Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

dokumen-dokumen yang mirip
APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Model Pengembangan Lahan Gambut Berkelanjutan 1

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IMPLEMENTASI PP 57/2016

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN & SARAN. pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

West Kalimantan Community Carbon Pools

Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air

PERANAN LAHAN BASAH (WETLANDS) DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Pengecekan lapangan lokasi kebakaran foto dirilis di database online EoF

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

BAB I PENDAHULUAN I-1

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Komitmen APP dalam Roadmap menuju kepatuhan terhadap Kebijakan Asosiasi FSC (Policy for Association / PfA)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator Kinerja untuk Evaluasi APP FCP dan Komitmen Tambahan Version 2.0, 12 Mei 2014

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Draft Komik. Tema : Perubahan Iklim dan REDD. Judul :

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

APP SUSTAINABILITY ROADMAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

Setitik Harapan dari Ajamu

1. DEFINISI BENDUNGAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Tahun Penelitian 2005

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

Kebijakan Asosiasi. Tanggal Berlaku PfA berlaku secara efektif sejak menerima dukungan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC)

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

2015 ANALISA PENGISIAN AWAL WADUK (IMPOUNDING) PADA BENDUNGAN JATIGEDE

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK

HUTAN HUJAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA PENTING BAGI IKLIM, SATWA LIAR DAN MASYARAKAT HUTAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 peringatan titik api berdasarkan tipe penggunaan lahan, Sumatera, Indonesia (Data titik api aktif NASA)

Transkripsi:

1

2

Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea dimana drainase menggunakan kanal telah menyebabkan rendahnya permukaan air, sehingga pada musim kemarau menyebabkan permukaan gambut sangat kering dan gambut menjadi bahan bakar. Kebakaran lahan gambut menyumbang sebagian besar emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global, dan juga menyebabkan bencana kabut asap di tingkat regional dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, kebakaran gambut juga menyebabkan turunnya permukaan gambut yang kemudian menyebabkan banjir. Oleh karena itu Indonesia memulai sebuah usaha terpadu untuk mengurangi resiko kebakaran pada lahan gambut, menyusul kebakaran besar di tahun 2015 Untuk mencapai hal ini, diperlukan perbaikan pada pengelolaan lahan gambut dan menaikkan permukaan air. Studi Kasus : Program Pembangunan Bendungan Kanal Perimeter oleh APP Berkantor pusat di Indonesia, Asia Pulp & Paper Group (APP) merupakan salah satu pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase perusahaan pulp dan kertas terbesar di yang menyebabkan dampak terhadap dunia. APP mendapat pasokan kayu dari konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang hutan alam harus dihentikan, termasuk kebakaran, penggantian spesies rawa dikelola para pemasoknya di Indonesia, yang memerlukan kondisi lahan tergenang, dimana banyak diantaranya terletak dan juga emisi karbon. di lahan gambut. Di bawah Kebijakan Untuk mewujudkan hal ini, APP akan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy / FCP), yang diumumkan dan telah menaikkan tinggi permukaan air di seluruh konsesi para pemasoknya ke tingkat diimplementasikan sejak Februari 2013, permukaan air tertinggi yang masih APP berkomitmen untuk menghentikan memungkinkan produksi kayu pulp, dan deforestasi di seluruh rantai pasokannya, terutama di zona penyangga (buffer zones) dan untuk menerapkan praktek terbaik di antara hutan alam dan HTI dimana pengelolaan lahan gambut untuk harus terdapat transisi dari kedalaman mengurangi emisi gas rumah kaca air di area HTI (di bawah permukaan 3

