OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

2012, No BAB I PENDAHULUAN

BAB I 1 PENDAHULUAN. listrik menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Sumber energi yang digunakan untuk pembangkitan listrik perlu diperhatikan

STANDAR INDUSTRI HIJAU

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

50001, BAB I PENDAHULUAN

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$

Untuk mewujudkan kesejahteraan

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

PROSPEK EKONOMI WOOD PELLET (Untuk Bisnis Energi Terbarukan)

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017

Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

SISTEM INFORMASI MONITORING EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB IV. BASELINE ANALISIS

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

Workshop Low Carbon City

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

Transkripsi:

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-1 BAB II OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI 2.1 ISU EMISI CO 2 -e GLOBAL Emisi CO 2 -e global (dunia) disebabkan melalui proses pembakaran bahan bakar fosil untuk keperluan rumah tangga, kendaraan bermotor, serta suplay daya didalam suatu proses di industri. Konsumsi energi tersebut menunjukkan trend peningkatan yang secara langsung meningkatkan emisi CO 2 -e (~10 kali lipat dari tahun 1990 s.d tahun 2000). Gambar 2.1 menunjukan bahwa Eropa dan Amerika Utara berkontribusi besar terhadap 87% dari global emisi CO 2 -e, Eropa Barat berkontribusi 52% dan Amerika Utara sebesar 35%. Melewati abad 21, emisi CO 2 -e diproyeksi akan meningkat lebih dari 3 kalinya di Eropa Barat dan 9 kalinya di Amerika Utara. Gambar 2.1. Peningkatan emisi CO 2 Dunia dari tahun 1900 s.d 2000 (Sumber http://www.iea.org). Disamping kedua wilayah negara tersebut, ternyata meskipun kontribusi terhadap emisi global tidak sebesar Eropa Barat dan Amerika Utara akan tetapi pertumbuhan emisi di negara-negara seperti Timur Tengah begitu pesat yaitu lebih dari 1000 kali lipat dari emisi pada tahun 1990 dan berkontribusi terhadap emisi global sebesar 6%. Asia Tengah (khususnya China) berkontribusi 14% terhadap emisi global juga mengalami peningkatan emisi sebesar 6000 kali.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-2 Diantara tahun 1990 dan 2002 emisi CO 2 -e global tumbuh 16%. Merujuk pada gambar (sumber; International Energy Agency). Pada periode yang sama Eropa Barat tercatat emisinya meningkat meningkat sebesar 3%. Terbesar tercatat di Asia dan Timur tengah dimana peningkatan diantara kedua wilayah tersebut sebesar 75% pada periode tersebut, dimana peningkatan ini sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi energi. Dari rujukan IEO 2008, emisi CO 2 -e dunia diproyeksikan meningkat dari 28.1 milyar ton di tahun 2005 ke 34.3 milyar ton tahun 2015 dan 42.3 milyar ton pada tahun 2030. Gambar 2.2. Emisi CO 2 dari pembakaran bahan bakar minyak, 2007 (sumber http://wwwcdiac.ornl.gov/trends/emis/.) Di tahun 2007, total emisi CO 2 -e global dinyatakan dalam juta ton carbon. Negaranegara yang memiliki level CO 2 -e terbesar adalah China, Amerika, Federasi Rusia, dan Jepang. 2.2 EMISI CO 2 -e INDUSTRI BAJA DAN INDUSTRI PULP & PAPER 2.2.1 Emisi CO 2 -e Industri Baja Global Pada 50 tahun kebelakang, pertumbuhan total produksi baja dunia terlihat steady. Total produksi baja dunia di tahun 1950 berada diangka 200 juta ton. Di lima tahun terakhir pertumbuhan total produksi baja dunia terlihat percepatannya. Total produksi crude steel dunia sebesar 1,343 juta ton di tahun 2007 dan menjadi 926.3 juta ton di bulan agustus tahun 2008 atau meningkat sebesar 5.6 % pada periode yang sama di tahun 2007. Secara geografis pertumbuhan total produksi baja adalah sebagai berikut: China 34.0 %; Jepang 9.3 %; Asia lainnya 10.5 %; EU (Europe Union) 15.9 %; Eropa lainnya 2.9 %; NAFTA (Argentina, Brasil, Venezuela dan negara Amerika Latin lainnya) 10.5 %; CIS (Canada, Meksiko,

