BAB 1 KONSEP BIROKRASI

dokumen-dokumen yang mirip
MAKALAH PERILAKU ORGANISASI KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA

TEORI BIROKRASI WEBER Kuliah Minggu ke-5 dan 6

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

Desain Struktur Organisasi: Kewenangan dan Pengendalian

Pengertian Birokrasi. Ciri-ciri Birokrasi. Aparat birokrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB II MEMAHAMI REFORMASI BIROKRASI

Materi Minggu 5. Desain dan Struktur Organisasi

UKURAN, DAUR HIDUP DAN PERTUMBUHAN ORGANISASI IKA RUHANA

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA

Komunikasi Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila secara formal dalam organisasi maka proses

BAB VI UKURAN DAN DAUR KEHIDUPAN ORGANISASI MINGGU KE 9

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang;

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

PRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN. Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Apabila manusia yang ada

TI-3252: Perancangan Organisasi

BAB II PEMBINAAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA. A. Pengertian Pembinaan dan Konsep Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rue (dalam Tjandra 2005:38) didefenisikan sebagai tingkat pencapaian hasil serta

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Tujuan pembelajaran:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

Organizational Theory & Design

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

Komunikasi Organisasi W 5

Organizing (Pengorganisasian) I M A Y U D H A P E R W I R A

CERITAKAN MENGENAI JURNAL (+-5 ) KAITKAN DENGAN MATERI, SEBANYAK MUNGKIN PENGKAITAN YANG BENAR ANTARA MATERI JURNAL DENGAN TEORI MAKA MENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

Tantangan Dasar Desain Organisasi

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan. lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya

MODUL PERKULIAHAN ORGANIZATION THEORY AND DESIGN POKOK BAHASAN : Struktur organisasi. Tatap Muka Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Pengertian, Batasan dan Ruang Lingkup Administrasi Publik (Negara)

Materi 8 Organizing/Pengorganisasian: Perancangan Organisasi

Ida Nurnida. School of Communication & Business Telkom University

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BUDAYA (Moeljono, 2003:16)

Perkembangan Sistem Anggaran Publik Anggaran Tradisional dan Anggaran New Public Management

Nama : Yohanna Enggasari. Pertanyaan :

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

STRUKTUR DAN DESAIN ORGANISASI IKA RUHANA

BAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

BAB VII KEPEMIMPINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

Re R f e ormasi s Ad A m d inistras a i s Publ b i l k Dwi Harsono

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (public service. Perbaikan atau reformasi di bidang kepegawaian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. situasi persaingan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sejenis menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

I. PENDAHULUAN. Protokol Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Lampung adalah Pegawai

TATA HUBUNGAN KERJA BIROKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA PASCA REFORMASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sehingga harus benar-benar dapat digunakan secara efektif dan efisien

PEMBENAHAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH

Kepemimpinan: Dampaknya Terhadap Organisasi Berkinerja Tinggi. Achmad Sobirin Universitas Islam Indonesia

Manajemen Strategik dalam Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN OTONOMI DALAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

PB-03 ORGANISASI KOMPLEKS DAN BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu faktor internal yang turut menentukan keberhasilan

BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam

Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD Kab. Kolaka) A. Pendahuluan

State-Society Relations. Policy makers-bureaucracy relations. Internal working forms and organizational dynamic of public administration

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

Seputar Prinsip Organisasi. 1. Perumusan Tujuan

Teori Organisasi Klasik

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai

BAB II URAIAN TEORITIS. melakukan penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah

Tugas : e Learning Administrasi Bisnis Nama : Erwin Febrian Nim :

BAB II URAIAN TEORITIS. Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan

BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat

Pengembangan Kebijakan dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Transkripsi:

BAB 1 KONSEP BIROKRASI A. PENDAHULUAN Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Birokrasi bagi sebagian orang dimaknai sebagai prosedur yang berbelitbelit, menyulitkan dan menjengkelkan. Namun bagi sebagian yang lain birokrasi dipahami dari perspektif yang positif yakni sebagai upaya untuk mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat agar lebih tertib. Ketertiban yang dimaksud adalah ketertiban dalam hal mengelola berbagai sumber daya yang mendistribusikan sumber daya tersebut kepada setiap anggota masyarakat secara berkeadilan. Pendapat yang berbeda di atas dapat dipahami dari perspektifnya masing-masing. Bagi yang berpandangan posisif terhadap birokrasi maka baginya birokrasi adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi bagi mereka yang berpandangan negatif maka birokrasi justru menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan sehingga keberadaan birokrasi harus dihilangkan. Dalam pembahasan ini, akan dikupas tentang makna birokrasi dari berbagai perspektif dan kemudian disimpulkan tentang apa birokrasi itu sesungguhnya dan bagaimana seharusnya birokrasi itu dijalankan oleh aparat birokrasi yang disebut sebagai birokrat. 1

