METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015.

ANALISIS MASALAH KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN BAGAN DELI DAN KELURAHAN BELAWAN BAHARI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena Desa

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN NELAYAN DI DESA BUHIAS KECAMATAN SIAU TIMUR SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN

JIIA, VOLUME 2 No. 2, APRIL 2014

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan

BAB III METODOLOGI. Sari Mandala I, Kecamatan Medan Denai, kota Medan sebagai daerah studi.

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

ANALISIS LUAS LAHAN MININMUM UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI SAWAH

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA (Studi Kasus: Kecamatan Percut Sei Tuan)

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Cilacap Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cilacap,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM PEKERJA ANAK DI KOTA TANJUNGBALAI

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Metode Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB III PELAKSANAAN TRADISI MIYANG DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Adapun jarak Desa Weru

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

BAB III METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2005:247) Penelitian

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

III. METODE PENELITIAN. menyebar kuisioner terhadap RTS-PM. Jenis data yang diperlukan dari. a. Data tentang ketepatan sasaran penerima beras RASKIN.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELIITIAN. berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Letaknya antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LEIDONG SEBELUM 1970

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

Transkripsi:

20 METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Penetapan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), suatu cara pemilihan daerah penelitian berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau ditunjuk langsung dengan kriteria tertentu (Wirartha, 2005). Adapun dasar pertimbangan penentuan daerah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Kota Medan merupakan penghasil perikanan tangkap yang terbesar di Provinsi Sumatera Utara (Lampiran 1). 2. Jumlah rumah tangga miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Medan Belawan (Tabel 1). 3. Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan paling banyak di Kota Medan (Lampiran 2). Metode Pengambilan Sampel Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode Simple Random Sampling yaitu pemilihan sampel secara acak sederhana. Sebagai kriteria penentuan populasi dalam penelitian ini adalah nelayan buruh penangkap ikan di laut dengan menggunakan kapal < 5 GT dan berdomisili di Kelurahan Bagan Deli. Nelayan buruh kapal motor < 5 GT diambil sebagai sampel dengan alasan bahwa pendapatan nelayan buruh ini lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan 20

21 nelayan buruh yang lebih besar ukuran kapal motornya. Dari seluruh populasi yang jumlahnya sekitar 1.685 orang penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, diambil sampel sebanyak 30 Rumah tangga nelayan. Hal ini menurut Sugiarto (2001) berdasarkan pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga, 30 sampel merupakan sampel kecil yang dapat dianggap mewakili untuk sebuah penelitian. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan nelayan melalui survei maupun daftar kuesioner yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan instansi lain yang terkait. Tabel spesifikasi pengumpulan data disajikan sebagai berikut: Tabel 3. Spesifikasi Pengumpulan Data No Jenis data yang Sumber data Metode Alat. dikumpulkan 1. Data populasi dan sampel Dinas pertanian Wawancara - dan perikanan 2. Identitas nelayan Nelayan Wawancara Kuesioner 3. Pendapatan usaha penangkapan Nelayan Wawancara Kuesioner 4. Pendapatan dari usaha lain Nelayan Wawancara Kuesioner

22 Metode Analisis Data Untuk menganalisis masalah 1 mengenai persentase kemiskinan nelayan maka digunakan Head Count Index yang diformulasikan sebagai berikut: Pi HCi = Pt Keterangan: HCi Pi : Tingkat kemiskinan penduduk : Jumlah penduduk miskin Pt : Jumlah penduduk (Sirojuzilam, 2008) Untuk menentukan miskin tidaknya nelayan sampel maka digunakan beberapa kriteria yaitu: 1. Menurut Sajogyo, ekuivalen dengan 360 kg beras per tahun per kapita. 2. Standard Upah Minimum Provinsi sebesar Rp 1.048.000,- per bulan. 3. Standard Bank Dunia (world bank), yaitu sebesar $2 per hari per kapita (setara dengan Rp 19.000,- per hari per kapita). Rumusan hipotesis yang diuji dengan uji pihak kiri adalah: Ho : µ > 50% H 1 : µ 50% Dengan kriteria uji: Jika Ho benar dan H 1 salah maka hipotesis diterima. Jika Ho salah dan H 1 benar maka hipotesis ditolak. Untuk menganalisis masalah 2 mengenai ketimpangan pendapatan nelayan maka digunakan Gini Rasio (GR) yang formulanya adalah sebagai berikut:

23 n GR = 1- fi [ Yi + Yi 1] i= 1 Keterangan: GR fi Y i = Gini rasio = Frekuensi penduduk kelas ke-i = Frekuensi kumulatif dari total pendapatan kelas ke-i Y i-1 = Frekuensi kumulatif dari total pendapatan kelas ke-( i-1 ) Dengan kriteria sebagai berikut: 1. Bila GR = 1 maka timpang sempurna 2. Bila GR 0,80 maka ketimpangan pendapatan sangat tinggi 3. Bila GR 0,60-0,80 maka ketimpangan pendapatan tinggi 4. Bila GR 0,40 - < 0,80 maka ketimpangan pendapatan sedang 5. Bila GR 0,20 - < 0,40 maka ketimpangan pendapatan rendah 6. Bila GR 0 - < 0,20 maka ketimpangan pendapatan sangat rendah 7. Bila GR = 0 maka merata sempurna (Tarigan, 2002). Rumusan hipotesis yang diuji dengan uji dua pihak yaitu: Ho : µ = tinggi (koefisien GR 0,6-0,8) H 1 : µ tinggi (koefisien GR selain 0,6-0,8) Dengan kriteria uji: Jika Ho benar dan H 1 salah maka hipotesis diterima. Jika Ho salah dan H 1 benar maka hipotesis ditolak. (Sugiyono, 2009) Untuk menganalisis hipotesis 3 mengenai faktor yang berhubungan dengan kemiskinan maka digunakan analisis asosiasi dengan alat uji χ 2 dua

24 sampel, yaitu antara kemiskinan dengan jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan. Untuk memperoleh nilai χ 2 maka digunakan tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut: Tabel 4. Tabel kontingensi secara umum Variabel I Variabel II Kriteria I Kriteria II Jumlah Kriteria I Kriteria II a c b d a+b c+d Jumlah a+c b+d n Kemudian nilai χ 2 diperoleh dengan rumus sebagai berikut 2 χ 2 n( ad bc n / 2) = ( a + b)( a + c)( b = d)( c = d) Dengan kriteria pengujian: Bila χ 2 -hitung < χ 2 -tabel (α= 0,05 dan dk=1) : H O diterima (H 1 ditolak) Bila χ 2 -hitung χ 2 -tabel (α= 0,05 dan dk=1) : H O ditolak (H 1 diterima) (Sugiyono, 2009) Untuk menganalisis hipotesis 4 mengenai faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan digunakan analisis korelasi sederhana, yaitu antara variasi pendapatan dengan rata-rata pengalaman melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja dalam kapal. Untuk memperoleh koefisien korelasi maka digunakan rumus sebagai berikut:

