KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA S..A...LINAN

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010

PLN DAN ISAK 16 (ED) Electricity for a Better Life. Jakarta, Mei 2010

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. ISAK 8 merupakan panduan untuk menentukan apakah suatu perjanjian

2015, No d. bahwa untuk meningkatkan transparansi, efektifitas, efisiensi, dan pertanggungjawaban subsidi listrik, perlu mengatur kembali tata

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%)

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

ANALISIS ATAS TEMUAN BPK MENEKAN SUBSIDI LISTRIK DENGAN DUKUNGAN BERBAGAI KEBIJAKAN PENDUKUNG

Jakarta, 3 Desember 2009 Divisi Monitoring & Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW)

2014, No dalam huruf a telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sesuai hasil Rapat Kerja Komisi VII Dewan Perwakil

Pengaturan Berbasis Kinerja (Performance Based Regulatory/PBR) pada Subsidi Listrik

Materi Paparan Menteri ESDM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENESDM. Tenaga Listrik. PT. PLN. Tarif. Perubahan.

DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN SUBSIDI LISTRIK PADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO)

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia. Aviliani 17 Januari 2014

STRATEGI EFISIENSI PEMBIAYAAN PEMERINTAH UNTUK MEMACU PELAKSANAAN KONSERVASI ENERGI PADA SEKTOR KETENAGALISTRIKAN. Khalif Ahadi dan M.

PT PLN (Persero) 17 April 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

PERHITUNGAN BIAYA POKOK PENYEDIAAN (BPP) TENAGA LISTRIK PER GOLONGAN PELANGGAN STUDI KASUS PT PLN (PERSERO) SISTEM SULSELTRABAR

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

2 b. bahwa penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara sebagaimana dimaksud dala

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Listrik sekarang telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

2016, No Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara; b. bahwa penerapan subsidi tarif tenaga lis

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Informasi Wajib Tersedia Setiap Saat Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

PENGHAPUSAN SUBSIDI LISTRIK MELALUI PENYESUAIAN TARIF TENAGA LISTRIK SECARA BERTAHAP UNTUK GOLONGAN TERTENTU

MENTEHIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162 /PMK.02/2017

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB IV ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN. PT. PLN P3B sesuai Keputusan Direksi memiliki peran dan tugas untuk

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

RANCANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketatnya persaingan antar perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kini

BAB I Pendahuluan. Keberhasilan suatu perusahaan sangat bergantung pada keputusan yang

Disampaikan pada: Komunikasi Nasional Jogjakarta, 5 Desember 2007 Persero) Electricity For A Better Life

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL KETENAGALISTRIKAN, JARMAN. DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN LAKIN 2015 i