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Bagian ini membahas tentang konsep dasar birokrasi publik. Karena itu tujuan instruksional dari bahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat mendefinisikan pengertian birokrasi dari berbagai perspektif 2. Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik ideal suatu birokrasi publik 3. Mahasiswa dapat membedakan tipe-tipe birokrasi publik yang ada 4. Mahasiswa dapat menggunakan pendekatan-pendekatan yang ada dalam memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan birokrasi 5. Mahasiswa dapat membandingkan berbagai model birokrasi C. PENGERTIAN BIROKRASI Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada kebiroan atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983). Dalam kehidupan sehari-hari istilah Birokrasi setidak-tidaknya dimaknai sebagai berikut (Albrow dalam Zauhar, 1996): 1. Bureaucracy as Rational Organization Birokasi sebagai Organisasi Rasional. Dalam pengertian ini birokrasi dimaknai sebagai suatu organisasi yang rasional dalam melaksanakan setiap aktivitasnya. Setiap tindakan birokrasi hendaknya mengacu pada pertimbangan-pertimbangan rasional. 2

2. Bureaucracy as Rule by Official Birokrasi sebagai Aturan yang dijalankan oleh para pejabat. Birokrasi merupakan seperangkat aturan yang dijalankan oleh para pejabat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan itu dibuat guna mempermudah proses pelayanan publik. Namun pada kenyataannya aturan tersebut sering disalahgunakn demi kepentingan pejabat yang bersangkutan. Akibatnya masyarakat menjadi antipati dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pejabat publik dan cenderung tidak ditaati. 3. Bureaucracy as Organizational Ineficiency Birokrasi sebagai Pemborosan yang dilakukan oleh organisasi. Pemborosan (ineficiency) yang dimaksudkan adalah pemborosan dalam segi waktu, tenaga, finansial maupun sumber daya lainnya. Seringkali niat baik birokrasi untuk memberikan layanan yang efisien justru berbalik menjadi layanan yang tidak efisien dan mengecewakan masyarakat. Karena itu masyarakat menjadi apatis terhadap berbagai slogan efisiensi yang disampaikan oleh aparat birokrasi. Semangat debirokratisasi menjadi tidak bermakna karena tidak diimbangi dengan sikap dan perilaku para pejabat yang tidak konsisten dan konsekuen dengan pernyataannya. Birokrasi justru dianggap sebagai tempat bersarangnya berbagai penyakit organisasi modern seperti pembengkakan pegawai, biaya tinggi dan sulit beradaptasi dengan lingkungannya. 4. Bureaucracy as Public Administration Birokrasi sebagai Administrasi Publik. Birokrasi dalam hal ini disama artikan dengan administrasi publik. Administrasi Publik adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari administrasi publik agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan rasional. 5. Bureaucracy as Administration by Officials Birokrasi sebagai Administrasi yang dilaksanakan oleh para pegawai. Dalam hal ini pemahaman terhadap makna birokrasi hampir sama dengan bureaucracy as rule by official dan bureaucracy as public administration. 3

6. Bureaucracy as the Organization Birokrasi sebagai Organisasi. Organisasi yang dimaksudkan adalah organisasi memiliki struktur dan aturan-aturan yang jelas dan formal. Organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang melibatkan banyak orang, dimana setiap orang mempunyai peran dan fungsi serta tugas yang saling mendukung demi tercapainya tujuan organisasi. Organisasi sebagai sistem kerjasama berarti: (a) sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan secara baik, dimana masing-masing mengandung wewenang, tugas dan tanggung jawab yang memungkinkan setiap orang dapat bekerjasama secara efektif; (b) sistem penugasan pekerjaan kepada orangorang berdasarkan kekhususan bidang kerja masing-masing; (c) sistem yang terencana dari suatu bentuk kerjasama yang memberikan peran tertentu untuk dilaksanakan kepada anggotanya. 7. Bureaucracy as Modern Society Birokrasi merupakan ciri dari masyarakat modern. Bagi masyarakat modern keberaturan merupakan sebuah kemestian. Keberaturan itu dapat dicapai jika dilaksanakan oleh suatu institusi formal yang dapat mengendalikan perilaku menyimpang masyarakat. Institusi formal itu adalah birokrasi. Secara etimologi Birokrasi berasal dari istilah buralist yang dikembangkan oleh Reiheer von Stein pada 1821, kemudian menjadi bureaucracy yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersoal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi menurut Evers dalam Zauhar (1996) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu: 1. Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik. Makna ini adalah sejalan dengan ide Weber tentang birokrasi, dan oleh Evers dinamakan Birokrasi Weber (BW). 2. Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah pegawai yang besar. Konsep inilah yang sering disebut Parkinson Law. 4