25 r = n xy ( x)( y) 2 2 2 2 { n x ( x) }{ n y ( y) } Keterangan: r n x y : Koefisien korelasi :Jumlah sampel : Variabel bebas : Variabel terikat pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t yang dirumuskan: t hitung r n 2 = 2 1 r Dengan kriteria pengujian: Jika t- hitung t- tabel pada α = 0,05 berari Ho diterima dan H 1 ditolak Jika t- hitung > t- tabel pada α = 0,05 berari Ho ditolak dan H 1 diterima (Sugiyono, 2009)

26 Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi Untuk menghindari kesalahapahaman dalam penelitian dan membatasi penelitian maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut: 1. Nelayan buruh kapal motor <5 GT adalah individu yang bermata pencaharian menangkap ikan dan atau binatang laut lainnya dengan menggunakan kapal/perahu bermotor milik orang lain (nelayan toke). 2. Usaha penangkapan adalah kegiatan penangkapan ikan dan binatang laut lainnya dengan menggunakan kapal serta menggunakan alat Bantu penangkapan seperti jaring, rawai, dan lain-lain. 3. Pendapatan dari usaha penangkapan adalah penerimaan bersih dari usaha penangkapan setelah dikurangi dengan biaya melaut dan dengan sistem bagi hasil tertentu dalam satuan Rupiah. 4. Usaha sampingan adalah mata pencaharian lain di luar sektor perikanan maupun di sektor perikanan seperti buruh bangunan, pedagang, mengupas kulit kerang, memperbaiki jaring, dan lain-lain. 5. Pendapatan keluarga adalah banyaknya uang yang diperoleh dari hasil menangkap ikan dengan atau tanpa ditambah usaha di sektor lain oleh nelayan dan keluarganya dalam satuan Rupiah. 6. Ketimpangan adalah perbedaan pendapatan satu orang dengan orang lain. 7. Faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan adalah pengalaman melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja dalam kapal.

27 8. Pengalaman melaut adalah lamanya nelayan melakukan usaha penangkapan dalam satuan tahun 9. Lama melaut adalah lama nelayan melakukan penangkapan dalam setiap trip melaut dengan satuan hari. 10. Jumlah tenaga kerja dalam kapal adalah banyaknya awak (buruh nelayan) yang ikut melaut dalam satu kapal dengan satuan orang. 11. Kemiskinan adalah suatau keadaan yang menggambarkan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. 12. Faktor yang berhubungan dengan kemiskinan adalah jumlah tanggungan keluarga, usaha sampingan, dan pendidikan. Batasan Operasional Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut: 1. Sampel adalah nelayan buruh kapal motor yang merupakan kepala keluarga dan berdomisili di Kelurahan Bagan Deli. 2. Kapal/perahu motor yang digunakan nelayan buruh adalah ukuran <5 GT. 3. Batas kemiskinan yang digunakan adalah berdasarkan kriteria Sajogyo (ekivalen dengan 360 kg beras per orang per tahun), satandard Upah Minimum Provinsi (UMP), dan kriteria bank dunia. 4. Tempat penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. 5. Waktu penelitian adalah bulan November tahun 2009.

28 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 1. Deskripsi Daerah Penelitian Gambaran Umum Kelurahan Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu kelurahan dari 6 kelurahan di Kecamatan Medan Belawan yang memiliki jumlah penduduk nelayan yang terbanyak di banding kelurahan lain. Kelurahan ini terletak di 3 48 LU dan 98 42 BT dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut dengan topografi pantai dan suhu 24-30 C serta curah hujan 2000 mm/tahun. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Utara Selatan Barat Timur : Selat Malaka : Belawan II/Belawan Bahari : Belawan I : Selat Malaka/Muara Deli/Kecamatan Percut Sei Tuan Jarak Kelurahan Bagan Deli ke pusat administratif, kecamatan kurang lebih 3 km dan ke pusat kota (Medan) kurang lebih 26 km. Luas Kelurahan ini berkisar 230 Ha dengan spesifikasi sebagai berikut: Tabel 5. Spesifikasi Penggunaan Lahan di Kelurahan Bagan Deli Peruntukan Luas Persentase Pemukiman Bangunan Umum Empang Lain-lain Jalur Hijau Pekuburan Lainnya 40 Ha 140 Ha 20 Ha 10 Ha 4,4 Ha 0,6 Ha 20 Ha 17.39% 60.87% 8.70% 4.35% 1.91% 0.26% 6.52% Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008) 28

29 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang terbesar adalah untuk bangunan umum yaitu seluas 140 Ha atau sekitar 60,87%. Kelurahan Bagan Deli terdiri dari 15 lingkungan (Lingkungan I sampai XV) dan lingkungan yang berbatasan langsung dengan laut berjumlah 4 lingkungan yaitu lingkungan III, IV, V, XV. Kependudukan Jumlah penduduk di kelurahan ini yang terdata di kantor kelurahan mencapai 17.766 jiwa (3.595 KK) dengan spesifikasi sebagai berikut: Tabel 6. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Bagan Deli Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase Laki-laki Perempuan Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008) 9.060 8.706 51 % 49% Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penduduk paling banyak berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 9.060 orang (50,97%) dan perempuan berjumlah 8.706 orang (49%). Di tahun 2009 jumlah penduduk yang tergolong usia produktif berkisar 7.316 orang dan anak usia sekolah 5.384 orang (termasuk di dalamnya 225 anak putus sekolah), sedangkan sisanya termasuk dalam kategori lanjut usia dan anak usia pra sekolah. berikut: Penduduk menurut lulusan tingkat pendidikan umum disajikan dalam tabel