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY Abstraksi Berdasarkan data realisasi subsidi APBN, selama ini meningkatnya angka subsidi APBN di-drive oleh, salah satunya besaran subsidi listrik. Sejak tahun 2005 subsidi listrik memiliki kecenderungan yang terus meningkat tajam hingga tahun 2008. Dalam konteks ini, pemerintah sebagai pemberi subsidi listrik perlu untuk memiliki model keuangan sendiri untuk perhitungan subsidi listrik. Sebab, model PT PLN (Persero) yang digunakan untuk menghitung besaran subsidi listrik hanya memberikan informasi untuk perhitungan besaran subsidi listrik secara agregat dan tidak menampilkan perhitungan secara detail sampai ke biaya pembangkit. Selain itu, juga tidak memberikan informasi yang bisa dipakai dalam rangka pengelolaan dan pengendalian biaya pembangkit, BPP - Tegangan Tinggi, BPP - Tegangan Menengah dan BPP - Tegangan Rendah. Dan, ujungnya, tidak dapat memberikan informasi untuk dipakai dalam rangka pengelolaan dan pengendalian Subsidi Listrik Dengan memiliki model keuangan seperti tersebut di atas, diharapkan pemerintah mampu mengelola dan mengendalikan dengan baik subsidi listrik melalui pengendalian BPP listrik dan biaya pembangkit sehingga setiap ada usulan perubahan besaran subsidi listrik oleh PT PLN (Persero) pada akhirnya diharapkan tidak berdampak pada meningkatnya risiko fiskal. Adapun tujuan pembuatan model keuangan tersebut adalah untuk: a. mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan struktur biaya pembangkit listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) b. mengembangkan kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) c. mengembangkan model spreadsheet yang digunakan untuk analisis keterkaitan variabel makro ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero). I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Ketersediaan tenaga listrik adalah salah satu prasyarat mutlak bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai serta dijamin oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan dalam jumlah yang cukup, merata dan bermutu yang pada akhirnya dapat menumbuhkan perekonomian seluruh daerah di Indonesia. Seiring dengan hal tersebut di atas, PT PLN (Pesero) melalui visi 75/100 bercitacita bahwa pada tahun 2020 kelak seluruh penduduk Indonesia bisa menikmati layanan tenaga listrik dari BUMN tersebut. Berdasarkan data Departemen ESDM tahun 2008, total kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit listrik adalah sekitar 30 ribu MW (terdiri dari pembangkit PLN 24.925 MW, IPP 4.044 MW dan lainnya 916 MW). Dengan sejumlah infrastruktur tersebut, PT PLN (Persero) baru mampu mencapai rasio elektrifikasi 64,3%. Disamping itu, saat ini terdapat program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap pertama. Tentu saja ini merupakan kewajiban PT PLN (Persero)

untuk membiayai seluruh proyek ini, baik dengan cara menjual obligasi maupun dengan pinjaman bank. Dengan meningkatnya kapasitas pembangkit listrik yang masuk ke dalam sistem ketenagalistrikan nasional yang berasal dari program percepatan pembangkit listrik 10.000 MW diperkirakan hal itu akan meningkatkan pula risiko fiskal. Alur berpikirnya adalah sebagai berikut: dengan selesainya beberapa proyek pembangkit listrik tentu saja ini akan menambah kapasitas pembangkit listrik secara nasional. Dengan meningkatnya jumlah kapasitas pembangkit listrik maka jumlah masyarakat yang dapat mengkonsumsi tenaga listrik makin bertambah. Bertambahnya masyarakat yang terlayani oleh PT PLN (Persero) atau semakin meningkatnya angka rasio elektrifikasi tentu saja akan berdampak pada meningkatnya jumlah subsidi listrik karena Harga Jual Tenaga Listrik (HJTL) rata-rata atau Tarif Dasar Listrik (TDL) yang ditetapkan pemerintah lebih rendah daripada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik rata-rata. Dengan demikian, makin besar kapasitas layanan tenaga listrik PT PLN (Persero), makin besar pula potensi meningkatnya risiko fiskal yang berasal dari subsidi listrik. Salah satu cara untuk merumuskan subsidi secara lebih tepat adalah dengan membuat suatu financial model perhitungan subsidi listrik yang menggunakan basis data yang sama dengan financial model perhitungan subsidi listrik milik PT PLN (Persero), namun dengan perspektif yang berbeda (dalam hal ini perspektif negara sebagai pemberi subsidi). Model keuangan PT PLN (Persero) yang selama ini menghasilkan usulan besaran subsidi listrik tidak dilengkapi dengan informasi secara detail hingga biaya pembangkit dan proses perhitungan Biaya Pokok Penyediaan per tegangan (Tegangan Tinggi, Tegangan Menengah dan Tegangan Rendah). Selain itu, analisis sensitivitas antara asumsi makro ekonomi dan industri listrik terhadap biaya pembangkit, BPP listrik dan subsidi listrik juga tidak dimiliki oleh model PT PLN (Persero). Dengan memiliki model keuangan seperti tersebut di atas, diharapkan pemerintah mampu mengelola dan mengendalikan dengan baik subsidi listrik melalui pengendalian BPP listrik dan biaya pembangkit sehingga setiap ada usulan perubahan besaran subsidi listrik oleh PT PLN (Persero) pada akhirnya tidak berdampak pada meningkatnya risiko fiskal. 1.2. Tujuan Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk: a. Mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi apa saja yang memiliki keterkaitan dengan struktur biaya pembangkit listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) b. Mengembangkan kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero)

