RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK SEKTOR USAHA PERIKANAN Tantangan dan Hambatan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan negara yang baik merupakan salah satu indikator dari

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

PROVINSI SUMATERA UTARA

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. menyebutkan bahwa setiap pemerintah daerah diberi kewenangan yang

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 3 METODE PENELITIAN

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 17 TAFIUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2014 TENTANG ANDON PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

ANALISIS KEBIJAKAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN PESISIR

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PELAYANAN USAHA PENANGKAPAN IKAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 12/MEN/2007 TENTANG PERIZINAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN

2 Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lem

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER. 06/MEN/2005 TENTANG PENGGANTIAN BENTUK DAN FORMAT PERIZINAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

BAB V PENUTUP. menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

Luas Wilayah Luas Wilayah Laut Panjang Garis Pantai Pemerintahan

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PERMEN-KP/2014 TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI Berdasarkan dari hasil kajian ini, rekomendasi tentang evaluasi pelaksanaan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan sebagai berikut: ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Untuk dimasa mendatang hendaknya kewenangan pengukuran kapal perikanan tangkap dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada KKP untuk melakukan monitoring dan pengawasan kapal penangkap ikan. Kedua, untuk mengurangi beban nelayan dan pemilik kapal > 30 GT terhadap pengurusan administrasi SIPI dan SIKPI yang berlangsung setiap tahun di Jakarta, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan harus memberikan kewenangan bagi kantor Pelabuhan Perikanan Samudera, dan Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara yang pengawasannya berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan proses pengurusan izin pengoperasian kapal penangkap ikan di wilayahnya. Ketiga, penggunaan logbook harusnya menjadi persyaratan utama bagi nelayan atau pemilik kapal saat mendaratkan ikan di pelabuhan. Dan data logbook ini bisa termonitor secara online untuk memastikan berapa volume dan nilai produksi masing-masing jenis ikan yang ditangkap. Dengan demikian, tidak diperlukan lagi petugas outsourcing untuk mencatat berapa volume produksi ikan hasil tangkapan di laut. Data yang diperoleh dari logbook menjadi valid dibandingkan pencatatan manual atau berdasarkan pengamatan petugas outsourcing. Keempat, kebijakan pengendalian bahan bakar untuk nelayan sangat diperlukan oleh PT Pertamina. Bahan bakar subsidi yang secara khusus diberikan untuk nelayan sebaiknya benar-benar digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, dan bukan untuk kapal lainnya. Untuk itu pengendalian bahan bakar nelayan dapat dilakukan dengan cara seleksi pada saat pengisian bahan bakar adalah untuk kapal perikanan yang telah menyerahkan laporan tangkapan ikan atau logbook. Hal ini untuk mencegah penggunaan bahan bakar subsidi digunakan oleh kapal yang bukan kapal penangkap ikan.

PENDAHULUAN I ndonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dimana ± 2/3 dari seluruh wilayah Indonesia merupakan laut. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. KEP. 18/MEN/2011, luas wilayah laut Indonesia adalah 5,8 juta km 2, dengan panjang pantai 95.181 km. Dengan luas wilayah laut Indonesia tersebut, maka Indonesia dikaruniai dengan keanekaragaman kehidupan hayati (seperti ikan dan terumbu karang) dan nonhayati. Karena itu, perikanan laut (meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya) merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalamupaya mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan. Secara nasional, menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan potensi sumber daya perikanan tangkap Indonesia sebesar 6,4 juta ton per tahun. Produksi perikanan tangkap di laut sekitar 4,7 juta ton per tahun, dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan Kementerian Kelautan dan Perikanan maksimum 5,2 juta ton per tahun, berarti hanya tersisa 0,5 juta ton per tahun. Akan tetapi sumbangan dari sektor perikanan untuk seluruh Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2011 baru sekitar 3,1% atau sebesar Rp227.761 miliar. Jumlah produksi perikanan Indonesia sangat kecil apabila dibandingkan dengan negara lain dengan panjang pantai yang lebih pendek. Negara India yang dengan panjang pantai 8.041 km dapat menghasilkan 2,95 juta ton pada tahun 1998, kemudian negara Cina dengan panjang pantai hanya 14.500 km menjadi penghasil ikan terbesar pada tahun 1999 sebesar 30 juta ton 1. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokmin Dahuri juga mengatakan, potensi perikanan Indonesia pada tahun 2011 sekitar 65 juta ton per tahun, dan baru dimanfaatkan 13,4 juta ton atau 20,7% 2 Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya alam dari sektor perikanan di Indonesia masih sangat berpotensi untuk digali. Menteri Keuangan dalam Rapimsus Pembahasan Capaian Kinerja Triwulan III Cluster I pada tanggal 29 Oktober 2012 dan hasil koordinasi di Setjen pada tanggal 22 November 2012, juga menyampaikan arahan perlu dilaksanakannya evaluasi mengenai Potensi dan Realisasi PNBP ke depan. Pelaksanaan evaluasi ini penting dilakukan mengingat masih banyaknya potensi dan celah untuk meningkatkan PNBP ke depan.untuk mengetahui potensi sumber daya perikanan di wilayah Indonesia perlu diketahui besarnya volume produksi perikanan. Volume produksi perikanan dari tahun 2006-2011 yang dapat dilihat pada tabel 1. 1 Departement of Scientific & Industrial Research. Ministry of Science & Technology, Government of India. Fisheries. 2 Andayani F. 2012. Potensi Perikanan Indonesia Baru Digunakan 20 Persen. halaman iii

