BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPIMNAS KADIN INDONESIA TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA MUNAS IWAPI KE - VIII JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Menperin Sebut Fasilitas Fiskal Tax Holiday Terbukti Mampu Tingkatkan Investasi Dalam Negeri

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN DAN PROGRAM PRIORITAS SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2015

Industri padat karya merupakan salah satu prioritas karena menyediakan lapangan usaha dan menyerap tenaga kerja secara signifikan.

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Kegiatan Prioritas Tahun 2011

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN

DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM KUNJUNGAN KEIDANREN JEPANG. Jakarta, 9 April Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

PROGRAM KERJA 2009 DAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERKUATAN STRUKTUR INDUSTRI NASIONAL UNTUK PENINGKATAN SINERGI DAN DAYA SAING

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PROGRAM KERJA TAHUN 2014 ISU STRATEGIS DAN PROGRAM PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LAKIP ) DIREKTORAT IKM KIMIA, SANDANG, ANEKA DAN KERAJINAN TAHUN ANGGARAN 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAHAN KULIAH DAN TUGAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Analisis Perkembangan Industri

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENINGKATAN MUTU PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN, PROGRAM KERJA 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DITJEN INDUSTRI AGRO

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA I. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Transkripsi:

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPIMNAS KADIN INDONESIA TAHUN 2014 JAKARTA, 8 DESEMBER 2014

PEMBAHASAN I. PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI HILIRISASI INDUSTRI II. III. STRATEGI INVESTASI UNTUK PEMBANGUNAN INDUSTRI HULU PROGRAM AFIRMASI UNTUK PENGEMBANGAN UMKM YANG BERDAYA SAING IV. KEBIJAKAN LOW COST GREEN CAR (LCGC) 2

I. PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI HILIRISASI INDUSTRI 3

PROGRAM DAN RENCANA AKSI HILIRISASI INDUSTRI Dalam kabinet Kerja Tahun 2014-2019, salah satu Program Quick Wins Kementerian Perindustrian adalah Hilirisasi hasil tambang ke produk jasa dan industri serta Hilirisasi produk-produk pertanian menjadi produk agro-industri. Tujuan program hilirisasi adalah: 1. Meningkatkan nilai tambah, 2. Memperkuat struktur industri, 3. Menyediakan lapangan kerja, dan 4. Memberikan peluang usaha. Pada dasarnya program hilirisasi kabinet kerja merupakan kelanjutan dari program hilirisasi yang telah dicanangkan sejak tahun 2010. Program dan rencana aksi hilirisasi industri sebagaimana tabel berikut. 4

NO PROGRAM QUICK WINS RENCANA AKSI (2015-2019) 1. Hilirisasi hasil tambang ke produk jasa dan industri 1. Fasilitasi Pembangunan Industri: a. Smelter Baja di Batu Licin (Kalsel) dan Medan (Sumatera Utara) b. Alumina Refinery di Menpawah dan Ketapang (Kalbar) c. Smelter Tembaga di Gresik (Jatim), d. Smelter Nikel di Morowali (Sulteng) dan Pomalaa (Sultra). 2. Fasilitasi pembangunan Pusat Pelatihan Tenaga Kerja Industri Baja di Kalimantan Selatan dan industri berbasis nikel di Sulteng. 3. Fasilitasi Pembangunan Laboratorium Logam Tanah Jarang untuk Bahan Baku Industri, memfasilitasi pembangunan Pilot Plant pemanfaatan logam tanah jarang di Kepulauan Riau 4. Fasilitasi pembangunan 1 Pabrik Methanol berbasis gasifikasi batubara (low rank coal) dengan kapasitas 500.000 ton/tahun di Sangatta, Kaltim 5. Fasilitasi pembangunan pabrik Paracetamol kapasitas 10.000 ton/th, amoxicilin kapasitas 750 ton/th, garam farmasi 6.000 ton/th, Dextrose for infusion 6.000 ton/th, Vitamin C kapasitas 3.000 ton/th, Sefalosporin kapasitas 150 ton/th di Jawa Barat 5. Fasilitasi penyusunan FS dan DED Semen Kupang III dengan Kapasitas 1,5 Juta ton / tahun dan investasi Rp. 2,6 T 6. Fasilitasi pembangunan Pilot plant bahan penolong berbasis silika untuk industri ban, keramik dan kaca di Jawa Barat 7. Fasilitasi pembangunan dan pengembangan 2 (dua) Industri Technical Textile dari bahan baku migas di Jawa Barat dan Jawa Tengah 5