gambut) ke kedalaman air alami yang akan memungkinkan konservasi jangka panjang untuk gambut dan hutan rawa gambut. Dalam membuat desain zona penyangga diperlukan analisis terperinci dari karakteristik lanskap gambut yang menentukan seberapa jauh dampak dari drainase telah mempengaruhi keberadaan hutan dan menyebabkan resiko kebakaran, terutama terkait dengan ketebalan gambut dan gradien permukaan gambut. Analisis tersebut sedang berlangsung saat ini, didukung oleh Deltares, lembaga penelitian Belanda dengan keahlian di bidang gambut dan pengelolaan air. Rencana yang disampaikan dalam dokumen ini, sebagai langkah awal dalam membangun zona penyangga secara keseluruhan, adalah untuk membendung semua kanal perimeter, yaitu kanal batas di sekeliling HTI, untuk memulai menaikan ketinggian permukaan air di area hutan alam yang tersisa dan juga di area HTI yang sangat rentan terhadap kebakaran hutan. Gambar 2. Skema konsep zona penyangga menciptakan wilayah transisi yang bertahap dan dapat dikelola antara kedalaman permukaan air alami di bawah permukaan gambut di kawasan hutan alam, dan kedalaman permukaan air yang lebih besar di wilayah HTI. Pembendungan kanal perimeter merupakan langkah awal dalam pembangunan zona penyangga: pembendungan kanal perimeter ini menaikan permukaan air di hutan, tetapi belum sepenuhnya hingga ke ketinggian air alami. Untuk membangun zona penyangga seutuhnya, perlu dilakukan pembendungan di lebih banyak kanal yang terletak lebih jauh dari batas HTI. http://www.asiapulppaper.com/sites/default/files/app_forest_conservation_policy_final_english.pdf https://www.deltares.nl/en/projects/reducing-impact-plantation-operations-peatlands-indonesia-2/ 4

Pembendungan Kanal Perimeter Sebagai Langkah Cepat Mengurangi Resiko Kebakaran Resiko kebakaran di lahan gambut pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor utama: [a] adanya akses bagi individu yang membakar secara ilegal; [b] adanya material yang memungkinkan api menyebar dengan cepat, dalam hal ini semak belukar dan hutan yang terdegradasi; [3]tanah gambut yang kering yang mudah terbakar. Kondisi ini biasanya ditemukan di batas HTI. Meninggikan permukaan air di sepanjang batas HTI dengan pembendungan kanal, yang juga akan mengurangi akses di sepanjang kanal tersebut, diharapkan dapat mengurangi resiko kebakaran secara substansial. Selain itu, langkah ini dapat diterapkan dalam jangka pendek karena jumlah kanal yang perlu dibendung relatif terbatas dan tidak memerlukan desain yang rumit. Desain Bendungan Kanal Perimeter Desain pembendungan kanal yang diterapkan oleh APP (dan didesain bersama dengan Deltares) cocok untuk penerapan secara cepat, dalam jumlah yang sangat besar, tidak memerlukan biaya mahal, dan dimaksudkan untuk hanya memerlukan sedikit atau tanpa pemeliharaan (karena pada desain ini erosi dapat dihindari). Elemen-elemen berikut membantu untuk mewujudkan hal ini: Setiap bendungan kanal perimeter terdiri dari satu bendungan, yang mendorong naiknyatingkat permukaan air di kanal ke permukaan gambut di sekitarnya, dan satu spillway yang memungkinkan aliran air yang cukup melalui kanal untuk menghindari banjir ke lahan di sekitarnya (catatan: dimana banjir dibutuhkan atau dapat diterima, maka spillway tidak perlu dibangun). Bendungan terbuat dari gambut yang dikumpulkan dari sekitar lokasi bendungan, dan dipadatkan dengan excavator untuk memperkuat bendungan dan mengurangi kebocoran. Tidak ada material atau alat lain yang digunakan. Water step (perbedaan tingkat permukaan air di setiap bendungan) harus selalu kurang dari 0,25 m, untuk mengurangi tekanan terhadap bendungan dan membatasi kecepatan aliran air ketika melewati spillway. Perbedaan ketinggian permukaan air maksimal ini biasanya dicapai dengan membangun bendungan-bendungan dengan interval 500 m, mengingat gradien permukaan gambut biasanya dibawah 0,5 m/km. Jika gradien lebih curam, maka akan dibangun bendungan tambahan. Puncak bendungan minimal 0,5 m diatas permukaan gambut di sekitarnya (yang diukur pada jarak 25 m dari bendungan). Hal ini mencegah puncak bendungan dibanjiri ketika curah hujan tinggi, sehingga mencegah resiko erosi pada bendungan tersebut. Waktu pembangunan bendungan menjadi cepat karena sumber material gambut yang diperlukan untuk membangun bendungan diambil dari pembangunan spillway dimana gambut perlu digali dan dikeluarkan. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sehingga pergerakan rolling excavator dapat diminimalisir. Spillway tidak boleh lebih dalam dari 0,75 m dibawah permukaan gambut di sekitarnya, dan idealnya pada kedalaman 0,5 m, untuk memastikan ketinggian permukaan air pada kanal di hulu tidak akan turun lebih jauh di bawah permukaan gambut (kecuali pada saat musim kering yang ekstrem dimana mungkin tidak ada aliran air sama sekali di kanal). Lebar spillway 6 m atau 10 m. Dimensi dan jumlah spillway dioptimalkan untuk mengakomodir debit air kanal, dengan tujuan [a] menghindari banjir pada permukaan gambut di sekitarnya dan [b] menghindari kecepatan aliran air yang lebih besar dari 1 m/detik, karena hal tersebut akan mengakibatkan erosi pada gambut. 5