3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar) disebut Orwelisasi. Dengan demikian maka Istilah Birokrasi dalam masyarakat dimaknai secara diametral (bertentangan satu sama lain yang tidak mungkin mencapai titik temu): 1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini maka tujuan suatu organisasi (privat maupun publik) lebih mudah tercapai. 2. Secara Negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tatacara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat parasitik dan eksploitatif. Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun swasta) yang mengatur secara ke dalam maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan sumber daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti berhubungan dengan interaksi antara organisasi dengan pihak lain baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu. Konsep birokrasi sesungguhnya berupaya mengaplikasikan prinsipprinsip organisasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, meskipun birokrasi yang keterlaluan seringkali justru menimbulkan efek yang tidak baik. Mouzelis menambahkan bahwa dalam birokrasi terdapat aturanaturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasar pengetahuan teknis dan dengan efisiensi yang setinggi-tingginya. Di samping diberikan makna yang cukup positif tersebut, birokrasi juga sering dimaknai secara negatif. Dalam perspektif yang negatif ini birokrasi dimaknai sebagai sebagai suatu proses yang berbelit-belit, waktu yang lama, biaya yang mahal dan menimbulkan keluh kesah 5

yang pada akhirnya ada anggapan bahwa birokrasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil. Biasanya masalah administrasi yang kompleks dan ruwet terdapat pada organisasi besar, seperti organisasi pemerintahan. Akan tetapi, sebenarnya birokrasi tidak dibatasi hanya pada institusi sektor publik saja. Serikat Dagang, Universitas, dan LSM merupakan contoh birokrasi di luar pemerintah. Berikut ini adalah beberapa pengertian birokrasi dalam pandangan beberapa pakar: 1. Max Weber Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003). 6

2. Farel Heady (1989): Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut. 3. Hegel: Birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan. 4. Karl Marx Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk memperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. 7

Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja. 5. Blau dan Meyer Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negatif yang hanya akan menjadi masalah bagi masyarakat. 6. Yahya Muhaimin keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. 7. Almond and Powell (1966): The Governmental Bureaucracy is a group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal) Dari berbagai pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Birokrasi sesungguhnya dapat dipahami dan diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam organisasi yang mengatur interaksi sosial baik ke dalam maupun keluar. Secara spesifik birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai sebagai institusi atau agen pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas sistematik dan rasional dengan aturan-aturan yang lugas (a system of authority relations defined by rationally developed rule) (Chandler and Plano, 1982 dalam Hariyoso, 2002). 8

D. TIPOLOGI BIROKRASI PUBLIK Tipologi birokrasi dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Zauhar (1996) dilihat dari perspektif otoritasnya, dikenal adanya birokrasi tradisional, birokrasi karismatik, dan birokrasi legal - rasional. Sumber legitimasi Birokrasi Tradisional adalah waktu, yang bersumber pada established belief in the sanctity of immerial traditions and the legitimacy of the status of those exercising under them. Sumber legitimasi Birokrasi Kharismatis, adalah kepribadian yang luar biasa yang dimiliki pemimpin, dan bersumber pada devotion to the spesific and exemplary character of an individual person and the normative patterns or orde revealed ordainded by him. Birokrasi Legal Rasional bersumber pada aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karenanya Birokrasi Legal Rasional bersumber pada the legality of patterns of normative rules and the right of these elevated to authority under such rules to issue commands. Jenis yang terakhir ini yang menurut Weber (dalam Zauhar, 1996) merupakan unsur terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Dari perspektif derajat keterbukaan, Lee (1971) dalam Zauhar (1996) mengklasifikasikan ke dalam birokrasi terbuka, campuran, dan tertutup. Yang dimaksud birokrasi terbuka, derajat keterbukaan birokrasi dapat dilihat pada aksesibilitas masyarakat untuk berhubungan dengan birokrasi, luasnya pelaksanaan recruitment, kebebasan kelompok lain untuk memasuki jajaran birokrasi tingkat menengah dan tinggi, serta derajat kesediaan birokrasi untuk mendistribusikan kekuasaannya kepada kelompok lain. Dalam birokasi tertutup, ditandai dengan adanya ciri yang sangat elitis dikalangan birokrasi dan mereka menjadi kelas yang memiliki hak privelese tertentu. Untuk bisa masuk ke birokrasi harus melalui ujian pamong praja dikaitkan dengan lamanya kuliah di perguruan tinggi. Rotasi antar bagian bisa terjadi, namun tak diikuti dengan pemberian fasilitas. Kesetiaan para pamong kepada pekerjaannya. Moral mereka sangat tinggi namun orientasinya menjadi sempit. Birokrasi campuran, menurut Zauhar (1996) merupakan tipe birokrasi hasil kontak yang terbatas antara birokrasi dengan masyarakat. Kontak yang 9

