MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB IV. Diakonia dan Warung Tiberias

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

UKDW. BAB I Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

Bab I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

TATA GEREJA PEMBUKAAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam bidang politik. Keputusan

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN UKDW

7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS DATA

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

Bekerja Dengan Para Pemimpin

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1.

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

PEMBERIAN SEBAGAI WUJUD PELAYANAN KASIH 2 Korintus 8:1-15 I Gede Puji Arysantosa

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

Kebaktian Paskah Lebih dari Para Pemenang. Roma 8: Pdt. Andi Halim, S.Th.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Misi pembebasan ialah upaya gereja sebagai mitra Allah dalam perjuangan kemanusiaan melawan kemiskinan, ketidakadilan sosial, perbudakan, kebodohan, politik, dan penderitaan fisik manusia. Sebagai mitra Allah, gereja diutus ke dunia untuk persoalan manusia. Oleh karena itu kehadiran gereja sebagai utusan, gereja tidak bersifat independent. Artinya, bahwa gereja bukan subjek dari misi pembebasan melainkan Allahlah yang merupakan subjeknya. Sebagai subjek dari gerakan pembebasan, Allah yang berkarya dan keterlibatan gereja adalah bagian dari karya Allah secara langsung untuk maksud dan tujuan pembebasan. Gereja sebagai utusan sekaligus mitra dalam implementasi karya penyelamatan Allah atas manusia dari permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, politik dan lain-lain, gereja diperhadapkan dengan hal yang konkrit dan tidak hanya abstrak. Gereja bergumul dengan sasarannya yakni manusia dan permasalahan secara nyata dan demikian maka, gereja dituntut untuk berkarya secara nyata dalam semangat yang humanitas. Gereja tidak dapat berkarya secara abstrak saja seperti berteologi atau berurusan melulu dengan pengetahuan tentang Allah. Orientasi misi yang demikian tidak sehakekat dengan semangat misi pembebasan yang Allah jalankan dan niscaya tidak menyentuh permasalahan manusia. Dengan demikian maka, misi pembebasan merupakan perwujudan rencana dan aksi penyelamatan Allah yang berwajah kemanusiaan (humanis), Allah hadir dalam keberwujudan yang khas manusia yakni gereja dalam artian orang-orang yang diselamatkan di dalam anugerah Kristus. Oleh karena itu, pelayanan diakonia sebagai salah satu misi pembebasan, merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti lebih jauh agar pelayanan diakonia dapat menjawab permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di sekitar.

Kemiskinan Berbagai macam permasalahan sosial telah terjadi di negara Indonesia. Permasalahanpermasalahan sosial tersebut bahkan telah terjadi sejak Indonesia memperoleh kemerdekaannya. Salah satu permasalahan sosial yang sangat dirasakan hingga saat ini adalah permasalahan mengenai kemiskinan. Kemiskinan bahkan terjadi di berbagai tempat di negara Indonesia. Kemiskinan yang terus terjadi sepanjang perjalanan hidup negara Indonesia merupakan sebuah kenyataan yang kiranya mulai mendapatkan perhatian dari berbagai pihak untuk segera diselesaikan. Kemiskinan secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin 1. Namun, masalah kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi, mulai dari yang bersifat material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tak mudah untuk menemukan dan menentukan tolak ukur yang tepat mengenai kemiskinan 2. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, melainkan juga dalam banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan yang rendah, perlakuan yang tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan yang menekan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana kemiskinan tersebut dapat terjadi. Pada dasarnya ketika manusia ini dilahirkan ia tidak dapat memilih untuk menjadi miskin atau menjadi kaya dan kemiskinan bukan suatu hukuman atau kutukan dari Sang Pencipta atau takdir. Karena ketika manusia itu ada dan berada ia dituntut untuk berusaha dan mampu mempertahankan kehidupannya secara lahir dan batin. Kemalasan yang ada, kemudian ditambah dengan tingkat pengetahuan yang masih minim membuat 1 Suparlan, Dr. Supardi. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. 1984. Hlm 12. 2 Banawiratma, S.J., J. B. dan Muller, S.J., J. Berteologi Sosial Lintas Ilmu; Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup Beriman. Yogyakarta : Kanisius. 1993. Hlm 124.