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-3 Amerika) 9.6 %; dan lainnya 7.2 %. Pertumbuhan permintaan baja (steel) kedepannya akan meningkat lagi mengikuti peningkatan kebutuhan akibat pertumbuhan dunia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pertumbuhan industri baja diprediksikan harus memiliki pertumbuhan produksi di range angka 3 s.d 5 % secara global (dunia) dan range angka pertumbuhan produksi baja 8 s.d 10 % di China, India, dan Rusia. Gambar 2.3. Proyeksi produksi baja dunia (sumber: AISI) Pertumbuhan yang berkelanjutan secara langsung akan memerlukan peningkatan volume produk baja yang sangat besar dari industri baja dunia. Disisi lain, khususnya yang berkaitan dengan protokol kyoto, dimana negara-negara industri telah meratifikasi dan setuju untuk mengurangi emisi CO 2 -e secara kolektif yang dihasilkan dari proses produksi industri mereka. Protokol Kyoto diratifikasi oleh 183 partisipan (di tahun 2008), dan secara sah menetapkan target untuk memangkas 6 (enam) jenis gas yang termasuk gas rumah kaca yang secara signifikan merupakan polutan yang disebabkan dari proses pembakaran batu bara, minyak dan bahan bakar hidrokarbon lainnya sebesar 5.2% diantara tahun 2008 dan 2012 dari level tahun 1990. Saat ini, Industri baja dunia terhitung 4 % s.d 5 % dari total CO 2 -e yang terbentuk atau secara rata-rata intensitas CO 2 -e untuk industri baja adalah 1.9 ton CO 2 -e per ton baja yang diproduksi. Berdasarkan pertimbangan dimana produksi baja dunia adalah lebih dari 1.3 milyar ton, maka produksi emisisi CO 2 -e dari industri baja dunia sebesar lebih dari 2 milyar ton CO 2 -e. Emisi yang dihasilkan industri baja, 90 % lebih datang dari produksi iron (Fe) di 9 (sembilan) negara atau wilayah: Brasil; China; EU-27; India; Jepang; Korea; Rusia; Ukraina; dan Amerika.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-4 2.2.2 Produksi Emisi CO 2 -e Industri Pulp & Paper Global Pada 50 tahun kebelakang, pertumbuhan total produksi kertas dunia terlihat steady. Total produksi baja dunia di tahun 1950 berada diangka 60 juta ton. Di lima tahun terakhir pertumbuhan total produksi baja dunia terlihat percepatannya. Total produksi kertas dunia sebesar 226.8 juta ton di tahun 2007 dan menjadi 280 juta ton di akhir tahun 2008 atau meningkat sebesar 23 % pada periode yang sama di tahun 2007. Secara geografis pertumbuhan total produksi kertas adalah sebagai berikut: Amerika Utara, Scandinavia 50.75 %; Asia 24.78 %; Amerika Selatan 9.79 %; Lainnya 14.68 %. Pertumbuhan permintaan kertas kedepannya akan meningkat lagi mengikuti peningkatan kebutuhan akibat pertumbuhan dunia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pertumbuhan industri kertas diprediksikan harus memiliki pertumbuhan produksi di range angka 2.17 s.d 4.1 % secara global (dunia). Pertumbuhan yang berkelanjutan secara langsung akan memerlukan peningkatan volume produk kertas yang sangat besar dari industri kertas dunia. Disisi lain, khususnya yang berkaitan dengan protokol kyoto, dimana negara-negara industri telah meratifikasi dan setuju untuk mengurangi emisi CO 2 -e secara kolektif yang dihasilkan dari proses produksi industri mereka. Protokol Kyoto diratifikasi oleh 183 partisipan (di tahun 2008), dan secara sah menetapkan target untuk memangkas 6 (enam) jenis gas yang termasuk gas rumah kaca yang secara signifikan merupakan polutan yang disebabkan dari proses pembakaran batu bara, minyak dan bahan bakar hidrokarbon lainnya sebesar 5.2% diantara tahun 2008 dan 2012 dari level tahun 1990. Saat ini, Industri kertas dunia terhitung 1 % s.d 2 % dari total CO 2 -e yang terbentuk atau secara rata-rata intensitas CO 2 -e untuk industri kertas adalah 1 ton CO 2 -e per ton baja yang diproduksi. Berdasarkan pertimbangan dimana produksi kertas dunia adalah lebih dari 1 milyar ton, maka produksi emisisi CO 2 -e dari industri baja dunia sebesar 1 milyar ton CO 2 -e. Emisi yang dihasilkan industri kertas, 90 % datang dari penggunaan energi primer dan proses kimia. 