BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan umat manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan nonmaterial. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. Sedangkan dalam upaya memenuhi kebutuhan non-material, manusia dapat melakukan berbagai macam cara, salah satunya dengan karya sastra. Sastra dianggap sebagai karya seni tulis yang dinilai dapat memenuhi keinginan manusia. Sehingga keberadaan dan kelahiran sastra merupakan dorongan dasar manusia untuk mencapai kebutuhan non-materialnya. Oleh karena itu, sastra muncul sebagai ekspresi sang pengarang dalam mengungkapkan apa yang diinginkannya kepada pihak lain berupa reaksi atau kritik atas kondisi yang ada saat itu. Karya sastra merupakan ungkapan ekspresi pengarang sebagai respon terhadap realitas yang terwujud dalam bentuk imajinasi (Sangidu, 2007:1). Lebih tegas lagi disampaikan oleh Wellek dan Austin Warren (1990:3 via Sangidu, 2007:34), bahwa sastra dapat dikatakan sebagai kegiatan kreatif sebuah karya tulis yang indah (estetika sastra yang dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional) (Semi, 1993:1). Sastra juga mengandung nilai seni dalam berbahasa, sastra bukan sematamata permainan kata atau kalimat, tetapi juga sebuah cara bagi pengarangnya untuk memaparkan masalah budi, imajinasi dan emosi yang diperlihatkan tokohtokohnya (Semi, 1993:1). Melalui peran tokoh itulah pengarang menyampaikan 1

2 2 banyak pesan kepada orang lain yang tentunya secara tidak langsung, termasuk juga keinginan diri pengarang itu sendiri sebagai upaya memuaskan diri. Tokoh dalam karya sastra fiksi hanya rekaan (bukan pelaku yang sebenarnya). Kendati hanya rekaan atau imajinasi pengarang, penokohan merupakan bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh dalam cerita yang biasanya lebih dari satu orang, tidak hanya berfungsi untuk menghubungkan cerita, tetapi juga untuk menyampaikan ide, motif, alur dan tema. Oleh karena itu, kemampuan pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh cerita yang diciptakan sesuai dengan tuntutan cerita dapat pula dipakai sebagai indikator kekuatan sebuah karya fiksi (Fananie, 2002:86-87). Karakter tokoh dapat dilihat atau dianalisis dari sisi apa yang dikatakan dan dilakukan tokoh tersebut (Abrams, 1981:20 via Fananie, 2002:87). Identifikasi ini didasarkan pada konsistensi dalam beberapa hal, misalnya, moralitas, perilaku, pemikiran dalam memecahkan sesuatu, memandang dan bersikap dalam menghadapi setiap peristiwa. Sehingga, untuk melihat karakter tokoh dalam suatu cerita tidak mungkin terlepas dari alur cerita sesuai dengan fungsinya dalam cerita (Frye, 1973:52 via Fananie, 2002:87). Penyampaian yang dituturkan atau pun tindakkan yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita sesungguhnya terdapat pesan yang ingin disampaikan pengarang terhadap pembaca karya sastranya. Oleh karena itu, pengarang dalam menulis cerita yang baik tentu akan merancang pesan yang terarah agar mengena atau efektif. Sehingga dalam sebuah karya sastra tema menjadi sesuatu yang sangat penting. Tema merupakan ide dasar, gagasan bahkan pandangan hidup