masyarakat Indonesia terperosok dalam dunia kemiskinan yang sulit untuk diperjuangkan. Kemiskinan muncul sebagai akibat nilai budaya yang dianut kaum miskin itu sendiri, yang berakar dari kondisi lingkungan yang serba miskin dan diturunkan dari generasi ke generasi 3. Kaum miskin telah memasyarakatkan nilai dan perilaku kemiskinan secara turun-temurun. Akibatnya, perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan mereka, sehingga masyarakat yang hidup dalam kebudayaan kemiskinannya sulit untuk membebaskan diri dari kemiskinan. Kemiskinan itu makin dirasakan bangsa Indonesia ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan penderitaan semakin banyak dirasakan oleh sebagian rakyat Indonesia, bersamaan pula dengan itu, banyak perusahaan kemudian pailit yang menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Hal tersebut menyebabkan banyaknya pengangguran dimana-mana. Dampak krisis ekonomi yang kita hadapi sejak dekade 1997, telah menimbulkan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan terhadap masyarakat baik di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Dengan kata lain, bahwa krisis multi dimensi yang terjadi sebagai penyebab kemiskinan, sehingga negara mengalami kemunduran. Pengentasan kemiskinan masyarakat merupakan inti dari pemberdayaan masyarakat melalui perubahan sosial untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang di inginkan dengan bersandarkan pada norma dan etika yang berlaku, serta menjunjung tinggi kesejahteraan bersama sebagai warga negara. Dewasa ini, ada suatu istilah yang sering kita dengar. Istilah tersebut adalah kemiskinan struktural. Apakah yang dimaksud dengan kemiskinan struktural? Ada dua pengertian mengenai kemiskinan struktural yaitu : - Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul sebagai gejala masyarakat akibat dari struktur masyarakat yang dapat dikatakan tidak sosial 4. Dalam arti ini struktur masyarakatlah yang miskin, karena tidak mampu member jalan keluar dari ketergantungan sejumlah besar anggota masyarakatnya. Ketergantungan di sini adalah 3 Lewis, Oscar. Kebudayaan Kemiskinan dalam Parsudi Suparlan. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1996. Hlm 7-11. 4 Dopo, Eduard R. Keprihatinan Sosial Gereja. Yogyakarta : Kanisius, 1992. Hlm 88.

adanya ketergantungan dari masyarakat kecil atas para pemilik modal untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat kecil tersebut. - Pengertian kedua mengenai kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu, tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. B. Fokus Permasalahan Hakikat kemanusiaan kita di dalam Kristus adalah tugas untuk memelihara kehidupan. Tidak bisa tidak, tanggungjawab itu mesti dikembangkan oleh gereja. Semua itu adalah wujud tanggungjawab dan peran sosial gereja dalam memelihara dan meningkatkan harkat kehidupan yang sudah diperintahkan oleh Allah sendiri. Perjumpaan atau persinggungan nilai yang konstruktif bagi kehidupan akan menghasilkan transformasi bagi gereja. Asal nilai-nilai itu dilihat sebagai sumber-sumber otentik dan tidak hanya dilihat sebagai komplemen dari proses transformasi itu. Sebagaimana kata Gutiérrez yang dikutip Harvie M. Conn 5, konteks teologi adalah sebuah teologi yang tidak pernah henti berefleksi di dunia ini, namun mencoba untuk menjadi bagian dari proses di dalam mana dunia ditransformasi. Ia menjadi teologi yang terbuka menolak kemapanan martabat kemanusiaan, pergumulan terhadap penindasan, ketidakadilan melalui kasih yang membebaskan, dan membangun sebuah masyarakat yang baru, adil dan penuh persaudaraan, menjadikannya sebagai Kerajaan Allah. Pengentasan kemiskinan secara keseluruhan sebetulnya berhubungan dengan perubahan sosial yang berlaku dalam masyarakat kita, dan setiap kali kita melakukan perubahan maka setiap kali itu kita akan menemukan fenomena yang baru, dimana adanya situasi dan kondisi baru yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Dengan kata lain pilihan perubahan yang di kehendaki oleh bangsa kita saat ini dituntut untuk memberikan perubahan yang mendasar sehingga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat bukan memberikan kemiskinan. Maka dari itulah menuntut perhatian dan keterlibatan semua 5 Conn, Harvie M., Theologies of Liberation : An Overview dalam Tensions In Contemporary Theology, (Eds.Stanley N Gundry & Alan F Johnson), Chicago : Moody Press, hlm. 329.