agak terbatas tersebut dapat diawali dengan masuknya individu ke dalam jajaran birokrasi pemerintahan guna mengurangi kelemahan birokrasi, seperti kekurangmampuan birokrasi lama untuk merencanakan, statistik, industrialisasi dan lain-lain. Keterbatasan itu pula maka terbuka dari masuknya para ekspert (ahli) baik dari kalangan perguruan tinggi maupun dari luar negeri. Sementara itu, menurut Hariandja (1999), ada perbedaan yang signifikan antara pandangan umum tentang birokrasi dalam suatu keseharian dan sudut pandang ilmiah metodologis. Bagi awam, birokrasi mengingatkan pada struktur yang lamban, kekusutan prosedural, kaku, tidak efisian dan sebagainya. Dalam banyak hal "kebenaran umum" (public image) ini tidak sepenuhnya salah. Berbagai kasus menunjukkan, birokrasi lebih melayani dirinya dan kepentingan kliennya daripada mendahulukan kepentingan umum. Tidak jarang ia juga menjadi alat politik dari suatu kekuatan politik tertentu. Hal semacam itu tentu seharusnya tidak terjadi. Karena penjelasan mengenai birokrasi yang dilakukan secara ilmiah harus mencakup usaha untuk menguji hubungan administratif dan aparatur manajerial dalam kerangka konteks sosial yang spesifik, tempat birokrasi dibentuk. Dengan demikian maka tipologi birokrasi dapat dibedakan menjadi 3, yakni (Zauhar, 1996); 1. Birokrasi Tradisional (bersumber pada Waktu) 2. Birokrasi Kharismatik (bersumber pada kepribadian) 3. Birokrasi Legal-rasional (bersumber pada aturan-aturan yang legal) Birokrasi yang dapat meningkatkan efisiensi organisasi adalah birokrasi yang legal-rasional. Karena itu juga disebut sebagai birorasionalitas atau biroefisiensi. Sedangkan birokrasi yang tidak mampu meningkatkan efisiensi disebut sebagai biropatologi (Zauhar, 1996). E. PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI BIROKRASI 1996): Dalam memahami Birokrasi dapat digunakan 3 Pendekatan (Zauhar, 1. Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik (Birokrasi Weber). Pemikiran Max Weber yang 10

yelah dikupas tuntas oleh Martin Albrow menjelaskan bahwa Weber tidak pernah mendefinisikan birokrasi. Biasanya ia telah diasumsikan membuat definisi tersebut dan kegagalannya untuk membuat demikian bertentangan dengan usahanya untuk mendefinisikan konsep-konsep analisis organisasi lain. Memang jelas bahwa Weber tidak menganggap istilah birokrasi sebagai bahasa ilmu sosial. Apa yang dikerjakannya secara hati-hati adalah merinci segi-segi apa yang dipandangnya sebagai bentu birokrasi yang paling rasional. Salah satu petunjuk bagi konsep umum Birokrasi Weber, tampak dalam identifikasinya terhadap jenis birokrasi yang lain terpisah dari tipe paling rasional. Inilah Birokrasi Patrimonial. Birokrasi Patrimonial ini berbeda dengan birokrasi rasional terutama karena para pejabat yang bekerja tidak bebas dibanding orangorang yang diangkat secara kontraktual. Weber menemukan contohcontoh tersebut dalam Imperium Romawi terakhir, dalam Mesir Kuno dan dalam Imperium Bizantium. Namun demikian, hakekat gagasan birokrasi patrimonial adalah keberadaan suatu badan. Konsep tentang pejabat (Beamter) merupakan dasar bagi konsep tentang birokasi. Hal itu diperkuat dengan seringnya Weber dalam berbagai kesempatan menggunakan breamtentum (staf pegawai) sebagai suatu alternatif bagi birokrasi (Sarundajang, 2003). 2. Birokasi dipandang sebagai organisasi yang membengkak dan jumlah pegawainya besar (Parkinson Law). Parkinson Law mengatakan: a. Setiap Pegawai Negeri akan berusaha sekuat tenaga meningkatkan jumlah pegawai bawahannya b. Setiap Pegawai Pegeri akan selalu menciptakan tugas baru bagi dirinya sendiri yang sering diragukan manfaat dan artinya c. Karena itu laju birokrasi akan meningkat dan jumlah pegawai akan naik secara otomatis tidak tergantung dari beban tugas yang diperlukan 3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat (Orwelisasi). 11

