BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS INDONESIA

ADEGAN-ADEGAN RELIEF MAHAKARMMAVIBHANGGA CANDI BOROBUDUR Tinjauan Terhadap Penataan Tataran Adegan dan Makna Simboliknya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan

1 Universitas Indonesia

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya

Dharmayatra tempat suci Buddha

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNAGRAHITA

BAB 1 PENDAHULUAN. penggambaran proses budaya masa lalu (Binford, 1972: 78-79). 1 Universitas Indonesia

Perkembangan Arsitektur 1

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.1

BAB IV TEKNIS PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan manusia tidak dapat dilepaskan dari seni. Materi-materi yang

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

Keindahan Arca Buddha Indonesia, Pengaruh Kebudayaan Hellenisme

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. Karya poster film yang akan dikerjakan oleh penulis terlebih dahulu harus

本師釋迦牟尼佛. (Ben shi shi jia mou ni fo) Sakyamuni Buddha

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

87 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB AUTIS

BAB I PENDAHULUAN TESA APRILIANI, 2015 APLIKASI TEKNIK SABLON DENGAN OBJEK SIMBOL NAVAJO SEBAGAI ELEMENT ESTETIK RUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Letak Geografis Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Sedangkan luas wilayah terendah adalah Kecamatan Ngeluwar sebesar 2.

diciptakan oleh desainer game Barat umumnya mengadopsi dari cerita mitologi yang terdapat di Di dalam sebuah game karakter memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan karya seni tulis yang diciptakan seorang pengarang sebagai

BAB 1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha. Gambar 1.1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang

Tugas Akhir ~~ PERANCANGAN BUKU VISUAL DEWA RUCI ~~ Mahasiswa / RijalMuttaqin pembimbing / RahmatsyamLakoro,S.Sn,MT.

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

MUNCULNYA AGAMA HINDU

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.


Chapter V. Summary. Humanisme merupakan sebuah teori yang mendorong manusia untuk memutuskan segala

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Bntuk dan..., Albertus Napitupulu, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN. Untuk desain Title, penulis menggunakan font Coffee and Curry Shop_G yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen

Contoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan

RELASI MAKNA SIMBOL CANDI BOROBUDUR DENGAN AJARAN BUDHA

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

Bab 1 PENDAHULUAN. Teater mulai dikenal di Asia sejak tahun 350 Masehi. Pada periode ini, filosofi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

KAJIAN MAKNA PANIL 13, PADA RELIEF LALITAVISTARA CANDI BOROBUDUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Nelson Mandela 1960 Sumber:

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Konsep toleransi seperti yang dapat disimpulkan dalam film ini sangatlah

KUMPULAN BENDA-BENDA KOLEKSI BERDASARKAN JAMAN/MASA DARI MUSEUM BULELENG

BAB V IMPLEMENTASI KARYA

di JAW A TE N GAH S E LATAN

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

ZAMAN INDIA KUNO Pada zaman India kuno, Mohenjodaro yang Harappa bangsa Dravida

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan diwujudkan dalam berbagai karya relief. Karya relief merupakan bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

TUGAS MERANGKUM SEJARAH SENIRUPA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier.

BAB III METODE PENELITIAN. lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau

Transkripsi:

BAB 5 PENUTUP Penelitian terhadap pengidentifikasian tempat duduk yang dipahatkan pada relief Lalitavistara Candi Borobudur telah dipaparkan secara sistematis pada bab sebelumnya. Bab 2 merupakan deskripsi keseluruhan panil-panil pada relief Lalitavistara serta pemerian nomor urut tempat duduk berdasarkan konsep yang dimaksudkan sehingga memudahkan pengolahan pada bab 3. Bab 3 mengelompokkan seluruh tempat duduk yang membantu analisa keletakannya pada bab 4. Penjabaran secara komprehensif telah menjelaskan kemungkinankemungkinan adanya pola keletakan tempat duduk yang didasarkan atas sistem tahapan kehidupan Siddharta Gautama. Upaya penelitian kemungkinan adanya status sosial dalam penggambaran relief dalam kajian ini dapat direkonstruksi dengan melihat analisis secara kontekstual dari keletakan posisi tempat duduk dalam satu panil serta melihat adegan cerita dan lingkungannya. 5.1 Kesimpulan Interpretasi yang diraih adalah kesimpulan dari identifikasi bentuk tempat duduk yang terdiri dari 9 bentuk dengan 8 tipe bentuk tempat duduk dan variasi yang bermacam-macam. Sejumlah sistem analisis dilakukan pada bab 4 ditujukan untuk mengkaji data-data penelitian beserta hipotesa awal yang diraih dengan tinjauan terhadap aspek morfologis dan kontekstual. Sistematika analisis mencakup di dalamnya upaya penafsiran bentuk-bentuk tempat duduk yang ada di relief Lalitavistara Candi Borobudur dikaitkan dengan konsep tahapan kehidupan Siddharta dan menguraikan status sosial serta makna keagamaan dibalik penempatannya tersebut. Tinjauan terhadap tahapan kehidupan Siddharta memperlihatkan corak yang sama dengan yang ada di Stupa Sāñci, yaitu melambangkan empat tahapan hidup 245