pihak termasuk gereja dalam melihat dan menanggulangi permasalahan kemiskinan. Inilah tantangan bagi gereja, bagaimana gereja berperan dan hadir dengan mengusung tugas mulia mengangkat masyarakat miskin dari penderitaan yang dialami. Masyarakat miskin seharusnya menjadi fokus utama dalam pelayanan yang dilakukan gereja. Akan tetapi, seperti yang diungkapkan oleh Widi Artanto dalam bukunya, bukan berarti bahwa gereja harus terjebak pada suatu anggapan bahwa orang miskin yang membutuhkan gereja melainkan gereja yang membutuhkan orang miskin 6. Orang-orang miskin ini bukan berarti menjadi obyek gereja, tetapi orang-orang miskin ini menjadi partner bagi gereja dalam memberitakan Firman Tuhan melalui pelayanan. Sehingga, orang-orang miskin ini menjadi agen pembawa misi memberitakan Firman Tuhan. Pengertian Diakonia Gereja Bagian dari salah satu tugas gereja adalah diakonia. Karena diakonia adalah suatu sikap tindakan yang menunjukkan Kasih Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat atau berumat secara kehidupan sosial, dalam bentuk kesaksian atau bersaksi akan hidup yang saling memperhatikan antara umat yang satu dengan yang lainnya. Tugas ini merupakan wujud nyata dari sudah dibaca, didengar dan yang dilihat pada Firman Tuhan. Sehingga keadaan tersebut akan memberikan peranan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari, yang membuktikan bahwa sikap dan tindakan yang bersifat sosial pada masyarakat sangatlah penting untuk saling peduli antara yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut bertujuan supaya aspek diakonia menjadi milik bersama untuk dikembangkan tanpa ada unsur politis dan keuntungan hidup. Dengan sikap dan tindakan tersebut akan menjadikan kita untuk saling hidup secara bersama-sama dalam pelayanan kita di tengah-tengah dunia ini, sehingga dapat saling mencintai dan mengasihi sesama manusia sebagai makhluk sosial yang saling peduli. Maka konsep iman di dalam pelayanan akan membentuk satu di dalam kebersamaan yang diikat dengan Kasih Allah untuk mewujudkan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia. Dengan semangat diakonia, berarti telah memupuk kesadaran iman dalam meningkatkan pelayanan gereja. Keterlibatan sosial gereja sangatlah dibutuhkan pada saat ini. Akan 6 Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia. Yogyakarta : Taman Pustaka Kristen, hlm 75.

tetapi, perlu diperhatikan lagi, yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana diakonia telah memberikan dampak perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat miskin dan sejauh mana gereja memandang masyarakat miskin itu sebagai subyek yang melakukan perubahan hidup dalam diakonia yang dilakukan oleh gereja? Atau masyarakat miskin tersebut masih menjadi obyek demi gengsi gereja? Masyarakat miskin menjadi subyek dalam diakonia merupakan sebuah tujuan dimana gereja kemudian tidak lagi hanya menempatkan posisinya sebagai Santa Claus bagi masyarakat miskin. Dalam kata lain, kiranya gereja lebih melihat pada suatu perbuatan bukan lagi hanya sekedar sebuah sikap memberi. Kreativitas yang ada seharusnya digunakan untuk membuat program-program diakonia di mana gereja dan masyarakat miskin bekerja bersama. Masyarakat miskin yang telah tertindas baik secara material dan struktural membutuhkan sebuah perubahan di dalam hidupnya. Hal ini bukan berarti bahwa gereja kemudian hanya sekedar memberikan bantuan (alat pancing) kepada mereka (masyarakat miskin) dan kemudian meninggalkan mereka. Hal tersebut hanya akan memunculkan sebuah ketergantungan yang dapat menyebabkan masyarakat miskin tidak dapat mandiri. Akan tetapi, gereja dipanggil untuk menjadikan mereka (masyarakat miskin) sebagai rekan sekerja dalam diakonia yang dilaksanakan. Diakonia yang dilaksanakan di gereja jangan sampai terjebak pada suatu konsep bekerja untuk orang miskin melainkan haruslah mengarah pada konsep bekerja bersama orang miskin. Konsep bekerja bersama orang miskin ini tentu saja berangkat dari dasar solidaritas yang mempunyai pengertian tidak terbatas pada pemberian melainkan solidaritas di sini berarti tindakan yang didorong oleh keharusan untuk berbuat semaksimal mungkin demi menolong orang lain tanpa harus mempunyai terlebih dahulu untuk kemudian diberikan. Walaupun demikian, gereja-gereja di Indonesia sebagian besar telah memiliki kesadaran bahwa pelayanan diakonia harus bersifat transformatif dan tidak boleh dipandang sebelah mata, karena pelayanan ini merupakan bagian holistik dari kesaksian Gereja tentang karya pemulihan Allah bagi dunia. Dalam penerapannya, diakonia transformatif masih banyak menghadapi kendala baik dalam konsep maupun praktiknya. Diakonia