30 Tabel 7. Penduduk Menurut Lulusan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bagan Deli Jenis Jumlah (orang) Persentase SD SMP SMA Akademi Sarjana Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008) 6.203 931 618 18 5 79.78% 11.97% 7.95% 0.23% 0.06% Dari Tabel 7 tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk tamatan SD adalah yang terbanyak dari lulusan pendidikan lainnya dengan jumlah 6.203 orang atau sekitar 79,78% dari total penduduk yang terdata di Kelurahan. Perekonomian Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Bagan Deli cukup beragam. Komposisi mata pencaharian penduduk sebagai berikut: Tabel 8. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Bagan Deli: Mata pencaharian utama Jumlah (orang) Persentase PNS Peg. Swasta TNI/POLRI Petani Nelayan Pedagang Pensiunan Lainnya 113 1.013 18 0 1.685 1.941 214 205 2.18% 19.52% 0.35% 0.00% 32.47% 37.41% 4.12% 3.95% Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008) Dari Tabel 8 tersebut dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk terutama adalah sebagai pedagang dengan jumlah 1.941 orang atau sekitar 37,41% dan pada

31 urutan kedua adalah nelayan dengan jumlah 1.685 orang atau sekitar 32,47% dari total penduduk. Usaha lain yang terdapat dalam komposisi mata pencaharian penduduk di antaranya adalah penjahit, pengemudi becak, dan supir angkutan umum. Kelurahan ini juga memiliki industri kecil dan menengah dengan produk antara lain: daging kepiting, udang kupas, cumi kupas, kerang kupas, dan pengolahan ikan asin. Dari industri tersebut masyarakat dapat memperoleh tambahan pendapatan yang akan membantu ekonomi rumah tangga. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang terdapat di kelurahan ini antara lain adalah: Tabel 9. Sarana dan Prasarana Penunjang Kehidupan Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Bidang Jenis Jumlah (Unit) Pendidikan Keagamaan Perkonomian Kesehatan SD SMP SMA Mesjid Musola Gereja Kelenteng Koperasi Bank Puskesmas Klinik Posyasandu Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008) Dari Tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa gedung pendidikan di Kelurahan Bagan Deli sudah cukup tersedia. Sarana peribadatan dan kesehatan umum juga tersedia. Untuk sarana kesehatan berjumlah 12 unit dan sarana perekonomian sebanyak 2 unit. 4-1 2 6 1 1 2-1 5 6

32 2. Karakteristik Nelayan Sampel Nelayan di Kelurahan Bagan Deli umumnya menggunakan sarana penangkap ikan yang terbatas. Hal ini dapat dilihat dari jenis kapal motor yang dimiliki oleh penduduk serta alat tangkap yang digunakan di kelurahan ini. Dari 4 lingkungan yang berbatasan langsung dengan laut seperti yang disebutkan sebelumnya (di penjelasan lokasi kelurahan), sekitar separuh dari rumah tangga penduduk memiliki kapal motor penangkap ikan. Kapal motor tersebut tergolong sederhana dengan ukuran <5 GT. Adapun jumlah penduduk yang bermukim di 4 lingkungan tersebut sekitar 815 orang sehingga bisa disimpulkan nelayan yang memiliki kapal motor ukuran <5 GT berkisar 400an Rumah Tangga. Daerah penangkapan (fishing ground) tergantung pada besarnya kapal yang digunakan, alat tangkap dan jenis ikan yang akan ditangkap. Untuk kapal yang menangkap di wilayah pinggir laut, umumnya tangkapan yang diperoleh adalah kerang, kepiting pinggir, ikan belanak, dan ikan kecil serta udang-udangan. Sedangkan untuk wilayah tengah hasil tangkapan berupa ikan selayang, ikan kembung, ikan tenggiri, kepiting tengah, dan beberapa jenis ikan tengah lainnya. Untuk alat tangkap yang digunakan juga bermacam tergantung pada jenis tangkapannya, untuk tangkapan berupa udang pinggir, kepiting pinggir, dan ikan pinggir lainnya alat tangkap yang digunakan adalah jaring kepiting, jaring udang apolo, bahkan ada yang tidak menggunakan alat tangkap sama sekali (dengan menyelam atau mengutip dengan tangan). Jenis kapal untuk hasil tangkapan pinggir adalah dengan kapal yang berukuran kecil (perahu papan ukuran 12-18 kaki), sedangkan untuk daerah

33 tangkapan tengah kapal yang digunakan adalah kapal motor sedang dengan ukuran 20-30 kaki. Secara umum karakteristik nelayan sampel di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10. Sumber : Analisis data primer Sumber : Analisis data primer Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Usia di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 Tingkat umur (tahun) 20-30 30-40 40-50 50-60 60 dst Jumlah nelayan (orang) 7 9 11 3 - Persentase 23% 30% 37% 10% 0% Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa nelayan sampel di daerah penelitian umumnya berusia 40-50 tahun dengan jumlah 11 orang dan tidak ada nelayan sampel yang berusia di atas 60 tahun. Tabel 11. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 Tingkat Jumlah nelayan Persentase Pendidikan (orang) SD SMP SMA 23 7-76.67% 23.33% 0% Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nelayan responden di Kelurahan Bagan Deli hampir seluruhnya memperoleh pendidikan hanya sampai tingkatan Sekolah Dasar yaitu 23 orang (76,67%) sedangkan yang 7 orang lainnya pada tingkatan Sekolah Menegah Pertama. Dan dari hasil wawancara dengan nelayan

34 sampel diketahui bahwa tidak ada nelayan responden yang pernah menempuh pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas. Secara umum karakteristik nelayan sampel di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 12. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Pengalaman Melaut di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 Pengalaman melaut (tahun) Jumlah nelayan (orang) Persentase 0-10 10-20 20-30 30-40 Sumber : Analisis data primer Sumber : Analisis data primer 10 14 5 1 33.33% 46.67% 16.67% 3.33% Tabel tersebut menunjukkan bahwa pengalaman melaut nelayan sampel di daerah penelitian umumnya adalah 14 tahun (sebanyak 14 orang) dan yang paling sedikit adalah memiliki pengalaman melaut selama 40 tahun yaitu sebanyak 1 orang. Tabel 13. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 Jumlah tanggungan keluarga (orang) Jumlah nelayan (orang) Persentase 0-2 3-5 6-8 9-10 1 26 3-3.33% 86.67% 10.00% 0.00% Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah tanggungan nelayan sampel di daerah penelitian umumnya adalah 3-5 orang (86,67%) dan tidak ada nelayan sampel yang memiliki jumlah tanggungan 9-10 orang.

