Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP LAPORAN KERJA TEKNIS. Hubungan dengan sejarah kebakaran dan kedalaman gambut

dokumen-dokumen yang mirip
Monitoring Hotspot dan Investigasi Kebakaran di Wilayah Kerja KFCP

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemantauan Terhadap: Vegetasi, Pengelolaan Kebakaran, serta Gambut dan Hidrologi

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

Reforestasi Berbasis Masyarakat di Hutan Rawa Gambut

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sekolah Lapangan Budidaya dan Pemasaran Karet

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

KALIMANTAN TENGAH: REDD+ dan Kemitraan Karbon Hutan Kalimantan (KFCP)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah

Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

PENDAHULUAN Latar Belakang

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

KFCP Pengelolaan Penabatan Tatas Berbasis Komunitas

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

West Kalimantan Community Carbon Pools

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

Partisipasi dan Manfaat KFCP. Paparan 1: Partisipasi Masyarakat dan Manfaat KFCP Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP)

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Laporan Assessment dan Analisis Potensi Konflik Tenure Terkait DA REDD+ di KPHL Kapuas. Ditulis Oleh WIDIYANTO

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Setitik Harapan dari Ajamu

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas km 2 atau 1,5 kali luas

Laporan Assessment dan Analisis Potensi Konflik Tenure Terkait DA REDD+ di KPHL Kapuas. Ditulis Oleh WIDIYANTO

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

KERANGKA ACUAN LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji pengelolaan Common Pool Resources 1 di area DA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Alang-alang dan Manusia

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Pelibatan Masyarakat Dalam Konsultasi dan Perumusan Perjanjian Desa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ekologi Padang Alang-alang

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

LAPORAN KERJA TEKNIS Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Hubungan dengan sejarah kebakaran dan kedalaman gambut Febrasius, Sherly Manjin, Elba Tri Juni, Fatkhurohman dan Laura L. B. Graham. Kalimantan Forests and Climate Partnership

Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Hubungan dengan sejarah kebakaran dan kedalaman gambut Penulis Penyunting Penelaah Tata Letak : Febrasius, Sherly Manjin, Elba Tri Juni, Fatkhurohman dan Laura L. B. Graham. : Lis Nurhayati : Lis Nurhayati, Rachael Diprose dan Sulistyo A. Siran. : James Maiden, Nanda Aprilia dan Stella Pongsitanan Maret 2014

LEMBAR PENGAKUAN Laporan penelitian ini disiapkan oleh Tim Penanggulangan Kebakaran (Fire Management Team) Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP). Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim atas masukan yang diberikan untuk laporan ini, khususnya kepada tim penulis utama, yaitu Sherly Manjin dan Laura Graham. Kami juga berterima kasih kepada Grahame Applegate atas panduan teknis di lapangan, Fatkhurohman atas penyediaan data dan dukungan teknis lainnya, Rachael Diprose dan Lis Nurhayati atas bantuannya menyiapkan makalah ini dan makalah-makalah yang lainnya, Sulistyo. A. Siran atas penelaahan teknisnya, dan terakhir kepada tim komunikasi (James Maiden, Nanda Aprilia dan Stella Pongsitanan) untuk tata letak dan desain. Penelitian ini diselenggarakan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Australia. Namun, analisa dan temuan yang tercantum di dalam makalah ini mencerminkan pandangan para penulis dan tidak mewakili pandangan kedua pemerintah tersebut. Segala kesalahan dan kekeliruan merupakan milik penulis. Makalah ini merupakan laporan kerja teknis yang bersifat ilmiah, sehingga kedepannya dimungkinkan adanya penyempurnaan untuk mengakomodasi masukan dan bukti baru. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page ii

