BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Keluarga Berencana Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi ialah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma (BKKBN, 2001). Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan tersebut dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat permanen tergantung dari metode kontrasepsi yang digunakan. Cara kerja kontrasepsi hormonal maupun kontrasepsi non hormonal pada umumnya mempunyai fungsi sebagai berikut : mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma, menghalagi pertemuan sel telur dengan sperma (Hartanto, 2002). Program keluarga berencana adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya. Negara berkembang terdapat 99% kematian ibu terjadi dan tidak kurang dari 50 juta kejadian aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kontrasepsi kemudian dijadikan katup pengaman untuk mengurangi angka-angka yang mengerikan itu (Gasier, 2005). Berbagai metode kontrasepsi yang digunakan untuk membatasi jumlah kelahiran contohnya metode kontrasepsi sederhana adalah kalender, amenorea laktasi, suhu tubuh, senggama terputus, metode kontrasepsi barier (kondom, diafragma, spermisida) sedangkan metode kontrasepsi modern yaitu kontrasepsi pil, kontasepsi implant, alat kontrasepsi dalam rahim, kontrasepsi mantap, dan kontrasepsi suntikan (Contance, 2009). 1
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana Tujuan utama program Keluarga Berencana adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Arum, 2011). 2.2 Pengertian Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, yang disertai dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium (Manuaba, 2009). Siklus ini terkadang disebut dengan istilah siklus uterus dan ovarium karena perubahan yang bersamaan yang terjadi pada organ-organ tersebut. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, dengan variasi 18-40 hari. Pada manusia, menstruasi biasanya terjadi pada usia 8-13 tahun (usia pubertas) dan berakhir jika wanita tersebut sudah menopause (Benson, 2008), yang biasanya terjadi pada umur 49-50 tahun (ALK, 2013), dihitung dari periode menstruasi terakhir diikuti dengan 12 bulan periode amenorea (tidak mendapatkan siklus haid). Pada setiap siklus haid, FSH dikeluarkan lobus anterior hipofisis sehingga beberapa folikel primer yang berkembang dalam ovarium, umumnya satu folikel kadang-kadang juga lebih dari satu berkembang menjadi folikel degraf yang membuat estrogen menekan produksi FSH, sehingga lobus anterior hipofisis mengeluarkan hormon gonadotopin yang kedua yaitu: LH. Produksi kedua hormon gonadotropin (FSH dan LH) dibawah pengaruh RH (realizing hormone) yang di salurkan dari hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran LH ini sangat di pengaruhi oleh mekanisme umpan balik esterogen terhadap hypotalamus dan pengaruh luar, seperti cahaya buah-buahan melalui bulbus olfaktorius dan hal - hal psikologik. Estrogen menghambat ovulasi melalui efek pada hipotalamus kemudian mengakibatkan 2
suppresi pada FSH dan LH kelenjar hypophyse. Penghambatan tersebut tampak dari adanya estrogen pada pertengahan siklus, sehingga tidak adanya puncak-puncak FSH dan LH pada pertengahan siklus dan supresi post-ovulasi, peninggian progesteron dalam serum dan pregnanediol dalam urin yang terjadi dalam keadaan normal. Produksi hormone endogenous memang di hambat, tetapi tidak seluruhnya. Masih ada sedikit estrogen yang dihasilkan ovarium seperti pada fase folikuler. Luteolysis yaitu degenerasi korpus luteum, menyebabkan penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium sehingga dilepaskan jaringan endometrium dan menyebabkan penurunan kadar progesteron serum sehingga mencegah implantasi normal (Hartanto, 2003). Ovulasi yang bertambah karena terganggunya fungsi poros hypothalamushypophyse ovarium dan modifikasi FSH dan LH pada pertengahan siklus. Implantasi dapat dicegah bila diberikan progesterone pra ovulasi. Pemberian progesteroneeksogenous dapat menganggu kadar puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang kurang dari corpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi (Costance, 2009). Pemberian progesteron secara sistemik dan untuk jangka waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami keadaan istirahat dan atropi. Pengangkutan ovum yang lambat dapat menyebabkan peninggian insidens implantasi kehamilan ektopik tuba pada wanita yang memakai kontrasepsi yang hanya mengandung progesterone. Pemberian jangka lama progesteron saja mungkin menyebabkan fungsi corpus luteum yang tidak adekuat pada siklus haid yang mempunyai ovulasi. Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron, sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga mortilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat (Hartanto, 2003). Melalui hypothalamus dan hipofisis, estrogen dapat menghambat pengeluaran follicle stimulating hormone (FSH) sehingga perkembangan dan kematangan folikle de Graff tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat 3