35 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Tingkat Kemiskinan Pendapatan nelayan yang dihitung adalah pendapatan keluarganya. Pendapatan keluarga ini diperoleh dari total pendapatan utama dari hasil penangkapan ditambah dengan usaha sampingan di bidang penangkapan ataupun di luar usaha penangkapan yang dilakukan oleh kepala keluarga maupun oleh anggota keluarga. Pendapatan utama dari hasil penangkapan adalah sebagai nelayan buruh, yaitu dengan menjalankan usaha penangkapan dengan menggunakan sarana penangkapan milik nelayan toke (dengan ukuran kapal <5 GT). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan yang diterima oleh nelayan buruh adalah penerimaan bersih berdasarkan sistem bagi hasil yang ditetapkan olah nelayan toke. Sistem bagi hasil yang berlaku di daerah penelitian adalah 50 : 50, artinya 50% dari hasil bersih untuk nelayan toke dan 50% lagi untuk seluruh awak (nelayan juragan dan nelayan buruh) dalam kapal. Bagi hasil yang diberlakukan tersebut adalah berdasarkan hasil bersih, yaitu hasil penjualan tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan setelah dikurangi dengan biaya operasi penangkapan. Biaya operasi penangkapan meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan untuk penyusutan kapal, mesin, dan alat tangkap serta biaya pemeliharaan kapal dan mesin walaupun tidak dilakukan kegiatan penangkapan selama umur ekonomis dari peralatan tersebut dan pembayarannya dapat ditangguhkan. Sementara biaya variabel adalah biaya yang mutlak dikeluarkan 35

36 setiap kali melakukan kegiatan penangkapan. Umumnya biaya variabel meliputi biaya pembelian bahan bakar (solar), oli, dan bahan pengawet (es dan garam). ini. Adapun pendapatan utama dari usaha penangkapan dapat dilihat berikut Tabel 14. Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan No. Penerimaan Usaha per Tip Biaya melaut per Tip Pendapatan melaut per Tip Pendapatan yang diterima awak (ribu rupiah) Jumlah Awak Per kapal Pendapatan masingmasing awak per Tip (ribu rupiah) (ribu rupiah) (ribu rupiah) (ribu rupiah) (orang) 1 645 187,8 457,2 187,8 5 37,6 2 3.300 518,4 2.781 518,4 10 51,8 3 10.875 1,546 9.328,9 1.546,1 6 257,7 4 9.200 1.529,3 7.670,7 1.529,3 6 254,9 5 62 25,8 36.2 25,8 2 12,9 6 650 451,9 198 451,9 4 112,9 7 465 451,6 13,4 451,6 4 112,9 8 552,5 450,9 101,6 450,9 4 112,7 9 14.610 1.966,8 12.643 1.966,9 6 327,8 10 15.090 1.380,9 13.709 1.380,9 6 230,2 11 12.910 2.050 10.859,.9 2.050,1 6 341,7 12 54,5 18,6 35,9 18,6 1 18,6 13 25 16 8,9 16 1 16 14 59,5 38,8 20,7 38,8 1 38,8 15 62 39,6 22,4 39,6 1 39,6 16 242 50,3 191,6 504 1 50,4 17 244 53,1 190,8 53,2 1 53,2 18 25 16,3 8,7 16,3 1 16,3 19 54,5 28,5 25,9 28,6 2 14,3 20 7.970 3.362,7 4.607,3 3.362,7 7 480,4 21 11.920 1.386,5 10.533,4 1.386,5 6 231,9 22 6.390 2.070,1 4.319,9 2.070,1 4 517,5 23 5.660 1.987 3.672,9 1.987,1 4 496,8 24 13.380 2.262,8 11.117,2 2.262,8 6 377,1 25 11.835 2.380,9 9/,454,1 2.380,9 4 595,2 26 4.340 1.969,1 2/370,9 1.969 5 393,8 27 189 26,4 162,6 26,4 1 26,4 28 67 25,4 41,5 25,5 1 25,4 29 59,5 21,7 37,8 21,7 2 10,9 30 59,5 29 30,5 29 2 14,5 Rataan 4.494,9 907,4 3.593 902 4 180,4 Sumber :Data primer diolah Dari Tabel 14 tersebut dapat diketahui bahwa dari kegiatan penangkapan setiap tripnya rata-rata penerimaan dari kegiatan penangkapan adalah Rp 4.494.862;

37 rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp 907.391; dan rata-rata pendapatan kapal 3,592.948. Pendapatan yang diterima awak dalam tabel tersebut adalah 50% dari total pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan. Rata-rata pendapatan yang diterima awak adalah sebesar Rp 901.915,- dan masing-masing awak akan memperoleh bagian yang sama yaitu sebanyak pembagian dari total pendapatan untuk seluruh awak dengan jumlah awak dalam kapal. Jadi, semakin banyak awak dalam kapal maka pendapatan yang diterima oleh masing-masing awak kapal akan semakin sedikit. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa pendapatan sampingan tersebut berasal dari usaha penangkapan yang dilakukan kepala keluarga seperti memancing (dengan peralatan milik sendiri) maupun oleh anggota keluarga seperti menjadi buruh pengupas kerang, buruh cuci, dan berdagang. Nelayan yang melakukan usaha sampingan dengan memancing adalah jenis nelayan yang beroperasi ke tengah laut. Hasil tangkapan tersebut kemudian dijual dan akan menjadi tambahan nelayan disamping pekerjaan utamanya menjadi nelayan buruh. Selain itu usaha sampingan kepala keluarga yang diketahui dari penelitian adalah dengan berdagang. Mereka yang berdagang adalah nelayan yang daerah tangkapannya di pinggir laut yang hanya melaut 1 hari saja. Pendapatan sampingan ini diperoleh dari besar pendapatan rata-rata setelah dikurangi dengan modal. Untuk modal dalam kegiatan memancing itu sendiri tidak ada, karena hanya menggunakan alat pancing yang sudah dimiliki sebelumnya oleh nelayan. Sedangkan modal dalam kegiatan berdagang adalah modal untuk memperoleh barang yang akan didagangkan saja. Biaya tempat dan lain-lain dianggap tidak

