PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI SUNTIKAN DMPA BERHUBUNGAN DENGAN DISFUNGSI SEKSUAL WANITA PADA AKSEPTOR KB SUNTIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

The Prevalence of Sexual Dysfunction in Mothers Contraceptive Implant Users at Urban Villages Seputih Gunung Sugih Central Lampung 2013

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

HUBUNGAN ANTARA LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK DMPA DENGAN KEJADIAN AMENORHEA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Biro Pelayanan Statistik (BPS) kependudukan, Ju mlah penduduk

32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 08 No. 01 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan bahwa pada wanita usia tahun

I. PENDAHULUAN. seperti Indonesia, adalah ledakan penduduk. Pertumbuhan penduduk di

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Pekauman Banjarmasin

MIKIA KEJADIAN AMENORE SEKUNDER PADA AKSEPTOR SUNTIK DMPA. Artikel Penelitian. Nurya Viandika 1 Nurfitria Dara Latuconsina 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

Telp /

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak

KONTRASEPSI INJEKSI ( INJECTION CONTRACEPTIVE)

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL DI KLINIK PRATAMA BINA SEHAT KABUPATEN BANTUL NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN SUNTIK DEPO PROGESTIN DENGAN KEJADIAN SPOTTING PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS PATTINGALLOANG MAKASSAR

HUBUNGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIKAN 3 BULAN TERHADAP DISFUNGSI SEKSUAL

AKSEPTOR KB SUNTIK DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN DI KELURAHAN KARAMAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TENGAH KOTA SUKABUMI

ABSTRAK. : lama penggunaan, kenaikan, kontrasepsi DMPA. Kepustakaan : 11 ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF HORMONAL SUNTIK 1 BULAN PADA Ny E DENGAN PENINGKATAN BB DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID

BAB I PENDAHULUAN. vasokongesti sampai berakhirnya aktifitas seksual (Chandra, 2005). Pada Diagnostic

STUDI KOMPARASI KENAIKAN BERAT BADAN PADA AKSEPTOR KB SUNTIK 1 BULAN DAN 3 BULAN DI KLINIK GRIYA HUSADA KARANGANYAR

Pengguna Kontrasepsi Hormonal Suntikan dengan Kenaikan I. PENDAHULUAN. kontrasepsi yang populer di Indonesia. adalah kontrasepsi suntik.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia

Kata Kunci: Akseptor KB suntik 1 bulan, Akseptor KB suntik 3 bulan, pemenuhan kebutuhan seksual.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

JENIS PEMAKAIAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN GANGGUAN MENSTRUASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PENGETAHUAN MEMPENGARUHI PEMILIHAN KB SUNTIK PADA AKSEPTOR YANG MEMERIKSAKAN DIRI BIDAN PRAKTEK MANDIRI DI TANGERANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KOTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGENTAN 2 TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kependudukan Indonesia sehingga memerlukan

JURNAL VOICE OF MIDWIFERY PENGARUH LAMA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DMPA TERHADAP DISFUNGSI SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMANDRE

PERBEDAAN PENGARUH KB SUNTIK 1 BULAN DAN KB SUNTIK 3 BULAN TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN DI BPS BIDAN S KECAMATAN TAWANGSARI KOTA TASIKMALAYA

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN DI PUSKESMAS KRATON YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN RESIKO PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS KABUPATEN NGAWI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN AKSEPTOR KB HORMONAL DENGAN KEJADIAN AMENORRHEA DI PUSKESMAS BOJONG KECAMATAN BOJONG KABUPATEN TEGAL TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Menurut Word Health Organisation (WHO) Expert Commite

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

HUBUNGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB DENGAN GANGGUAN HAID DI PUSKESMAS KALASAN SLEMAN DIY NASKAH PUBLIKASI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut World Population Data Sheet (2013) Indonesia merupakan urutan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa terdiri atas jiwa

HUBUNGAN LAMANYA PENGGUNAAN KB SUNTIK 3 BULAN TERHADAP PERUBAHAN SIKLUS MENSTRUASI DI BPS NY. S DESA SAMBIREJO, SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk Indonesia, yang salah satu caranya dengan kontrasepsi. kontrasepsi yang akan dipilihnya baik meliputi cara pemasangan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang World Health Statistic 2013 menyatakan bahwa WUS Indonesia

Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 14, Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DEPOMEDROKSI PROGESTERON ASETAT (DMPA) DENGAN TEKANAN DARAH PADA IBU DI PUSKESMAS RANOTANA WERU

PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP PERUBAHAN FISIK IBU DI KLINIK ANITA MEDAN Mey Elisa Safitri Dosen Akademi Kebidanan Helvetia Medan

GANGGUAN HAID PADA AKSEPTOR KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSTU BANDUNG, DESA BANDUNG, KECAMATAN DIWEK, KABUPATEN JOMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AKSEPTOR KB DALAM MENENTUKAN PILIHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dengan jumlah penduduk jiwa pada tahun Angka pertambahan

Analisis Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Disfungsi Seksual pada Wanita

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI RUMAH BERSALIN RACHMI PALEMBANG TAHUN 2014

Selfi Elisabeth Kansil Rina Kundre Yolanda Bataha

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk merupakan alasan untuk diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana

ANALISIS FAKTOR PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS CIMANDALA KABUPATEN BOGOR

PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR USE OF CONTRACEPTION BY COUPLES OF CHILDBEARING AGE

BAB I PENDAHULUAN. Disfungsi seksual secara luas didefinisikan oleh DSM-IV sebagai

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014).

Staf Pengajar Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU

ABSTRAK. Kata kunci: akseptor KB suntik DMPA, akseptor KB implan, perubahan siklus menstruasi

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB IMPLAN DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOSARI 02 KABUPATEN KENDAL

Correlation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013

HUBUNGAN PELAYANAN KONSELING KB TENTANG AKDR DENGAN CAKUPAN AKSEPTOR AKDR

Jurnal Ilmiah Sehat BebayaVol.1 No. 2, Mei 2017

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan "Keluarga Berkualitas 2015" adalah keluarga yang bertaqwa

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN JUMLAH ANAK DENGAN PEMILIHAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB (Di RW 03 Kelurahan Kedung Cowek Surabaya)

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS DELANGGU KLATEN

UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE

TINJAUAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE BERDASARKAN KEJADIAN AMENOREA.

HUBUNGAN ANTARA LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIKAN PROGESTIN (DEPOPROVERA) DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015 dan misi sangat

Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani 2, Yuni Permata Sari 3 1,2,3 STIK Siti Khadijah Palembang.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN SUAMI PADA PROGRAM KB VASEKTOMI DI WILAYAH KECAMATAN BANJARMASIN TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun 1968 dengan mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana

GAMBARAN KENAIKAN BERAT BADAN AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK PROGESTIN Aibah 1, Tyasning Yuni Astuti Anggraini 1

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Paradigma baru program keluarga berencana nasional mempunyai visi

itu bersifat sementara, dapat pula Pendahuluan Tingginya angka kelahiran di bersifat permanen. Penggunaan Indonesia menggelisahkan banyak

Transkripsi:

PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI SUNTIKAN DMPA BERHUBUNGAN DENGAN DISFUNGSI SEKSUAL WANITA PADA AKSEPTOR KB SUNTIK Jomima Batlajery, Hamidah, Mardiana Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Jalan Arteri Jorr Jatiwarna Kec. Pondok Melati Bekasi-1745 Email :batlajerii@yahoo.com ABSTRACT The use of hormonal contraception is a popular form of contraception in the community. This study aimed to determine the relationship between the use of DMPA injection contraceptive method and sexual dysfunction among injections acceptors.the method of this study is a cross sectional with univariate, bivariate and multivariate analisys. The sample was 104 syringe family planning acceptors who meet the inclusion criteria. The results shows that there are 49 mothers apply DMPA method and 55 mothers remain use other method.as many as 55.8% of women have applied family planning program? 24 months, 50% of mothers are multiparous,and 50% others are primiparous. 57 respondents are aged 20-30 years. The use of DMPA method among total 104 respondents is 48.1%,, and there are 32 women experience sexual dysfunction or sexual disorders. The results of statistical tests shows that age and the duration of contraception use? 24 months is associated with sexual dysfunction in women. Types of contraception, contraception history used before and parity was not associated with sexual dysfunction.the conclusion of this study is that there is the influence between length of the use of contraception and maternal age on the incidence of sexual dysfunction. The longer mothers use DMPA contraception, the higher their risk of sexual dysfunction. Key Word: Sexual dysfunction, family planning, injection, DMPA. ABSTRAK Penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan jenis kontrasepsi yang populer di masyarakat.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan metode kontrasepsi suntikan Depot Medroxy Progesterone Acetate (DMPA) dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional. dengan analisa univariat, bivariat dan multivariate.sampel penelitian ini adalah akseptor KB suntik yang sesuai dengan kriteria inklusi, sebanyak 104 ibu. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 49 ibu menggunakan DMPA dan sisanya 55 orang ibu tidak menggunakan kontrasepsi DMPA. Sebanyak 55,8% ibu menggunakan KB? 24 bulan, 50 % ibu primipara dan 50% multipara. 57 orang responden berusia 20-30 tahun. Penggunaan KB DMPA pada 104 responden sebanyak 48,1 %, dan 32 ibu mengalami disfungsi seksual atau gangguan seksual. Hasil uji didapat usia dan lama penggunaan kb? 24 bulan berhubungan dengan disfungsi seksual pada ibu. Jenis kontrasepsi, riwayat penggunaan KB sebelum dan paritas tidak berhubungan dengan terjadinya disfungsi seksual.kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh lama waktu penggunaan kontrasepsi dan usia ibu terhadap kejadian disfungsi seksual. Semakin lama penggunaan kontrasepsi DMPA, maka semakin tinggi risiko disfungsi seksual. Kata kunci :Disfungsi seksual,kb suntik, DMPA. 49

50 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 2, Maret 2015, hlm : 49-56 PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk terutama terjadi di negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika yang merupakan negara berkembang, berlangsung sangat pesat. Pertumbuhan yang tidak terkendali akan menyebabkan semakin meningkatnya kemiskinan dan pada akhirnya dapat menyebabkan rendahnya nilai sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak terlepas dari perencanaan keluarga melalui gerakan keluarga berencana untuk mencapai kesejahteraan (Manuaba, 2010). Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan pada abad ke-20. Saat ini, hampir 60% pasangan usia produktif di seluruh dunia menggunakan kontrasepsi. Hingga saat ini populasi sudah mencapai angka 6 milyar dan lebih dari 120 juta wanita di negara berkembang tidak memiliki cara mencegah kehamilan (Glasier & Gebbie, 2005). Seperti diketahui di berbagai negara bahkan program KB adalah program terpadu sehingga dinamakan health and family planning, secara struktural terintergrasi tetapi mungkin lebih menekankan kependudukan secara khusus (Surjaningrat, 2005). Secara global penggunaan kontrasepsi modern meningkat sedikit dari 54% tahun 1990 sampai 57% pada tahun 2012 dan di Asia kontrasepsi modern tetap pada level 62% (WHO, 2012). Alat kontrasepsi yang tersedia di Indonesia cukup banyak untuk membantu mengatur atau mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Namun diantara sekian banyak alat kontrasepsi, suntik KB paling banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia. Jika dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain, penggunaan suntik KB terbanyak yaitu sekitar 2.949.633 (47,94%), lalu disusul dengan pil KB sebanyak 1.649.256 (26,81%). Terbanyak ketiga adalah spiral atau IUD (Intraurine device) sebanyak 459.177 (7,46%), implan sebesar 527.569 (8,58%), Kondom sebesar 462.186 (7,51%), dan yang terakhir adalah MOW dengan MOP 104.410 (1,7%) dari seluruh peserta KB nasional periode Agustus 2012 sebanyak 6.152.231 pengguna (BKKBN, 2012). Data dari kantor KB Jakarta Selatan (2010), peserta KB aktif (PA) per metode kontrasepsi mencapai 177.809 akseptor. Dengan rincian, 48.183 IUD pencapaiannya 48.629, 6.174 MOW pencapaiannya 6.396, 1.295 MOP pencapaiannya 1.219, 5.225 kondom pencapaiannya 6.172, 6.890 implant pencapaiannya 8.690, 66.891 suntikan pencapaiannya 67.886, dan 43.151 pil pencapaiannya 46.112. Kontrasepsi suntikan Depot Medroxy Progesterone Acetate (DMPA) merupakan salah satu kontrasepsi hormonal yang pemakaiannya luas dan meningkat dari waktu ke waktu. Menurut WHO, dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan keluarga berencana dan 66-75 juta diantaranya, terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal yang digunakan untuk mencegah terjadi kehamilan dapat memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap berbagai organ tubuh wanita, baik organ genitalia maupun non genitalia (Baziad, 2002). Menurut Goldstein (2007), ada ratusan juta wanita muda yang memulai kehidupan seksual mereka, yang secara teratur menggunakan kontrasepsi hormonal selama bertahun-tahun. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan seringkali menitik beratkan pada efektifitas kontrasepsi untuk mencegah kehamilan namun mereka tidak di beri informasi penting mengenai efek seksual yang merugikan yang mungkin terjadi. Mengingat jumlah akseptor kontrasepsi suntikan semakin meningkat, maka perlu di waspadai dan diantisipasi kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Efek samping antara lain, gangguan haid (siklus memendek atau memanjang, perdarahan spotting, tidak haid sama sekali), penambahan berat badan, begitu juga pada penggunaan jangka panjang terjadi perubahan pada lipid serum, penurunan densitas tulang, gangguan emosi, sakit kepala, nervositas, jerawat dan juga dapat menimbulkan kekeringan pada vagina dan

