0,90 0,48 0,30 0,9 0,3,03 0,9 53

54 Tabel 7 Hasil pemetaan risiko usaha perikanan tangkap skala kecil di Palabuhanratu Jenis risiko Musim Alat tangkap Risiko Tinggi Risiko Rendah Risiko Tinggi Risiko Rendah Barat Timur Rampus pada musim barat Harga Timur Barat Rampus pada musim timur Barat Timur Pancing pada musim barat Pancing pada musim timur Pancing pada musim timur Bagan pada musim timur Secara lebih spesifik risiko usaha perikanan pada masing-masing alat tangkap dapat didekati melalui pengkajian terhadap jenis-jenis ikan yang menjadi target dari masing-masing alat tangkap. Pendekatan jenis ikan dalam perhitungan risiko dipadang sesuai karena karakter alat tangkap yang spesifik terhadap jenis ikan tertentu. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa hasil tangkapan utama pancing adalah ikan layur (Trichiurus sp). Kuantitas tangkapan nelayan pada musim timur rata-rata sebesar 9,96 kg dengan simpangan baku sebesar 4,95, sedangkan pada musim barat nelayan rata-rata memperoleh tangkapan sebanyak 7,7 kg dengan simpangan baku sebesar 5,09. Musim layur di wilayah Palabuhanratu memang relatif merata sepanjang tahun sehingga perbedaan produksi nelayan diantara musim barat dan musim timur relatif kecil. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai cv pada musim barat dan musim timur masing-masing adalah 0,9 dan 0,5. Nilai tersebut besaran risiko produksi pancing pada musim barat lebih besar dibandingkan musim timur. Pemasaran layur (Trichiurus sp) di Palabuhanratu diutamakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Oleh karena itu harga ikan sangat dipengaruhi oleh ukuran (grade) dan kualitas. Adapun faktor kelimpahan produksi tidak terlalu mempengaruhi struktur harga layur (Trichiurus sp) di wilayah ini. Rata-rata harga layur pada musim timur adalah Rp 6.50,83, sedangkan pada musim barat harga layur rata-rata sebesar Rp. 6.458,33. Simpangan baku harga ikan pada musim