38 ada dengan alasan tempat yang digunakan berpindah-pindah walaupun masih di kelurahan tersebut dan tidak dikenakan biaya. Pendapatan sampingan keluarga dapat pula berasal dari usaha yang dilakukan oleh istri nelayan. Beberapa usaha yang dilakukan oleh istri nelayan adalah dengan menjadi pengupas kulit kerang, menjadi buruh cuci, dan berdagang. Dalam kegiatan mengupas kulit kerang menjadi kerang kupas yang siap dijual, istri nelayan yang melakukan pekerjaan ini memperolehnya dari pengumpul (toke) yang kemudian pengumpul tersebut merebusnya hingga setengah masak terlebih dahulu. Tujuan dari perebusan ini adalah agar kerang tidak cepat busuk. Untuk upah dari kegiatan mengupas kerang ini sendiri adalah Rp 1.000,- per kilogramnya. Rata-rata pengupasan kerang per harinya mencapai 5-10 kilogram. Sehingga rata-rata pendapatan yang bisa diperoleh adalah sebesar Rp 5.000 hingga Rp10.000,-/hari. Dari usaha menjadi buruh cuci, istri nelayan menawarkan jasanya pada keluarga di sekitar daerah itu. Pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp 100.000/bulan. Untuk usaha lain yang juga dilakukan adalah dengan berdagang. Umumnya dagangan yang dijual adalah gorengan dan jajanan anak-anak. Dan rata-rata penerimaan bersih yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 10.000/hari. Berikut tabel pendapatan keluarga yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan:

39 Tabel 15. Pendapatan Keluarga Nelayan per Bulan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 No. Pekerjaan Utama Usaha Sampingan Total Pendapatan Keluarga Sampel (ribu rupiah) (ribu rupiah) (ribu rupiah) 1 1.127,1 300 1.427,1 2 1.555,1 0 1.555,1 3 1.803,8 100 1.903,8 4 1.784,2 580 2.364,2 5 387,5 480 867,5 6 1.694,9 0 1.694,9 7 1.693,5 0 1.693,5 8 1.690,9 0 1.690,9 9 2.294,7 0 2.294,7 10 1.611,1 575 2.186,1 11 2.391,8 0 2.391,8 12 558 240 798 13 481,1 210 691,1 14 1.163,6 0 1.163,6 15 1.189,3 0 1.189,3 16 1.510,8 0 1.510,8 17 1.595,2 0 1.595,2 18 490,1 210 700,1 19 428,6 210 638,6 20 3.362,7 105 3.467,7 21 1.617,6 350 1.967,6 22 3.622,7 0 3.622,7 23 3.477,4 0 3.477,4 24 2.639,9 420 3.059,9 25 4.166,6 350 4.516,6 26 2.756,8 350 3.106,8 27 793,1 210 1.003,1 28 763,7 0 763,7 29 325,1 210 535,1 30 435,5 210 645,5 Sumber :Data primer diolah Tabel 15 tersebut menjelaskan bahwa pendapatan keluarga yang diperoleh oleh nelayan sampel berbeda-beda. Ada keluarga nelayan yang memiliki pendapatan cukup besar dan ada juga yang sebaliknya sangat kecil. Untuk melihat tingkat kemiskinan nelayan dari pendapatan keluarga yang diperoleh, digunakan alat analisis head count index. Sebagai batas (garis kemiskinan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kriteria Sajogyo yaitu dengan ukuran 360 kg beras/orang/tahun atau setara dengan Rp 6.000,-/orang/hari, satandard Upah Minimum Provinsi yaitu

40 Rp 1.048.000,-/orang/bulan atau setara dengan Rp 34.900,-/orang/hari, dan standard bank dunia yaitu $2/hari/kapita atau setara dengan Rp 19.000,- /orang/hari Tabel 16. Pendapatan Keluarga Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 No. Sampel Pendapatan Keluarga Kategori Kemiskinan (Rp/orang/har i) Kriteria Sajogyo Standard UMP Kriteria Bank Dunia (Ekuivalen Rp 6.000,-/ka/hari (Rp 1.048.000,-/bulan = Rp 34.900/hari) ($2/hari = 19,000/ka/hari) 1 15.856 tidak miskin miskin miskin 2 12.959 tidak miskin miskin miskin 3 15.865 tidak miskin miskin miskin 4 26.269 tidak miskin miskin tidak miskin 5 5.784 miskin miskin miskin 6 18.833 tidak miskin miskin miskin 7 14.113 tidak miskin miskin miskin 8 14.091 tidak miskin miskin miskin 9 15.298 tidak miskin miskin miskin 10 14.574 tidak miskin miskin miskin 11 39.863 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 12 3.800 miskin miskin miskin 13 3.291 miskin miskin miskin 14 9.696 tidak miskin miskin miskin 15 9.911 tidak miskin miskin miskin 16 12.59 tidak miskin miskin miskin 17 10.634 tidak miskin miskin miskin 18 7.779 tidak miskin miskin miskin 19 7.095 tidak miskin miskin miskin 20 28.898 tidak miskin miskin tidak miskin 21 21.862 tidak miskin miskin tidak miskin 22 24.152 tidak miskin miskin tidak miskin 23 38.638 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 24 25.500 tidak miskin miskin tidak miskin 25 37.639 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 26 25.890 tidak miskin miskin tidak miskin 27 5.573 miskin miskin miskin 28 8.486 tidak miskin miskin miskin 29 5.946 miskin miskin miskin 30 4.304 miskin miskin miskin Rata-rata 16.173 tidak miskin miskin miskin Sumber :Data primer diolah

41 Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa nelayan sampel di daerah penelitian menurut kriteria UMP dan kriteria Bank Dunia hidup di bawah garis kemiskinan sedangkan menurut kriteria Sajogyo nelayan sampel sedikit yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan yang cukup jauh dari masing-masing kriteria. Penduduk miskin berdasarkan kriteria Sajogyo berjumlah 6 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 24 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 20%. Dengan demikian Ho salah dan H 1 benar sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% ditolak. Penduduk miskin berdasarkan kriteria Upah Minimum Provinsi (UMP) berjumlah 27 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 3 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 90%. Dengan demikian Ho benar dan H 1 salah sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% diterima. Penduduk miskin berdasarkan kriteria Bank Dunia berjumlah 21 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 9 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 70%. Dengan demikian Ho benar dan H 1 salah sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% diterima.