NO PROGRAM QUICK WINS RENCANA AKSI (2015-2019) 2. Hilirisasi produk-produk pertanian menjadi produk agro-industri 1. Fasilitasi pembangunan Pilot Plant Propylene berbasis CPO kapasitas 10 ton/hari di Jawa Barat 2. Fasilitasi kemampuan teknologi melalui bantuan mesin peralatan industri kayu dan rotan di Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat 3. Peningkatan kompetensi SDM industri pengolahan kayu dan rotan bidang teknik produksi dan desain 4. Fasilitasi mentoring aplikasi SVLK dan V-Legal pada perusahaan pengolahan kayu 5. Fasilitasi promosi SVLK di negara tujuan ekspor 6. Fasilitasi/Rekomendasi Pemberian Insentif Perpajakan/Kepabeanan Bagi Perusahaan Penanam Modal Baru/perluasan khususnya terkait dengan BBN 7. Bantuan langsung mesin/peralatan dan bantuan/fasilitasi keringanan pembelian mesin/peralatan pengolahan kopi 8. Penyusunan Kebijakan Bea Keluar ekspor rumput laut 9. Revisi Bea Keluar Ekspor Biji Kakao 10. Peningkatan kompetensi SDM Industri Pengolahan Rumput Laut 11. Penyusunan SKKNI Industri Pengolahan Kakao 12. Pengembangan Teknologi Industri Pengolahan Kakao dan rumput laut 6

II. STRATEGI INVESTASI UNTUK PEMBANGUNAN INDUSTRI HULU 7

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HULU 1. Industri hulu merupakan industri dasar yang menghasilkan bahan baku yang digunakan untuk kegiatan industri lainnya baik industri andalan maupun industri pendukung. 2. Industri hulu dapat dikategorikan ke dalam industri strategis, sehingga sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, Pemerintah dapat melakukan penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pada industri hulu tertentu dengan alokasi pembiayaan melalui APBN atau Pembentukan usaha patungan antara pemerintah melalui APBN dan swasta dalam pembangunan industri hulu. 3. Industri hulu yang menjadi prioritas berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 sebagaimana tabel berikut. Industri hulu agro 1. Industri Oleofood; 2. Industri Oleokimia; 3. Industri Kemurgi; 4. Industri Pakan; 5. Industri Barang dari Kayu; 6. Industri Pulp dan Kertas Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam 1. Industri pengolahan dan pemurnian besi dan baja dasar 2. Industri pengolahan dan pemurnian Logam dasar bukan besi; 3. Industri logam mulia, tanah jarang (rare earth), dan bahan bakar nuklir 4. Industri bahan galian non logam Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara 1. Industri Petrokimia Hulu; 2. Industri Kimia Organik; 3. Industri Pupuk; 4. Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik, 5. Industri Karet Alam dan Sintetik, dan; 6. Industri Barang Kimia Lainnya. 8

Dalam rangka pengembangan industri hulu Pemerintah menyediakan beberapa fasilitas dan kemudahan, antara lain: 1. Tax Holiday diberikan kepada industri pionir yaitu Industri logam dasar Industri pengilangan minyak bumi/atau industri kmia dasar organik yang berseumber dari minyak bumi dan gas alam Industri permesinan Industri di bidang sumber daya alam terbarukan Industri peralatan komunikasi 2. Tax Allowance diberikan kepada investasi baru atau perluasan di sektor industri yang memenuhi persyaratan sesuai dengan PP 52 tahun 2011 dengan tujuan untuk: Meningkatkan kegiatan investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi Pemerataan pembangunan dan Percepatan pembangunan bagi bidang usaha dan/atau daerah tertentu 3. Pembebasan bea masuk Atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal. 9

III. PROGRAM AFIRMASI UNTUK PENGEMBANGAN IKM YANG BERDAYA SAING 10

A. LATAR BELAKANG 1. IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional yang dapat dilihat dari jumlah unit usaha yang berjumlah 3,4 juta unit dan merupakan lebih dari 90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran tersebut juga tercermin dari penyerapan tenaga kerja IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada tahun 2013 dan merupakan 65,4 persen dari total penyerapan tenaga kerja sektor industri non migas. 2. pembangunan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Industri Menengah untuk mewujudkan Industri Kecil dan Industri Menengah yang berdaya saing; berperan signifikan dalam penguatan struktur industri nasional; ikut berperan dalam pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja; serta menghasilkan barang dan/atau jasa Industri untuk diekspor. 11

B. SASARAN Pengembangan IKM diharapkan akan meningkatkan jumlah unit usaha IKM rata-rata sebesar 1 (satu) persen per tahun atau sekitar 30 ribu unit usaha IKM per tahun dan peningkatan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 3 (tiga) persen per tahun. Sasaran pengembangan IKM pada periode 2015-2019 meliputi penguatan kelembagaan dan pemberian fasilitas yaitu: 1. Penguatan Kelembagaan: Penguatan 1.090 Sentra IKM Revitalisasi dan pembangunan 110 Unit Pelayanan Teknis (UPT) Penyediaan 1.000 orang Tenaga Penyuluh Lapangan Penyediaan Konsultan Industri kecil dan Industri menengah sebanyak 590 orang 2. Pemberian Fasilitas: Peningkatan kompetensi SDM untuk 545 Orang Pemberian bantuan dan bimbingan teknis untuk 8.805 unit IKM Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku dan bahan penolong untuk 600 unit IKM Pemberian bantuan mesin atau peralatan untuk 815 unit IKM 12