Jomima Batlajery, Penggunaan Metode Kontrasepsi Suntikan DMPA berhubungan Dengan Disfungsi Seksual Wanita Pada Akseptor KB Suntik 51 menurunkan libido (Saifuddin, 2006). Penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA dalam waktu yang lama akan menyebabkan disfungsi seksual berupa penurunan libido (Saroha, 2009). Salah satu penelitian di Amerika Serikat menemukan prevalensi disfungsi seksual wanita sebesar 43% lebih tinggi daripada pria sebesar 31% (Ganz & Greendale, 2007). Prevalensi disfungsi seksual wanita 41% di Inggris (Wylie, 2007). Penurunan keinginan seksual (libido) pada akseptor KB suntik DMPA meskipun jarang terjadi dan tidak dialami pada semua wanita tetapi pada pemakaian jangka panjang dapat timbul karena faktor perubahan hormonal, sehingga terjadi pengeringan pada vagina yang menyebabkan nyeri saat bersenggama dan pada akhirnya menurunkan keinginan atau gairah seksual. Keadaan ini merupakan keluhan umum yang disampaikan 1 diantara 10-100 akseptor pengguna DMPA (David, 2012). Hasil penelitian Ningsi, et al. (2012) di Puskesmas Kassi-Kassi Kecamatan Rappocini Kota Makassar, menjelaskan bahwa ada pengaruh penggunaan DMPA dengan kejadian disfungsi seksual sebesar 57,28%. Dalam masyarakat barat, depresi, kelelahan, penurunan libido, dan hipertensi juga ditemukan. Medroksiprogesteron asetat merupakan penyebab efek samping ini sulit diketahui karena keluhan tersebut juga merupakan keluhan yang sangat lazim pada bukan pengguna (Speroff, 2003). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik di Puskesmas Kecamatan Palmerah tahun 2014. METODE Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat pada bulan April s/d Agustus 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah lembaran informed consent, dan kuesioner yang sudah terstandar yaitu menggunakan FSFI (Female Sexual Function Indeks). Populasi yang digunakan adalah seluruh akseptor KB suntik di Puskesmas Kecamatan Palmerah tahun 2014. Sampel yang digunakan sebanyak 104 orang, dengan kriteria inklusi: Akseptor Kb hormonal minimal 3 kali pemakaian berturut turut, sehat reproduksi dan bersedia menjadi responden. Kriteria Eksklusi : Akseptor KB hormonal yang mengalami gangguan reproduksi dan baru 1 kali menggunakan Kb suntik 3 bulan. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat menggunakan uji statistik chisquare dan regresi logistik ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi penggunaan DMPA, lama KB, usia, paritas, Kb sebelumnya dan disfungsi seksual pada wanita akseptor KB suntik Variabel Frekuensi Persentase DMPA ya 49 47,1 tidak 55 52,9 Lama KB 24 bulan 58 55,8 < 24 bulan 46 44,2 Paritas multipara 52 50 primipara 52 50 Usia 31-45 th 47 45,2 20-30 th 57 54,8 KB sebelumnya DMPA 50 48,1 Non DMPA 54 51,9 Disfungsi seksual Ya 32 30,8 Tidak 72 69,2