42 2. Analisis Ketimpangan Pendapatan Pendapatan yang diterima oleh nelayan berbeda-beda. Terdapat ketimpangan pendapatan yang mereka peroleh. Untuk melihat tingkat ketimpangan nelayan digunakan formulasi Gini Rasio. Berikut disajikan perolehan nilai Gini Rasio dari hasil pengolahan data primer di lapangan: Tabel 17. Perhitungan Gini Rasio Xi Yi pendapatan (Rp/bulan) % Xi Kumulatif % Xi % Yi/ Y Kumulatif % Y Kumulatif % Yi+Yi-1 Kumulatif (% Yi+Yi-1). (% X) 29 535,146 3.33% 3.33% 0.98% 0.98% 0.98% 0.033% 19 638,575 3.33% 6.67% 1.17% 2.15% 3.13% 0.104% 30 645,527 3.33% 10.00% 1.18% 3.34% 5.49% 0.183% 13 691,108 3.33% 13.33% 1.27% 4.60% 7.94% 0.265% 18 700,067 3.33% 16.67% 1.28% 5.89% 10.49% 0.350% 28 763,733 3.33% 20.00% 1.40% 7.29% 13.18% 0.439% 12 798,013 3.33% 23.33% 1.46% 8.75% 16.04% 0.535% 5 867,533 3.33% 26.67% 1.59% 10.34% 19.10% 0.637% 27 1,003,117 3.33% 30.00% 1.84% 12.18% 22.53% 0.751% 14 1,163,567 3.33% 33.33% 2.13% 14.32% 26.50% 0.883% 15 1,189,317 3.33% 36.67% 2.18% 16.50% 30.82% 1.027% 1 1,427,069 3.33% 40.00% 2.62% 19.12% 35.62% 1.187% 16 1,510,757 3.33% 43.33% 2.77% 21.89% 41.00% 1.367% 2 1,555,095 3.33% 46.67% 2.85% 24.74% 46.63% 1.554% 17 1,595,174 3.33% 50.00% 2.93% 27.67% 52.40% 1.747% 8 1,690,883 3.33% 53.33% 3.10% 30.77% 58.43% 1.948% 7 1,693,525 3.33% 56.67% 3.11% 33.87% 64.64% 2.155% 6 1,694,954 3.33% 60.00% 3.11% 36.98% 70.85% 2.362% 3 1,903,761 3.33% 63.33% 3.49% 40.47% 77.45% 2.582% 21 1,967,607 3.33% 66.67% 3.61% 44.08% 84.55% 2.818% 10 2,186,134 3.33% 70.00% 4.01% 48.09% 92.17% 3.072% 9 2,294,714 3.33% 73.33% 4.21% 52.30% 100.39% 3.346% 4 2,364,229 3.33% 76.67% 4.34% 56.64% 108.94% 3.631% 11 2,391,761 3.33% 80.00% 4.39% 61.02% 117.66% 3.922% 24 26 3,059,953 3,106,797 3.33% 3.33% 83.33% 86.67% 5.61% 5.70% 66.64% 72.33% 127.66% 138.97% 4.255% 4.632% 20 3,467,704 3.33% 90.00% 6.36% 78.69% 151.03% 5.034% 23 3,477,403 3.33% 93.33% 6.38% 85.07% 163.77% 5.459% 22 3,622,742 3.33% 96.67% 6.64% 91.72% 176.79% 5.893% 25 4,516,637 3.33% 100.00% 8.28% 100.00% 191.72% 6.391% 54,522,599 100% 100.00% 68.562% GR = 1-0.69 = 0.31 Sumber :Data primer diolah

43 Untuk memperoleh nilai Gini Rasio maka terlebih dahulu data diurut berdasarkan pendapatannya. Urutannya adalah dari pendapatan yang terendah hingga yang tertinggi. Kemudian dihitung persentase pendapatan (%Yi) dan kumulatif persen pendapatan (kumulatif %Yi), serta persentase penduduk (%Xi) dan kumulatif persen penduduknya (kumulatif %Xi). Dari hasil perhitungan Gini rasio pada Tabel 17 tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan (over-all sampling) nilai GR sebesar 0,31 sehingga termasuk dalam kriteria tingkat pendapatan nelayan rendah (di bawah garis kemiskinan). Dengan demikian Ho benar dan H 1 salah sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan yang diterima oleh nelayan adalah ketimpangan rendah diterima. Adapun bentuk Kurva Lorenz yang terbentuk dari analisis data menggunakan Gini Rasio dapat digambarkan sebagai berikut: 1.2 1.0 Kumulatif % X 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Kumulatif % X Gambar 2. Kurva Lorenz Hasil Penelitian Dari Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa Kurva Lorenz tidak begitu cembung. Hal ini dikarenakan koefisien Gini Rasio tidak begitu besar. Apabila nilai Gini Rasio mendekati nol maka kurva akan memiliki kecembungan yang

44 semakin kecil yaitu mendekati garis lurus seperti yang terlihat dalam gambar tersebut. Semakin kecil nilai Gini Rasio maka kurva yang terbentuk akan semakin berimpit dengan garis diagonal tersebut. Ketimpangan pendapatan ini sangat mungkin terjadi. Dari hasil penelitian di lapangan ketimpangan tersebut sangat erat hubungannya dengan usaha sampingan yang dilakukan oleh keluarga. Untuk melihat bagaimana keeratan hubungan antara usaha sampingan dengan kemiskinan dapat dilihat di pembahasan selanjutnya. 3. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kemiskinan Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan kemiskinan diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, pendidikan serta usaha sampingan. Untuk menguji hubungan masing-masing variabel tersebut dengan kemiskinan digunakan analisis asosiasi dengan menggunakan uji χ 2. a. Hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan kemiskinan Secara teori disebutkan bahwa jumlah tanggungan keluarga akan memperparah kemiskinan masyarakat. Jumlah tanggungan yang besar akan menunjukkan banyaknya orang yang bergantung langsung dari pendapatan keluarga yang diperoleh oleh nelayan dan anggota keluarga lainnya dalam memenuhi kebutuhan baik makanan maupun non-makanan. Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada tabel berikut:

45 Tabel 18. Total pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan keluarga No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga (Rp/bulan) (Jiwa) 1 1.427.069 3 2 1.555.095 4 3 1.903.761 4 4 2.364.229 3 5 867.533 5 6 1.694.954 3 7 1.693.525 4 8 1.690.883 4 9 2.294.714 5 10 2.186.134 5 11 2,391,761 5 12 798,013 2 13 691,108 7 14 1,163,567 7 15 1,189,317 4 16 1,510,757 4 17 1.595.174 4 18 700.067 3 19 638.575 3 20 3.467.704 4 21 1.967.607 3 22 3.622.742 5 23 3.477.403 3 24 3.059.953 4 25 4.516.637 4 26 3.106.797 4 27 1.003.117 6 28 763.733 3 29 535.146 3 30 645.527 5 Rata-rata 1.817.420 4 Sumber : Data primer diolah Dari Tabel 18 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumalah pendapatan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan jumlah tanggungan rata-rata adalah 4 orang. Untuk melihat adanya hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan kemiskinan maka terlebih dahulu dibuat tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:

