BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada konferensi kependudukan dunia, yang dilangsungkan di Cairo tahun 1994, sebanyak 179 negara peserta menyetujui bahwa pemberdayaan perempuan, pemenuhan kebutuhan penduduk akan pendidikan dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi adalah hal penting yang perlu diperhatikan untuk kemajuan dan pengembangan setiap individu (ICPD, 1994). World Health Oganization (WHO), mendefinisikan kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan, namun segala aspek yang berhubungan dalam sistem reproduksi, baik fungsi maupun prosesnya. Kesehatan reproduksi yang kurang baik akan mengganggu siklus kehidpan manusia. Berdasarkan definisi diatas, ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan hidup manusia, sejak lahir hingga mati (Depkes RI, 2011). Banyak faktor dapat menentukan kebahagiaan dalam hidup manusia diantaranya adalah perkawinan. Salah satu faktor yang sering mendapat perhatian khusus adalah timbulnya masalah seksual pada kehidupan perkawinan suami dan istri (Soewadi, 1992). Hubungan seksual harus dinikmati bersama oleh kedua belah pihak karena merupakan puncak dari keharmonisan dan kebahagian hidup berkeluarga. Masalah seksualitas harus dibicarakan secara terbuka. Hal ini karena ketidakpuasan dalam hubungan seksual dapat mengakibatkan perbedaan pendapat, perselisihan dan pada akhirnya bisa menyebabkan perceraian (Manuaba et al, 2009). Aktivitas seksual seperti frekuensi berhubungan seksual dapat menjadi ukuran dalam mengkaji fungsi seksual yang akan berujung pada kepuasan seksual (Sidi et al, 2007). Irianto (2014), mengemukakan bahwa pada lakilaki puncak libido dicapai pada usia tahun dan akan bertahan sampai pada usia 50 tahun, namun akan berangsur kurang. Permasalahan gairah seksual tidak saja berlaku pada laki-laki namun juga perempuan. Secara 1

2 umum, semakin jarang frekuensi berhubungan seksual, semakin tidak sehat perkawinan tersebut (Goulston, 2011). Frekuensi hubungan seksual dapat diartikan sebagai jumlah atau banyaknya kegiatan seks yang dilakukan. Pada usia tahun frekuensi hubungan seksual sangat bervariasi yaitu rata-rata 1-4 kali seminggu (Sunisap, 2006). Demikian juga frekuensi berhubungan seksual pada perempuan Eropa dan Amerika memiliki aktivitas seksual tinggi dibandingkan yang lain, Namun frekuensi berhubungan seksual tersebut berkurang setelah berusia 50 tahun. Pada perempuan Asia, peningkatan tertinggi terdapat pada keloimpok usia tahun (Schneidewind et al., 2008). Hubungan seksual memiliki 3 manfaat yaitu: 1) reproduksi yang mengarah kepada orang yang ingin memiliki anak dan berkeluarga, 2) hubungan seksual menguntungkan, baik yang ingin memiliki anak maupun tidak, dan 3) kenikmatan seksual. Hal ini tidak akan menjadi masalah bagi yang ingin memiliki keturunan, tetapi bagi yang belum ingin memiliki anak terjadi kehamilan akan menimbulkan masalah (Bancroft, 2009). Ibu yang mengalami kehamilan tidak diinginkan merasa tidak siap menerima kehamilan sehingga cenderung mengabaikan kesehatannya. Jika kesehatan ibu tidak baik maka kehamilan tidak berjalan dengan baik dan dapat mengakibatkan keguguran maupun kurang nutrisi. Hal ini akan berakibat anemia dan perdarahan setelah persalinan sampai pada kematian ibu (Manuaba, 2004). Program pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang semakin tinggi disebabkan kehamilan pada perempuan. Gerakan keluarga berencana dapat berjalan sesuai dengan tujuan dengan cara menerapkan metode kontrasepsi yang tepat dan benar (Sarwono, 2006). Banyak metode kontrasepsi yang dapat digunakan antara lain metode sederhana dan modern. Metode sederhana terdiri dari 2 yaitu menggunakan alat dan tanpa alat. Metode yang menggunakan alat yaitu kondom, diafragma, spons dan spermisid. Untuk metode yang tanpa alat yaitu KB alami seperti amenore