52 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 2, Maret 2015, hlm : 49-56 Hasil penelitian didapatkan sebanyak 47,15 ibu menggunakan DMPA dan sisanya 52,9% tidak menggunakan kontrasepsi DMPA. Lama penggunaan kontrasepsi oleh responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 55,8% ibu menggunakan KB 24 bulan. Adapun paritas dalam penelitian ini seimbang, yaitu 50 % ibu primipara dan 50% multipara. Usia responden terbanyak dalam kurun waktu 20-30 tahun yaitu 57 orang. Penggunaan KB DMPA pada responden sekitar 48,1 % dan dari 104 ibu, terdapat 32 ibu mengalami disfungsi seksual atau gangguan seksual. Tabel 2. Hubungan variabel DMPA, penggunaan KB, lama KB, paritas, usia terhadap disfungsi seksual pada wanita akseptor KB suntik No Variabel Disfungsi Seksual P value Confidence Interval 95 % Ya Tidak Lower Upper n % n % Bound Bound DMPA 1 Ya 16 32,7 33 67,3 49 0,05 0,694 0,513 2,72 2 Tidak 16 29,1 39 70,9 55 KB sebelum 1 DMPA 19 38 31 62 50 0,05 0,124 0,83 4,503 2 Non DMPA 13 24,1 41 75,9 54 Lama KB 1 24 bulan 23 41,8 32 58,2 55 0,05 0,01 1,299 7,857 2 < 24 bulan 9 18,4 40 81,6 49 Paritas 1 Multipara 14 26,9 38 73,1 52 0,05 0,395 0,301 1,608 2 Primipara 18 34,6 34 65,4 52 Usia 1 31-45 th 21 45,7 25 54,3 46 0,05 0,003 1,495 8,619 2 20-30 th 11 19 47 81 58 Hasil analisa bivariat menunjukkan variabel lama KB dan usia berhubungan secara bermakna dengan kejadian disfungsi seksual pada akseptor KB suntik DMPA (p-value <0,05). Tabel 3. Hubungan usia dan lama penggunaan KB dengan disfungsi seksual pada wanita akseptor KB suntik 95.0% C.I.for EXP(B) B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper Umur 1.240.460 7.258 1.007 3.455 1.402 8.513 lama_pakai_kb 1.118.476 5.521 1.019 3.059 1.204 7.774 Hasil penelitian didapatkan bahwa usia dan lama penggunaan Kb berpengaruh terhadap disfungsi seksual pada wanita. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan disfungsi seksual adalah umur dengan p-value=0,007 dan OR=3,455. Semakin lanjut usia maka risiko untuk terjadi disfungsi seksual semakin besar yaitu 3 kali lebih besar. Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Walaupun lebih dari 80% pasangan merasa senang dan puas, diperkirakan 40% dari laki-laki dan 63% perempuan terdapat masalah dengan fungsi seksual (Mcanulty, 2004). Hasil penelitian