2.3 UPAYA REDUKSI EMISI CO 2 -e 2.3.1 Industri Baja Global Perubahan iklim yang merupakan masalah global harus diselesaikan melalui solusi secara global. Kebijakan untuk menerapkan peningkatan efisiensi energi dan mengurangi emisi CO 2 -e telah ditanggapi secara serius hampir diseluruh negara di dunia.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-5 Untuk tujuan mengurangi emisi CO 2 -e tanpa harus mengorbankan volume produksi, industri baja dunia telah melakukan banyak peningkatan-peningkatan khususnya peningkatan secara teknik maupun teknologi proses. Kemajuan teknologi semenjak 25 tahun lebih kebelakang, telah mampu secara substansi mengurangi emisi CO 2 -e. Kemajuan-kemajuan ini meliputi: 1. Energi efisiensi ditingkatkan didalam proses pembuatan baja 2. Peningkatan proses daur ulang dari sisa produk-produk baja, saat ini lebih 60% diterapkan di negara-negara berkembang 3. Peningkatan penggunaan produk dari proses pembuatan baja 4. Penerapan teknik-teknik lebih baik dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan. Kedepannya, aturan penting yang akan dimainkan oleh industri baja dalam rangka mencari solusi untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim, adalah: 1. Melalui produk (baja); Dibanyak bidang berbeda, aplikasi baru dan kemajuan teknologi baja merupakan bagian dari solusi perubahan iklim. Baja harus siap menjadi industri dengan konsep energi baru-terbarukan (renewable energy), sebagai contoh menggunakan teknologi berbasis turbin angin dan tenaga matahari dalam struktur penyediaan energinya. Baja juga menjadi bagian kunci dari pembangunan karbon netral kedepannya. 2. Melalui transfer teknologi; Potensi perbaikan yang besar di jangka menengah terdapat di beberapa negara berkembang dan CIS. Industri baja terlibat dibanyak program untuk membantu transfer efisien teknologi untuk mempercepat penggantian pabrik baja yang telah tua. 3. Melalui terobosan teknologi; Saat ini proses pembuatan baja telah dioptimasi dalam penggunaan energinya. Oleh karena itu untuk mengurangi emisi CO 2 -e lebih signifikan lagi kedepannya, dibutuhkan suatu proses baru yang lebih optimal dalam hal penggunaan energi. 4. Implementasi teknologi penangkap kabon (carbon capture storage (CCS)) Saat ini dibeberapa negara industri khususnya negara yang memiliki industri baja, telah banyak melakukan upaya-upaya yang berkaitan dengan program menurunkan emisi CO 2 -e.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-6 Gambar 2.4. Proyeksi produksi emisi CO 2 -e industri baja dunia (BAU) dan target pengurangan melalui Konservasi Energi, Renewable Energi dan aplikasi teknologi CCS. (sumber: RITE) Gambar 2.5. Proyeksi penurunan emisi CO 2 -e industri baja dunia berdasarkan upaya yang dilakukan terhadap referensi (BAU) (sumber: RITE) Seluruh industri baja dunia khususnya di negara-negara maju terus berupaya untuk mengurangi faktor emisi CO 2 -e dengan berbagai cara khusus implementasi program Konservasi Energi yang berkelanjutan, penggunaan sumber-sumber energi terbarukan dan optimalisasi waste energi serta penerapan teknologi CCS. Industri baja Jepang menggulirkan suatu program aksi yaitu program sukarela dalam koridor kerjasama internasional untuk penelitian dan pengembangan melalui produk-produk yang digunakan. Melalui program ini Industri baja Jepang PT. Energy Management Indonesia (Persero) 2011

