Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total luas perkebunan merupakan perkebunan kakao sehingga hasil dari perkebunan kakao menjadi penting sebagai sumber pendapatan sebagian besar petani di Sulawesi Tenggara. Luas areal kebun kakao pada tahun 2007 mencapai 196.884 ha dengan jumlah petani kakao mencapai 103.297 orang. Persoalan yang dihadapi dalam perkakaoan di Sulawesi Tenggara adalah semakin menurunnya produktivitas tanaman kakao dalam 5 tahun terakhir seperti pada tabel berikut: Tabel 1. Luas tanaman, produksi dan produktivitas kakao di Sultra tahun 2002-2007 Uraian Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Luas tanam (ha) 127.547 136.345 175.348 192.008 196.884 208.009 Produksi (ton) 93.9 99.471 110.521 126.813 124.921 131.73 Produktivitas (ton/ha) 0,736 0,729 0,630 0,660 0,634 0,633 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 1 menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kakao di Sulawesi Tenggara selain rendah juga cenderung makin menurun dari tahun ke tahun. Meskipun luas areal tanaman kakao makin besar akan tetapi produksi kakao tidak makin meningkat. Pada periode 2002-2005 secara tahunan masih menunjukkan peningkatan, namun pada tahun 2006-2007 memperlihatkan trend menurun yang antara lain disebabkan oleh hama penggerek batang dan penggerek buah, usia tanaman yang sudah tua, serta kurangnya pengelolaan oleh para petani. Jika kondisi dan kecenderungan seperti ini tidak ditangani, maka produksi kakao Sulawesi Tenggara akan terus makin turun dan hal ini akan menyebabkan pendapatan para petani semakin kecil.salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan revitalisasi kakao. Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut, Badan riset daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara bekerja sama dengan Kantor Bank Indonesia Kendari melakukan penelitian terkait perkakaoan di Sulawesi Tenggara pada empat Kabupaten yang menjadi sentra perkebunan kakao Sulawesi Tenggara dengan melibatkan 397 petani sebagai sampel. A. Permasalahan Kakao Masalah hama dan penyakit tanaman kakao ditemukan pada semua lokasi pengembangan revitalisasi tanaman kakao di Sulawesi Tenggara dan merupakan ancaman utama terhadap keberhasilan kegiatan revitalisasi tanaman kakao di lapangan. Jenis hama dan penyakit yang menyerang pertanaman dilokasi program revitalisasi kakao terdiri dari PBK. Helopeltis, busuk buah, VSD dan kangker batang. Tabel.2. Kondisi kebun kakao saat ini pada lokasi program revitalisasi kakao Kabupaten Tanaman Tanaman sehat Terserang (ha) (ha) Jumlah (Ha) Kolaka Utara 191.90 40.15 232.05 Kolaka 207.45 94.05 301.50 Konawe 122.30 47.80 170.10 Konsel 80.30 43.80 124.10 Jumlah 601.95 225.80 827.75 Persentase (%) 76.90 23.10 100.00 Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman yang terserang hama penyakit mencapai 76.90% dan hanya 23.10% tanaman yang masih sehat. Tanaman yang sehat umumnya terdiri dari tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan tanaman yang baru menghasilkan (TM) sekitar 3-4 tahun. Tanaman yang terserang hama penyakit dengan tingkat serangan sedang sampai berat (26-75%) umumnya terdiri dari tanaman yang berumur produktif yakni 7-15 tahun, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 17 tahun umumnya terserang hama penyakit dengan tingkat serangan rata-rata berat (51-100%). Hal ini menyebabkan sebagian tanaman tidak menghasilkan buah dan apabila ada buah yang jadi bijinya tidak ada karena dimakan oleh hama atau busuk karena penyakit. Adapun upaya yang dilakukan oleh petani dalam menanggulangi hama dan penyakit dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 3. Upaya penanggulangan petani terhadap serangan hama dan penyakit kakao No Kabupaten Tanaman < 4 thn Tanaman 4-17 thn Tanaman > 17 thn Total Produktivitas (kg/ha) 1 Kolaka Utara 30 11 46 25 92 27 168 63 376 2 Kolaka 24 4 152 63 75 10 251 77 305 3 Konawe 25 4 90 63 28 18 143 85 596 4 Konawe Selatan 16 5 49 37 4 1 69 44 634 Jumlah Kabupaten Panen Sering Pemupukan Sanitasi Pemangkasan Kimia Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Kolaka Utara 37 38,14 35 36,08 0 0 94 96,91 87 89,69 Kolaka 13 10,16 96 75,00 0 0 128 100,0 90 70,31 Konawe 23 20,00 74 64,35 0 0 101 87,83 90 78,26 Konawe Selatan 14 24,56 39 68,42 0 0 46 80,70 51 89,47 Jumlah 87 21,91 244 61,46 0 0,00 369 92,95 318 80,10 Pada tabel 3 nampak bahwa upaya yang dilakukan oleh petani dalam mengendalikan hama dan penyakit terdiri dari panen sering 10,16-38,14% responden, pemupukan 36,08-75.00%, pemangkasan 80,70-100% dan cara kimia 70,31-89,47%, sedangkan sanitasi belum ada petani yang melakukannya. Hal ini menandakan bahwa para petani belum menyadari bahwa kebun kakao yang sanitasinya kurang akan menyebabkan berkembang dan menyebarnya hama penyakit tanaman di dalam kebun. Secara umum tanaman yang diusahakan oleh petani kakao di Sulawesi Tenggara masih berumur produktif. Dari total luas lahan petani responden 631 ha, 15,05% berumur kurang dari 4 tahun (tanaman muda belum produktif), 53,41% berumur 4-17 tahun (tanaman produktif), dan 31,54% berumur >17 tahun (tanaman tua). Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Luas lahan dan produksi menurut umur tanaman kakao. 95 24 337 188 199 57 631 269 1,911 Produktivitas 254,44 557,71 284,83 425,99 477,75 B. Revitalisasi Kakao Program revitalisasi kakao ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006 tanggal 26 Juli 2006. Secara Nasional pagu kredit untuk program revitalisasi kebun kakao telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp21, 15 Rp25,7 juta per hektar. Khusus untuk Provinsi Sulawesi Tenggara, pagu kredit yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi adalah sebesar Rp21.790.000,- per hektar. Target program revitalisasi mencakup tiga indikator yakni jumlah petani yang mengambil kredit, luas areal kebun kakao yang direvitalisasi dan jumlah dana kredit
revitalisasi yang direncanakan akan disalurkan. Sedangkan yang dimaksud dengan realisasi adalah jumlah dari ketiga indikator itu yang telah berhasil dilaksanakan. Selisih antara target dan realisasi akan menunjukkan seberapa besar efektifitas dari program revitalisasi kakao selama tahun 2007. Tabel 5. Target dan realisasi program revitalisasi kakao tahun 2007 Kabupaten Target Realisasi Prosentase Realisasi Kolaka Utara 1. Petani 300-0 2. 600-0 3. Dana (Rp) 130.074.000.000-0 Kolaka 1. Petani 100 52 7,17 2. Luas (ha ) 200 48 3,31 3. Dana (Rp) 4.358.000.000 1.855.914.000 0,71 Konawe 1. Petani 175-0 2. 350-0 3. Dana (Rp) 7.626.500.000-0 Konawe Selatan 1. Petani 150 9 1,24 2. 300 18 1,24 3. Dana (Rp) 6.537.000.000 163.878.000 0,11 Jumlah 1. Petani 725 61 8,41 2. 1450 66 4,55 3. Dana (Rp) 148.595.500.000 2.019.792.000 1,36 Pada tabel 5 nampak bahwa realisasi dari program revitalisasi kakao masih sangat kecil yakni hanya 61 orang atau 8,41% dari target petani yang direncanakan yaitu 725 orang. Dari segi luas areal kebun yang ditargetkan untuk direvitalisasi, ternyata realisasinya hanya 66 hektar atau 4,55% dari target luas areal kebun kakao yang mencapai 1.450 hektar. Demikian juga dari segi jumlah dana kredit revitalisasi, ternyata jumlah dana kredit revitalisasi yang terrealisasi pada tahun 2007 baru Rp2.019.792.000 atau 1,36% dari target dana kredit revitalisasi yang diharapkan yaitu Rp148.595.500.000,-. Target dana revitalisasi diperoleh dari hasil kali antara target luas areal kebun yang akan direvitalisasi dengan pagu kredit yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yakni Rp21.790.000,- per hektar. Namun dalam kenyataan jumlah dana kredit yang diajukan oleh petani bervariasi mulai dari Rp9 Rp10 juta di kabupaten Konawe Selatan sampai kurang lebih Rp22 juta per hektar di Kabupaten Kolaka. Dari segi penyebarannya di antara ke empat daerah sentra produksi kakao, data pada tabel 23 menunjukkan bahwa realisasi program baru terdapat pada dua
kabupaten yakni di Kabupaten Kolaka dengan jumlah petani 52 orang ( 7,17%) untuk 48 hektar (3,31%), dan di kabupaten Konawe Selatan dengan jumlah petani 9 orang (1,24 %) untuk 18 hektar kebun kakao (1,24%). Kabupaten lainnya misalnya kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe belum ada petani yang menerima kredit revitalisasi karena belum terjangkau oleh pelayanan BRI. Keadaan seperti ini mengindikasikan masih rendahnya efektivitas dari program revitalisasi kakao di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belum optimalnya realisasi program revitalisasi kakao terdiri dari dua kelompok yaitu: (1) Faktor keaktifan dari instansi terkait dalam melaksanakan sosialisasi, memproses akat kredit dan menyalurkan kredit kepada para petani. (2) Faktor yang berkaitan dengan keterbatasan pada diri petani kakao sendiri seperti: (a) Agunan atau sertifikat tanah yang belum ada, (b) Lambatnya proses administrasi dan tindak lanjut dari instansi terkait (c) Sebagian petani belum tahu cara mengajukan kredit dan (d) Karena memang petani tidak berminat untuk menggunakan kredit revitalisasi kakao. Untuk faktor yang terkait dengan lembaga pelaksana program revitalisasi, penjelasan yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 6. Hambatan yang dirasakan untuk mengambil kredit dari Bank Tidak memiliki Rumit urusan dan Tidak tahu cara Prosesnya lama Kabupaten sertifikat tanah syaratnya banyak mengurusnya Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Kolaka Utara 1 1,03 81 83,50 15 15,46 - - Kolaka 2 1,56 31 24,22 22 17,19 52 40,62 Konawe 2 1,74 104 90,43 9 7,83 - - Konawe Selatan 4 7,02 14 24,56 30 52,63 9 15,79 Jumlah 9 2,27 230 57,93 76 19,14 61 15,36 Pada tabel 6 tampak bahwa sebagian besar (57,93%) petani merasakan sulit untuk mengurus kredit dari bank karena persyaratannya banyak dan prosedurnya rumit yaitu butuh KTP, sertifikat tanah, bank jauh dari lokasi, serta urusan pembayarannya akan menyita waktu dan biaya. Sebanyak 2,27 % petani menyatakan terhambat karena tidak ada sertifikat tanah, 19,14% petani mengatakan tidak tahu cara mengurus kredit dari bank, dan 15,36% merasa proses pengurusan kredit dari bank memakan waktu yang relatif lama.