c. Mengembangkan model spreadsheet yang akan digunakan untuk analisis keterkaitan variabel makro ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero). 1.3. Output dan Outcome Adapun output yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Faktor-faktor ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan struktur biaya pembangkit listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) b. Kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) c. Model spreadsheet yang akan digunakan untuk analisis keterkaitan variabel makro ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero). Sedangkan outcome yang diharapkan adalah tersedianya analisis sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap perubahan struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero) yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan besaran subsidi listrik oleh pemerintah. II. Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan: 1. Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan dalam APBN 2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik. Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah bagi pelaksanaan PSO listrik sehingga misi PSO bidang ketenagalistrikan dari pemerintah dapat tercapai.

RPJP, RPJM, RKP, UU 19/2003, UU Sektor, Perpres 5/2006, PMK Subsidi Listrik Aktivitas PSO Dukungan Pemerintah berupa Subsidi Listrik Efisiensi PSO Output PSO Ketersediaan tenaga listrik Terlaksananya investasi dan pemeliharaan pembangkit listrik non BBM Efektivitas PSO Misi PSO Pemerintah Peningkatan pelayanan umum Pertumbuhan ekonomi Diversifikasi energi primer Bagan 1 - Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan dalam APBN Untuk data asumsi yang diduga terkait dengan besaran subsidi listrik, variabel makro ekonomi yang akan digunakan dalam model spreadsheet tersebut adalah harga bahan bakar (ICP, gas, batubara, panas bumi), inflasi, kurs, tingkat suku bunga dan pertumbuhan ekonomi. Untuk biaya pembangkitan (sebagai komponen pembentuk BPP TT) sudah termasuk biaya pembelian tenaga listrik dari Independent Power Producer (IPP) dan sewa pembangkit. Data biaya pembangkitan dikumpulkan per jenis pembangkit listrik per lokasi (bottom up approach). Selanjutnya, data biaya pembangkitan, biaya transmisi TT dan lainnya yang berada dalam satu sistem jaringan ketenagalistrikan akan diproses oleh model penelitian ini berdasarkan sistem jaringan yang ada. Sedangkan BPP listrik yang digunakan sebagai dasar perhitungan subsidi listrik adalah sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yaitu: BPP Tegangan Tinggi, BPP Tegangan Menengah dan BPP Tegangan Rendah. Perhitungan detailnya adalah sebagai berikut:

BPP TT = Total Biaya di TT / kwh net di TT = (Biaya Pembangkitan + Biaya Transmisi TT) / (kwh diterima di TT kwh losses di TT) BPP TM = (Total Biaya di TM Pendapatan di TT) / kwh net di TM = ((Total Biaya di TT + Biaya Distribusi di TM) (kwh terjual di TT x BPP TT)) / (kwh diterima di TM kwh losses di TM) BPP TR = (Total Biaya di TR (Pendapatan di TT dan TM) / kwh net di TR = ((Total Biaya di TM + Biaya Distribusi di TR) (kwh terjual di TT x BPP TT + kwh terjual di TM x BPP TM)) / (kwh diterima di TR kwh losses di TR) Kemudian, berdasarkan persamaan BPP TT, BPP TM dan BPP TR di atas, maka besaran subsidi listrik yang harus dibayarkan pemerintah adalah sesuai dengan persamaan sebagai berikut: Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik BPP (1 + margin)) x kwh terjual Besaran subsidi ini diperoleh per golongan tarif dan per jenis tegangan (TT, TM, TR). Tarif Dasar Listrik (TDL) yang berlaku hingga saat ini adalah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004. Dari uraian di atas, alur dari model perhitungan subsidi listrik yang dibangun dalam penelitian ini adalah seperti berikut ini: Pengisian data asumsi makro ekonomi dan lainnya Pengisian data HJTL, Volume penjualan tenaga listrik, Biaya pembangkit Perhitungan BPP TT, BPP TM, BPP TR Perhitungan Subsidi Listrik Bagan 2 Alur Model Perhitungan Subsidi Listrik III. Analisis dan Pembahasan Dalam penjelasan bab terdahulu, telah dipaparkan bahwa model ini dibangun dengan menggunakan bottom up approach sebagai dasar perhitungan besaran subsidi listrik. Dengan pendekatan tersebut, bisa diketahui berdasarkan variabel apa saja biaya pembangkit dari suatu pembangkit listrik itu dibentuk, bagaimana pengaruh faktor makro ekonomi itu berdampak terhadap biaya pembangkit, seberapa besar faktor industri listrik