3 3 sang pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra. Karena sastra yang diciptakan merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam seperti persoalan moral, etika, agama, sosial-budaya, bahkan politik dan ekonomi yang semua itu terkait dengan masalah kehidupan (Fananie, 2002:84). Terkait dengan pesan tidak sedikit pengarang karya sastra menyampaikan pesan yang bersifat moral. Secara umum, moral menyarankan ajaran tentang baikburuk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya; budi pekerti, susila (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:929). Dalam cerita, moral biasanya dimaksudkan sebagai sarana yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil atau ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan dengan kepentingan pembaca (Kenny, 1966:89 via Nurgiyantoro, 1998:321). Perlu digarisbawahi, jenis ajaran moral bersifat tidak terbatas dalam arti moral dapat mencakup seluruh persoalan dalam kehidupan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Secara garis besar, persoalan hidup dan kehidupan manusia dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial, hubungan manusia dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro, 1998: ). Cerpen menjadi salah satu jenis karya sastra yang cukup diminati banyak pembaca. Menurut Allan Poe (via Stanton, 2007:79) paparan cerpen yang ringkas, dapat langsung selesai sekali dibaca dan langsung sampai pada pesan yang hendak disampaikan pengarang. Sedangkan menurut Sumardjo, cerpen merupakan karya

4 4 fiksi pendek yang cepat mempunyai efek untuk pembacanya (1997:184). Jika tidak cermat memahami, maka tidak mudah bagi pembaca untuk menganalisis sejumlah unsur yang ada dalam cerpen, baik fakta-fakta ceritanya (karakter, alur dan latarnya) dan tema atau pesan yang hendak disampaikan pengarang. Jika gagal memahami unsur-unsur yang ada, maka pembaca hanya dapat memahami pesan intrinsik secara sekilas dan tidak mendalam. Seorang cerpenis yang baik harus cermat dalam menyajikan tokoh, alur, latar dan tema yang jelas. Dalam mengeksplorasi ide cerita, sang cerpenis harus cermat dalam memilih kata dan tidak boleh bermain-main pada kata-kata indah semata, sehingga padat dan kaya dengan makna yang tersirat. Sikap ini diperlukan karena ruang dalam cerpen sangat terbatas. Sastrawan Jepang yang mampu menghasilkan berbagai macam karya sastra termasuk cerpen yang berhasil menyampaikan pesan atau ajaran moral, salah satunya adalah Dazai Osamu. Salah satu cerpen yang mendapatkan apresiasi adikarya adalah Hashire Merosu. Cerpen yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1940 ini, pernah dibuat beberapa versi dengan judul yang sama, misalnya versi dramanya oleh NHK pada tahun 1955, versi animasi yang ditayangkan di Fuji TV pada tahun 1981 dan versi film animasi pada tahun Terdapat pula beberapa animasi yang menggunakan judul yang berbeda namun masih mengadaptasi dari cerpen Hashire Merosu, antara lain, Akai Tori No Kokoro: Nihon Meisaku Douwa Shiriizu Hashire Merosu. Animasi ini

5 5 ditayangkan di stasiun TV Asahi pada tahun 1979 dan terebi ehon 1 yang berjudul Hashire Merosu yang disutradarai Yamamoto Taro pada tahun Cerpen Hashire Merosu menceritakan tentang seorang penggembala domba bernama Melos yang dihukum oleh Raja Dionysus karena kelancangannya memasuki istana kerajaan. Tujuan kedatangannya ke istana untuk menyelidiki kebenaran informasi masyarakat tentang kekejaman sang raja. Tetapi, misi penyelidikannya gagal, karena dia tertangkap akibat dirinya membawa senjata tajam. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui tema dan fakta cerita yang terdapat dalam cerpen, ingin mengetahui keterkaitan antara tema dan fakta cerita, dan ingin mengetahui ajaran moral dalam cerpen Hashire Merosu, yang tersirat melalui tema dan fakta cerita. Pesan yang tertuang dalam cerpen Hashire Merosu cukup menarik, apalagi fakta di berbagai belahan dunia saat ini menunjukkan bahwa kejujuran terasa demikian mahal dan langka. Terlebih lagi, Dazai Osamu berhasil mengkonstruksikan cerita secara apik. Hal ini menambah nilai keunggulan karya Dazai Osamu dan hal itu pula yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya lebih jauh. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah tema besar yang ada dalam cerpen Hashire Merosu? 1 Terebi ehon adalah program televisi pendidikan milik stasiun televisi NHK yang membacakan cerita anak (jenisnya cerita yang populer). Program ini tertuju untuk anak-anak di sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Sumber dari en/terebi ehon.