Tabel 1 Volume Produksi Perikanan Tahun 2006-2011 (Ton) Sumber : KKP, 2012. Dari tabel 1 dapat kita lihat bahwa volume perikanan tangkap kurang lebih 50%-60% dari seluruh volume produksi perikanan tahun 2006-2011 akan tetapi kenaikan rata-rata tahun 2007 s.d 2011 hanya sebesar 3,20%. Sementara Perikanan budidaya kenaikan rata-rata dari tahun 2007-2011 sebesar 25,62%. Dilihat dari kontribusi antara perikanan tangkap dan perikanan budidaya, terjadi perubahan yang sangat signifikan, dimana pada tahun 2007 perikanan tangkap jumlahnya 1,5 kali lebih besar dari volume perikanan budidaya, akan tetapi tahun 2011 jumlah volume perikanan budidaya lebih besar dari perikanan tangkap. Tabel 2 Nilai Produksi Perikanan Tahun 2006-2011 (Miliar Rp) Sumber : KKP, 2012. Seiring dengan bertambahnya volume produksi ikan, nilai produksi ikan juga ikut meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011, nilai produksi ikan Indonesia terutama perikanan tangkap menjadi Rp70,03 triliun. Padahal tahun 2007 nilai produksi ikan baru mencapai Rp48,43 triliun. Hal yang menarik adalah tingginya volume dan nilai produksi ikan dipengaruhi oleh semakin banyaknya kapal dalam negeri dan luar negeri yang beroperasi di perairan Indonesia. Namun, kontribusi dari hasil tangkapan belum terlihat nyata baik dalam perekonomian Indonesia maupun APBN.Volume dan nilai produksi perikanan tersebut seharusnya menjadi salah satu ukuran dalam menentukan besarnya PNBP Perikanan. Target dan realisasi PNBP Perikanan 2005-2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini. halaman iv