berdampak terhadap biaya pembangkit sampai dengan bagaimana cara faktor makro ekonomi dan industri listrik itu berpengaruh terhadap besaran subsidi listrik. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ditampilkan struktur model simulasi yang menghubungkan asumsi makro ekonomi dan industri ke model biaya pembangkit, volume penjualan listrik hingga subsidi listrik. Bagan 3 Struktur Model Simulasi Biaya Pembangkit Asumsi makro ekonomi dan industri Volume penjualan listrik per golongan tarif dan tegangan Harga jual tenaga listrik per golongan tarif dan tegangan Model biaya pembangkit Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan listrik Rekap pembangkit Perhitungan subsidi listrik Output: Biaya pembangkit, Fuel mix, BPP, Subsidi per golongan, Subsidi total 3.1 Faktor Sensitivitas Biaya Pembangkit Faktor-faktor makro ekonomi yang masuk dalam pertimbangan model penelitian ini yaitu: Harga energi primer: Indonesian Crude Petroleum, batubara dunia, gas dan panas bumi; Inflasi: Indonesia dan dunia Kurs Rp terhadap USD

Tingkat pertumbuhan ekonomi Tingkat suku bunga: SBI dan London Inter Bank Offered Rate (LIBOR) Sedangkan faktor-faktor industri listrik yang dipertimbangkan dalam model ini adalah: Alpha Pertamina untuk bahan bakar minyak (HSD, IDO, dan MFO) Pajak Pertambahan Nilai BBM Susut jaringan TT, TM dan TR Tingkat marjin dari BPP Tingkat pertumbuhan permintaan listrik Pada dasarnya, biaya pembangkit terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Sekitar 60 persen biaya pembangkit disumbang dari komponen biaya bahan bakar. Biaya bahan bakar merupakan biaya variabel yang paling signifikan terhadap biaya pembangkit. Biaya variabel lainnya adalah biaya pemeliharaan yang nilainya bergerak sesuai dengan jumlah produksi tenaga listrik oleh pembangkit listrik tersebut. Sedangkan Biaya tetap pembangkit terdiri dari: Biaya kepegawaian Biaya administrasi Biaya beban bunga Penyusutan Biaya-biaya ini tetap ada walaupun pembangkit listrik tidak memproduksi tenaga listrik.