6 6 2. Bagaimanakah fakta cerita yang terdapat dalam cerpen Hashire Merosu? 3. Bagaimanakah keterkaitan antara tema dan fakta cerita pada cerpen Hashire Merosu? 4. Pesan atau ajaran moral apakah yang terkandung di dalam cerpen Hashire Merosu, yang tersirat melalui tema dan fakta cerita? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktik. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur intrinsik berupa tema dan fakta cerita dari cerpen Hashire Merosu dengan menggunakan teori struktural Robert Stanton, serta keterkaitan antar unsur tersebut. Selain itu, untuk mengetahui ajaran atau pesan moral yang terdapat dalam cerpen tersebut. Secara praktis, penulis berusaha memperkenalkan karya sastra Jepang modern khususnya karya Dazai Osamu kepada khalayak pembaca di Indonesia dalam memahami karya sastra secara ilmiah dan memberi apresiasi sastra dengan menggunakan analisis tema dan fakta cerita. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengetahuan penulis, sudah ada penelitian yang menggunakan cerpen Hashire Merosu sebagai objek penelitiannya, yaitu Cerpen Hashire Merosu Karya Dazai Osamu: Analisis Struktural yang ditulis oleh Afifah Tri Afiyanti (2001). Afiyanti, dalam meneliti cerpen Hashire Merosu, menggunakan teori struktural. Afiyanti memfokuskan penelitiannya hanya pada struktur cerita dan ia tidak memasukan teori tentang moral di dalam landasan teorinya sehingga tidak mengkaji lebih lanjut mengenai ajaran moral yang terkandung dalam cerpen

7 7 Hashire Merosu. Dari hasil penelitiannya, Afiyanti hanya menuturkan secara garis besar amanat yang terdapat pada cerpen tersebut tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Berikut ini amanat yang terdapat dalam penelitian Afiyanti yaitu prasangka buruk yang berlebihan akan merugikan diri sendiri maupun orang lain, berpikir positif akan membuat hidup kita terasa lebih indah, serta tidak berputus asa dan percaya diri sendiri adalah kunci keberhasilan (2001:55). Penelitian ini berbeda dengan penelitian Afiyanti. Pada penelitian Afiyanti tidak memasukan teori tentang moral di dalam landasan teori penelitiannya, dan tidak membahas lebih lanjut tentang ajaran moral. Dalam penelitian ini, penulis memasukan teori tentang moral di dalam landasan teori dan ingin membahas lebih dalam ajaran moral apa saja yang terkandung dalam cerpen Hashire Merosu melalui tema dan fakta cerita. 1.5 Landasan Teori Pada penelitian ini penulis menggunakan teori struktural Robert Stanton untuk tema dan fakta cerita. Sedangkan dalam meneliti ajaran moral penulis menggunakan konsep dari Nurgiyantoro Tema Menurut Stanton, tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia merupakan sesuatu yang menjadikannya selalu diingat (Stanton, 2007:36). Sebagai pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan, sehingga nantinya akan muncul nilainilai tertentu yang melingkupi cerita. Dengan tema, cerita menjadi lebih fokus, menyatu, mengerucut dan berpengaruh (Stanton, 2007:37). Oleh sebab itu, dengan

8 8 adanya tema, cerita yang dibangun bisa memberikan koherensi dan makna pada fakta-fakta cerita (Stanton, 2007:39). Jadi, tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana (Stanton, 2007:41). Untuk mengenali tema dapat dimulai dengan gagasan-gagasan murni, terkait karakter, situasi dan alur cerita. Tetapi, cara yang paling efektif untuk mengetahui tema adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalam cerita Fakta Cerita Karakter, alur dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Ketiga elemen tersebut dijadikan satu, maka dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita yang menyoroti dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22) Karakter Dalam teorinya, Stanton menggunakan istilah utama yaitu karakter. Karakter itu sendiri terbagi menjadi dua konteks. Pertama, karakter sebagai individu-individu yang muncul dalam cerita. Kedua, karakter sebagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut (2007:33). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh Nurgiyantoro. Dalam teorinya, Nurgiyantoro menggunakan dua istilah utama yaitu tokoh dan penokohan. Tokoh adalah orang, pelaku cerita, watak, perwatakan,