Jomima Batlajery, Penggunaan Metode Kontrasepsi Suntikan DMPA berhubungan Dengan Disfungsi Seksual Wanita Pada Akseptor KB Suntik 53 menunjukkan terdapat 30% ibu mengalami disfungsi seksual. Disfungsi seksual wanita yang dapat terjadi adalah gangguan dorongan seksual, yaitu keadaan meskipun mempunyai nafsu seksual normal, setidaknya dia mempunyai fantasi atau mimpi seks namun dalam kenyataan, dia gagal atau tidak bisa terangsang oleh pasangannya selama perangsangan seksual. Gangguan nafsu seksual adalah wanita yang mengalami hambatan nafsu seksual mungkin tidak menginginkan atau tidak menikmati seks. Tetapi dia mengijinkan pasangannya untuk bersenggama dengannya, sebagai suatu kewajiban. Wanita yang lain mungkin sangat cemas dengan alasan bersenggama sehingga menolak atau membuat alasan menghindarinya (Jones, 2009). Mengingat pentingnya kehidupan seksual dalam kebahagiaan keluarga, maka disfungsi seksual perlu mendapat penanganan yang benar. setiap disfungsi seksual dapat mengakibatkan hubungan seksual yang tidak harmonis, yang selanjutnya juga dapat merugikan kesehatan reproduksi (Pangkahila, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 104 responden berdasarkan penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA, presentasi terbesar yaitu yang menggunakan metode kontrasepsi suntikan DMPA (suntik 3 bulan) dengan disfungsi seksual wanita 32,7%, sedangkan berdasarkan metode kontrasepsi non DMPA, yang mengalami disfungsi seksual wanita 29%. Setelah dilakukan uji statistik disimpulkan bahwa ada tidak hubungan yang bermakna antara penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik. Penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA adalah akseptor KB suntik yang menggunakan metode kontrasepsi suntikan Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) 3 bulan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Ningsi, dkk. (2012) bahwa kejadian disfungsi seksual wanita lebih dipengaruhi oleh penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA dibandingkan penggunaan metode kontrasepsi non DMPA. Suntikan DMPA hanya berisi hormon progesteron yang memiliki efek utama yaitu mencegah ovulasi dengan kadar progestin yang tinggi akan menghambat lonjakan LH (Lutenizing Hormone) secara aktif. Hal ini lambat laun akan menyebabkan gangguan fungsi seksual berupa penurunan libido dan potensi seksual lainnya. Terjadi pada 1-5% akseptor yang mengeluhkan penurunan libido dan kemampuan orgasme (Yunardi, dkk., 2009). Depo MPA menekan sekresi LH preovulatorik sehingga ovulasi paling sedikit akan tertekan pada 3 bulan pertama. Penggunaan depo gestagen jangka panjang akan menyebabkan atrofi endometrium, pembuluh darah arteri (spiral) tidak tumbuh lagi, dan pembuluh-pembuluh darah yang tadinya melebar akan tertutup oleh trombus dan akan terjadi transformasi abortif sekretorik pada endometrium, yang lambat laun akan menjadi atrofi kemudian endometrium menjadi tidak aktif. Selain itu kedua depo gestagen tersebut menghambat transportasi gamet oleh tuba serta mempengaruhi kapasitasi sperma (Baziad, 2002). Penurunan keinginan seksual (libido) pada akseptor KB suntik DMPA meskipun jarang terjadi dan tidak dialami pada semua wanita tetapi pada pemakaian jangka panjang dapat timbul karena faktor perubahan hormonal, sehingga terjadi pengeringan pada vagina yang menyebabkan nyeri saat bersenggama dan pada akhirnya menurunkan keinginan atau gairah seksual. Keadaan ini merupakan keluhan umum yang disampaikan 1 diantara 10-100 akseptor pengguna DMPA (David, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 104 responden berdasarkan usia 31-45 tahun, dengan presentasi yang mengalami disfungsi seksual wanita sebesar 45,7%, sedangkan berdasarkan responden usia 20-30 tahun, yang mengalami disfungsi seksual wanita sebesar 19%. Setelah dilakukan

