1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Menurut perkiraan United States Bureau of Census 1993, populasi lanjut

1 BAB I PENDAHULUAN. Mood disorders atau gangguan emosional merupakan. salah satu gangguan mental yang umum terjadi. Sekitar 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi adalah salah satu jenis minuman yang banyak. dikonsumsi masyarakat secara luas. Asosiasi Eksportir

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB I PENDAHULUAN. Stress, rasa takut dan ansietas adalah kondisi yang. sangat sering terjadi dan mudah ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. membuatnya depresi. Depresi menjadi masalah kesehatan jiwa yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Infeksi Toxoplasma gondii (T. gondii) dan Cytomegalovirus (CMV) pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suram, pesimistis, ragu-ragu, gangguan memori, dan konsentrasi buruk. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah lanjut usia (lansia) sekarang ini semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

MOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada. orang tua. Pada saat dilahirkan ke dunia anak membawa

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

BAB I PENDAHULUAN. daya regang atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka fertilitas. Perubahan struktur demografi ini. menyebabkan peningkatan populasi lanjut usia (lansia).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami istri pada hakikatnya ingin. memiliki anak sebagai tujuan dan aspek penting dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Begitu juga lansia yang diperkirakan lebih tinggi

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6

BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA SUPIR TRUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. melebihi jumlah populasi anak yang merupakan kejadian yang pertama kali dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia yaitu sebesar 8%.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. 1. Gangguan afektif bipolar adalah salah satu gangguan mood yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Gangguan Mood/Suasana Perasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada tahun 2000, dua di antara tiga orang lanjut usia (lansia) di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan dari adanya kecepatan produksi aqueous humor, tahanan terhadap. aliran keluarnya dari mata dan tekanan vena episklera.

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran. Meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (lansia) ini, berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Lhoksukon dan rumah pasien rawat jalan Puskesmas Lhoksukon.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Populasi usia lanjut (usila) meningkat cepat, baik di negara maju maupun di

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization(WHO) tahun2012 mendeskripsikandepresi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang termasuk ke dalam kelompok mood disorder. Pada sebagian besar survey, major depressive disorder memiliki prevalensi tertinggi yaitu hampir 17% diantara gangguan psikiatri lainnya. Insidensi tiap tahunnya adalah 1,59% (1,89% pada wanita dan 1,10% pada pria) (Sadock & Sadock, 2003). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria pada suatu waktu kehidupannya pernah mengalami depresi (Amir, 2005). Dalam studi lainnya, WHO menyatakan bahwa depresi merupakan penyebab keempat tertinggi untuk disabilitas di dunia dan diproyeksikan pada tahun 2020 akan menjadi peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab disabilitas di seluruh dunia (Murray & Lopez, 1996 dalam Bromet et al., 2011). Faktor resiko dari gangguan depresi mayor antara lain adalah jenis kelamin dengan prevalensi lebih tinggi pada wanita dibanding pria (Sadock & Sadock, 2003). Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10-25% dan pada laki-laki 5-12% (Amir, 2005). Usia rata-rata onset terjadinya gangguan depresi mayor adalah pada usia sekitar 40 tahun, dengan 50% dari seluruh pasien memiliki onset antara usia 20-50 tahun. Data

epidemiologi terbaru menyebutkan bahwa insidensi gangguan depresi mayor meningkat pada populasi yang berusia kurang dari 20 tahun, hal ini kemungkinan juga berhubungan dengan penggunaan alkohol serta kecanduan obat (drug abuse) yang terjadi pada kelompok usia ini (Sadock & Sadock, 2007). Ciri-ciri episode depresi adalah pasien akan merasa murung, sedih, hilang harapan, merasa diabaikan, dan tidak berharga. Sekitar 2/3 pasien depresi memiliki niat untuk bunuh diri dan sekitar 10-15% melakukan bunuh diri. (Sadock & Sadock, 2007). Walaupun depresi lebih sering terjadi pada wanita, namun bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua (Amir, 2005). Gangguan depresi ini dapat menurunkan kualitas pekerjaan dan hidup penderitanya. Ia dapat pula mencetuskan, memperlambat penyembuhan atau memperberat penyakit fisik. Selain itu, depresi juga dapat meningkatkan beban ekonomi. Kejadian depresi juga berhubungan dengan keadaan ketidakseimbangan biogenik amin. Dimana neuron yang mengandung norepinefrin terlibat dalam beberapa fungsi tubuh, seperti kewaspadaan, mood, nafsu makan, penghargaan, dan dorongan kehendak. Neurotransmitter lain yang juga memediasi fungsi ini yaitu dopamin. Neurotransmitter ini penting untuk rasa senang, seks, dan aktivitas psikomotor. Serotonin berperan dalam pengontrolan afek, agresivitas tidur, dan nafsu makan (Amir, 2005).