RINGKASAN EKSEKUTIF Kebakaran mudah terjadi di hutan rawa gambut tropis yang terdegradasi karena konversi dan pembukaan lahan, terutama akibat penebangan dan drainase kanal. Kebakaran tersebut akan menghasilkan asap dan emisi karbon ke atmosfer. Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan program REDD+, diperlukan peningkatan pemahaman mengenai volume dan distribusi kebakaran di lahan gambut. Hal tersebut dilakukan agar emisi karbon tahunan dapat diketahui secara akurat dan juga untuk penyelidikan penyebab, motivasi dan detail kebakaran sehingga penanggulangan kebakaran dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik. Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh area bekas PLG, kebakaran sering terjadi terutama di wilayah KFCP pada musim kemarau. Untuk mengatasi hal tersebut, KFCP, melalui Fire Management Team (FMT atau Tim Penanggulangan Kebakaran), mengembangkan program pemantauan kebakaran yang melibatkan empat komponen, yaitu 1) pemantauan hotspot melalui data satelit, 2) investigasi kebakaran di lapangan, 3)survei aset tanah milik masyarakat dan 4) investigasi distribusi bahan bakar yang melimpah di wilayah KFCP. Laporan ini akan menjelaskan hasil survei dari sebagian komponen ke tiga, yaitu aset tanah milik masyarakat. Berbagai keterkaitan antar komponen hasil survei akan dianalisa dan digunakan untuk menyusun strategi penanggulangan kebakaran yang tepat. Data aset dikumpulkan dari wilayah yang mencakup tujuh desa yang ada di wilayah kerja KFCP, termasuk lahan yang berada di bawah batas administrasi ketujuh desa tersebut. Pengumpulan data dilakukan sepanjang tahun 2012 yang meliputi 296 aset. Seluruh posisi lokasi aset dicatat dengan GPS (Global Positioning System). Data aset tersebut kemudian dianalisa mengenai beberapa variabelnya, antara lain: lokasi desa, kedalaman gambut, dan sejarah kebakaran termasuk jumlah lokasi bekas terbakar. Hasil survei menunjukkan bahwa aset berupa lahan milik masyarakat yang paling umum dijumpai adalah kebun campuran, kebun homogen (jumlahnya setengah dari kebun campur), saka (sungai kecil) dan sungai. Aset berupa kanal ditemukan dalam jumlah kecil, demikian pula dengan lokasi berburu serta hutan dan lahan untuk menanam padi dan sayuran. Masing-masing desa memiliki aset yang berbeda. Kebun homogen lebih umum dijumpai di desa-desa di Blok E, sementara kebun campuran berada di desa-desa di Blok A. Aset masyarakat jarang ditemukan di lahan gambut dalam. Beberapa aset banyak ditemukan di lahan gambut tipis (kurang dari 1 m) dan mayoritas aset ditemukan di lahan gambut dengan kedalaman kurang dari 3 m. Aset-aset seperti hutan hasil budidaya dan bagian sungai yang diklaim kepemilikannya tidak menunjukkan kecenderungan khusus pada tipe tutupan lahan tertentu, sedangkan aset-aset lain menunjukkan kecenderungan yang lebih spesifik. Saka dan kanal kecil banyak ditemukan di hutan kering sekunder. Sementara itu, potensi aset berupa calon lokasi dan lahan tidur hampir semuanya ditemukan di campuran belukar/padang rumput atau semak rawa, seperti halnya dengan lokasi berburu. Dari aset dan lokasi aset yang ditemukan dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara sejarah kebakaran atau sejarah bekas kebakaran dengan tipe aset lahan. Hutan, danau dan sungai ditemukan di wilayah yang jarang mengalami kebakaran, sedangkan kanal sering ditemukan di wilayah yang memiliki satu titik lokasi kebakaran. Hutan hasil budidaya seringkali memiliki sejarah proses kebakaran yang mungkin bermula dari awal pembentukan pemukiman. Tiga tipe aset lainnya banyak ditemukan di padang rumput dan belukar yang kurang produktif, dan aset semacam ini yang sering dikaitkan dengan beberapa kebakaran yang rutin terjadi. Pengelolaan tipe aset-aset tersebut oleh masyarakat sangat minim sehingga kebakaran yang terjadi di tempat-tempat tersebut belum ditanggulangi dengan baik. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page iii

Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas aset lahan masyarakat berlokasi di lahan gambut tipis, dan hanya sedikit aset yang memiliki hubungan dengan pembakaran yang dilakukan secara berkala. Hal tersebut mengindikasikan bahwa, saat ini, pengelolaan aset lahan masyarakat tidak perlu dimasukkan dalam Rencana Pengelolaan Kebakaran karena tingkat resiko kebakaran dan emisinya yang rendah. Kajian ini juga menunjukkan pentingnya pemahaman tentang aset per desa hubungannya dengan beberapa kejadian kebakaran yang mengaitkan dengan berbagai teknik pengelolaan lahan yang dapat diaplikasikan untuk pengelolaan aset di tiap-tiap desa. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page iv

DAFTAR ISI LEMBAR PENGAKUAN... ii RINGKASAN EKSEKUTIF... iii DAFTAR ISI... v SINGKATAN DAN ISTILAH... vii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vi 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Kegiatan dan Latar Belakang Wilayah Kerja KFCP... 1 1.2 Strategi Penanggulangan Kebakaran KFCP... 4 1.3 Tipe Aset dan Sebarannya... 4 1.4 Tujuan... 5 2 METODE... 6 2.1 Lokasi... 6 2.2 Tipe dan Sebaran Aset... 6 2.3 Analisa... 6 3 HASIL... 7 3.1 Tipe dan Jumlah Aset... 7 3.2 Tipe dan Jumlah Aset Per Desa... 9 3.3 Aset Berdasarkan Kedalaman Gambut... 12 3.4 Aset Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan... 14 3.5 Aset Berdasarkan Bekas Terbakar... 16 4 PEMBAHASAN... 18 4.1 Temuan Survei Aset... 18 4.2 Dampak Aset, Serta Tipe dan Sebaran Aset Terhadap Strategi Penanggulangan Kebakaran KFCP.. 19 5 KESIMPULAN... 20 6 LAMPIRAN... 21 Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page v

DAFTAR TABEL Tabel 1: Tipe-tipe aset di wilayah kerja KFCP... 7 Tabel 2: Jumlah titik lokasi survey aset per desa dan luas desa... 10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Peta wilayah KFCP dan desa dengan batas administrasi... 3 Gambar 2: Jumlah dan tipe aset milik masyarakat... 9 Gambar 3: Jumlah tipe aset per desa... 11 Gambar 4: Tipe aset berdasaarkan tingkat kedalaman gambut (persen)... 12 Gambar 5: Peta aset berdasarkan kedalam gambut... 13 Gambar 6: Tipe aset oleh tipe penutup lahan per persen... 14 Gambar 7: Aset berdasarkan tipe penutup lahan... 15 Gambar 8: Tipe aset oleh luka bakar per persen... 16 Gambar 9: Aset berdasarkan luka bakar... 17 Gambar 10: Persentase aset per desa berdasarkan kedalaman gambut... 21 Gambar 11: Persentase aset per desa berdasarkan tipe penutup lahan... 23 Gambar 12: Persentase aset per desa berdasarkan jumlah luka bakar... 24 Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page vi

SINGKATAN DAN ISTILAH BAPPENAS FMTeam GFIMS GRK IAFCP Kemenhut KFCP PHTeam PSF REDD+ UNFAO VMTeam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Fire Management Team (Tim Penanggulangan Kebakaran) Global Fire Information Management System Gas Rumah Kaca Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership Kementerian Kehutanan Kalimantan Forests and Climate Partnership Peat and Hydrology Team (Tim Pemantau Gambut dan Hidrologi) Peat Swamp Forest (Hutan Rawa Gambut) Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Peranan Konservasi, Pengelolaan Hutan Lestari dan Peningkatan Stok Karbon United Nations Food and Agriculture Organization Vegetation Monitoring Team (Tim Pemantau Vegetasi) Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page vii