9 9 dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan adalah penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita (1998:165). Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu karakter utama, yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa-peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap individu terhadap karakter tersebut (Stanton, 2007:33). Perilaku karakter dalam sebuah cerita tentunya berdasarkan pada alasanalasan tertentu. Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dinamakan motivasi. Motivasi spesifik seorang karakter adalah alasan atas reaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu (Stanton, 2007:33) Alur Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita, biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang berhubung secara kausal. Peristiwa kausal adalah peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik seperti tindakan. Akan tetapi, bisa juga berupa perubahan sikap karakter, pandangan hidupnya, keputusannya dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalannya suatu cerita. Sehingga setiap adegan yang dilakukan oleh seorang tokoh akan mempengaruhi hubungannya dengan karakter-karakter lain

10 10 sehingga pada akhirnya akan menimbulkan reaksi dari karakter-karakter tersebut dan balik mempengaruhinya (Stanton, 2007:26). Alur juga diartikan sebagai tulang punggung cerita. Hal itu disebabkan alur dapat membuktikan dirinya sendiri, meskipun jarang diulas secara panjang lebar dalam sebuah analisis. Alur pun memiliki hukumnya sendiri. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan berbagai macam kejutan dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan tersebut (Stanton, 2007:28). Selain itu, berdasarkan urutan waktu, alur dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: alur lurus, alur sorot balik dan alur campuran (Nurgiyantoro, 1998: ). Pertama, alur lurus atau progresif merupakan peristiwa-peristiwa yang dikisahkan secara kronologis, runtut dari dimulainya awal cerita (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah cerita (konflik meningkat, klimaks), dan akhir cerita (penyelesaian). Oleh karena itu, biasanya alur lurus menunjukkan kesederhanaan dalam cara penceritaan, tidak berbelit-belit dan mudah diikuti. Kedua, alur sorot balik atau flash-back adalah suatu peristiwa yang urutan kejadiannya tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari tahap tengah atau akhir, barulah setelah itu tahap awal cerita dikisahkan. Alur jenis ini langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik yang belum meruncing atau yang sudah meruncing kepada pembaca. Teknik sorot balik ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti pengarang menyuruh tokoh untuk merenung kembali ke masa lalu, kemudian menuturkannya kepada tokoh lain baik lisan maupun tertulis sehingga tokoh lain yang menceritakan masa lalu

11 11 tokoh lain atau pengarang sendirilah yang menceritakan alur sorot balik tersebut. Ketiga, alur campuran merupakan peristiwa-peristiwa dalam cerita yang diceritakan secara progresif, namun terdapat pula beberapa flash-back. Menurut Stanton, yang menjadi unsur dasar dalam membangun alur adalah konflik dan klimaks. Stanton mengungkapkan bahwasanya konflik dalam karya fiksi setidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Terlebih sebuah cerita, bisa jadi, mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utama yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur (Stanton, 2007:31-32). Sedangkan klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatankekuatan konflik dan menentukan bagaimana pertentangan tersebut dapat terselesaikan (Stanton, 2007:32). Hal yang sama diutarakan oleh Nurgiyantoro. Dalam teorinya, klimaks merupakan titik pertemuan antara dua (atau lebih) hal (keadaan) yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan tersebut (konflik) akan diselesaikan. Dengan kata lain, klimaks nasib tokoh utama cerita akan ditentukan. Oleh sebab itu, hubungan antara konflik dan klimaks sangatlah erat, logis dan penting dalam alur karena klimaks hanya akan ada bila terjadinya sebuah konflik tetapi tidak semua konflik harus mencapai klimaks, tidak semua konflik harus mempunyai penyelesaian (1998:127) Latar Menurut Stanton, latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang

12 12 sedang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meskipun tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi penghias dalam cerita (2007:35). Latar juga memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter (Stanton, 2007:36). Pengertian di atas hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh Nurgiyantoro. Di dalam teorinya, Nurgiyantoro membagi latar menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Pertama, latar tempat, yang menurut Nurgiyantoro, merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam tempat-tempat dengan nama tertentu, dan mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Sedangkan tempat tanpa nama yang jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu (desa, sungai, jalan, hutan, kota dan lain-lain) (1998:227). Kedua, latar waktu adalah berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1998:230). Dalam karya naratif, masalah waktu dapat bermakna ganda, yaitu: di satu pihak menunjuk pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita dan pihak lain menunjuk pada waktu dan urutan yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita (Genette, 1980:33;35 via Nurgiyantoro, 1998:231). Selain itu, di sejumlah karya fiksi, latar waktu mungkin justru tampak samar, tidak ditunjukkan secara jelas, seperti tidak ditonjolkannya unsur waktu dikarenakan mungkin

13 13 memang tidak penting untuk ditonjolkan dengan kaitan logika cerita, penekanan waktu berupa pagi, siang dan malam (Nurgiyantoro, 1998:232). Ketiga, latar sosial yaitu hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencangkup berbagai masalah dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan sikap dan lain-lain. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 1998: ) Moral Menurut Nurgiyantoro, moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca (1998:321). Moral dalam cerita dapat disebut juga sebagai saran yang berhubungan dengan ajaran moral bersifat praktis. Moral bersifat praktis karena petunjuk tersebut dapat ditampilkan di dalam kehidupan nyata melalui sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita. Sehingga pembaca dapat menafsirkan ajaran moral yang terdapat dalam cerita tersebut. Penafsiran tersebut dapat dilakukan dengan melihat petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Kenny, 1966:89 via Nurgiantoro, 1998:321). Setiap karya sastra memiliki jenis dan wujud ajaran moral yang berbedabeda. Jenis dan wujud ajaran moral tersebut akan bergantung kepada keyakinan,

14 14 keinginan dan minat pengarang (Nurgiyantoro, 1998:323). Jenis ajaran moral bersifat tidak terbatas dalam arti moral dapat mengcakup seluruh persoalan dalam kehidupan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Persoalan hidup dan kehidupan manusia dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial, hubungan manusia dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro, 1998: ). Ajaran moral ada yang berwujud religius (keagamaan) dan kritik sosial. Ajaran moral yang berwujud religius adalah ajaran moral yang menuntut seseorang untuk mencoba memahami dan menghayati hidup dan kehidupan ini lebih dari sekedar lahiriah semata. Moral religius menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani, harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia (Nurgiyantoro, 1998:327). Sedangkan ajaran moral yang mengandung pesan kritik ataupun kritik sosial dapat juga disebut sebagai sastra kritik muncul di tengah-tengah masyarakat baik di lingkungan sosial, ekonomi, politik, hukum dan lain-lain. Kritik sosial tersebut disampaikan pengarang melalui karya sastra yang ia ciptakan (Nurgiyantoro, 1998:331). Ajaran moral disampaikan pengarang dengan cara langsung dan tidak langsung. Ajaran moral yang disampaikan secara langsung, ajaran moral yang ingin disampaikan, atau diajarkan kepada pembaca secara langsung dan eksplisit (bersifat komunikatif) sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami ajaran moral yang terkandung dalam karya sastra tersebut (Nurgiyantoro, 1998: ). Pengarang menyampaikan pesan moral dengan cara melukiskan atau