54 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 2, Maret 2015, hlm : 49-56 uji statistik disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik. Umur pada penelitian ini dilihat dari Wanita usia subur (WUS) berdasarkan konsep Departemen Kesehatan (2007) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15-49 tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun yang belum nikah. Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Setelah melewati umur di atas 50 tahun, dapat terjadi masalah dalam hubungan seks karena makin tua, pekerjaan makin banyak,dan bahkan mulai timbul berbagai penyakit misalnya tekanan darah tinggi, kencing manis, libido berkurang, atau impoten (Manuaba, 2009). Hal ini sesuai pada penelitian Ningsi, dkk. (2012) yang menunjukkan bahwa umur lebih dari 35 tahun lebih mempengaruhi terjadinya disfungsi seksual wanita. Hal yang perlu menjadi perhatian dalam memberikan informasi tentang metode kontrasepsi suntikan DMPA adalah umur saat akseptor akan menggunakan metode ini (Saroha, 2009). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 104 responden berdasarkan kontrasepsi yang digunakan sebelumnya adalah DMPA, presentasi terbesar yaitu yang mengalami disfungsi seksual wanita 38%, sedangkan berdasarkan responden yang kontrasepsi yang digunakan sebelumnya non DMPA, presentasi yang mengalami disfungsi seksual wanita sebesar 24,1%. Setelah dilakukan uji statistik disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kontrasepsi yang digunakan sebelumnya dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik. Hal ini tidak sesuai pada penelitian Ningsi, dkk. (2012). Mekanisme kontrasepsi progesteron tergantung aktifitas dan dosis progesteron. Suntikan DMPA memiliki durasi kerja yang panjang dan diabsorbsi secara lambat melalui tempat penyuntikan. Puncak konsentrasi MPA serum dari 1-7 ng/ml dicapai pada minggu ke tiga setelah penyuntikan. Kadar MPA akan menurun secara eksponen sampai kemudian tidak terdeteksi lagi antara 120-200 hari setelah penyuntikan untuk 150 mg sediaan DMPA (1 siklus peyuntikan). Hal ini berarti pada penggunaan suntikan DMPA akan memberikan dampak terhadap rendahnya estradiol serum seiring lama pemakaian. Sebanyak 70% bekas pemakai DMPA yang menginginkan kehamilan akan mengalami kesuburan setelah 1-2 tahun berhenti menggunakan DMPA. Penggunaan kontrasepsi DMPA sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap disfungsi seksual akseptor KB (Ningsi, dkk. 2012). Hasil penelitian berdasarkan lama pemakaian KB suntik ditemukan responden yang menggunakan KB suntik 24 bulan mengalami disfungsi seksual sebesar 41,8%, sedangkan lama pemakaian KB suntik < 24 bulan, mengalami disfungsi seksual sebesar 18,4%. Setelah dilakukan uji statistik ditemukan ada hubungan bermakna antara lama pemakaian KB suntik dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik. Lama pemakaian KB suntik adalah jangka waktu pemakaian KB pada akseptor KB suntik untuk mencegah terjadinya kehamilan melalui kontrasepsi hormonal. Hal ini sesuai dengan penelitian Ningsi, dkk. (2012) bahwa penggunaan suntikan DMPA 24 bulan berpengaruh signifikan terhadap kejadian disfungsi seksual wanita pada akseptor pengguna DMPA. Depoprovera dilisensi untuk pemakaian jangka panjang. Preparat ini cocok untuk sebagian besar wanita, khususnya mereka yang lupa meminum pil mereka dan bagi wanita pengguna KOK yang sedang minum obat yang mengurangi efektivitas pil KOK. Namun, informasi mengenai amenorea jangka panjang dan implikasinya jarang disampaikan, yang biasanya terjadi akibat suntikan ini (Everett, 2007). Pemakaian DMPA 24 bulan lebih berpengaruh terhadap disfungsi seksual