Gambar 3. Skema penampang memanjang di sepanjang kanal yang melalui sebuah kubah gambut, menunjukkan bahwa tingkat permukaan air hanya akan naik secara substansial jika bendungan dibangun pada interval yang cukup pendek untuk mengurangi water steps di bendungan (hingga kurang dari 0,25 m), dan jika puncak bendungan berada di atas permukaan gambut di sekitar nya, maka akan memungkinkan permukaan air dapat dikontrol ke dekat permukaan gambut, dengan spillway. Desain Dasar Spillway Spillway dapat memiliki dimensi yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi debit air sebagai berikut: 1. Desain Spillway #1 : Satu spillway dengan lebar 6 m dan kedalaman 0,5 m dibawah permukaan tanah asli (Original Ground Level / OGL). Tipe bendungan ini terletak di daerah hulu dimana debit air pada kondisi puncak sangat rendah. Desain #1 dimaksudkan untuk kanal-kanal perimeter dimana debit air tidak melebihi 2 m3/detik atau sesekali banjir masih dapat diterima jika debit air lebih besar. 2. Desain Spillway #2 : Satu spillway dengan lebar 10 m dan kedalaman 0,75 m dibawah OGL. Tipe bendungan ini terletak di area dimana debit air pada kondisi puncak adalah sedang. Desain #2 dimaksudkan untuk kanal-kanal perimeter dimana debit air tidak melebihi 5 m3/detik atau sesekali banjir masih dapat diterima jika debit air lebih besar. 6

3. Desain Spillway #3 : Terdiri dari 2 atau lebih spillway dengan lebar masingmasing 10 m dan kedalaman 0.75 m dibawah OGL. Tipe bendungan ini terletak di daerah hilir (misalnya di kanal outlet) dimana debit air pada kondisi puncak sangat tinggi. Desain #3 dimaksudkan untuk semua kanal dimana debit air dapat melebihi 5m3/detik dan sesekali banjir tidak diperkenankan pada kondisi debit air yang lebih besar. Jumlah spillway inlet pada desain ini dapat ditambah tanpa batas untuk menampung aliran air yang sangat tinggi. Keputusan untuk menggunakan Desain #1, #2, atau #3 untuk sebuah bendungan harus berdasarkan pemahaman kondisi aliran dari pengamatan di lapangan. Desain #1 dan #2 memiliki keuntungan sangat cepat untuk diimplementasikan, mengingat spillway dalam jangkauan lengan excavator dengan sedikit pergerakan excavator (rolling). Desain #3 memiliki keuntungan dapat disesuaikan ukurannya (scalable) untuk debit air yang sangat besar tetapi memiliki kelemahan diperlukannya lebih banyak rolling excavator sehingga menyebabkan pembangunan spillway menjadi lebih lambat dan lebih mahal. Gambar 4. Tiga desain spillway yang dibangun oleh APP untuk pembendungan kanal perimeter. 7

Menetapkan Posisi Bendungan dalam Sistem Pengelolaan Air Kanal yang akan dibendung biasanya berada dalam lanskap kubah gambut, dengan pola gradien permukaan dan arah aliran air dalam kanal yang cukup rumit. Kanal perimeter di HTI biasanya terhubung dengan kanal drainase pada interval 400 m sampai 800 m (dalam kasus di konsesi pemasok APP, biasanya pada interval 500 m). Arah aliran air di kanal-kanal ini bisa jadi menuju ke kanal perimeter atau sebaliknya. Jika aliran air menuju ke kanal perimeter dalam semua kondisi permukaan air (musim hujan maupun musim kering), pembendungan cukup dilakukan di kanal perimeter saja, dengan satu bendungan diantara setiap kanal yang masuk ke kanal perimeter (pada kasus pemasok APP, pada interval 500 m), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Jika aliran air menjauhi kanal perimeter, bendungan tambahan perlu dibangun di setiap kanal yang masuk, untuk menjaga air di dalam kanal perimeter (dalam kasus pemasok APP, pada jarak 250 m dari kanal perimeter). Gambar 5. Skema lokasi dan jumlah bendungan berdasarkan arah aliran air. 8