F. KARAKTERISTIK IDEAL BIROKRASI Ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan teori birokrasi adalah Max Weber, seorang sosiolog jerman yang juga ahli hukum. Weber pernah menulis buku wirtschaft und gesellchaft (teori organisasi sosial dan ekonomi) yang didalamnya terdapat salah satu bab mengenai birokrasi. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi. Konsep tipe ideal ini kurang dikenal tentang kritiknya terhadap seberapa jauh peran birokrasi terhadap kehidupan politik, atau bagaimana peran politik terhadap birokrasi. Birokrasi Weberian hanya menekankan bagaimana seharusnya mesin birokrasi itu secara profesional dan rasional dijalankan. Menurutnya, birokrasi dan institusi lainnya dapat dilihat sebagai kehidupan kerja yang rutin (routines of workday life). Untuk menyeimbangkan kerja rutin tersebut, ia memperkenalkan gagasan mengenai charisma yang direfleksikan dalam bentuk kepemimpinan yang kharismatik. Weber mengamati bahwa birokrasi membentuk proses administrasi yang rutin sama persis dengan mesin pada proses produksi. Dalam model yang diajukan Weber, birokrasi memiliki karakteristik ideal sebagai berikut (dalam Islamy, 2003): 1. Pembagian Kerja/ Spesialisasi (division of labor) Dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi membagi kegiatankegiatan pemerintahan menjadi bagian-bagian yang masing-masing terpisah dan memiliki fungsi yang khas. Pembagian kerja seperti ini memungkinkan terjadinya spesialisasi fungsi. Dengan cara seperti ini, penugasan spesialis untuk tugas-tugas khusus bisa dilakukan dan setiap mereka bertanggung jawab atas keberesan pekerjaannya masing-masing. Aktivitas yang reguler mensyaratkan tujuan organisasi didistribusikan dengan cara yang tetap dengan tugas-tugas kantor (official duties). Pemisahan tugas secara tegas memungkinkan untuk memperkerjakan ahli yang terspesialisasi pada setiap posisi dan menyebabkan setiap orang bertanggungjawab terhadap kinerja yang efektif atas tugas-tugasnya. Karena itu tugas-tugas birokrasi hendaknya dilakukan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien. 12

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchi) Ciri khas birokrasi adalah adanya wewenang yang disusun secara hierarkis atau berjenjang. Hierarki itu berbentuk piramid yang memiliki konsekuensi semakin tinggi suatu jenjang berarti pula semakin besar wewenang yang melekat di dalamnya dan semakin sedikit penghuninya. Hierarki wewenang ini sekaligus mengindikasikan adanya hierarki tanggung jawab. Dalam hierarki itu setiap pejabat harus bertanggung jawab kepada atasannya mengenai keputusan-keputusan dan tindakan-tindakannya sendiri maupun yang dilakukan oleh anak buahnya. Pada setiap tingkat hierarki, para pejabat birokrasi memiliki hak memberi perintah dan pengarahan pada bawahannya, dan para bawahan itu berkewajiban untuk mematuhinya. Sekalipun begitu, ruang lingkup wewenang memberi perintah itu secara jelas dibatasi hanya pada masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan kegiatan resmi pemerintahan. Organisasi birokrasi mengikuti prinsip hirarki sehingga setiap unit yang lebih rendah berada dalam pengendalian dan pengawasan organisasi yang lebih tinggi. Setiap pegawai dalam hirarki administrasi bertanggungjawab kepada atasannya. Keputusan dan tindakan harus dimintakan persetujuan kepada atasan. Agar dapat membebankan tanggungjawabnya kepada bawahan, ia memiliki wewenang/ kekuasaan atas bawahannya sehingga ia mempunyai hak untuk mengeluarkan perintah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan. Meskipun masing-masing pegawai yang berada pada jenjang mempunyai otoritas-birokratis tetapi penggunaan otoritas tersebut tetap harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi. 3. Adanya sistem aturan (system of rules) Kegiatan pemerintahan diatur oleh suatu sistem aturan main yang abstrak. Aturan main itu merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegang jabatan di berbagai posisi dan hubungan di antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu. Operasi kegiatan dalam birokrasi dilaksanakan berdasarkan sistem aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masingmasing anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang 13