transformatif memerlukan komitmen, motivasi, serta teknik yang memadai bagi pelaksanaannya. GPIB Marga Mulya Yogyakarta Dengan bersumber pada Alkitab dan dalam ketaatan kepada Roh Kudus yang menghendaki agar pelayanan Gereja berlangsung dengan tertib dan teratur (1 Kor 14 : 40, 44), tersusun rapi (Efesus 4 : 16) serta dilatarbelakangi oleh sejarahnya, maka GPIB menata kelembagaannya serta penyelenggaraan pelayanannya dengan sistem Presbiterial Sinodal. UKDW Cara penatalayanan dengan sistem Presbiterial Sinodal selalu menekankan : 1. Penetapan kebijakan oleh para Presbiter atas dasar permusyawaratan melalui Persidangan Sinode GPIB, yang pelaksanaannya dijabarkan dalam Sidang Majelis Sinode (tingkat sinodal) dan Sidang Majelis Jemaat (tingkat jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara Majelis Sinode dan Majelis Jemaat maupun di antaranya. 3. Pelaksanaan pelayanan dan pengelolaan sumber daya gereja bersama dan bertanggungjawab di seluruh jajaran GPIB. Bertolak dari pemahaman ini, maka penyelenggaraan pelayanan secara Presbiterial Sinodal hendaknya menjadi tanggung jawab bersama para Presbiter atas kehidupan lembaga GPIB Marga Mulya Yogyakarta berdasarkan karunia dan talenta yang dipercayakan kepadanya. Keteraturan merupakan sebuah ciri khas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. Di dalam keteraturan yang demikian dijelaskan di atas, mungkinkah diakonia transformatif dilaksanakan dalam kegiatan diakonia di GPIB Marga Mulya Yogyakarta yang menggunakan sistem Presbiterial Sinodal?MILIK

Dari penjelasan di atas, penyusun di dalam penulisan skripsi ini memiliki fokus permasalahan sebagai berikut : - Apakah konsep diakonia yang digunakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta? - Bagaimana GPIB Marga Mulya Yogyakarta menyusun dan melaksanakan program diakonia? - Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kegiatan diakonia di GPIB Marga Mulya Yogyakarta? - Model diakonia manakah yang dilaksanakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta? C. Batasan Permasalahan Batasan permasalahan yang menjadi suatu acuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : - Kemiskinan yang menjadi fokus perhatian penulis adalah kemiskinan yang terjadi di daerah pelayanan GPIB Marga Mulya Yogyakarta. - Gereja yang menjadi sumber informasi penyusun dalam pengumpulan data adalah GPIB Marga Mulya Yogyakarta. - Diakonia yang akan diamati dalam penelitian oleh penyusun dalam rangka pengumpulan data mengambil kegiatan diakonia yang dilaksanakan GPIB Marga Mulya Yogyakarta dengan menggunakan penelitian lapangan dengan metode qualitatif. D. Tujuan Penulisan Adapun tujuan daripada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : - Menggambarkan diakonia yang dilaksanakan oleh GPIB Marga Mulya Yogyakarta.

- Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegiatan diakonia di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. - Melihat model diakonia yang dilaksanakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. - Memberikan suatu usulan bagi GPIB Marga Mulya Yogyakarta dalam pelaksanaan diakonia ke depannya. - Untuk memenuhi seluruh persyaratan dari program studi dalam memperoleh gelar Sarjana Teologia di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. E. Judul Dalam penulisan skripsi ini, penyusun memilih judul : Diakonia GPIB Marga Mulya Yogyakarta (Studi Teologis tentang Diakonia dalam Wilayah Pelayanan GPIB Marga Mulya Yogyakarta) Penyusun memilih judul ini dikarenakan penyusun melihat bahwa kemiskinan merupakan suatu pembahasan yang menarik dan aktual. Tulisan ini merupakan sesuatu yang menarik karena merupakan bentuk perhatian penyusun terhadap perkembangan kemiskinan yang demikian pesat dan belum secara maksimal mendapat perhatian oleh gereja. Selain itu, kemiskinan merupakan suatu tantangan yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan sehingga membutuhkan peran aktif gereja sebagai tangan Tuhan di dunia. Diakonia sebagai bentuk pelayanan gereja kepada masyarakat yang mengalami kemiskinan memiliki bermacam paradigma yang perlu dicermati. Oleh karena itu, penyusun menilai bahwa diakonia dan kemiskinan merupakan dua hal yang saat ini merupakan kebutuhan yang mendesak dalam agenda gereja.

F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penyusun dalam rangka mengumpulkan data ditempuh dengan dua cara yaitu : a. Penelitian Pustaka Metode pengumpulan data ini ditempuh dengan meneliti sumber-sumber literatur yang berhubungan dengan objek penelitian, misalnya literatur-literatur mengenai pelayanan (diakonia) dan kemiskinan. b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan yang dilaksanakan oleh penyusun menggunakan dua cara yaitu observasi dan wawancara. c. Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan oleh penyusun menggunakan lingkup penelitian di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. Penelitian ini akan menggunakan subyek penelitian salah satu bidang pelayanan yang ada dalam GPIB Marga Mulya Yogyakarta yaitu bidang pelayanan diakonia (Bidang PELKES). Observasi dan wawancara yang akan dilaksanakan oleh penyusun menggunakan sampel penelitian sebagai berikut : - 1 Pendeta - 5 Majelis Jemaat - 5 Komisi Diakonia - 10 Anggota Jemaat d. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah proses kegiatan diakonia yang dilaksanakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. Dari fokus penelitian tersebut, penyusun akan meneliti permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan fokus penelitian antara lain :

- Faktor-faktor input yang meliputi konteks lokal jemaat (kondisi geografis gereja, sejarah gereja, tradisi gerejawi, dan faktor-faktor pendukung serta penghambat dari kegiatan diakonia yang dilaksanakan) dan konteks masyarakat (kemiskinan). - Proses pembuatan dan pelaksanaan program diakonia di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. - Model Diakonia yang digunakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta. G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penyusun menggunakan suatu sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini berisi mengenai hal-hal yang mendasari penulisan skripsi ini. Hal-hal tersebut meliputi latar belakang permasalahan, fokus permasalahan, batasan permasalahan, rumusan judul, tujuan penulisan, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi dan sistematika penulisan. BAB II DIAKONIA GEREJA Pada bagian ini, penyusun pertama-tama akan memaparkan gambaran pengertian gereja secara umum kemudian penyusun juga akan memaparkan diakonia secara umum dan yang terdapat dalam Alkitab. BAB III DIAKONIA GPIB MARGA MULYA YOGYAKARTA Pada bagian ini, penyusun akan memaparkan gambaran diakonia yang dilaksanakan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta beserta hasil observasi dan wawancara yang dilaksanakan kemudian penyusun akan memberikan suatu analisa secara kritis berdasarkan data-data dari hasil penelitian data gereja maupun penelitian lapangan yang sudah digambarkan pada bagian sebelumnya.

BAB IV PENUTUP Pada bagian akhir ini, penyusun akan merumuskan suatu kesimpulan dari hasil analisa yang telah dilakukan dan kemudian penyusun akan memberikan suatu saran bagi pengembangan diakonia di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.