246 Siddarta Gautama. Pintu timur adalah lambang kelahiran (Buddhajati), pintu selatan melambangkan pencapaian pencerahan (Sambhodi), pintu barat pengajaran (khotbah) yang pertama (Dharmacakrapravarttana), dan pintu utara lambang masuk ke Nirwana (Parinirvana). Penggambaran tempat duduk pada relief Lalitavistara dipahatkan dengan penuh perhitungan dan kecermatan yang tinggi oleh para pemahatnya, karena selain mengikuti stuktur penempatan atau keletakan yang sama dengan di Stupa Sañci, ukuran tempat dudukpun dibuat mengikuti alur cerita dan tahapan kehidupan Siddharta. Panil-panil awal relief Lalitavistara di sektor I, yakni dari panil 1 hingga panil 30 menggambarkan bermacam adegan yang berhubungan dengan tahapan Buddhajati, yakni melambangkan proses kelahiran dengan penggambaran bentuk tempat duduk berhiaskan ornemen yang raya dan bentuk tempat duduk tipe 7 disertai bidang beralas, dengan tambahan sandaran dan bantalan dan tempat duduk berukuran sedang sesuai dengan penggambaran adegan yang terdapat di surga dan di istana Kapilawastu. Sektor II dimulai dari panil 31 hingga panil 60 yang menggambarkan adegan bertemakan Sambhodi atau pencapaian pencerahan. Pencapaian pencerahan, yakni pada saat Siddharta remaja hingga tumbuh dewasa dan akhirnya mengalami 4 pertemuan yang membuat hatinya tergugah untuk mencari pembebasan sejati. Pada sektor itu visualisasi bentuk tempat duduk yang bermacam-macam, yaitu bentuk tipe 3, 4, 5, dan 6. Tempat duduk pada sektor ini masih memperlihatkan corak hiasan yang raya dengan variasi yang masih sama dengan tempat duduk pada tahap Buddhajati. Ukuran tempat duduk sektor Sambhodi yang terbanyak, tempat duduk berukuran besar. Penggambaran tempat duduk itu memang cocok bila dikaitkan dengan tema Sambhodi karena penggambaran tempat duduk yang bermacam-macam dengan ukuran besar ada di tahapan ini yang menggambarkan kehidupan di dalam istana. Sektor III mulai panil-panil dari panil 61 hingga panil 90 adalah visualisasi inti dari ajaran Buddha (Dharmacakrapravattana). Penggambaran tahapan Dharmacakrapravattana atau pencarian ajaran lanjutan dari Siddharta diawali dengan saat ia sedang merenung di istana ditemani pengawal-pengawalnya, meninggalkan

247 istana hingga ia mendapat pencerahan dan melepas kehidupan duniawi yang diwakili oleh adegan memotong rambut, mandi dan mengganti pakaian. Penggambaran tempat duduk pada tahapan ini, yakni tempat duduk tipe 1 dan 2 dengan variasi bidang yang terbanyak berupa padmāsana dengan alas maupun bantalan dan sandaran. Pada tahapan ini tempat duduk berukuran kecil yang paling banyak. Alas padmāsana lebih banyak dijumpai pada sektor ini dibandingkan yang lain karena pada tahap ini Siddharta telah mengalami pencerahan menuju pembebasan mutlak (orang suci), sehingga alas padma disimbolkan sebagai perlambangan sucinya seseorang. Sektor terakhir atau sektor IV yang terdiri dari panil 91 hingga panil 120, banyak menggambarkan Buddha yang sedang duduk bertapa. Di bawah pohon Bodhi, Buddha bersemadi hingga ia moksa mencapai nirwana dan menerima pencerahan sejati dengan bentuk terbanyak, tempat duduk tipe 8 (berbentuk awan) dengan variasi yang sama pada tahapan Dharmacakrapravattana. Berdasarkan hal itu, pemahatan tempat duduk di relief Lalitavistara Candi Borobudur memang bermacam-macam bentuknya tetapi tidak fokus hanya pada satu sisi, melainkan menyebar pada tiap sisi panil (sektor). Hal itu membuat Candi Borobudur dalam penggambarannnya menjelaskan suatu makna, yakni pemahatan reliefnya selain mengandung makna keagamaan juga memperlihatkan pola keartistikan dalam pembuatannya. Tinjauan terhadap status sosial dan makna keagamaan bertujuan untuk meneliti hubungan antara penempatan atau keletakan tempat duduk dengan orang yang mendudukinya. Dapat diketahui bahwa memang status sosial seseorang menentukan posisi tempat duduk. Pada penggambaran relief tempat duduk ada percampuran antara dua pemikiran, yaitu masih membedakan posisi tempat duduk seseorang berdasarkan status sosial. Adanya perbedaan penggambaran status sosial pada dasarnya memang disengaja oleh pemahatnya dahulu. Pembedaan posisi dan bentuk tempat duduk didasarkan atas imajinasi pemahat yang tinggi dengan acuan keagamaan pula yang tetap dalam kerangka ajaran kebuddhaan. Perbedaan itu terasa cukup menyolok dan dibuat secara berkesinambungan dalam penggambarannya. Beberapa hal yang dapat dikemukakan setelah melakukan tinjauan terhadap pembedaan status sosial atas tempat duduk seseorang antara lain