distandarkan ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah personil yang melaksanakan dan koordinasi tugas tugas yang berbeda-beda. Aturan aturan yang eksplisit tersebut menentukan tanggung jawab setiap anggota organisasi dan hubungan diantara mereka, namun tidak berarti bahwa kewajiban birokrasi sangat mudah dan rutin. Tugas tugas birokrasi memiliki kompleksitas yang bervariasi, dari tugas tugas klerikal yang sifatnya rutin hingga tugas tugas yang sulit. 4. Hubungan Impersonal (formalistic impersonality) Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan pertimbangan pribadi dalam hubungannya dengan bawahannya maupun dengan anggota masyarakat yang dilayaninya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan administrasi. Idealnya pegawai- pegawai bekerja dengan semangat kerja yang tinggi sine era et studio tanpa rasa benci atas pekerjaannya atau terlalu berambisi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya interferensi (dicampur) kepentingan personal. Tidak dimasukannya pertimbangan personal adalah untuk keadilan dan efisiensi. Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga mendorong demokrasi dalam sistem administrasi. 5. Sistem Karier (career system) Pekerjaan dalam birokrasi pemerintah adalah pekerjaan karier. Para pejabat menduduki jabatan dalam birokrasi pemerintah melalui penunjukan, bukan melalui pemilihan; seperti anggota legislatif. Mereka jauh lebih tergantung pada atasan mereka dalam pemerintahan daripada kepada rakyat pemilih. Pada prinsipnya, promosi atau kenaikan jenjang didasarkan pada senioritas atau prestasi, atau keduanya. Dalam kondisi tertentu, birokrat itu juga memperoleh jaminan pekerjaan seumur hidup. Terdapat sistem promosi yang didasarkan pada senioritas atau prestasi, atau kedua-duanya. Karyawan dalam organisasi birokratik berdasarkan pada kualifikasi tehnik dan dilindungi dari penolakan sepihak. Kebijakan personal seperti itu mendorong tumbuhnya loyaritas terhadap 14

organisasi dan semangat kelompok (esprit de corps) di antara anggota organisasi. Menurut Max Weber, Birokrasi adalah organisasi rasional yang dibentuk untuk memperlancar aktivitas pemerintahan. Oleh karena itu Karakteristik birokrasi diatas dapat diimplementasikan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan mereka 2. Ada hierarki jabatan yang jelas 3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara jelas 4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak 5. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional 6. Mereka memiliki gaji dan hak-hak pensiun, secara berjenjang menurut kedudukan masing-masing. 7. Para pejabat dapat menempati posnya dan dalam keadaan tertentu ia dapat diberhentikan 8. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya. 9. Ada struktur Karir dan promosi dimungkinkan melalui senioritas dan keahlian (merit system) maupun keunggulan (superioritas). Pejabat mungkin saja tidak sesuai denganposnya maupun dengan sumbersumber yang tersedia diposnya, namun ia tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam. Birokrasi seperti yang digambarkan oleh Weber itu memiliki banyak kelebihan, diantaranya 1. Pembagian kerja akan menghasilkan efisiensi. 2. Hierarki wewenang memungkinkan pengendalian atas berbagai ragam jabatan dan memudahkan koordinasi yang efektif. 3. Aturan main akan menjamin kesinambungan dalam pelaksanaan tugastugas pemerintah, walaupun para pejabatnya berganti-ganti, dan dengan demikian bisa menumbuhkan keajegan perilaku. 15