1 PENDAHULUAN Pada pertengahan tahun 2009, Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP) diluncurkan sebagai sebuah program uji coba kegiatan REDD+ di Indonesia, dan yang pertama untuk areal hutan dan lahan gambut. KFCP dibentuk atas dasar kerja sama antara Pemerintah Australia dan Indonesia di bidang perubahan iklim, yang dinamakan Indonesia-Australia Forests Carbon Partnership (IAFCP). Mitra utama KFCP adalah Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, dan departemen terkait dari Pemerintah Australia. Tujuan utama KFCP adalah mengujicoba berbagai metode untuk mengetahui cara pengurangan emisi melalui pendekatan REDD+. Secara bersamaan, KFCP mendukung penyediaan sumber mata pencaharian alternatif, khususnya bagi masyarakat yang sebagian besar sumber mata pencahariannya bergantung dari hutan. Dukungan tersebut dilakukan dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Selain itu, KFCP juga membantu mengintegrasikan REDD+ ke dalam perencanaan dan pengelolaan program di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan di masyarakat melalui pengembangan kapasitas dan pengujian model untuk kelembagaan, serta kebijakan dan kerangka hukum REDD+. Untuk membangun sebuah model perkiraan emisi gas rumah kaca dari lahan gambut tropis serta menilai pengaruh dari setiap intervensi dan kegiatan fisik dan sosial yang dilaksanakan, KFCP membentuk unit pemantauan lahan gambut yang merupakan inti untuk menilai perubahan dalam lingkungan lokal. Hal tersebut juga penting untuk mengembangkan metodologi penghitungan perubahan tingkat emisi karbon dari hutan rawa gambut tropis. Seperti diketahui, jenis hutan rawa gambut tersebut dapat menyimpan sejumlah besar karbon, namun praktik-praktik yang dikembangkan untuk pemantauan dan penghitungan emisi dari ekosistem hutan ini masih kurang. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan uji coba REDD+, KFCP membentuk Tim Vegetasi, Tim Penanggulangan Kebakaran, serta Tim Pemantauan Hidrologi dan Gambut sebagai salah satu upaya untuk berkontribusi terhadap praktik pemantauan dan penghitungan emisi dari hutan rawa gambut. Laporan ini bertujuan untuk membahas temuan dan menganalisa hasil penelitian mengenai tipe dan jumlah aset masyarakat. Laporan ini juga mendiskusikan hubungan antara aset yang ditemukan dengan kedalaman gambut, tipe tutupan lahan dan bekas kebakaran. Untuk mempermudah pembaca, laporan ini akan dibagi menjadi enam bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang akan menjelaskan latar belakang program KFCP, pemeriksaan aset, strategi program penanggulangan kebakaran KFCP, serta tujuan penelitian. Bagian kedua memaparkan metode penelitian dan pengolahan data yang digunakan oleh tim peneliti. Bagian ketiga menjelaskan temuan penelitian, sedangkan bagian keempat menerangkan pembahasan mengenai hubungan antara temuan aset dengan kedalaman gambut, tutupan lahan dan sebagainya. Bagian kelima berisi ringkasan tentang isi laporan secara singkat. Terakhir, bagian keenam memuat lampiran-lampiran mengenai persentase aset per desa berdasarkan kedalaman gambut, tutupan lahan dan bekas kebakaran. 1.1 Kegiatan dan Latar Belakang Wilayah Kerja KFCP Program KFCP mencakup wilayah kerja seluas kurang lebih 120.000 hektar pada kawasan bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. Kegiatan KFCP diantaranya adalah sekolah lapang petani, dukungan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa, reforestasi dan rehabilitasi hutan skala kecil, peningkatan kapasitas desa agar dapat mengelola kegiatan KFCP secara Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 1

mandiri, pengelolaan dan pengawasan kebakaran, serta pengembangan mata pencaharian alternatif. KFCP juga menghimpun banyak data seperti vegetasi lahan gambut, hidrologi, dan kebakaran lahan dan hutan. Data tersebut digunakan untuk analisa, dan sebagai kontribusi KFCP terhadap pengembangan ilmu pengetahuan terkait hutan rawa gambut dan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sebagian dari kegiatan KFCP dilakukan di lahan gambut yang umumnya berstatus Hutan Lindung. Sebagian kegiatan lainnya, misalnya pengembangan mata pencaharian alternatif dan sekolah lapang petani diselenggarakan di lahan mineral dan di gambut rendah milik penduduk atau milik masyarakat setempat. Manfaat kegiatan KFCP bagi desa, diantaranya adalah untuk pembelajaran, pengembangan dan peningkatan pendapatan yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk kepentingan lain di luar program. Bagian selatan PLG (sekitar 50.000 ha) terletak di sudut Utara-Timur Blok A dan bagian Utara (sekitar 70.000 ha) terpusat di Blok E. Sebelum PLG, area tersebut ditutupi oleh hutan rawa gambut. Namun, sekarang area tersebut telah terbagi oleh satu kanal utama dan memiliki tingkat gangguan dan kualitas hutan yang berbeda. Di Blok E terdapat kanal yang memanjang sejauh 12 km dari Utara ke Selatan dan telah menimbulkan dampak hidrologi. Sekitar tahun 1980an-1998, sebagian kawasan di blok tersebut pernah dialokasikan untuk areal Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Selain itu, juga terjadi pembalakan liar dan pembangunan sejumlah kanal kecil dengan cara manual. Namun demikian, kawasan hutan di Blok E relatif tidak terganggu jika dibandingkan dengan Blok A. Di Blok A, dibangun kanal luas yang saling-silang dengan jaringan kanal selebar kira-kira 6 10 m dan dengan kanal besar selebar kurang lebih 30 m, yaitu kanal yang membagi Blok A dari Blok E. Hampir semua area di Blok A, selain di area sekitar 5.000 ha, telah mengalami deforestasi atau sangat terdegradasi. Sebanyak 14 pemukiman yang menjadi wilayah kerja KFCP terletak di sepanjang Sungai Kapuas, tersebar di Blok A dan Blok E. Permukiman tersebut membentuk sembilan unit administrasi (desa) yang tersebar di antara dua kecamatan, Timpah dan Mantangai, di Kabupaten Kapuas sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1 berikut. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 2

Gambar 1: Peta wilayah KFCP dan desa dengan batas administrasi 1 Sumber: KFCP Catatan: Pada bulan Juli 2013, terjadi pemekaran di dua desa, yaitu Desa Katunjung dan Tumbang Muroi, menjadi empat desa. Desa Katunjung terbagi dua menjadi Desa Katunjung dan Desa Tumbang Mangkutup, begitupun juga Desa Tumbang Muroi, terbagi menjadi Desa Tumbang Muroi dan Desa Lapetan. Pemekaran ini menambah jumlah desa di wilayah KFCP, dari tujuh menjadi sembilan. Kegiatan dalam laporan ini dilakukan saat wilayah KFCP terdiri dari tujuh desa (2012). 1 Gambar 1 menunjukkan tujuh desa di wilayah kerja KFCP. Pada bulan Juli 2013, terjadi pemekaran di Desa Tumbang Muroi dan Desa Katunjung, sehingga jumlah desa menjadi sembilan. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 3