Fase Pembangunan Bendungan Kanal Perimeter Resiko kebakaran di hutan rawa gambut yang masih alami di beberapa daerah seringkali lebih tinggi dibandingkan daerah yang lainnya. Untuk memastikan bahwa area prioritas (dengan resiko paling tingi atau dengan status konservasi paling tinggi) ditangani terlebih dahulu, pembangunan bendungan kanal drainase dilakukan dalam empat fase, yaitu: 1. Kanal perimeter di area yang berbatasan langsung dengan hutan lindung di luar konsesi, atau hutan di dalam konsesi yang dianggap rentan terhadap kebakaran karena adanya kegiatan perambahan dan/atau pernah terbakar dalam beberapa tahun terakhir. 2. Kanal perimeter di area yang berbatasan dengan hutan yang tidak dilindungi di luar konsesi, tetapi dianggap rentan terhadap kebakaran karena sering ditemui kegiatan perambahan dan/atau kebakaran dalam beberapa tahun terakhir. 3. Kanal perimeter di area yang berbatasan dengan hutan di luar dan di dalam konsesi dan tidak dianggap rentan terhadap bahaya kebakaran. 4. Prioritas terendah adalah kanal perimeter yang tidak berbatasan dengan hutan (tidak diperlukan untuk konservasi, tetapi mungkin diperlukan untuk mengurangi resiko kebakaran). Gambar 6. Lokasi pembendungan kanal di konsesi pemasok APP di Kerumutan, Riau. Bendungan dibangun pada interval kurang lebih 500 m. Fase pembangunan kanal didasarkan pada tingkat perlindungan hutan dan resiko kebakaran. Di area paling selatan konsesiyang berbentuk segitiga semua kanal dibendung, tidak hanya pada kanal perimeter, karena area ini tidak lagi difungsikan sebagai HTI dan akan direstorasi. Hutan alam akan dapat tumbuh kembali setelah pembendungan kanal secara total (tanpa spillway) dan pembasahan kembali lahan gambut di area tersebut. https://www.asiapulppaper.com/news-media/press-releases/asia-pulp-paper-commits-first-everretirement-commercial-plantations-tropical-peatland-cut-carbon-emissions 9

Pemantauan Kinerja Pembendungan Kanal Karena pembangunan bendungan kanal perimeter dapat dilakukan dengan cepat dan dalam jumlah besar, ada kemungkinan tidak cukup waktu untuk melakukan pengukuran tingkat permukaan air dalam jangka waktu panjang sebelum dilakukannya pembangunan bendungan kanal. Namun demikian, pemantauan ketinggian permukaan air ini penting untuk mulai dilakukan sebelum pembangunan bendungan kanal untuk mendapatkan gambaran bendungan mana yang membantu menaikkan ketinggian permukaan air, dan pemantauan terus dilakukan dalam beberapa tahun setelah dibangunnya bendungan untuk menilai kinerja jangka panjang. Idealnya, alat pengukur ketinggian permukaan air diletakkan di hulu dan hilir di setiap bendungan. Gambar 7. Skema sistem pemantauan ketinggian permukaan air, bertujuan untuk mengukur efektifitas pembendungan kanal. 10