3.2. Pengaruh Faktor Makro dan Industri Terhadap Biaya Pembangkit Bagan 4 - Pengaruh Faktor Makro dan Industri Terhadap Biaya Pembangkit Makro: 1. Harga ICP 2. Harga Batubara 3. Harga Gas 4. Harga Panas Bumi 5. Inflasi Indonesia 6. Inflasi Dunia 7. Kurs Rp/USD 8. Pertumbuhan Ekonomi 9. Suku Bunga SBI 10. Suku Bunga LIBOR Industri: 1. Alpha HSD 2. Alpha IDO 3. Alpha MFO 4. PPN BBM 5. Susut Jaringan TT 6. Susut Jaringan TM 7. Susut Jaringan TR 8. Marjin Biaya Pembangkit: Biaya Variabel: Biaya Bahan Bakar Biaya pemeliharaan Biaya Tetap: Biaya kepegawaian Biaya administrasi Biaya Material Jasa Borongan Biaya beban bunga a. Komponen Rp b. Komponen USD Penyusutan Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa hampir semua faktor asumsi, baik makro ekonomi maupun industri, mempengaruhi besaran biaya pembangkit, baik melalui biaya variabel maupun biaya tetap. Harga ICP, harga batu bara dunia, harga gas dan harga panas bumi akan mempengaruhi biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar. Faktor kurs Rp terhadap USD ini mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui banyak komponen biaya. Komponen biaya yang dpengaruhi secara langsung oleh faktor kurs adalah biaya bahan bakar, biaya material dan jasa borongan yang biasanya berdenominasi valas, biaya beban bunga pinjaman luar negeri, biaya pemeliharaan (berdenominasi Rp namun mengikuti pergerakan nilai USD) dan biaya penyusutan. Sedangkan suku bunga LIBOR hanya mempengaruhi biaya bunga pinjaman, yang merupakan bagian dari biaya tetap pembangkit listrik. Selanjutnya, dari sisi industri listrik, faktor alpha Pertamina untuk bahan bakar HSD, IDO maupun MFO serta Pajak Pertambahan Nilai BBM mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar.

3.3. Model Biaya Pembangkit Berikut ini tampilan dari model simulasi biaya pembangkit bagian input. Pada bagian input ini, terdiri dari kumpulan asumsi, baik makro ekonomi maupun industri listrik. Tabel 1. Asumsi Faktor Makro dan Industri Listrik INPUT Asumsi faktor-faktor makro 2008 Satuan Nilai Referensi Harga ICP 130 USD per barrel 130 Harga Batubara Dunia 70 USD per ton 70 Harga Gas 3,8 USD per MMBTU 3,8 Harga Panas Bumi 752 Rp./kWh 752 Inflasi Indonesia 6,0% per tahun 6,00% Inflasi dunia 2,5% per tahun 2,50% Kurs USD 9250 Rp. Per USD 9250 Pertumbuhan Ekonomi 5,60% per tahun 5,60% Tingkat suku bunga SBI 8,0% per tahun 8,00% Tingkat suku bunga LIBOR 3,0% per tahun 3,00% Asumsi faktor-faktor industri 2008 Satuan Alfa Pertamina, HSD 5% 5,00% Alfa Pertamina, MFO 5% 5,00% Alfa Pertamina, IDO 5% 5,00% PPN BBM 10% 10,00% Harga Pembelian Listrik 0% Komponen Valas 0,05 USD/kWh 0,05 Komponen Rupiah 31,73 Rp/kWh 31,73 Harga Sewa Pembangkit 268,15 Rp/kWh 268,15 Susut Jaringan TT 2,75% 2,75% Susut Jaringan TM 2,75% 2,75% Susut Jaringan TR 5,50% 5,50% Marjin BPP untuk perhitungan Subsid 0,00% 0,00% Pertumbuhan permintaan listrik 8,96% per tahun 8,96% Asumsi faktor-faktor di atas selanjutnya menjadi masukan untuk menghitung biaya pembangkit. 3.4 Biaya Pokok Penyediaan Listrik Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) terdiri dari BPP Tegangan Tinggi, BPP Tegangan Menengah dan BPP Tegangan Rendah. Sedangkan variabel makro ekonomi dan industri listrik BPP adalah sejumlah variabel yang mempengaruhi biaya pembangkit serta susut dan jumlah listrik yang terjual di tiap jaringan tegangan (TT, TM dan TR). Juga biaya transmisi (untuk TT) atau biaya