15 15 mendeskripsikan watak tokoh cerita. Sedangkan, ajaran moral yang tidak langsung merupakan penyampaian pesan yang tersirat dan berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Pengarang tidak secara sertamerta menyampaikan ajaran moral tersebut melainkan disampaikannya melalui karakter dan alur cerita. Hal ini dapat terlihat pada sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa atau konflik yang terjadi (Nurgiyantoro, 1998:339). 1.6 Metode Penelitian Secara harfiah metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan menganalisis (Hassan, 1977:16 via Sangidu, 2007:13). Menurut Sangidu, metode adalah cara kerja yang teratur dan bersistem untuk memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (2007:13). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode objektif, yaitu metode yang memberi perhatian penuh pada karya sastra, melakukan pendeskripsian terhadap fakta dan data dalam teks kemudian dilanjutkan dengan analisis untuk memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2004:54 via Putra, 2008:17). Pada penelitian ini penulis meneliti unsur-unsur tema dan fakta cerita dalam cerpen Hashire Merosu. Menurut Stanton, cara tersebut bukan dimaksudkan untuk mengurangi nilai cerita ke dalam abstraksi, juga bukan untuk memotong-motong ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi untuk menggali ke dalam peristiwa yang disampaikan oleh pengarang (1965:6 via Putra, 2008:17).

16 16 Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam penelitian ini, antara lain, pertama, menentukan objek penelitian material dan formal. Objek material dalam penelitian ini adalah Cerpen Hashire Merosu, sedangkan objek formalnya yaitu teori struktural Robert Stanton untuk mengungkap tema dan fakta cerita. Kedua, setelah menentukan objek material dan formal, selanjutnya penulis mencari data yang terkait dengan tema penelitian berupa data pustaka dan data yang lain. Ketiga, penulis melakukan analisis data. Keempat, setelah melakukan analisis data penulis menyimpulkan hasil dari analisis dalam bentuk tulisan. 1.7 Sistematika Penyajian Penelitian ini tersusun dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II berupa riwayat hidup dan karya-karya pengarang. Bab III berupa sinopsis cerpen, analisis tema, dan fakta cerita, serta keterkaitan antara unsur tema dan fakta cerita dalam cerpen Hashire Merosu. Dalam bab ini juga akan dipaparkan mengenai ajaran moral yang terkandung dalam cerpen tersebut. Bab IV adalah kesimpulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan material adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia di dunia ini tidak bisa lepas dari problematika kehidupan. Bisa dikatakan manusia hidup berdampingan dengan problematika tersebut. Demikian juga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang populer di antara bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu zaman. Artinya, melalui karya sastra, kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sastra berhubungan erat dengan masyarakatnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan munculnya berbagai hasil karya sastra yang mengangkat tentang

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil cipta, kreasi, imajinasi manusia yang berbentuk tulisan, yang dibangun berdasarkan unsur ekstrinsik dan unsur instrinsik. Menurut Semi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melalui karya sastra dapat diketahui eksistensi kehidupan suatu masyarakat di suatu tempat pada suatu waktu meskipun hanya pada sisi-sisi tertentu. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya mempunyai berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menyangkut berbagai hal, yakni permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian digambarkan melalui tulisan oleh pengarang. Saxby dalam Nurgiyantoro (2005: 4) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai wacana sangat menarik untuk dilakukan terutama mengenai analisis wacana. Analisis wacana dapat berupa kajian untuk membahas dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian sastra, seorang peneliti harus memiliki kemampuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian sastra, seorang peneliti harus memiliki kemampuan 117 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian sastra, seorang peneliti harus memiliki kemampuan memilih dan menggunakan metode sesuai dengan kekhasan sifat karya sastra yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Horatius, yaitu dulce et utile yang berarti menghibur dan mengajar. Kesenangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian, sastra dalam bahasa Inggris literature sehingga popular literature dapat diterjemahkan sebagai sastra populer. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama adalah salah satu genre karya sastra yang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi sastra dan pementasan, Sastra berupa teks naskah sedangkan pementasan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya sudah ada penelitian mengenai teori motivasi tindakan Abraham Maslow, yaitu penelitian yang ditulis oleh Setyawan Budi Jatmiko

Lebih terperinci