Kegiatan KFCP ditujukan sebagai upaya uji coba REDD+ dalam skala kecil yang memungkinkan untuk dilakukannya perbaikan pendekatan dan metode pelaksanaan secara terus menerus. Pembelajaran yang diperoleh dari uji coba ini merupakan kontribusi terhadap pengembangan REDD+ baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Selain itu, pembelajaran tersebut juga dapat membantu dalam mengujicoba seberapa jauh kontribusi REDD+ terhadap kerangka mitigasi perubahan iklim di tingkat global melalui upayaupaya yang dilakukan di tingkat lokal dengan melibatkan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan serta memasukkan pengetahuan dan kearifan lokal ke dalamnya. Lebih lanjut, pembelajaran juga menunjukkan mengenai pendekatan dan metode yang diuji di Kalimantan Tengah agar dapat dikembangkan atau direplikasi di tempat lain, baik di Indonesia maupun di negara lain. 1.2 Strategi Penanggulangan Kebakaran KFCP Lahan gambut yang mengalami degradasi mempunyai resiko yang besar akan terjadinya kebakaran. Penelitian menunjukkan bukti mengenai hubungan antara pembukaan lahan, drainase dan pola curah hujan yang berubah dengan peristiwa dan frekuensi kebakaran beserta emisi karbon yang dihasilkan. Kebakaran di lahan gambut yang terdegradasi merupakan salah satu penyebab utama pelepasan karbon ke atmosfer yang dapat menaikkan tingkat emisi karbon dioksida dan memicu degradasi lahan gambut yang lebih lanjut. Oleh karena itu, program REDD+ di lahan gambut tropis memerlukan strategi penanggulangan kebakaran yang efektif agar dapat berhasil dengan baik. Sampai saat ini, KFCP telah berupaya untuk mengeksplorasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi kebakaran di wilayah kerja KFCP. Faktor-faktor utama yang dimaksud penting diketahui guna mengembangkan dan menyusun strategi penanggulangan kebakaran di desa yang ada di wilayah tersebut. Strategi penanggulangan kebakaran yang dikembangkan oleh KFCP tidak hanya mengenai tanggap terhadap peristiwa kebakaran, namun mencakup 5R yaitu: 1) Research (Penelitian), 2) Risk Assessment (Pengkajian Resiko), 3) Readiness (Kesiapan), 4) Response (Tanggapan) dan 5) Recovery (Pemulihan). Untuk lebih jelasnya, strategi tersebut dapat dilihat dalam dokumen KFCP Fire Management Strategy yang diterbitkan secara terpisah. Peningkatan pemahaman mengenai proses terjadinya kebakaran serta akibat yang ditimbulkannya penting untuk dimasukkan ke dalam strategi penanggulangan kebakaran. Untuk menjalankan program penanggulangan kebakaran, KFCP membentuk sebuah tim yang dinamakan Fire Management Team (FMT atau Tim Penanggulangan Kebakaran) yang beranggotakan staf KFCP dan warga desa. KFCP, melalui FMT, mengembangkan sebuah komponen penelitian untuk dapat menyelidiki kondisi-kondisi yang bisa memicu kebakaran lahan gambut beserta frekuensi dan sebarannya. Penelitian tersebut juga akan melihat keterkaitan pemicu, frekuensi dan sebaran kebakaran dengan tata guna lahan, tata kelola lahan serta resiko kebakaran yang dapat berkembang menjadi masalah yang lebih besar, yaitu terjadinya kebakaran di bawah permukaan lahan. 1.3 Tipe Aset dan Sebarannya Di Indonesia, mata pencaharian masyarakat yang tinggal di kawasan hutan, termasuk di kawasan gambut tropis, sebagian besar tergantung dari lahan dan hutan, seperti halnya dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan di wilayah kerja KFCP. Berdasarkan hukum Adat Dayak (Ngaju), anggota masyarakat dapat mengklaim dan mengelola lahan yang berada dalam batas-batas desanya. Hukum Adat tersebut juga Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 4

