ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH

Transkripsi

1 ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH

2 JURNAL READING PROTECTIVE FACTORS AGAINST SUICIDAL ACTS IN MAJOR DEPRESSION: REASONS FOR LIVING KELOMPOK A-13 Ilham Noeryosan Erni Vuspita Dewi Abdul Halim Gazali Arum Sekar Latih Bella Amelia Sefilla Ahmad Farah Hayati Hadrani Ghea Ghaisany Heny Silviana Iqbal Hakiki

3 Latar Belakang Lebih dari 30 ribu orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya, menyebabkan bunuh diri menjadi penyebab kematian no. 8 di Amerika Serikat, dan termasuk 3 besar penyebab kematian pada rentang usia tahun.

4 Latar Belakang Sebelumnya, telah dilakukan hipotesis menggunakan model diathesis stres, yang diambil dari hasil pengamatan bahwa meskipun ada jumlah cukup besar dalam populasi yang mengalami stres yang cukup berat dan mengalami episode depresi berat, hanya sedikit dari jumlah ini yang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Dari hal ini, ditentukan penggolongan pemicu yang berhubungan dengan penyebab stres, dan penggolongan ambang depresi yang berhubungan dengan sifat penderita.

5 Latar Belakang Pertanyaan yang jarang ditanyakan tapi sebenarnya penting, bukanlah kenapa penderita depresi ini ingin bunuh diri, tapi kenapa mereka ingin hidup. Pertanyaan ini, yang merupakan sekumpulan faktor sosial dan budaya, tercermin dalam sebuah skala penilaian alasan untuk hidup (The Reasons of Living Inventory).

6 Latar Belakang The Reasons for Living Inventory merupakan sebuah skala untuk melihat faktor yang dapat membantu dalam mengurangi perilaku bunuh diri, yang terdiri dari 6 faktor: Keyakinan untuk hidup dan mengatasi masalah Tanggung jawab terhadap keluarga Rasa kekhawatiran terhadap anak Rasa takut bunuh diri Rasa takut akan pengucilan Penentangan moral terhadap bunuh diri

7 Metode Subjek: Diambil dari pasien yang berasal dari 2 rumah sakit psikiatri pendidikan, dengan rentang umur 18 sampai 80 tahun, memenuhi kriteria DSM-III-R untuk episode depresi berat berdasarkan penilaian klinis, dan tidak memiliki kondisi medis tidak stabil dan kelainan neurologis.

8 Metode Non-partisipan: Tidak berbeda dengan partisipan secara demografis dan klinis, seperti umur, jenis kelamin, ras, tingkat keparahan depresi, atau jumlah serangan depresi sebelumnya, namun lebih ditentukan dari penyalahgunaan obat-obatan.

9 Metode Alat Evaluasi: St. Paul Ramsay Life Experience Scale and Recent Life Changes Questionnaire untuk menilai jumlah dan keparahan kejadian dalam hidup. Penyusunan riwayat bunuh diri pasien selama hidupnya. Scale for Suicide Ideation untuk menilai pemikiran pasien terhadap bunuh diri saat ini (ide untuk bunuh diri). Suicide Intent Scale untuk menilai keinginan pasien pada usaha bunuh diri yang paling membahayakan dan paling baru. Medical Lethality Scale untuk menilai cedera yang diakibatkan usaha bunuh diri selama ini.

10 Hasil Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Agama tidak memperlihatkan perbedaan antara orang yang melakukan usaha bunuh diri dan yang tidak. Begitu juga pada pada jumlah episode, durasi, dan tingkat keparahan depresi mayor, meskipun ada perbedaan yang cukup drastis pada jumlah episode (p=0.053).

11 Hasil Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Agama tidak memperlihatkan perbedaan antara orang yang melakukan usaha bunuh diri dan yang tidak. Begitu juga pada pada jumlah episode, durasi, dan tingkat keparahan depresi mayor, meskipun ada perbedaan yang cukup drastis pada jumlah episode (p=0.053). Dari segi ras, ras Kaukasia lebih cenderung untuk melakukan usaha bunuh diri dibanding non-kaukasia.

12 Hasil Selain itu, pelaku usaha bunuh diri juga dilaporkan memiliki depresi subjektif yang lebih besar, keputusasaan, dan ide untuk bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak.