4. Impersonalitas hubungan menjamin perlakuan yang adil bagi semua anggota masyarakat dan mendorong timbulnya pemerintah yang demokratik. 5. Kemampuan teknis menjamin bahwa hanya orang-orang yang ahli yang akan menduduki jabatan pemerintahan. Dan jaminan keberlangsungan jabatan membuat para pejabat itu tidak mudah dijatuhkan oleh tekanantekanan dari luar. Pendeknya, dengan karakteristik seperti itu birokrasi akan bisa berfungsi sebagai sarana yang mampu rnelaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif dan efisien. Model birokrasi Weber itu juga memuat asumsi bahwa birokrasi menjalankan fungsi "administratif", yaitu menerapkan kebijakan publik yang dibuat melalui mekanisme proses "politik" yang dilakukan oleh pejabat politik, bukan birokrat karier. Dengan pemisahan administrasi dari proses politik itu, maka birokrat diharap bisa bersikap netral dalam hal politik. Pejabat yang bersikap netral dalam politik diharapkan akan dengan patuh mengabdi pada rakyat, bukan demi kepentingan sekelompok orang atau kelompok politik tertentu. Memahami upaya Max Weber dalam menciptakan model tipe ideal birokrasi perlu kiranya kita menghargai logika pendekatan yang dipergunakan dan pemikiran baru yang dikemukakannya yang mencerminkan keadaan semasa ia hidup (Downing, 1995). Tipe ideal merupakan konstruksi abstrak yang membantu kita memahami kehidupan sosial. Weber berpendapat adalah tidak memungkinkan bagi kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan. Adapun yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal yang amat penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam kondisi organisasi tertentu, dan apa yang membedakan kondisi tersebut dengan kondisi organisasi lainnya. Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting dan krusial yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya. Dengan cara semacam ini kita menciptakan tipe ideal tersebut. Menurut Weber bahwa proses semacam ini bukannya menunjukkan objektivitas dari esensi birokrasi, dan bukan pula mampu menghasilkan suatu deskripsi yang benar dari konsep birokrasi secara keseluruhan. Akan tetapi suatu 16

tipe ideal itu hanyalah sebuah konstruksi yang bisa meniawab suatu masalah tertentu pada kondisi waktu dan tempat tertentu. Menurut Weber tipe ideal itu bisa dipergunakan untuk membandingkan birokrasi antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain di dunia ini. Perbedaan antara kejadian senyatanya dengan tipe ideal itulah justru yang amat penting untuk dikaji dan diteliti. Jika suatu birokrasi tidak bisa berfungsi dalam tipe ideal organisasi tertentu, maka kita bisa menarik suatu penjelasan mengapa hal tersebut bisa terjadi dan apa faktorfaktor yang membedakannya. Menurut Weber tipe ideal birokrasi itu ingin menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi itu mempunyai suatu bentuk yang pasti di mana semua fungsi dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Istilah rasional dengan segala aspek pemahamannya merupakan kunci dari konsep tipe ideal birokrasi Weberian. Bentuk ideal Birokrasi Max Weber dalam realitanya tidak mudah untuk diiimplementasikan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini: 1. Manusia Birokrasi tidak selalu ada (exist) hanya untuk organisasi. 2. Birokrasi sendiri tidak peka terhadap perubahan sosial 3. Birokrasi dirancang untuk semua orang sehingga menjadi lebih sulit 4. Dalam kehidupan sehari-hari manusia birokrasi berbeda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi. Karakter Birokrasi semacam ini dapat disebut sebagai Organizational Slack. Yakni organisasi Birokrasi yang cenderung bersifat patrimonialistik yakni; - tidak efisien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak objektif, - menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, - tidak mengabdi pada kepentingan umum, - tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil menjadi penguasa yang sangat otoritatif dan represif. 17

Ciri-ciri Birokrasi yang mengalami penyakit Organizational Slack dapat ditandai dengan kondisi berikut ini (Suryono, 2001): 1. Menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan. 2. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya organizational slack ini menurut Irfan Islamy (1998) adalah: 1. Pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku 2. Visi Pelayanan yang sempit 3. Penguasaan atas adminitrative engineering yang tidak memadai 4. Unit-unit Publik yang semakin gemuk namun tidak difalitisasi dengan 3P yang cukup dan handal (personalia, peralatan dan pengangaran). Akibatnya aparat Birokrasi publik menjadi lamban dan lebih sering terjebak pada kegiatan-kegitan rutin, tidak responsif atas aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Shoutherland 1978 (dalam Hariyoso, 2002) ciri-ciri Birokrasi Publik dapat dikenali dari segi: a. ciri-ciri kelekatan moral publik (public morallity attached) b. Pegangan kode etika profesional dan orientasi imajinatif pada tujuan publik, mitos, nilai-nilai/ norma konstitusi (normative attachement) c. Merupakan sinerji antara manajemen tujuan (MBO) dan manajemen informasi (MIS) )yang berbasis kepentingan publik Disamping berbagai kelebihan yang ada tersebut, berikut ini adalah kritik terhadap konsepsi birokrasi Weber (Islamy, 2003): 18