Jomima Batlajery, Penggunaan Metode Kontrasepsi Suntikan DMPA berhubungan Dengan Disfungsi Seksual Wanita Pada Akseptor KB Suntik 55 pada aspek keinginan seksual, rangsangan seksual, kepuasaan dan nyeri pada askeptor KB (Ningsi dkk, 2012). Pada pemakaian DMPA endometrium menjadi lebih dangkal dan atropis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif sering stroma menjadi oedomatous. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya sehingga tidak didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi (Hartanto, 2002). Namun, kadar estradiol dapat rendah, baik pada wanita amenorik maupun tidak, penting untuk memastikan apakah ia mengalami gejala hipoestrogenisme, seperti kekeringan pada vagina, kehilangan libido, dan rasa panas pada wajah (Everett, 2007). Jika dilihat berdasarkan paritas yang memiliki lebih dari dua anak (Multipara), yang mengalami disfungsi seksual sebesar 26,9%, sedangkan responden yang memiliki satu anak (Primipara), mengalami disfungsi seksual sebesar 34,6%.. Hasil uji statistik ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan disfungsi seksual wanita pada akseptor KB suntik. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Ningsi, dkk. (2012) bahwa paritas berpengaruh signifikan terhadap kejadian disfungsi seksual wanita pada akseptor KB dimana multipara lebih berpengaruh terhadap disfungsi seksual akseptor KB dibandingkan primipara. Kehamilan atau pengalaman melahirkan dapat menimbulkan penolakan seksual karena ketakutan dalam mengulangi trauma yang terjadi. Tubuh pun berubah, yang menyebabkan terjadinya keraguan mengenai keaktifan seksual atau fisiknya. Hal ini dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama persalinan di atas empat kali (David, 2009). SIMPULAN Sebanyak 49 ibu menggunakan kontrasepsi DMPA. Lama penggunaan kontrasepsi oleh responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 55,8% ibu menggunakan KB 24 bulan. Hasil penelitian didapatkan 50 % ibu primipara dan 50% multipara. Usia responden terbanyak dalam kurun waktu 20-30 tahun yaitu 57 orang. Penggunaan KB DMPA pada responden sekitar 48,1 % dan dari 104 ibu, terdapat 32 ibu mengalami disfungsi seksual atau gangguan seksual. Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa usia paling berhubungan dengan disfungsi seksual pada wanita. DAFTAR RUJUKAN Angga, J.S. dkk. 2010. Prevalensi Disfungsi Seksual Berdasarkan Female Sexual Function Index dan Persepsi Perempuan Pengantin Baru di Kelurahan Jati dan Faktor-Faktor yang Berhubungan. FKM UI. BKKBN. 2012. Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Agustus 2012. Jakarta: BKKBN. Baziad, A. 2002. Kontrasepsi Hormonal Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. David, D. 2012. Depo Provera (Medroxyprogrestone Acetate). http:// www. netdoctor. co.uk/sex-andrelationships/medicines/depoprovera.html. Diakses tanggal 10 Januari 2014 pukul 19.00 WIB. Everett, S. 2007. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta: EGC. FSFI. 2000. Female Sexual Function Index. www.fsfiquestionnaire.com. Diakses tanggal 3 januari 2014 pukul 20.15 WIB. Ganz, P.A. & Greendale, G.A. 2007. Female Sexual desire-beyond testosteron. JNCI. Glasier, A & Gebbie, A. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

56 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2, Nomor 2, Maret 2015, hlm : 49-56 Goldstein, I. 2007. Female Sexual Dysfunction and The Central Nervous System. The Journal of Sexual Medicine: Wiley Online Library. Hartanto, H. 2002. KB Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan. Jones, D. L. 2009. Setiap Wanita. Jakarta: Deltapratasa Publishing. Manuaba, I.A.C. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi wanita. Jakarta: EGC.. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Mcanulty, R. D. 2004. Exploring Human Sexuality: Making Healthy Decisions. United States of America: Pearson Education. Ningsi, A. dkk. 2012. Pengaruh Penggunaan Metode Kontrasepsi Suntikan DMPA Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual. UNHAS. Pangkahila, W. 2006. Sekitar Masalah Seksualitas dalam Keluarga. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, A. B.. et al. 2006. Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saroha, P. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Konsepsi. Jakarta: Trans Info Medika. Speroff, L. 2003. Pedoman Klinis Kontrasepsi. Jakarta: EGC. Surjaningrat, S. 2005. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono WHO. 2012. Mediacentre. http://www. who.int/mediacentre/factsheets/fs351/e n/index.html. diakses tanggal 30 Januari 2013 Pukul 20.00 WIB. Wylie, K. 2007. Assesment and Management of Sexual Problems in Woman. Journal of The Royal Social Medicine. Yunardi, dkk. 2009. Pengaruh Penyuntikan Dosis Minimal Depot Medroxyprogesteron Acetate (DMPA) Terhadap Berat Badan dan Kimia Darah Tikus Galur Sprague-Dawley. Jakarta: Departemen Biologi Kedokteran FK UI.