13 Hasil Pasien yang tidak melakukan usaha bunuh diri memiliki skor yang lebih tinggi dalam pertanyaan alasan hidup. Analisis pada kategori alasan hidup menunjukkan bahwa mereka memiliki keyakinan bertahan hidup lebih besar, rasa takut pengucilan lebih besar, dan penentangan moral terhadap bunuh diri lebih besar dibanding pelaku usaha bunuh diri.

14 Hasil Pearson correlation analysis: Total skor untuk hidup berkorelasi terbalik dengan keputusasaan(r= 0.58, N=67, p<0.0001), ide bunuh diri (r= 0.48, N=68, p<0.0001), dan depresi subjektif (Beck Depression Inventory) (r= 0.42, N=66, p<0.0005).

15 Hasil Canonical correlation analysis: Hubungan antara skor alasan hidup dan jumlah dari skor keputusasaan, depresi subjektif, dan ide bunuh diri (yang merupakan faktor "bunuh diri klinis") memiliki perbandingan yang sangat signifikan berbanding terbalik dengan alasan untuk hidup (kanonik korelasi = -0,64, rasio kemungkinan = 0.59, df = 3, 59, N = 62, p <0,0001).

16 Diskusi Skor yang lebih tinggi untuk alasan untuk hidup dikaitkan dengan tingkat keputusasaan yang rendah. Skor keputusasaan menunjukkan bahwa persepsi subjektif dari kejadian hidup yang penuh stres mungkin lebih erat dengan usaha bunuh diri daripada ukuran kuantitatif terjadinya hal tersebut.

17 Diskusi Chiles melaporkan temuan yang berbeda. Pasien ras cina menunjukkan bahwa depresi lebih berhubungan dengan keinginan bunuh diri daripada putus asa. Diduga hubungan antara keputusasaan dan niat mungkin tidak begitu relevan untuk ras cina karena perbedaan keyakinan moral atau budaya, dimana sikap yang bertahan adalah mereka memiliki sedikit kendali atas kejadian buruk yang menimpa mereka.

18 Diskusi Keputusasaan sulit untuk dikategorikan baik sebagai faktor lingkungan atau biologis, sebagai pemicu klinis akut, atau sebagai faktor kronis. Secara klinis, tingkat keputusasaan dapat bervariasi pada masingmasing orang. Namun, bahkan ketika rasa keputusasaan mereda, misalnya pada resolusi depresi berat, rasa keputusasaan yang lebih besar tetap ada pada pasien dengan usaha bunuh diri di masa lalu.

19 Diskusi Skor rendah untuk alasan hidup juga dapat dianggap memberikan hasil yang sama. Meskipun faktor yang diukur berbeda, skor total alasan hidup berkorelasi terbalik dengan faktor "bunuh diri klinis" (keputusasaan, depresi subjektif, dan ide bunuh diri) dan mungkin hipotesis bervariasi dalam individu, tergantung pada ada atau tidaknya pemicu eksternal.

20 Diskusi Diantara perbandingan ras, budaya, dan agama, resiko untuk bunuh diri lebih besar pada keturunan Hispanik, sementara keturunan Meksiko Amerika memiliki resiko lebih rendah. Pada orang kulit hitam tetap, mereka memiliki resiko yang rendah, berkebalikan dengan remaja hitam yang meningkat resikonya.

21 Diskusi Meskipun Agama tidak terlalu membedakan skor pada pelaku usaha bunuh diri dan yang tidak, skor untuk keberatan moral untuk bunuh diri sangat berbeda. Ajaran Agama tentang kehidupan kelihatannya mendukung alasan hidup, sehingga pikiran pasien terlindungi dari keinginan bunuh diri pada saat stres meningkat.

22 Diskusi Alasan untuk hidup harus dimasukkan dalam penilaian klinis pelaku usaha bunuh diri, Mungkin strategi pengobatan untuk mengurangi resiko bunuh diri klinis dan mendukung kesadaran alasan hidup serta menanamkan harapan hidup selama masa stres, perlu dikembangkan.

23 Kesimpulan Selama episode depresi, persepsi subjektif pasien pada kehidupan yang penuh stres mungkin lebih erat dengan ekspresi bunuh diri daripada kuantitas usaha bunuh diri. Beberapa pemikiran yang bersifat optimis, dapat mengurangi keputusasaan dan dapat melindungi pasien dari perilaku bunuh diri selama periode risiko, seperti depresi berat.

24

25

26 TERIMA KASIH ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH