Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

dokumen-dokumen yang mirip
Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000)

STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cocoa. Kingdom of the Netherlands. Schweizerische Eidgenossenschaft Confederation suisse Confederazione Svizzera Confederaziun svizra

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

EVALUASI DAN ANALISIS KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO, Conopomorpha cramerella (SNELLEN) DI SUBAK ABIAN TUNAS MEKAR

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

[ nama lembaga ] 2012

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN LADA BERKELANJUTAN TAHUN 2015

MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH. Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KAJIAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA PROGRAM GERNAS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN UBI KAYU 2015

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU ABSTRAK

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KAKAO BERKELANJUTAN TAHUN 2015

DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUPANG 09 SEPTEMBER 2013

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

Analisis Ekonomi Cara Tanam Cangkul dan Tugal pada Usahatani Jagung Hibrida di Desa Alebo, Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan

TEKNIK KONVERSI KOPI ROBUSTA KE ARABIKA PADA LAHAN YANG SESUAI. Oleh Administrator Selasa, 02 April :00

Pembahasan Penguatan Kelembagaan Petani Dalam Mendukung Hilirisasi

I. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

Uji Efektivitas Penggunaan Pupuk Organik (Karunia, Tablet Plus dan Bokashi) terhadap Perkembangan Tanaman Kakao (Theobroma cacao Linneaus)

ANALISIS KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DAN USAHATANI LADA DI DESA LAMONG JAYA KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN

SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella Snellen. DI SENTRA PERKEBUNAN KAKAO JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. dari 1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9

I B M KELOMPOK TANI KOPI RAKYAT

PERSPEKTIF AGRIBISNIS KAKAO DI SULAWESI TENGGARA (Studi kasus Kabupaten Kolaka)

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS PERTANIAN Jl. Astina Selatan No.3 Telp (0361) G i a n y a r

Gambar 1. 1 Bagian Pucuk Daun Teh (Ghani, 2002)

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II 2014)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara)

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

Latar Belakang PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PEMBANGUNAN SPIRITUAL DAN KEAGAMAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ICASERD WORKING PAPER No.55

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat

ADOPSI TEKNOLOGI PTT DAN PENYEBARAN VARIETAS UNGGUL KEDELAI DI SULAWESI TENGGARA

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SENSUS TANAMAN

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao

BAB V PENUTUP. 1. Perbandingan realisasi PBB-P2 Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Sebelum dan Sesudah Menjadi Pajak Daerah

ANALISIS MARGIN DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KAKAO DI KABUPATEN KONAWE

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

Transkripsi:

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total luas perkebunan merupakan perkebunan kakao sehingga hasil dari perkebunan kakao menjadi penting sebagai sumber pendapatan sebagian besar petani di Sulawesi Tenggara. Luas areal kebun kakao pada tahun 2007 mencapai 196.884 ha dengan jumlah petani kakao mencapai 103.297 orang. Persoalan yang dihadapi dalam perkakaoan di Sulawesi Tenggara adalah semakin menurunnya produktivitas tanaman kakao dalam 5 tahun terakhir seperti pada tabel berikut: Tabel 1. Luas tanaman, produksi dan produktivitas kakao di Sultra tahun 2002-2007 Uraian Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Luas tanam (ha) 127.547 136.345 175.348 192.008 196.884 208.009 Produksi (ton) 93.9 99.471 110.521 126.813 124.921 131.73 Produktivitas (ton/ha) 0,736 0,729 0,630 0,660 0,634 0,633 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 1 menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kakao di Sulawesi Tenggara selain rendah juga cenderung makin menurun dari tahun ke tahun. Meskipun luas areal tanaman kakao makin besar akan tetapi produksi kakao tidak makin meningkat. Pada periode 2002-2005 secara tahunan masih menunjukkan peningkatan, namun pada tahun 2006-2007 memperlihatkan trend menurun yang antara lain disebabkan oleh hama penggerek batang dan penggerek buah, usia tanaman yang sudah tua, serta kurangnya pengelolaan oleh para petani. Jika kondisi dan kecenderungan seperti ini tidak ditangani, maka produksi kakao Sulawesi Tenggara akan terus makin turun dan hal ini akan menyebabkan pendapatan para petani semakin kecil.salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan revitalisasi kakao. Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut, Badan riset daerah Provinsi Sulawesi

Tenggara bekerja sama dengan Kantor Bank Indonesia Kendari melakukan penelitian terkait perkakaoan di Sulawesi Tenggara pada empat Kabupaten yang menjadi sentra perkebunan kakao Sulawesi Tenggara dengan melibatkan 397 petani sebagai sampel. A. Permasalahan Kakao Masalah hama dan penyakit tanaman kakao ditemukan pada semua lokasi pengembangan revitalisasi tanaman kakao di Sulawesi Tenggara dan merupakan ancaman utama terhadap keberhasilan kegiatan revitalisasi tanaman kakao di lapangan. Jenis hama dan penyakit yang menyerang pertanaman dilokasi program revitalisasi kakao terdiri dari PBK. Helopeltis, busuk buah, VSD dan kangker batang. Tabel.2. Kondisi kebun kakao saat ini pada lokasi program revitalisasi kakao Kabupaten Tanaman Tanaman sehat Terserang (ha) (ha) Jumlah (Ha) Kolaka Utara 191.90 40.15 232.05 Kolaka 207.45 94.05 301.50 Konawe 122.30 47.80 170.10 Konsel 80.30 43.80 124.10 Jumlah 601.95 225.80 827.75 Persentase (%) 76.90 23.10 100.00 Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman yang terserang hama penyakit mencapai 76.90% dan hanya 23.10% tanaman yang masih sehat. Tanaman yang sehat umumnya terdiri dari tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan tanaman yang baru menghasilkan (TM) sekitar 3-4 tahun. Tanaman yang terserang hama penyakit dengan tingkat serangan sedang sampai berat (26-75%) umumnya terdiri dari tanaman yang berumur produktif yakni 7-15 tahun, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 17 tahun umumnya terserang hama penyakit dengan tingkat serangan rata-rata berat (51-100%). Hal ini menyebabkan sebagian tanaman tidak menghasilkan buah dan apabila ada buah yang jadi bijinya tidak ada karena dimakan oleh hama atau busuk karena penyakit. Adapun upaya yang dilakukan oleh petani dalam menanggulangi hama dan penyakit dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 3. Upaya penanggulangan petani terhadap serangan hama dan penyakit kakao No Kabupaten Tanaman < 4 thn Tanaman 4-17 thn Tanaman > 17 thn Total Produktivitas (kg/ha) 1 Kolaka Utara 30 11 46 25 92 27 168 63 376 2 Kolaka 24 4 152 63 75 10 251 77 305 3 Konawe 25 4 90 63 28 18 143 85 596 4 Konawe Selatan 16 5 49 37 4 1 69 44 634 Jumlah Kabupaten Panen Sering Pemupukan Sanitasi Pemangkasan Kimia Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Kolaka Utara 37 38,14 35 36,08 0 0 94 96,91 87 89,69 Kolaka 13 10,16 96 75,00 0 0 128 100,0 90 70,31 Konawe 23 20,00 74 64,35 0 0 101 87,83 90 78,26 Konawe Selatan 14 24,56 39 68,42 0 0 46 80,70 51 89,47 Jumlah 87 21,91 244 61,46 0 0,00 369 92,95 318 80,10 Pada tabel 3 nampak bahwa upaya yang dilakukan oleh petani dalam mengendalikan hama dan penyakit terdiri dari panen sering 10,16-38,14% responden, pemupukan 36,08-75.00%, pemangkasan 80,70-100% dan cara kimia 70,31-89,47%, sedangkan sanitasi belum ada petani yang melakukannya. Hal ini menandakan bahwa para petani belum menyadari bahwa kebun kakao yang sanitasinya kurang akan menyebabkan berkembang dan menyebarnya hama penyakit tanaman di dalam kebun. Secara umum tanaman yang diusahakan oleh petani kakao di Sulawesi Tenggara masih berumur produktif. Dari total luas lahan petani responden 631 ha, 15,05% berumur kurang dari 4 tahun (tanaman muda belum produktif), 53,41% berumur 4-17 tahun (tanaman produktif), dan 31,54% berumur >17 tahun (tanaman tua). Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Luas lahan dan produksi menurut umur tanaman kakao. 95 24 337 188 199 57 631 269 1,911 Produktivitas 254,44 557,71 284,83 425,99 477,75 B. Revitalisasi Kakao Program revitalisasi kakao ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006 tanggal 26 Juli 2006. Secara Nasional pagu kredit untuk program revitalisasi kebun kakao telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp21, 15 Rp25,7 juta per hektar. Khusus untuk Provinsi Sulawesi Tenggara, pagu kredit yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi adalah sebesar Rp21.790.000,- per hektar. Target program revitalisasi mencakup tiga indikator yakni jumlah petani yang mengambil kredit, luas areal kebun kakao yang direvitalisasi dan jumlah dana kredit