46 Tabel 19. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo Kemiskinan Jumlah tanggungan Tanggungan besar (di atas jumlah rata-rata) Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Jumlah Miskin Tidak miskin 4 5 2 19 6 24 Jumlah 9 21 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 2.87. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak. Tabel 20. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria UMP Kemiskinan Jumlah tanggungan Tanggungan besar (di atas jumlah rata-rata) Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Jumlah Miskin Tidak miskin 8 1 19 2 27 3 Jumlah 9 21 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 0,28. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

47 Tabel 21. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia Kemiskinan Jumlah tanggungan Tanggungan besar (di atas jumlah rata-rata) Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Jumlah Miskin Tidak miskin 7 1 14 8 21 9 Jumlah 8 22 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 1,59. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak. Dengan demikian secara keseluruhan hipotesis yang jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan ditolak. Hal ini dikarenakan walaupun jumlah tanggungan keluarga besar belum tentu menghubungkan kepada kemiskinan. Dengan jumlah tanggungan keluarga banyak namun jika pendapatan keluarga besar dan rata-rata pendapatan per orang dalam keluarga di atas standard garis kemiskinan, maka keluarga tersebut tidak dapat dikategorikan miskin. b. Hubungan tingkat pendidikan dengan kemiskinan Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

48 Tabel 22. Total pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Tingkat pendidikan (Rp/bulan) (tahun) 1 1.427.069 9 2 1.555.095 6 3 1.903.761 5 4 2.364.229 3 5 6 867.533 1.694.954 9 5 7 1.693.525 4 8 1.690.883 5 9 2.294.714 9 10 2.186.134 9 11 2,391,761 9 12 798,013 4 13 691,108 3 14 1,163,567 6 15 1,189,317 6 16 1,510,757 6 17 1.595.174 4 18 700.067 9 19 638.575 6 20 3.467.704 4 21 1.967.607 9 22 3.622.742 6 23 3.477.403 5 24 3.059.953 4 25 4.516.637 6 26 3.106.797 6 27 1.003.117 6 28 763.733 6 29 535.146 5 30 645.527 4 Rata-rata 1.817.420 6 Sumber : Data primer diolah Dari Tabel 22 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan tingkat pendidikan rata-rata adalah 6 tahun. Untuk melihat adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kemiskinan maka terlebih dahulu dibuat tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:

49 Tabel 23. Kemiskinan Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo Tingkat pendidikan Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata Jumlah Miskin Tidak miskin 5 6 1 18 6 24 Jumlah 11 19 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 4,74. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih besar dari χ 2 tabel sehingga Ho ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan diterima. Tabel 24. Kemiskinan Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria UMP Tingkat pendidikan Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata Jumlah Miskin Tidak miskin 6 1 21 2 27 3 Jumlah 7 23 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 0,16. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

50 Tabel 25. Kemiskinan Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia Tingkat pendidikan Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata Jumlah Miskin Tidak miskin 5 2 16 7 21 9 Jumlah 7 23 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 0,016. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak. Secara keseluruhan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan sampel, kecuali untuk kemiskinan yang diukur dengan kriteria Sajogyo. Hal ini dimungkinkan karena tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu menjamin nelayan tersebut terlepas dari kategori miskin. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan tidak berhubungan pendapatan yang diperoleh karena tidak akan menyebabkan naiknya pendapatan yang diterima keluarga. Dari survei di lapangan nelayan sampel mengaku tidak perlu pendidikan yang tinggi untuk menjadi seorang nelayan. c. Hubungan usaha sampingan dengan kemiskinan Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga dan usaha sampingan dapat dilihat pada tabel berikut:

51 Tabel 26. Total pendapatan keluarga dan usaha sampingan No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Usaha sampingan (Rp/bulan) (Rp/bulan) 1 1.427.069 300.000 2 1.555.095 0 3 1.903.761 100.000 4 2.364.229 580.000 5 867.533 480.000 6 1.694.954 0 7 1.693.525 0 8 1.690.883 0 9 2.294.714 0 10 2.186.134 575.000 11 2,391.761 0 12 798.013 240.000 13 691.108 210.000 14 1.163.567 0 15 1.189.317 0 16 1.510.757 0 17 1.595.174 0 18 700.067 210.000 19 638.575 210.000 20 3.467.704 105.000 21 1.967.607 350.000 22 3.622.742 0 23 3.477.403 0 24 3.059.953 420.000 25 4.516.637 350.000 26 3.106.797 350.000 27 1.003.117 210.000 28 763.733 0 29 535.146 210.000 30 645.527 210.000 Rata-rata 1.817.420 170.333 Sumber : Data primer diolah Dari Tabel 26 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan per bulan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan usaha sampingan ratarata adalah Rp 170.333,- per bulan. Untuk melihat adanya hubungan antara usaha sampingan dengan kemiskinan maka terlebih dahulu dibuat tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:

52 Tabel 27. Kemiskinan Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo Usaha sampingan Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata Jumlah Miskin Tidak miskin 5 9 1 15 6 24 Jumlah 16 14 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 2,42. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak. Tabel 28. Kemiskinan Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria UMP Usaha sampingan Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata Jumlah Miskin Tidak miskin 14 2 13 1 27 3 Jumlah 16 14 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 0,015. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

53 Tabel 29. Kemiskinan Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia Usaha sampingan Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata Jumlah Miskin Tidak miskin 12 4 9 5 21 9 Jumlah 16 14 30 Sumber : Data primer diolah Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ 2. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ 2 sebesar 0,057. Dengan membandingkan χ 2 tabel pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak. Dengan demikian secara keseluruhan hipotesis yang menyatakan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan ditolak. Hal ini dimungkinkan karena usaha sampingan yang dilakukan tidak cukup besar untuk menambah pendapatan keluarga hingga di atas garis kemiskinan. Begitu juga sebaliknya, usaha sampingan pada keluarga nelayan yang telah memiliki pendapatan per orang di atas garis kemiskinan tentu tidak akan menghubungkannya dengan kemiskinan. 4. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Ketimpangan Pendapatan Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan ketimpangan pendapatan diantaranya adalah pengalaman melaut, lama melaut serta jumlah tenaga kerja dalam kapal. Untuk menguji masing-masing variabel tersebut digunakan analisis korelasi sederhana.