menghambat pengeluaran luteinizing hormone (LH). Dan memakai jangka lama estrogen mempercepat peristaltic tuba sehingga hasil kontrasepsi mencapai uterusendometrium yang belum siap untuk menerima implantasi (Manuaba, 2009). 2.3 Pengertian Kontrasepsi Suntik Depo-provera Kontrasepsi suntik Depo-provera adalah suatu senyawa obat yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, dan mempunyai efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Mekanisme kerja kontrasepsi ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-provera sangat cocok untuk program post partum, hal tersebut karena tidak mengganggu laktasi (Arum, 2011). Kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestine ada dua macam yaitu: depo medroxy progesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg, yang diberikan setiap 3 bulan satu kali, serta depo noretisteron enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg, diberikan setiap 2 bulan. Suntikan diberikan pada hari ketiga-kelima pasca pesalinan atau segera diberikan setelah keguguran dan masa interval sebelum hari kelima haid, disuntikan lewat intramuscular (Saifuddin, 2006). 2.4 Efek samping kontrasepsi suntik DMPA Walaupun kontrasepsi suntik DMPA mempunyai daya guna yang tinggi dan pelaksanaannya mudah, namun suntikan progesterone mempunyai banyak efek samping terutama mengganggu siklus menstruasi. Gangguan menstruasi sering terjadi pada pemakaian kontrasepsi steroid yang hanya berisi preparat progesterone; antara lain yaitu penggunaan Depo medroxy progesterone acetat (DMPA). Perubahan tersebut disebabkan oleh karena terjadinya lonjakan-lonjakan esterogen yang sangat kecil sekali atau jarang dan turunnya kadar esterogen secara terusmenerus. Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun. Menstruasi disebabkan oleh kontrasepsi suntikan yaitu: Amenore yang artinya tidak mengalami 4
menstruasi, spotting: noda (bercak-bercak) darah yang berlebihan. Menoraghia adalah menstruasi dengan perdarahan berlebihan, sedangkan metroraghia yaitu perdarahan yang banyak diluar masa menstruasi (Jabbour Dkk, 2006). Perdarahan yang terjadi pada umumnya bersifat individu dalam arti tidak dapat digambarkan suatu pola haid yang umum mengenai lamanya, jumlah, maupun sering terjadi perdarahan, berbagai faktor baik dari akseptor maupun obatnya sendiri, mempengaruhi terjadinya perdarahan (Winkjosastro, 2005). Kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi organ seks wanita, organ yang paling banyak mendapat pengaruh adalah endometrium, miometrium, serviks dan payudara. Perubahan hormon dapat menimbulkan pengaruh terhadap siklus menstruasi. Pengaruh yang dapat di timbulkan dari penggunaan kontrasepsi hormonal adalah siklus menstruasi terhadap jumlah darah menstruasi dan lamanya perdarahan. Perubahan terhadap lamanya siklus menstruasi (polimenore) disebabkan terjadinya perubahan terhadap sekresi steroid dari ovarium sehingga perubahan terhadap jumlah perdarahan mensteruasi (hipomenore dan hipermenorhea) dipengaruhi oleh dosis kontrasepsi hormonal yang di gunakan, makin kecil dosis estrogen dan progesteron makin kecil pula darah yang keluar dan makin besar dosis estrogen dan progesterone, maka makin banyak pula darah yang keluar. Perubahan terhadap tidak datangnya menstruasi (amenore) pada pengguna kontrasepsi suntik hormonal bukan karena terlalu lamanya fungsi ovarium tertekan oleh kontrasepsi hormonal, melainkan karena efek langsung kontrasepsi hormonal terhadap endometrium sehingga terjadi atrofi endometrium (Saifuddin, 2006). Efek samping yang terjadi pada pola haid tergantung lamanya pemakaian. Perdarahan intermenstruasi dan perdarahan bercak berkurang dengan berjalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah besar. Insiden yang tinggi dari amenore di duga berhubungan dengan atrofi endometrium. Terjadinya perdarahan ireguler masih belum jelas, dengan perubahan-perubahan dalam kadar hormon atau histology endometrium (Saifuddin, 2003). 5