distribusi (TM dan TR) yang disebabkan komponen biaya tersebut berdenominasi US dollar atau bergerak seiring dengan fluktuasi kurs US dollar terhadap Rupiah. Adapun persamaan dari BPP Tegangan Tinggi adalah sebagai berikut: BPP TT = Total Biaya di TT / kwh net di TT = (Biaya Pembangkitan + Biaya Transmisi TT) / (kwh diterima di TT kwh losses di TT) Biaya Transmisi TT adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di transmisi tegangan tinggi. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material dan jasa borongan) TT, biaya administrasi TT, biaya kepegawaian TT, biaya penyusutan TT dan biaya pinjaman TT. Adapun persamaan dari BPP Tegangan Menengah adalah sebagai berikut: BPP TM = (Total Biaya di TM Pendapatan di TT) / kwh net di TM = ((Total Biaya di TT + Biaya Distribusi di TM) (kwh terjual di TT x BPP TT)) / (kwh diterima di TM kwh losses di TM) Biaya Distribusi TM adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di distribusi tegangan menengah. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material dan jasa borongan) TM, biaya administrasi TM, biaya kepegawaian TM, biaya penyusutan TM dan biaya pinjaman TM. Adapun persamaan dari BPP Tegangan Rendah adalah sebagai berikut: TR BPP TR = (Total Biaya di TR (Pendapatan di TT dan TM) / kwh net di = ((Total Biaya di TM + Biaya Distribusi di TR) (kwh terjual di Biaya distribusi TT x TR BPP adalah TT + kwh penjumlahan terjual di TM dari x BPP biaya-biaya TM)) / (kwh fungsional diterima distribusi tegangan rendah. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material dan jasa borongan) TR, biaya administrasi TR, biaya kepegawaian TR, biaya penyusutan TR dan biaya pinjaman TR. 3.5. Model Biaya Pokok Penyediaan Listrik Pada Model Biaya Pembangkit mempunyai keluaran berupa biaya pembangkit dan jumlah bruto produksi listrik secara agregat. Variabel biaya pembangkit tersebut menjadi masukan bagi model biaya pokok penyediaan.

Implementasi perhitungan biaya pokok penyediaan di level tegangan tinggi, tegangan menengah dan tegangan rendah adalah seperti di bawah ini: Tabel 2 Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan TT, TM dan TR Item Susut v=((j+p)-(hxg+nxo))/t Biaya Pokok Penyediaan TR 1.275 3.6. Perhitungan Subsidi Listrik Dalam bab sebelumnya disebutkan bahwa formula perhitungan subsidi listrik seperti berikut ini: TW I a Biaya Pembangkitan (Rp. Milyar) 37.801 b Biaya Transmisi Tegangan Tinggi - 1.046 c=a+b Total Biaya di Tegangan Tinggi 38.847 d GWh diterima di Tegangan Tinggi 36.721 e GWh losses di Tegangan Tinggi 2,75% 1.010 f=d-e GWh net di Tegangan Tinggi 35.711 g GWh jual di Tegangan Tinggi 3.224 h=c/f Biaya Pokok Penyediaan TT (Rp./kWh) 1.087,8 i Biaya Distribusi di Tegangan Menengah 1.046 j=c+i Total Biaya di Tegangan Menengah 39.893 k=f-g GWh diterima di Tegangan Menengah 32.487 l GWh losses di Tegangan Menengah 2,75% 893 m=k-l GWh net di Tegangan Menengah 31.593 n GWh jual di Tegangan Menengah 11.895 o=(j-gxh)/m Biaya Pokok Penyediaan TM 1.152 p Biaya Distribusi di Tegangan Rendah 1.046 q=j+p Total Biaya di Tegangan Rendah 40.940 r=m-n GWh diterima di Tegangan Rendah 19.698 s GWh losses di Tegangan Rendah 5,50% 1.083 t=r-s GWh net di Tegangan Rendah 18.614 u GWh jual di Tegangan Rendah 18.614 Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik BPP (1 + margin)) x kwh terjual IV. Penutup 4.1 Kesimpulan