54 a. Hubungan pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan Untuk mengetahui hubungan pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan maka digunakan analisis korelasi sederhana antara variasi pendapatan dengan rata-rata pengalaman melaut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 30. Variasi pendapatan dan pengalaman melaut Kelompok Variasi pendapatan (dalam juta rupiah) Rata-rata pengalaman melaut (tahun) x.y x 2 y 2 I 4.306,3 17 7.321E+10 289 1.854E+19 II 27.070,7 15 4.061E+11 225 7.328E+20 III 26.035.7 14 3.645E+11 196 6.779E+20 IV 18.162.7 18 3.269E+11 324 3.299E+20 V 119.022.9 11 1.309E+12 121 1.417E+22 VI 277.300,9 19 5.269E+12 361 7.69E+22 n=6 Rata-rata : 78.649,9 Rata-rata : 15,67 xy = 7.749E+12 2 x = 1516 2 y = 9.282E+22 Dari hasil analisis diperoleh korelasi antara pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan adalah 0,233 dengan nilai t-hitung sebesar 1,24. Koefisien korelasi sebesar 0,233 berarti pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan lemah. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih kecil dari t- tabel (1,24 < 3,54) dengan demikian Ho diterima, yang artinya tidak ada hubungan antara pengalaman melaut dengan ketimpangan pendapatan. Hal ini terjadi karena untuk menjadi seorang nelayan tidak dibutuhkan pengalaman. Jika ada satu orang saja yang berpengalaman dalam kapal, tentu saja nelayan yang memiliki pengalaman lebih sedikit tidak akan memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan nelayan yang memiliki pengalaman lebih banyak.

55 b. Hubungan lama melaut dengan ketimpangan pendapatan Untuk mengetahui hubungan lama melaut dengan ketimpangan pendapatan maka digunakan analisis korelasi sederhana antara variasi pendapatan dengan rata-rata lama melaut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 31. Variasi pendapatan dan lama melaut Kelompok Variasi Rata-rata x.y x 2 y 2 pendapatan lama melaut (dalam juta (hari/trip) rupiah) I 4.306,3 1 4.3E+09 1 1.85445E+19 II 27.070,7 1 2.7E+10 1 7.32823E+20 III 26.035.7 1 2.6E+10 1 6.77862E+20 IV 18.162.7 3 5.4E+10 9 3.29886E+20 V 119.022.9 4 4.8E+11 16 1.41665E+22 VI 277.300,9 4 1.1E+12 16 7.68958E+22 n=6 Rata-rata : 78.649,9 Rata-rata : 2,3 xy = 2 1.7E+12 x = 44 2 y = 9.28214E+22 Dari hasil analisis diperoleh korelasi antara lama melaut dengan ketimpangan pendapatan adalah 0,75 dengan nilai t-hitung sebesar 6,003. Koefisien korelasi sebesar 0,75 berarti lama melaut dengan ketimpangan pendapatan kuat. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa lama melaut dengan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari t-tabel (6,003 > 3,54) dengan demikian Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara lama melaut dengan ketimpangan pendapatan. Hal ini dikarenakan lama melaut nelayan akan mempengaruhi jumlah tangkapan. Jumlah tangkapan tersebut tentu saja berhubungan dengan pendapatan. Jumlah tangkapan yang banyak akan menyebabkan pendapatan meningkat dan menghubungkannya dengan ketimpangan pendapatan antar nelayan.

56 c. Hubungan jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan Untuk mengetahui hubungan jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan maka digunakan analisis korelasi sederhana antara variasi pendapatan dengan rata-rata jumlah tenaga kerja dalam kapal dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 32. Variasi pendapatan dan jumlah tenaga kerja dalam kapal Kelompok Variasi pendapatan (dalam juta rupiah) Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam kapal (orang) x.y x 2 y 2 I 4.306,3 1 4.3E+09 1 1.85445E+19 II 27.070,7 1 2.7E+10 1 7.32823E+20 III 26.035.7 3 2.6E+10 1 6.77862E+20 IV 18.162.7 4 5.4E+10 9 3.29886E+20 V 119.022.9 6 4.8E+11 16 1.41665E+22 VI 277.300,9 7 1.1E+12 16 7.68958E+22 n=6 Rata-rata : 78.649,9 Rata-rata : 3,67 xy = 1.7E+12 2 = x 44 2 y = 9.28214E+22 Dari hasil analisis diperoleh korelasi antara jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan adalah 0,83 dengan nilai t-hitung sebesar 9,803. Koefisien korelasi sebesar 0,83 berarti jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan kuat. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah. Nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari t-tabel (9,803 > 3,54) dengan demikian Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara jumlah tenaga kerja dalam kapal dengan ketimpangan pendapatan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena dengan jumlah tenaga kerja yang semakin banyak maka akan menyebabkan pendapatan yang diterima nelayan

57 menjadi bervariaasi. Nelayan yang beroperasi dengan kapal yang memiliki awak sedikit akan memperoleh pendapatan yang besar dan sebaliknya dengan jumlah awak yang besar dalam satu kapal akan menyebabkan pendapatan yang diterima lebih besar.

58 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat kemiskinan nelayan sampel di daerah penelitian dengan perhitungan count index menggunakan kriteria Upah Minimum Provinsi dan kriteria Bank Dunia di atas 50% (masing-masing 90% dan 70%), sedangkan dengan kriteria Sajogyo tingkat kemiskinan nelayan di daerah penelitian sebesar 20%. 2. Ketimpangan pendapatan keluarga nelayan yang diperoleh dengan menggunakan analisis Gini Rasio adalah ketimpangan pendapatan yang rendah dengan nilai 0,31 dengan tingkat pendapatan rendah (di bawah garis kemiskinan). 3. Dari hasil analisis asosiasi menggunakan uji χ2 diketahui bahwa jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan masingmasing tidak berhubungan dengan tingkat kemiskinan nelayan. 4. Dari hasil analisis korelasi sederhana diketahui bahwa pengalaman melaut tidak berhubungan dengan ketimpangan pendapatan namun lama melaut dan jumlah tenaga kerja dalam kapal masing-masing berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan. Saran a. Kepada nelayan 1. Mengoptimalkan penangkapan dengan menambah frekuensi melaut dalam setiap tripnya. 2. Melakukan usaha sampingan yang dapat menambah pendapatan keluarga baik di sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan. 58

59 b. Kepada pemerintah 1. Memberikan bantuan modal kepada nelayan karena dari hasil survei di lapangan dapat diketahui bahwa sarana penangkapan nelayan untuk kapal <5 GT masih belum memadai. 2. Memberikan pelatihan yang berguna bagi masyarakat nelayan guna peningkatan hasil tangkapannya. c. Kepada peneliti selanjutnya 1. Meneliti ketimpangan pendapatan nelayan mulai dari kelompok nelayan tradisional hingga kelompok nelayan modern. 2. Menganalisis semua faktor penyebab (internal dan eksternal) terjadinya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan nelayan.