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-7 menargetkan pengurangan 10% dari konsumsi energinya untuk target tahun 2010 yang dikomparasi dengan tingkat konsumsi pada tahun 1990. Industri Baja Amerika membuat suatu program voluntary climate vision dan berkomitmen untuk memperbaiki intensitas konsumsi energinya sebesar 10% dengan menggunakan baseline tahun 2002. Melalui berbagai upaya tersebut, terlihat dampak penurunan intensitas konsumsi energi di rata-rata industri baja dunia khususnya di negara-negara maju dengan kapasitas produksi baja yang besar. Sebagai gambaran, konsumsi energi spesifik di proses peleburan telah dapat dicapai kisaran 350 370 kwh/ /tcs. Suatu besaran SEC yang masih jauh dari angka SEC industri baja di Indonesia yang rata-rata masih berada pada kisaran 580 800 kwh/tcs. Gambar 2.6. Penurunan konsumsi energi spesifik (SEC) industri peleburan baja sejalan dengan perkembangan teknologi. (sumber: AISI) Industri baja Amerika Serikat, Jepang, Korea, Australia dan Kanada, serta India dan China juga mengikat suatu kerjasama dalam bentuk kerja sama Asia-Pacific untuk Pembangunann bersih dan Iklim. 2.3.2 Industri Pulp & Paper Global Sama halnya dengan kondisi di industri baja, sektor industri kertas dunia juga terus berbenah untuk mengurangi intensitas konsumsi energi dan penurunan produksi emisi ataupun faktor emisi. Di beberapa negara maju khususnya negara PT. Energy Management Indonesia (Persero) 2011