Pengembangan 2.065 produk IKM Pemberian bantuan pencegahan pencemaran lingkungan hidup untuk 85 unit IKM Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan pemasaran 1.150 unit IKM Fasilitasi akses pembiayaan untuk 5.200 unit IKM Penyediaan 10 Kawasan Industri untuk IKM yang berpotensi mencemari lingkungan (Kawasan) Fasilitasi kemitraan antara industri kecil, menengah dan besar 145 unit IKM Fasilitasi HKI terhadap 1.250 IKM Fasilitasi penerapan standar mutu produk bagi 2.500 IKM 13

C. KEBIJAKAN AFIRMATIF IKM 1. Dalam rangka keberpihakan terhadap Industri Kecil dan Menengah dalam negeri ditetapkan bahwa Industri Kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. 2. Dalam rangka penguatan struktur industri nasional, peran IKM perlu ditingkatkan secara signifikan dalam rantai suplai industri prioritas. 3. Dalam upaya meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan IKM, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan pemberian fasilitas bagi IKM. 14

D. PROGRAM PENGEMBANGAN IKM 1. Pemberian insentif kepada industri besar yang melibatkan IKM dalam rantai nilai industrinya 2. Meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan, termasuk fasilitasi pembentukan Pembiayaan Bersama (Modal Ventura) IKM. 3. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif untuk menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan pemasaran bersama. 4. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan hak kekayaan intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM. 5. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan ekspor. 6. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri kecil. 7. Peningkatan kemampuan kelembagaan Sentra IKM dan Sentra Industri Kreatif, serta UPT, TPL, dan Konsultan IKM; 8. Kerjasama kelembagaan dengan lembaga pendidikan, dan lembaga penelitian dan pengembangan; 9. Kerjasama kelembagaan dengan Kamar Dagang dan Industri dan/atau asosiasi industri, serta asosiasi profesi. 10. Pemberian fasilitas bagi IKM. 15

IV. KEBIJAKAN LOW COST GREEN CAR (LCGC) 16

A. KEBIJAKAN LCGC DITINJAU DARI INSENTIF PAJAK 1. Pengembangan industri otomotif kedepan diarahkan pada kendaraan ramah lingkungan dan hemat energi. 2. Untuk mendorong produksi Kendaraan Bermotor yang hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) dalam negeri diberikan insentif pengurangan pajak penjualan barang mewah dari 10% menjadi 0% untuk produk KBH2. 3. Penerima insentif pengurangan pajak penjualan barang mewah tersebut adalah konsumen. 4. Dampak dari pemberian insentif untuk kendaraan KBH2 antara lain: Nilai investasi total mencapai USD 6,5 Milyar, terdiri dari USD 3,5 Milyar pada industri perakitan dan USD 3 Milyar pada industri komponen/pendukung. Tumbuh pabrik komponen baru dan perluasan sekitar 200 pabrik. Penyerapan tenaga kerja baru sekitar 30.000 orang pada tingkat pabrikan dan sekitar 70.000 orang pada tingkat industri komponen. Tahun 2014 produksi KBH2 telah dapat diekspor ke Pakistan dan Philipina dengan volume ekspor sekitar 1000 unit/bulan. Produksi KBH2 tahun 2013 sebesar 52.956 unit dan tahun 2014 diperkirakan mencapai 150.000 unit. 17

B. KEBIJAKAN LCGC DITINJAU DARI PENGGUNAAN BBM BERSUBSIDI 1. Spesifikasi mesin KBH2 sudah didesain untuk menggunakan spesifikasi BBM dengan RON 92 keatas bagi Petrol dan CN51 untuk Diesel. Spesifikasi BBM ini adalah termasuk dalam BBM Non Subsidi. 2. Konsumsi bahan bakar mencapai 20 km/liter sesuai dengan persyaratan KBH2, dibuktikan melalui pengujian di Balai Termodinamika, Mekanika dan Propulsi (BTMP) milik BPP Teknologi. 3. Untuk menjamin agar kendaraan KBH2 tidak menggunakan BBM bersubsidi telah dikeluarkan Peraturan Dirjen IUBTT No.29/IUBTT/PER/9/2014 yang mengatur kewajiban pencantuman informasi penggunaan bahan bakar sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, yaitu BBM dengan RON 92 ke atas untuk petrol dan CN51 untuk diesel. 4. Informasi penggunaan bahan bakar tersebut wajib dicantumkan pada: 1) penutup tangki bahan bakar bagian dalam, 2) pojok kanan bawah kaca belakang, serta 3) buku manual kendaraan bermotor. Ketentuan tersebut wajib dilaksanakan sejak 2 Januari 2015. 5. Selain informasi penggunaan bahan bakar, diameter lubang pengisian bahan bakar untuk KBH2 juga dipersyaratkan maksimal berukuran 1 inchi. 6. Dengan dialihkannya subsidi BBM, maka konsumen KBH2 akan terdorong untuk memilih menggunakan BBM dengan spesifikasi yang dipersyaratkan yaitu RON 92 keatas. 18

19