Perencanaan dan Biaya Pembangunan Bendungan Kanal Perimeter Pembangunan bendungan kanal perimeter merupakan langkah awal untuk menaikkan ketinggian muka air di dalam dan di sekitar HTI di lahan gambut karena pembendungan kanal perimeter dapat dibangun dengan cepat, tanpa banyak persiapan dan dengan biaya yang cukup murah (cost effective). Kecepatan pembangunan bendungan kanal tergantung kecepatan dan jumlah alat berat yang dapat dimobilisasikan. Usaha pembendungan kanal perimeter oleh APP di lahan konsesi pemasoknya di Riau memberi indikasi kecepatan dan biaya yang diperlukan jika sumber daya yang ada dikerahkan dalam jumlah besar. Targetnya adalah membangun sekitar 3.393 bendungan di Riau pada awal tahun 2016, disusul dengan pembendungan kanal di propinsi lain dengan total 7.000 bendungan di seluruh area konsesi pemasok APP. Usaha ini dimulai di bulan Agustus 2015 di konsesi yang terletak di Musi Banyuasin (MUBA) di Sumatra Selatan, diikuti dengan konsesi di Kerumutan, Riau, pada bulan Oktober 2015, yang kemudian diperbesar dan dilsusul juga untuk konsesi lain di Riau. Per 29 Januari 2016, 2.614 bendungan telah dibangun di Riau, dan jumlah excavator yang digunakan telah meningkat menjadi 72unit. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk membangun bendungan pada Desain #1, tanpa menghitung waktu rolling excavator ke lokasi adalah 15 jam, termasuk pembuatan spillway. Rata-rata biaya pembangunan satu bendungan, termasuk biaya sewa excavator, tenaga kerja dan bahan bakar, diperkirakan sekitar Rp. 5,3 juta Rp. 7,5 juta. Biaya ini tentu tergantung pada skala proyek. Jika lebih sedikit bendungan yang dibangun, biaya konstruksi setiap bendungan naik. Namun, bahkan dengan jumlah bendungan yang sedikit, pembendungan kanal menggunakan tanah gambut yang dipadatkan tetap lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan metode alternatif lainnya (bendungan menggunakan tiang-tiang kayu dan diisi dengan karung pasir, atau bendungan menggunakan beton), dan juga jauh lebih kuat (gambut yang dipadatkan tidak tenggelam, retak atau terkikis erosi hal yang sering terjadi pada bendungan menggunakan material alternatif lainnya). Relevansi Pembendungan kanal selain kanal perimeter Walaupun saat ini kegiatan APP terfokus pada pembendungan kanal perimeter, metode yang digunakan juga dapat diterapkan untuk seluruh pembendungan kanal di lahan gambut. Jika tujuannya adalah untuk membasahi lahan gambut supaya memungkinkan untuk konservasi dan restorasi hutan, spillway tidak perlu dibangun dan biaya per unit untuk pembangunan bendungan akan lebih rendah. 11

LAMPIRAN 1 : Tahap pembangunan bendungan kanal 1. Tanah gambut diambil dari area disekitar lokasi bendungan, terutama dari area yang akan dipakai sebagai jalur spillway. 3. Ulangi terus hingga kanal betul betul terbendung. 2. Tanah gambut yang dikumpulkan kemudian ditumpuk di kanal, dan dipadatkan dengan ditekan menggunakan excavator. Pastikan timbunan gambut ini cukup lebar dan kuat. Kemudian jalankan alat berat di atas bendungan yang dibangun untuk semakin memadatkan dan menstabilkan bendungan gambut tersebut. 4. Setelah bendungan sepenuhnya terbentuk, pastikan kembali bendungan tersebut telah dipadatkan dengan maksimal dan kuat dengan menjalankan (rolling) excavator beberapa kali di atas bendungan. Pastikan puncak bendungan berada lebih dari 50 cm di atas permukaan gambut sekitarnya (yang diukur pada jarak 25 m dari bendungan). 12

LAMPIRAN 2 : Contoh Bendungan yang Benar Contoh bendungan kanal perimeter yang dibangun dengan benar, dengan puncak bendungan lebih dari 0,5 m di atas permukaan gambut disekitarnya (hingga 25 m dari kanal), kedalaman spillway 0,5 m dibawah permukaan gambut disekitarnya, dan water steps (perbedaan tingkat permukaan air) dibatasi sangat kecil di setiap bendungan. Bendungan seperti ini akan memerlukan sangat sedikit pemeliharaan karena resiko erosi sangat kecil. 13

LAMPIRAN 3 : Contoh Bendungan yang Gagal Contoh bendungan yang gagal, yang rusak karena erosi atau tidak berfungsi dengan efektif: [1] puncak bendungan terlalu rendah, atau [2] pemadatan gambut tidak cukup, atau [3] perbedaan ketinggian muka air di setiap bendungan terlalu besar, atau [4] spillway terlalu dalam. Desain bendungan harus diikuti dengan ketat, dan pembangunan bendungan harus diawasi dengan ketat, untuk memastikan bendungan dibangun dengan baik dan berfungsi dengan efektif. 14

16