Depresi perlu diidentifikasi secara dini. Semakin dini memberikan penatalaksanaan maka akan semakin baik prognosisnya. Ada beberapa jenis penatalaksanaan depresi, yaitu medikasi, psikoterapi, atau kombinasi keduanya. Karena adanya beberapa faktor yang dapat menimbulkan depresi, maka penatalaksanaan yang komprehensif diperlukan (Amir, 2005). Kafein merupakan central-nervous-system-stimulant yang paling sering digunakan yang termasuk dalam golongan methylxanthine. Mekanisme aksinya adalah antagonis pada level reseptor adenosin. Kafein meningkatkan energi metabolisme melalui otak tetapi menurunkan aliran darah cerebral pada saat yang bersamaan, menginduksi hipoperfusi otak relatif. Kafein mengaktifkan neuron noradrenalin dan berpengaruh pada pelepasan lokal dari dopamin. Banyak efek kewaspadaan dari kafein yang berhubungan dengan aksi methylxanthine pada neuron serotonin (Nehlig, 1992). Jumlah konsumsi kopi dapat bervariasi pada tiap ras, jenis kelamin, maupun kelompok umur. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa pada umur remaja hingga dewasa muda mengonsumsi kopi lebih sering dibandingkan dengan kelompok umur lainnya (Sadock & Sadock, 2007). Pada kelompok umur remaja hingga dewasa muda ini didominasi oleh pelajar dan mahasiswa. Mahasiswa kedokteran yang memiliki tuntutan tinggi dalam aspek kognitif, afektif, dan skill yang harus dikuasai

sekaligus. Dimana seluruh aspek tersebut akan diuji berdasarkan poin penilaian tertentu yang disesuaikan dengan kompetensi yang harus dicapai oleh tiap individu. Maka tidak mengherankan jika mahasiswa kedokteran akan sering menghadapi ujian. Keadaan ini membuat mahasiswa kedokteran mendapatkan banyak tekanan yang dapat berujung pada kejadian depresi (Putri & Soedibyo, 2011). Data prevalensi stres pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 63,8%, sedangkan prevalensi depresinya adalah 6 66,5% (Abdulghani et al., 2011; Hope dan Henderson, 2014). Pada akhirnya, banyak diantara mahasiswa tersebut yang mencari tempat refreshing. Sehingga cafe atau kedai kopi yang tengah menjamur di kota (AEKI, 2013) menjadi salah satu tempat aternatif untuk belajar dan mencari suasana baru bagi mahasiswa kedokteran. Konsumsi kopi atau kafein telah menjadi hal yang sangat umum di masyarakat, namun belum adanya evaluasi lebih lanjut mengenai efek farmakologis pada pikiran (Lara DR., 2010). Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan apakah kebiasaan mengkonsumsi kopi berkafein bisa mencegah terjadinya depresi (Lucas et al., 2011). Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti topik ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian yaitu : Apakah terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan

kejadian depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jumlah konsumsi kafein atau kopi dengan kejadian depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi proporsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang mengonsumsi kopi. 2. Mengidentifikasi kejadian depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian dan pengembangan di bidang ilmu kesehatan maupun kedokteran khususnya mengenai hubungan antara depresi dan kopi. 1.4.2 Manfaat Praktis a) Bagi Masyarakat - Memberi informasi kepada masyarakat mengenai hubungan antara depresi dan kopi.