2.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perubahan Pola Menstruasi Pada Akseptor KB Suntik DMPA 2.5.1 Umur Pemakaian KB suntik DMPA yang berusia 35 tahun sangat berpengaruh pada pola menstruasi. Hal ini disebabkan karena kontrasepsi hormonal yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi ini akan lebih lama memasuki menopouse. Hormon progesterone pada wanita yang berubah karena usia dan juga kekurangan fase luteal, yang terjadi terlalu sedikit sehingga progesterone yang dihasilkan untuk menjaga kandungan uterin dengan turunnya estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak, hilang kontrol terhadap hipotalamus terjadi penurunan corpus luteum dan tidak adekuatnya produksi progesterone sehingga dinding endometium menipis dan menyebabkan terjadinya polimenore (Hartanto, 2004). 2.5.2 Berat badan Berat badan yang tidak sesuai dengan berat badan ideal pada pengguna kontrasepsi suntik depo medroxy progesterone acetat. Hal ini disebabkan karena berat badan yang kurang atau lebih dapat mempengaruhi kerja hormone, karena di butuhkan 22% lemak tubuh untuk reproduksi, sehingga kerja hormone menjadi stabil, karena hormon-hormon reproduksi berperan penting dalam proses pematangan dan pelepasan sel, jadi jika kadar hormon di dalam tubuh tidak seimbang maka sel telur yang matang tidak ada, maka seorang perempuan tidak mengalami mentruasi (Saifuddin,2006). 2.5.3 Lama pemakaian KB suntik DMPA Lama pemakaian alat kontrasepsi suntik depo medroxy progesterone acetat dalam jangka waktu yang lama 3 tahun akan mengalami perubahan pola menstruasi. Hal ini juga di dukung oleh Morgan (2009) dan Derision Marsinova dalam Petrus (2010) bahwa sebagian besar akseptor pengguna kontrasepsi suntik DMPA 6
mengalami perubahan pola menstruasi. Dengan menggunakan KB suntik DMPA dalam jangka waktu yang lama, maka pertumbuhan endometrium semakin kecil dan akan terjadi atropi endometrium. 2.5.4 Olahraga Olahraga adalah satu kegiatan yang berfungsi menjaga ketahanan tubuh, mencegah dari penyakit dan menstabilkan berat badan, tetapi kualitas dan kuantitas olahraga tidak selalu sama pada setiap orang, tergantung pada aktifitas, kebutuhan dan kesehatan tubuhnya. Olahraga yang keras menyebabkan kurangnya presentasi lemak tubuh sehingga kerja hormon reproduksi terganggu yang berkaitan pada hilangnya kontrol terhadap hypothalamus dan terjadi penurunan terhadap corpus luteum, tidak adekuat produksi progesterone dan esterogen, arteri pada endometrium berkontriksi dan dinding uterus menjadi menyusut (Ekawati, 2010). 2.5.5 Pekerjaan Penggunaan kontrasepsi suntik Depo Medroxy Progesteron Acetat (DMPA) terhadap wanita yang aktif kerja sangat berpengaruh terhadap pola menstruasi, karena adanya konflik pekerjaan, stresor meningkat dan menyebabkan kehilangan kontrol pada hipotalamus dan terjadi peningkatan emosional sehingga kerja hormon tidak teratur. Umumnya disebabkan karena gangguan endokrin pada korteks adrenal dan tiroid (Agustina, 2008). 2.6 Kerangka Konsep 2.6.1 Kerangka Fikir Kontrasepsi suntikan di Indonesia merupakan salah satu kontrasepsi yang populer. Kontrasepsi suntikan yang digunakan adalah Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) dengan nama dagang Depo Provera. Daya guna teoritis dan efek samping suntik depo medroxy progesterone asetat (150 mg setiap tiga bulan) adalah 0,3-0,5 kehamilan/100 tahun-wanita, sedangkan daya guna pemakaian adalah 5-10 kehamilan/100 tahun-wanita. Indikasi kontrasepsi suntikan kurang lebih sama 7
dengan kontrasepsi hormonal lainnya. Efek samping yang berupa gangguan haid adalah hipermenore, polimenore, oligomenore dan amenorea. Adapun proses terjadinya perubahan pola mentruasi akibat dari penggunaan kontrasepsi suntik DMPA dapat dilihat pada alur pikir berikut: Berdasarkan alur pikir peneliti di atas, maka peniliti membuat kerangka konsep penelitian tentang perubahan pola menstruasi pada gangguan kontrasepsi suntik DMPA pada aseptor KB sebagai berikut. 2.6.2 Kerangka Kerja LAMA PEMAKAIAN UMUR BERAT BADAN OLAHRAGA PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PEKERJAAN Keterangan : Variabel Independen (variabel bebas) : Variabel Dependen (variabel terikat) Gambar 2.l : Skema umur, berat badan, lama pemakaian, olahraga dan pekerjaan berhubungan dengan perubahan pola menstruasi 8