revitalisasi yang direncanakan akan disalurkan. Sedangkan yang dimaksud dengan realisasi adalah jumlah dari ketiga indikator itu yang telah berhasil dilaksanakan. Selisih antara target dan realisasi akan menunjukkan seberapa besar efektifitas dari program revitalisasi kakao selama tahun 2007. Tabel 5. Target dan realisasi program revitalisasi kakao tahun 2007 Kabupaten Target Realisasi Prosentase Realisasi Kolaka Utara 1. Petani 300-0 2. 600-0 3. Dana (Rp) 130.074.000.000-0 Kolaka 1. Petani 100 52 7,17 2. Luas (ha ) 200 48 3,31 3. Dana (Rp) 4.358.000.000 1.855.914.000 0,71 Konawe 1. Petani 175-0 2. 350-0 3. Dana (Rp) 7.626.500.000-0 Konawe Selatan 1. Petani 150 9 1,24 2. 300 18 1,24 3. Dana (Rp) 6.537.000.000 163.878.000 0,11 Jumlah 1. Petani 725 61 8,41 2. 1450 66 4,55 3. Dana (Rp) 148.595.500.000 2.019.792.000 1,36 Pada tabel 5 nampak bahwa realisasi dari program revitalisasi kakao masih sangat kecil yakni hanya 61 orang atau 8,41% dari target petani yang direncanakan yaitu 725 orang. Dari segi luas areal kebun yang ditargetkan untuk direvitalisasi, ternyata realisasinya hanya 66 hektar atau 4,55% dari target luas areal kebun kakao yang mencapai 1.450 hektar. Demikian juga dari segi jumlah dana kredit revitalisasi, ternyata jumlah dana kredit revitalisasi yang terrealisasi pada tahun 2007 baru Rp2.019.792.000 atau 1,36% dari target dana kredit revitalisasi yang diharapkan yaitu Rp148.595.500.000,-. Target dana revitalisasi diperoleh dari hasil kali antara target luas areal kebun yang akan direvitalisasi dengan pagu kredit yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yakni Rp21.790.000,- per hektar. Namun dalam kenyataan jumlah dana kredit yang diajukan oleh petani bervariasi mulai dari Rp9 Rp10 juta di kabupaten Konawe Selatan sampai kurang lebih Rp22 juta per hektar di Kabupaten Kolaka. Dari segi penyebarannya di antara ke empat daerah sentra produksi kakao, data pada tabel 23 menunjukkan bahwa realisasi program baru terdapat pada dua

kabupaten yakni di Kabupaten Kolaka dengan jumlah petani 52 orang ( 7,17%) untuk 48 hektar (3,31%), dan di kabupaten Konawe Selatan dengan jumlah petani 9 orang (1,24 %) untuk 18 hektar kebun kakao (1,24%). Kabupaten lainnya misalnya kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe belum ada petani yang menerima kredit revitalisasi karena belum terjangkau oleh pelayanan BRI. Keadaan seperti ini mengindikasikan masih rendahnya efektivitas dari program revitalisasi kakao di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belum optimalnya realisasi program revitalisasi kakao terdiri dari dua kelompok yaitu: (1) Faktor keaktifan dari instansi terkait dalam melaksanakan sosialisasi, memproses akat kredit dan menyalurkan kredit kepada para petani. (2) Faktor yang berkaitan dengan keterbatasan pada diri petani kakao sendiri seperti: (a) Agunan atau sertifikat tanah yang belum ada, (b) Lambatnya proses administrasi dan tindak lanjut dari instansi terkait (c) Sebagian petani belum tahu cara mengajukan kredit dan (d) Karena memang petani tidak berminat untuk menggunakan kredit revitalisasi kakao. Untuk faktor yang terkait dengan lembaga pelaksana program revitalisasi, penjelasan yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 6. Hambatan yang dirasakan untuk mengambil kredit dari Bank Tidak memiliki Rumit urusan dan Tidak tahu cara Prosesnya lama Kabupaten sertifikat tanah syaratnya banyak mengurusnya Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Jml Petani % Kolaka Utara 1 1,03 81 83,50 15 15,46 - - Kolaka 2 1,56 31 24,22 22 17,19 52 40,62 Konawe 2 1,74 104 90,43 9 7,83 - - Konawe Selatan 4 7,02 14 24,56 30 52,63 9 15,79 Jumlah 9 2,27 230 57,93 76 19,14 61 15,36 Pada tabel 6 tampak bahwa sebagian besar (57,93%) petani merasakan sulit untuk mengurus kredit dari bank karena persyaratannya banyak dan prosedurnya rumit yaitu butuh KTP, sertifikat tanah, bank jauh dari lokasi, serta urusan pembayarannya akan menyita waktu dan biaya. Sebanyak 2,27 % petani menyatakan terhambat karena tidak ada sertifikat tanah, 19,14% petani mengatakan tidak tahu cara mengurus kredit dari bank, dan 15,36% merasa proses pengurusan kredit dari bank memakan waktu yang relatif lama.