3 laktasi, kalendar dan coitus interuptus. Metode modern adalah pil, suntik, implan, IUD, MOP dan MOW (Hartanto, 2004). Intera Uterin Device (IUD) atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (bentuk, ukuran, bahan dan masa aktif fungsi kontrasepsi) bentuknya bermacam-macam. IUD adalah alat kontrasepsi yang efektifitasnya sangat tinggi, yaitu 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama pemakaian, 1 kegagalan dalam kehamilan (Hidayati, 2009). IUD sangat efektif yaitu 0,5-1 kehamilan per 100 perempuan selama 1 tahun pertama penggunaan (Sujiyatini, 2009). Berdasarkan data terakhir dari BKKBN Propinsi NTT, hingga bulan Februari 2016 peserta aktif KB jenis IUD berjumlah 5180, MOW 2550, MOP 80, kondom 634, implan 4076, suntik dan pil Sujiyatini (2009) menyatakan, efek samping dari penggunaan IUD antara lain perdarahan (menoraghia atau spotting menoraghia), rasa nyeri, kejang perut, pada 3 bulan pertama pemasangan siklus menstruasi terganggu, dismenore, gangguan pada suami seperti sensasi keberadaan benang dan rasakan sakit pada saat melakukan aktivitas seksual dan infeksi pelvis dan endometrium. Alat kontrasepsi dalam rahim memiliki pengaruh pada perdarahan setelah berhubungan seksual. Hal ini disebabkan oleh posisi benang yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina. Beberapa kasus efek samping ini menjadi salah satu penyebab terjadinya dropout pada akseptor, terutama disebabkan oleh adanya perasaan tidak nyaman dari pasangan. Masyarakat belum terbiasa dalam penggunaan kontrasepsi IUD dan IUD dapat mempengaruhi kenyamanan dalam hubungan seksual juga merupakan faktor yang mempengaruhi drop out tersebut (Widyawati, 2012). Beberapa penelitian belum mengkaji secara mendalam penggunaan kontrasepsi jenis IUD terhadap pola aktivitas seksual perempuan di Kota Kupang menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui pengaruh

4 pengunaan kontrasepsi jenis IUD terhadap pola aktivitas seksual yang diharapkan akan menjadi salah satu penelitian dasar yang akan digunakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan pada pola aktivitas seksual antara perempuan yang menggunakan IUD dan yang tidak menggunakan KB di Kota Kupang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mensejahterakan kehidupan seksual pasangan dengan perempuan yang menggunakan IUD. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik responden yang menggunakan IUD. b. Mengetahui hubungan penggunaan IUD dengan pola aktivitas seksual. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh IUD terhadap pola aktivitas seksual. b. Sebagai pembanding dalam melakukan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan untuk merancang intervensi yang lebih efektif bagi masyarakat dan pemerintah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran literatur didapatkan beberapa penelitian sejenis yang menjadi acuan dari penelitian ini antara lain :

5 1. Pinter (2009), dengan judul penelitian aktivitas seksual dan penggunaan kontrasepsi pada pelajar sekolah menengah di Slovenia. Hasilnya menunjukkan bahwa ada usia 17 Tahun lebih dari setengah siswa sekolah menengah di Slovenia sudah melakukan hubungan seksual. Kebanyakan siswa menggunakan kontrasepsi secara efektif. Kontrasepsi yang digunakan adalah pil dan kondom. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah pada variabel aktivitas seksual. Perbedaannya pada jenis kontrasepsi yang digunakan dalam penelitian. Selain itu penelitian Bojana, alat kontrasepsi digunakan sebagai preventif sedangkan pada penelitian ini, untuk melihat efek dari alat kontrasepsi. 2. Higgins (2008), dengan judul Pengukuran, kekuatan dan ketimpangan: Memasukkan seksualitas ke penelitian penggunaan kontrasepsi. Studi kualitatif ini menemukan bahwa kontraspsi berperan penting dalam pembentukan pengalaman seksual. Persamaan penelitian ini adalah pada variabel penggunaan kontrasepsi. Perbedaannya yaitu metode kontasepsi yang digunakan. 3. Nurmila (2014), melakukan penelitian tentang Faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual pada ibu menopause. Hasil dari penelitian ini adalah 56,1% wanita menopause tidak aktif secara seksual dan aktivitas fisik berat paling dominan mempengaruhi aktivitas seksual. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel aktivitas seksual. Perbedaanya pada variabel terikatnya yaitu pada penelitian ini digunakan faktor pengetahuan, aktivitas fisik, cemas dan nilai, serta populasi target penelitian adalah wanita menopause.

6 6