- Untuk digunakan sebagai rekomendasi dalam mengonsumsi kopi dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini. b) Bagi Peneliti - Untuk menambah wawasan serta pengetahuan mengenai efek kopi atau kafein terhadap depresi. - Agar kedepannya dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini dengan bijak untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. c) Bagi Subjek Penelitian - Dapat mengetahui efek kopi terhadap depresi berdasarkan hasil penelitian ini. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dan pengaruh antara konsumsi kopi terhadap skor depresi serta melihat hubungan variabel-varibel yang lain berupa jumlah cangkir kopi yang dikonsumsi dan jumlah konsumsi kafein kopi terhadap skor depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM. Skor depresi sebagai indikator depresi didapatkan dengan instrumen BDI (Beck Depression Inventory). Sejauh ini belum diketahui ada penelitian mengenai hal tersebut dengan menggunakan instrumen tersebut dan berlokasi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Pada jurnal yang diterbitkan tahun 2011 terdapat penelitian mengenai Coffee, Caffeine, and Risk of Depression Among Women oleh Dr Michel Lucas, Dr Fariba Mirzaei, dan Dr Alberto Ascherio di United States. Pada penelitian longitudinal ini ditemukan bahwa terjadi penurunan resiko depresi dengan peningkatan konsumsi kopi berkafein. Penelitian ini dipublikasikan pada jurnal Pubmed dengan menggunakan kuesioner yang telah terstandarisasi untuk mengetahui gaya hidup, riwayat medis, dan mengetahui penyakit baru yang diderita oleh subyek. Selain itu juga menggunakan semiquantitative food-frequency questionnaire untuk mengetahui konsumsi kafein serta diet lainnya dan menggunakan SF-36 Health Status Survey untuk mengetahui kesehatan mental awal subjek penelitian pada tahun 1996 saat penelitian dimulai. Pham et. al (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Green tea and coffee consumption is inversely associated with depressive symptoms in a Japanese working population menyebutkan bahwa semakin tinggi konsumsi green tea berhubungan dengan penurunan prevalensi gejala depresi. Dibandingkan dengan partisipan yang mengkonsumsi 1 gelas/hari, partisipan yang mengkonsumsi 4 gelas green tea/hari memiliki 51% prevalensi odds lebih rendah untuk memiliki gejala depresi. Konsumsi kopi juga secara berkebalikan berhubungan dengan gejala depresi ( 2 gelas/hari v. <1 gelas/hari: OR = 0 61; 95% CI 0 38, 0 98). Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa green tea, kopi, dan kafein dapat mencegah depresi. Ruusunen et. al (2010) dalam jurnalnya Coffee, tea and caffeine intake and the risk of severe depression in middleaged Finnish men: the Kuopio Ischaemic Heart Disease Risk Factor Study melaporkan bahwa konsumsi kopi berhubungan dengan resiko rendah dari depresi berat, dimana konsumsi teh atau kafein tidak berhubungan dengan resiko depresi pada studi mereka. Mereka menyimpulkan kopi memiliki aksi sebagai faktor protektif yang independen terhadap depresi dan efeknya bergantung pada senyawa aktif biologis dari kafein. Tanskanen et. al (2000) melaporkan bahwa hubungan antara konsumsi kopi setiap harinya dengan resiko bunuh diri adalah J-shaped, karena reiko bunuh diri sekitar 58% lebih tinggi pada individu yang mengkonsumsi 8 gelas kopi per hari dibandingkan dengan yang mengkonsumsi pada jumlah yang lebih moderate. Konsumsi kopi/kafein berlebihan bisa menginduksi nervousness, ketakutan, tekanan, palpitasi, restlessness, dan memicu pada ansietas atau serangan panik pada invidu yang sensitif. Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian yang telah ada dalam jurnal Pubmed tersebut, yaitu dari segi desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dari segi populasi target dan sampel yang dikhususkan kepada mahasiswa kedokteran, dari segi lokasi penelitian yang berbeda

yaitu di negara berkembang (Indonesia), serta dari segi instrumen yang digunakan untuk mengukur skor depresi adalah BDI (Beck Depression Inventory).