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-8 yang memiliki industri kertas, berbagai upaya inovasi proses dan implementasi konservasi energi (KE) secara terus menerus telah dilakukan. Upaya program KE tersebut juga disertai dengan upaya pengembangan dan penerapan teknologi CCS sehingga dapat mengurangi laju produksi emisi CO 2 -e ke atmosfer. Industri kertas Amerika menggulirkan suatu program aksi yaitu program sukarela dalam koridor kerjasama internasional untuk penelitian dan pengembangan melalui produk-produk yang digunakan. Melalui program ini Industri kertas Amerika menargetkan pengurangan 5% dari konsumsi energinya untuk target tahun 2010 yang dikomparasi dengan tingkat konsumsi pada tahun 1990. Industri kertas Amerika membuat suatu program voluntary climate vision dan berkomitmen untuk memperbaiki intensitas konsumsi energinya sebesar 5% dengan menggunakan baseline tahun 2002. Banyak negara-negara melakukan upaya yang serupa dalam kerangka untuk mengurangi emisi CO 2 -e. Industri kertas Amerika, Asia juga mengikat suatu kerjasama dalam bentuk kerja sama Asia-Pacific untuk Pembangunan bersih dan Iklim. Salah satu skema yang cukup besar dalam menurunkan emisi CO 2 -e adalah skema perdagangan emisi Eropa dan merupakan skema perdagangan emisi internasional terbesar. Skema ini sifatnya wajib bagi 27 negara Eropa. 2.4 PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI INDONESIA Program Konservasi Energi di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang cukup kuat dengan telah diterbitkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi khususnya Pasal 25 tentang Konservasi Energi serta Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Namun program konservasi energi belum dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan, khususnya di sektor industri. Beberapa indikasi penyebab hal ini terjadi antara lain adalah: 1. Masih kurangnya tingkat pemahaman dan kesadaran terhadap pentingnya konservasi energy. 2. Terbatasnya ketersediaan dukungan finansial untuk investasi proyek konservasi dan diversifikasi energy. 3. Kurangnya infrastruktur pasokan energi (pasokan dan jaringan transmisi gas, pasokan energi listrik). 4. Harga energi belum mencerminkan harga keekonomiannya 5. Inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam program KE khususnya dalam pemberian insentif dan disinsentif.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-9 6. Keterbatasan standar dalam operasi dan prosedur; 7. Lebih berorientasi terhadap target kapasitas produksi. 8. Ketidaksesuaian antara rancangan fasilitas dengan peralatan yang dipasang. Melalui pelaksanaan program Konservasi Energi diberbagai sektor secara berkelanjutan, secara langsung akan membantu program pemerintah untuk mengurangi emisi CO 2 -e dan di sisi pengguna jelas akan memberikan dampak penurunan biaya energi dan penignkatan daya saing khususnya pada sektor industri. 2.4.1 Komitmen Pencapaian Konservasi Energi dan Reduksi Emisi Indonesia Pemerintah telah berkomitmen dalam pengurangan emisi CO 2 -e sebesar 26% dari skenario BAU sampai dengan tahun 2020. Besaran target tersebut akan diupayakan dari berbagai sektor yang salah satunya adalah sektor industri. Gambar 2.7. Cetak biru Perencanaan Energi Nasional 2025 (skenario tanpa KE) dan skenario implementasi KE yang berkelanjutan (sumber: Kementerian ESDM-RI) Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pemerintah, terdapat beberapa industri yang tergolong lahap mengkonsumsi energi lebih dari 6.000 setara ton minyak (TOE) dan menyerap 80% dari total energi sektor energi. Industri tersebut antara lain adalah industri semen, industri baja, industri pulp kertas, industri tekstil, industri keramik, industri pupuk, industri petrokimia, industri makanan dan minuman tertentu. Oleh karena itu, fokus program KE dan RE di sektor industri akan dilakukan di kelompok industri tersebut.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-10 2.4.2 Kebijakan Melihat sisi suplay energi, cadangan energi dari sumber fosil yang merupakan sumber energi tidak terbarukan hanya bisa menopang hingga jangka waktu tertentu. Sementara itu, laju peningkatan konsumsi energi per tahun cenderung meningkat. Melihat kenyataan tersebut, efisiensi penggunaan energi merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah perubahan iklim, masalah krisis energi dan masalah kesinambungan hidup, yang ketiganya saling berhubungan erat dan menjadi perhatian serius pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah telah merumuskan kebijakan sektor energi dengan sasaran utamanya adalah: Meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi, dengan menurunkan emisi CO 2 -e. Meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan meningkatkan efisiensi penggunaan energi dari sisi hulu sampai sisi hilir. Mengembangkan mekanisme investasi dan insentif untuk penerapan teknologi energi baru terbarukan dan teknologi hemat energi. Mengembangkan sistem feed-in tariff untuk energi baru terbarukan. Di dalam pelaksanaannya, pemerintah Indonesia telah dan akan meluncurkan berbagai instrumen kebijakan, antara lain: 1. Instrumen Legal (Perangkat Perundang-undangan). Legislasi: UU 30/2007 tentang Energi, UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, UU10 /1997 tentang Ketenaganukliran, UU 27/2003 tentang Panas Bumi sebagai dasar dalam pengembangan EBT dan efisiensi pemanfaatan energi; Regulasi: Menyiapkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri ESDM untuk menjabarkan amanat dari undang-undang tersebut. 2. Instrumen Fiskal (Perangkat Perpajakan dan Insentif): Pemberian insentif untuk pelaksanaan program konservasi energi (Inpres No.2/2008). Pembebasan bea masuk, pajak impor, pembebasan PPN dan pajak ditanggung negara.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2-11 penetapan harga dan pengalihan subsidi dari energi fosil ke energi baru terbarukan. 3. Instrumen Kelembagaan (Perangkat Organisasi) : Pembentukan unit/kelembagaan di berbagai departemen/kementerian yang berkonsentrasi dalan tugas dan Konservasi Energi dan Reduksi Emisi. Memberdayakan peran Pemangku Kepentingan (Asosiasi Pengusaha dan Profesi) Sinergi program dan kerjasama Pusat dan Pemda 4. Instrumen Pendanaan Biaya untuk mitigasi ini diupayakan dari dana sendiri (APBN, anggaran badan Usaha) Diupayakan pendanaan dari Clean Development Mechanism (CDM) Diupayakan pendanaan Bantuan Negara Donor dengan program kemitraan Diupayakan pendanaan dari Public-Private Patnership 2.4.3 Program Aksi Konservasi Energi dan Reduksi Emisi Pemerintah Indonesia melalui berbagai kementerian khususnya Kementerian Perindustrian telah melaksanakan berbagai program aksi KE dan RE. Berbagai program tersebut antara lain adalah: 1. Melakukan analisa dan perencanaan penyediaan dan pemanfaatan energi secara nasional program-program untuk peningkatan efisiensi penggunaan energi pada sektor ekonomi (Audit Energi dan Penyiapan Energi Action Team). 2. Program Kemitraan dan Monitoring serta Labelling Tanda Peralatan HE. 3. Melakukan upaya penerapan standardisasi kinerja peralatan pemanfaat energi. 4. Pendidikan dan pelatihan. 5. Secara terus menerus melakukan sosialisasi dan kampanye untuk peningkatan kepedulian tentang penghematan energi. Program tersebut terus dijalankan secara berkelanjutan dengan harapan target yang telah ditetapkan dapat dicapai.