Model simulasi yang sedang dibangun dalam rangka pengelolaan dan pengendalian subsidi listrik ini untuk sementara sudah bisa memenuhi harapan dalam konteks kerangka berpikir proses perhitungan subsidi listrik yang relatif lebih baik dengan alasan proses ini dimulai dari bawah, yaitu dari level pembangkit listrik (bottom up). Setidaknya terdapat dua hal yang dapat disimpulkan dari pembangunan model simulasi ini, yakni: 1. Model tersebut dapat menjelaskan keterkaitan antara asumsi makro ekonomi dan industri listrik terhadap biaya pembangkit, BPP listrik sampai subsidi listrik. 2. Model tersebut dapat digunakan untuk pengendalian besaran subsidi listrik dengan cara peningkatan efisiensi BPP listrik melalui pengendalian biaya pembangkit. Oleh karena itu, beberapa manfaat yang diharapkan dari model simulasi ini adalah: 1. Model tersebut diharapkan berguna sebagai pembanding terhadap model milik PT PLN (Persero) untuk mengalokasikan besaran subsidi listrik secara lebih tepat. 2. Model tersebut diharapkan berguna sebagai alat untuk memproyeksi besaran subsidi listrik di masa depan. 3. Model tersebut diharapkan berguna sebagai alat pengendalian besaran subsidi listrik. Di sisi lain, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2007 yang menjadi pedoman teknis pembayaran subsidi listrik saat ini perlu dikaji ulang. Kegiatan verifikasi dari instansi berwenang yang hanya berbasis dokumen pengajuan tagihan memiliki beberapa kelemahan diantaranya: (1) Skema pemberian subsidi (PSO) listrik kepada PT PLN (Persero) belum dapat menjamin pengelolaan pengendalian risiko fiskal atas perubahan besaran subsidi listrik. (2) Ketidakmampuan, kelalaian dan kerugian yang ditimbulkan oleh manajemen PT PLN (Persero) dalam penyediaan listrik secara otomatis dialihkan kepada pemerintah, dan bagi PT PLN (Persero) sendiri tidak berlaku sistem reward dan punishment; 4.2 Rekomendasi Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah yang harus dilakukan Badan Kebijakan Fiskal antara lain adalah: 1. Dalam hal operasionalisasi model untuk pengelolaan dan pengendalian subsidi listrik, Badan Kebijakan Fiskal perlu meningkatkan koordinasi dengan PT PLN (Persero) untuk memperkuat data base model tersebut. 2. Perlunya pengaturan alokasi risiko fiskal atas perubahan subsidi listrik dimana: (1) perubahan yang disebabkan oleh faktor internal PT PLN (Persero) menjadi tanggung jawab BUMN tersebut.

(2) perubahan karena faktor eksternal menjadi tanggung jawab Pemerintah. 3. Terkait dengan nomor 2 tersebut di atas, Badan Kebijakan Fiskal menjadi inisiator untuk mengkaji ulang materi PMK Nomor 111 Tahun 2007 (draft revisi terlampir) tersebut. V. Daftar Pustaka Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk Perseroan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 Tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. PLN. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik Tahun 2007. Murray, B (2009), Power Markets and Economics: Energy Costs, Trading, Emissions, Wiley Marsudi, Djiteng, (2005), Pembangkitan Energi Listrik, Jakarta: Penerbit Erlangga Moltke, A. McKee, C. Morgan, T (2004), Energy Subsidies: Lessons Learned in Assessing Their Impact Kementerian Bidang Perekonomian, 2007, Dengan PSO Menjembatani Kesenjangan Infrastruktur: Kajian Awal Evaluasi Kebijakan PSO BUMN Infrastruktur. Nahadi, Bin, 2007, Komersialisasi Public Service Obligation (PSO).