1. Birokrasi yang rasional cenderung berimplikasi pada pemisahan orang-orang dari sarana-sarana produksi dan dapat menumbuhkan formalisme dalam organisasi. 2. Sifat kecermatan, keandalan dan kedisiplinan dalam birokrasi rasional dapat menghancurkan dirinya sendiri. 3. Aturan-aturan yang ketat itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan mungkin bisa menjadi tujuan itu sendiri, padahal aturan itu tidak lain sekedar penuntun yang tidak sempurna. 4. Struktur jabatan/ karier yang hierarkis bisa mendorong timbulnya solidaritas kelompok yang mengakibatkan perlawanan terhadap perubahan yang diperlukan. 5. Norma impersonalitas pegawai/ pejabat dalam menjalankan tugas pelayanannya bisa menyebabkan timbulnya konflik dengan para pengguna layanan (masyarakat). 6. Tidak ada prinsip/ azas yang berlaku abadi, situasi yang berbeda memerlukan struktur birokrasi yang berbeda pula. G. MODEL-MODEL BIROKRASI Ditinjau dari pola hubungan yang terjadi antara negara dan rakyat, maka birokrasi dapat dikategorikan dua model. Model pertama, merupakan titik pemberangkatan yang meletakkan birokrasi dalam posisi netral. Birokrasi yang netral merupakan gambaran yang cocok seperti diidealkan Weber. Dia melukiskan birokrasi sebagai pelayan publik dalam menjalankan fungsi -fungsi negara, mengayomi warganya. Model ini dapat diidentikkan dengan birokrasi yang memiliki karakter sebagai berikut: 1. Ramping 2. Fleksibel 3. Memberdayakan 4. Mengatur Dan Mengontrol 5. Kompetisi 6. Tergantung Pada Misi 19

7. Berorientasi Hasil/ Outcome 8. Mengutamakan Kebutuhan Masyarakat 9. Pelayanan Harus Menghasilkan 10. Preventif 11. Desentralisasi 12. Market Oriented 13. Realistik-Pragmatis Pada model kedua, birokrasi lebih dipandang sebagai patologi yang melahirkan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat. Sudah barang tentu dan sudah pada tempatnya bila sikap birokrat menempatkan diri pada posisi yang pertama. Guna mencapai puncak-puncak kinerjanya birokrasi harus menyiasati bagaimana menempatkan masyarakat sebagai pelanggan seperti halnya dunia swasta memandang pelanggan sebagai raja. Gabler & Osborne (1992) memandang birokrasi harus berorientasi dan memandang masyarakat sebagai pelanggan. Dengan perkataan lain efektivitas kinerja harus diupayakan seoptimal mungkin. Persoalannya dibanyak negara, dan sudah menjadi wacana dikalangan pakar administrasi negara, munculnya fenomena bahwa biarokrasi tidak netral. Birokrasi seperti ini dapat diidentikkan karakternya sebagai berikut: 1. Gemuk/ Tambun 2. Kaku 3. Melayani 4. Melaksanakan 5. Monopoli 6. Tergantung Pada Orang 7. Berorientasi Prosedur/ Formalisme 8. Mengutamakan Program Birokrasi 9. Menghabiskan Uang Pelayanan 10. Preskriptif 11. Sentralisasi/ Personal Work 12. Government Oriented 13. Sloganis H. RINGKASAN 1. Birokrasi sering dipahami dalam dua perspektif, yakni positif dan negatif. Perspektif positif menyatakan bahwa eksistensi birokrasi 20

merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan masyarakat modern. Sedangkan perspektif negatif menyatakan bahwa birokrasi hanya menimbulkan inefisiensi besar-besaran yang dilegalisasi oleh badan/ institusi resmi yakni negara, karenanya birokrasi harus dihilangkan dari kehidupan masyarakat, paling tidak dengan menggalakkan proses debirokratisasi. 2. Birokrasi secara umum dapat dimaknai sebagai sistem kerja organisasi baik publik maupun swasta yang mengatur ke dalam maupun keluar organisasi. Aturan-aturan tersebut diciptakan dalam rangka menciptakan ketertiban dalam proses interaksi sosial antar manusia. I. EVALUASI 1. Jelaskan dengan bahasa anda sendiri apakah birokrasi itu? 2. Bagaimanakah karakteristik ideal birokrasi weber dapat diimplementasikan di Indonesia? 3. Coba anda jelaskan 7 konsep birokrasi yang berkembang di masyarakat? Konsep manakah yang paling baik? 21