248 sebagai berikut: 1. Status sosial golongan orang yang duduk paling rendah atau duduk di permukaan tanah sebagai tempat duduk orang kebanyakan. 2. Status sosial golongan yang duduk lebih tinggi berbentuk bale atau panggung yang dihias ornamen dengan dilengkapi bantal dan guling yang berkesan empuk serta sandaran punggung. Tempat duduk itu digunakan oleh mereka yang berpakaian indah dan raya yang sangat mungkin mereka dari keluarga raja, kalangan kaum bangsawan, penguasa di wilayah tertentu dan banyak dijumpai di bagian Buddhajati. 3. Status sosial golongan menengah yang duduk hanya dilapik saja yakni di tempat duduk seperti tanah yang ditinggikan dari sekitarnya, tempat duduk ini dipergunakan sebagai tempat duduk tokoh-tokoh dari kalangan menengah seperti orang tua, perempuan-perempuan, kaum agamawan, Biasanya untuk kaum agamawan tempat duduknya dialasi dengan sejenis tikar atau karpet yang kelihatan cukup tebal. Bentuk tempat duduk seperti itu banyak dijumpai di bagian Dharmmacakrapravattana. 4. Status sosial golongan yang duduk tertinggi. Status sosial ini dibedakan untuk Sang Buddha yang memiliki bentuk tempat duduk khusus hanya untuk satu orang dengan bunga padma sebagai bidangnya serta ada sandaran dan lipatan kain yang menjuntai. Golongan tokoh bukan manusia digambarkan duduk di awan, mereka itu para dewa, atau bidadari maupun makhuk khayangan lainnya, banyak dijumpai di bagian tahapan kehidupan Parinirvana. Tempat duduk yang khusus untuk Buddha ini hanya dijumpai pada panil bagian tahapan kehidupan Buddha, yaitu Dharmacakrapravarttana dan Parinirvana, tidak dijumpai sebelum sang Buddha mendapat pencerahan di tahapan Buddhajati dan Sambhodi yang masih dalam lingkungan istana. Perbedaan tempat duduk Buddha yang lebih tinggi dibandingkan orang kebanyakan mempunyai dua arti, yaitu : 1. Secara religius ; Siddharta Gautama (Buddha) merupakan orang suci

249 2. Secara teknis ; Buddha digambarkan mengajari murid-muridnya jadi ia harus berada lebih tinggi supaya yang diajari bisa semuanya melihat dengan jelas pengajarnya. Tinjauan atas makna keagamaan, yakni dapat dilihat dari penggambaran cerita maupun dari penempatan tempat duduk seorang pendeta atau bhiksu (bhiksuni) yang setara dengan seorang raja atau penguasa suatu wilayah. Kesetaraan penggambaran tempat duduk antara pendeta dengan seorang raja tidak terlepas dengan adanya pembedaan atribut dan pakaian yang dipakai serta bentuk tempat duduk itu sendiri. 5.2 Saran Penelitian menghasilkan banyak kesimpulan baik asumsi maupun hipotesa yang dapat dikaji lagi secara mendalam. Demikianlah, upaya pengidentifikasian tempat duduk yang dipahatkan pada relief Lalitavistara Candi Borobudur telah menempatkan makna dan fungsinya. Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk memahami aspek kebudayaan Jawa Kuno masa Klasik Tua (abad ke-8-10 M) dalam hal penempatan dan bentuk-bentuk tempat duduk dari sudut penggambaran relief Candi Buddha Borobudur sehingga memberikan sedikit kontribusi dalam penelitian selanjutnya, Candi Borobudur secara umum dan mengenai relief Lalitavistara secara khususnya. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan mengingat keseluruhan Candi Borobudur memiliki kekhasan yang tersendiri dan memiliki kemegahan arsitektural yang dapat dijadikan data signifikan guna menjawab stuktur kesejarahan Jawa Tengah Kuna.