Sumber : KKP, 2013. Tabel 3 Target dan Realisasi PNBP Perikanan Tahun SDA (Rp.Miliar) Non SDA (Rp.Miliar) Total (Rp.Miliar) Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % 2005 400.00 272.22 68.06 12.89 16.71 129.64 412.89 288.93 69.98 2006 414.15 198.76 47.99 11.35 16.58 146.08 425.50 215.34 50.61 2007 200.00 114.84 57.42 12.94 19.79 152.94 212.94 134.63 63.22 2008 200.00 77.40 38.70 16.47 27.24 165.39 216.47 104.64 48.34 2009 150.00 92.03 61.35 20.09 33.45 166.50 170.09 125.48 73.77 2010 150.00 91.99 61.33 30.10 34.99 116.25 180.10 126.98 70.51 2011 150.00 183.80 122.53 30.00 39.91 133.03 180.00 223.71 124.28 2012 150.00 218.92 145.95 32.83 60.90 185.50 182.83 279.82 153.05 Tabel 3 menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 s.d 2009 realisasi PNBP Perikanan SDA dan non SDA berfluktuasi berkisar antara 48 s.d 73%. PNBP perikanan yang berasal dari non SDA realisasinya selalu diatas 100%, akan tetapi PNBP perikanan dari SDA berkisar antara 38 s.d 68%. Tahun 2011 sampai dengan 2012 realisasi PNBP SDA melebihi targetnya. Hal ini disebabkan adanya tunggakan penerimaan pungutan hasil perikanan (PHP) dan pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dari tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi jumlah, realisasi PNBP Perikanan dari SDA tahun 2005 s.d 2008 mengalami penurunan yang sangat drastis, dimana tahun 2008 jumlahnya kurang lebih sepertiga dari tahun 2005, kemudian tahun 2009 mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut tidak melampaui jumlah realisasi tahun sebelumnya. Untuk PNBP Perikanan dari non SDA sendiri walaupun mengalami fluktuasi akan tetapi meningkat secara keseluruhan dari tahun 2005 s.d 2008. Penelitian ini memusatkan perhatian pada dua hal yaitu prosedur pemungutan dan pengadministrasian PNBP Perikanan Tangkap dan potensinya. Prosedur pemungutan PNBP Perikanan Tangkap menjadi penting karena diperlukan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Selain itu juga memenuhi aspek keadilan, dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya serta biaya penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan dengan PNBP. Tujuan dari penelitian ini adalah (i) mengidentifikasi prosedur dan administrasi pemungutan PNBP Perikanan Tangkap dalam beberapa tahun ini terutama pungutan hasil perikanan (PHP) dan (ii) mengidentifikasi formula PHP saat nelayan memperpanjang surat izin penangkapan ikan (SIPI) setiap tahunnya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggabungkan kedua metode kualitatif dan kuantitaf. Metode kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis besaran potensi perikanan beserta menghitung dampaknya terhadap kesejahteraan nelayan, sedangkan metode kualitatif dimanfaatkan untuk mengidentifikasi permasalahan yang menghinggapi siklus pengelolaan perikanan tangkap. Siklus pengelolaan perikanan tangkap yang dimaksud adalah dimulasi dari awal usaha, penerbiatan izin berlayar, sampai dengan pendaratan ikan. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa daerah terpilih yang memiliki sumber daya perikanan yang besar di Indonesia. Interview dilakukan ke unit-unit yang melakukan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap, maupun langsung kepada pelaku usaha halaman v

perikanan dan asosiasi pengusaha perikanan. Pemilihan Lokasi beserta Unit unit yang dikunjungi antara lain: (i) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangangtu, Banten, (ii) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Sulawesi Utara, (iii) Perlabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pandeglang, Banten, (iv) Loka Penelitian Tuna Benoa, Denpasar Bali, (v) Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Bantul, Yogyakarta, (vi) PPS Cilacap, Jawa Tengah, (vii) TPI Bajomulyo, Dinas Kelautan dan Perikanan Pati, Jawa Tengah, (viii) PPS Belawan, Medan, (ix) PPS Nizam Zachman, Jakarta, dan (x) PPN Pekalongan, Jawa Tengah 26-28 Maret 2013. Selain pada satker daitas, depth-interview juga dilakukan terhadap para nelayan/pelaku usaha perikanan. Model mikrosimulasi adalah model yang melakukan analisis pada tingkatan mikro. Salah satu hal yang membedakan model tersebut dengan model yang lain adalah ketergantungan model ini terhadap sumber data mikro. Data yang digunakan berupa data survei pada tingkatan rumah tangga, individu, perorangan, atau data lain dalam unit mikro. Gambar 1. Kerangka Kajian PNBP Perikanan Tangkap Model mikrosimulasi mencoba untuk memodelkan dampak dari perubahan dari suatu kebijakan terhadap tiap-tiap unit mikro tersebut, misalnya dampak kebijakan pemerintah terhadap masing-masing individu/rumah tangga. Dampak pada masing-masing unit mikro (individu/rumah tangga) tersebut kemudian diagregasi untuk melihat dampak dari kebijakan secara agregat/makro. Model ini sering digunakan antara lain dalam rangka menganalisis dampak kebijakan perpajakan terhadap konsumsi masyarakat dan distribusi pendapatannya. Gambar 2. Model Mikrosimulasi BKF halaman vi Sumber: GSU training book

SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, PNBP Perikanan masih menunjukkan kinerja yang kurang optimal, karena hasil tangkapan perikanan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan namun PNBP perikanan tetap rendah. Salah satu penyebabnya adalah banyak ditemui kapal yang ukuran tonase kotor (GT) tidak sesuai dengan ukuran sebenarnya. Misalnya, kapal > 30 GT yang seharusnya dilaporkan ke pemerintah pusat justru dilaporkan ke pemerintah propinsi atau kabupaten/kota bahwa kapal yang akan dioperasikan itu < 30 GT. Selain itu, para nelayan dan perusahaan berusaha menghindari pengenaan rate pungutan hasil perikanan (PHP) PNBP sebesar 2,5 persen terhadap PNBP yang harus disetor berdasarkan kapal yang dimiliki. Perusahaan atau nelayan melaporkan ke pemerintah pusat bahwa kapal yang dioperasikan adalah > 30 tetapi 60 GT, maka rate PHP untuk PNBP menjadi sebesar 1 persen. Kapal > 60 GT dikenakan rate PHP sebesar 2,5 persen. Kedua, pengurusan ijin untuk kapal dengan ukuran di atas 30 GT harus dilakukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang letaknya di Jakarta dirasakan sangat menyulitkan bagi para pengusaha perikanan yang berdomisili di luar Jakarta. Ada beberapa pelabuhan yang membantu pengurusan izin dari pengusaha, akan tetapi tambahan biaya pengurusan akan membebani para pengusaha. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa hampir setiap tahun semua nelayan atau pemilik kapal > 30 GT dalam melakukan perpanjangan SIPI dan SIKPI dilakukan oleh biro jasa. Pengalaman selama ini yang dihadapi nelayan seperti Juwana, Pati, Jawa Tengah adalah tidak adanya kepastian bahwa administrasi dari kedua surat tersebut bisa selesai dalam satu atau dua hari. Sementara, kapal sudah siap berlayar untuk menangkap ikan sesuai dengan WPPnya. Akhirnya, biaya tambahan jadi membengkak karena prosedur administrasi yang terpusat di Jakarta. Ketiga, penggunaan logbook sebagai salah satu alat untuk memonitor hasil tangkapan belum menjadi keharusan bagi nelayan (nakhoda) sebagai pelaporan ke KKP melalui pelabuhan tempat mendaratkan ikan. Penggunaan logbook masih bersifat formalitas dan tidak ada sanksi (punishment) apabila nelayan atau nakhoda tidak melaporkan ke KKP. Padahal, logbook ini sangat penting untuk mengetahui berapa hasil produksi tangkapan ikan yang diperoleh nelayan per trip. Keempat, pengisian BBM Solar bersubsidi bagi nelayan dan pemilik kapal tidak sesuai dengan kebutuhan. Pihak Pertamina menjatah nelayan sesuai dengan perhitungan yang dimilikinya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah nelayan menjual BBM di tengah laut. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa pengisian BBM Solar bersubsidi jauh dibandingkan kebutuhan nelayan. Hal ini mengakibatkan waktu beroperasi di laut semakin berkurang dan hasil tangkapan tidak optimal. Misalnya, kebutuhan BBM Solar adalah 50 KL per trip dengan jangka waktu dua bulan, tetapi yang diberikan PT Pertamina hanya 25 KL. Praktis, kapal tersebut hanya mampu beroperasi < 1 bulan. halaman vii

Hal yang menarik ditemukan di lapang untuk mengatasi kekurangan BBM adalah dengan menyediakan kapal pengangkut ikan. Kapal ini berfungsi sebagai penyedia BBM, bahan makanan, mengangkut anak buah kapal (ABK) dan nakhoda untuk pergantian antar waktu dan pengangkut hasil tangkapan ikan. Biasanya, nelayan atau pemilik kapal yang maju dan berkembang memiliki 2 atau 3 kapal pengangkut ikan. Sedangkan kapal penangkap ikan tetap di laut dan jarang sekali ke pelabuhan, kecuali rusak atau masa perawatan. Kapasitas BBM kapal pengangkut ikan cukup besar dan mampu menyuplai sekitar 2-4 kapal penangkap ikan. Harga patokan ikan (HPI) yang digunakan sebagai dasar perhitungan PNBP selama ini mengacu kepada Permendag nomor 13 tahun 2011. Padahal harga ikan saat didaratkan bisa berubah setiap waktu tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi oleh nelayan. Selain itu, harga ikan kemungkinan besar mengalami kenaikan setiap tahunnya tergantung inflasi atau kenaikan harga bahan pokok lainnya di masing-masing daerah pendaratan ikan. halaman viii