1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan membentuk suatu rumah tangga dari sebuah perkawinan. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia yang menjalaninya. Tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis yang dapat membentuk suasana bahagia menuju terwujudnya ketenangan, kenyamanan bagi suami istri serta anggota keluarga. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebuah keluarga pasti ada perbedaan pendapat diantara anggota keluarga, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perpecahan. Di era globalisasi sekarang ini, merupakan pendukung kuat yang mempengaruhi perilaku masyarakat dan kuatnya informasi dari barat lewat jejaring sosial atau komunikasi dunia maya seperti facebook, twitter, chatting, dan sebagainya berpengaruh terhadap alasan pernikahan dan perceraian. Budaya semacam ini secara tidak langsung sudah menujukan adanya sikap masyarakat Indonesia saat ini yang memandang bahwa sebuah perkawinan bukan hal yang sakral. Persoalan-persoalan baru semakin banyak yang melanda rumah tangga, seperti halnya kebiasaan suami yang sering tidak pulang disebabkan memiliki wanita idaman lain. Persoalan dalam rumah tangga semakin banyak pula tantangan yang 1
2 di hadapi seiring meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya tuntutan terhadap setiap pribadi dalam rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan semakin jelas dirasakan. Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi akan berakibat menjadi satu pokok permasalahan dalam keluarga. Semakin lama permasalahan meruncing sehingga dapat menjadikan kearah perceraian bila tidak ada penyelesaian yang berarti bagi pasangan suami isteri. Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami isteri tatkala tidak ditemui lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai definisi perceraian undang-undang perkawinan tidak mengatur secara tegas, melainkan hanya menetukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya perkawinan. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan menurut Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 adalah Ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Perceraian menurut Subekti adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. 2 Jadi, putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut. Di samping sebab lain yakni kematian dan putusan pengadilan. 1 Pasal 1 UU R.I Nomor 1 Tahun 1974 2 Subekti, 1981, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT.Internusa, Jakarta, hlm.42.
3 Menurut Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya tidak perlu ikut campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan. 3 Perkara di Pengadilan Negeri Bantul yang paling dominan sekarang ini adalah tentang perkara perceraian. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti perkara perceraian akibat perselingkuhan yang seringkali merugikan pihak dari isteri karena tindakan dari suaminya. Penulis mengambil salah satu perkara yang terjadi di Pengadilan Negeri Bantul dengan Nomor: 77/Pdt.G/2013/PN.BTL, tentang gugatan perceraian mengenai perselingkuhan antara penggugat (isteri) dan tergugat (suami). Penggugat mengajukan perceraian kepada tergugat adalah karena sering terjadi pertengkaran atau percekcokan diantara pengugat dengan tergugat yang disebabkan tergugat mempunyai kebiasaan buruk mabuk dan mempunyai wanita idaman lain. Dalam perkara ini sesuai dengan Pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo Pasal 19 huruf a dan huruf f Peraturan Pemerintah RI. No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3 Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati, 2006, Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Rambang Palembang, Palembang, hlm.110.
4 B. Tujuan Tujuan dalam penulisan laporan ini dibedakan menjadi dua yaitu tujuan subjektif dan tujuan objektif. Adapun tujuan subjektif dan objektif adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Subjektif a. Untuk memenuhi syarat kelulusan dari Program Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi UGM. b. Untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Hukum. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mendeskripsikan proses gugatan perceraian atas dasar perselingkuhan pada Pengadilan Negeri Bantul. b. Untuk menjelaskan akibat hukum dari putusan atas gugatan perceraian di Pengadilan Negeri Bantul. C. Manfaat Berdasarkan tujuan di atas maka manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan laporan ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Untuk memberikan kontribusi pengetahuan tentang proses perkara gugatan perceraian pada Pengadilan Negeri serta dapat dipahami sebagai bahan penulisan lebih lanjut.
5 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis Dapat digunakan untuk memperluas wawasan di bidang Pengadilan pada umumnya dan memperkaya pengetahuan tentang perkara gugatan perceraian pada khususnya. b. Bagi lembaga terkait Sebagai salah satu bahan kajian dalam mengembangkan proses kegiatan pelayanan gugatan perceraian yang lebih baik untuk masyarakat.