mengatur mengenai tata guna lahan secara umum yang mencakup hutan alam dan lahan terbuka yang digunakan untuk berburu dan mengumpulkan hasil hutan (seperti bahan bakar kayu dan gemor 2 ), kebun (umumnya berupa kebun campur dan homogen, berupa pohon karet, buah, kayu dan rotan), lahan untuk sayuran dan sawah, kolam, serta bagian sungai dan kanal untuk menangkap ikan. Lokasi-lokasi tersebut sengaja diatur dalam Hukum Adat, karena banyak dipilih oleh anggota masyarakat mengingat faktor kesuburan tanah, tutupan lahan, lokasi, akses dan sebagainya. Sebagian dari lahan dikelola dan dibersihkan (kadang-kadang setiap tahun) melalui pembakaran tradisional untuk meningkatkan kesuburan. Teknik pembakaran tersebut dianggap sebagai cara yang murah untuk membuka lahan. Komponen riset KFCP lainnya yang terkait dengan kebakaran adalah pemantauan titik api (hotspot) dan investigasi penyebab kebakaran yang secara khusus difokuskan pada wilayah-wilayah yang terbakar. Komponen tersebut perlu dieksplorasi karena banyak praktik pengelolaan lahan yang mungkin memiliki sejarah yang berhubungan dengan kebakaran. Penelitian yang disajikan dalam kajian ini juga akan mengupas beberapa hal dari sudut pandang, misalnya lokasi aset lahan masyarakat dan hubungannya dengan kebakaran. KFCP juga mengumpulkan data GIS di seluruh wilayah kerjanya. Data diambil dari beragam sumber diantaranya dari survei yang dilakukan oleh pemerintah pusat, data pemantauan KFCP, LSM, kumpulan data dari proyek pengelolaan lahan di wilayah lain dan sebagainya. Data-data tersebut mencakup peta yang dikembangkan melalui GIS mengenai batas-batas desa, kedalaman gambut, tutupan lahan dan sejarah kebakaran termasuk jumlah lokasi bekas terbakar yang ada di wilayah kerja KFCP. 1.4 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menginformasikan: - Tipe, jumlah dan sebaran aset lahan masyarakat di seluruh wilayah KFCP. - Hubungan antara aset lahan milik masyarakat dengan batas-batas desa, kedalaman gambut, tutupan lahan serta sejarah lokasi bekas terbakar. Temuan dan analisa yang dihasilkan akan menjadi masukan yang berharga dalam merumuskan strategi pengelolaan kebakaran di wilayah KFCP. 2 Sejenis pohon yang kulitnya dapat digunakan sebagai bahan produk pengusir nyamuk. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 5

2 METODE 2.1 Lokasi Penelitian dilakukan di wilayah kerja KFCP yang mencakup wilayah lahan gambut tropis dengan luas kira-kira 120.000 ha yang dibatasi oleh Sungai Kapuas di sebelah barat dan Sungai Mantangai di sebelah timur. Di sepanjang Sungai Kapuas terdapat 14 permukiman yang membentuk tujuh 3 desa, dari utara ke selatan, yaitu Petak Puti, Tumbang Muroi, Katunjung, Sei Ahas, Katimpun, Kalumpang, dan Mantangai Hulu. Desa-desa tersebut terletak di dua kecamatan, yaitu: Kecamatan Mantangai dan Kecamatan Timpah di Kabupaten Kapuas. 2.2 Tipe dan Sebaran Aset Pengumpulan data dimulai melalui diskusi dan pengamatan terhadap penduduk desa setempat di wilayah kerja KFCP. Selain itu, juga dilakukan diskusi terfokus mengenai tipe dan sebaran aset penduduk beserta lokasinya. Diskusi juga digunakan sebagai media untuk berkoordinasi dengan pemandu setempat yang akan menemani tim lapangan KFCP dalam melakukan survei. Seluruh pemandu tersebut merupakan warga desa yang dipilih dan disetujui oleh desa berdasarkan pengetahuan mereka tentang sejarah lahan desa serta tipe dan sebaran aset. Pengumpulan data survei dilaksanakan di sepanjang bulan April 2012. Survei lapangan dilakukan dengan mengambil koordinat GPS dari setiap lokasi aset atau lokasi yang mewakili sejumlah aset di daerah sekitarnya. Data survei dicatat dalam sebuah lembar kerja lapangan dan dilengkapi berdasarkan sejarah, tipe, kepemilikan dan sejarah kebakaran aset, beserta informasi terkait lainnya. Data dan informasi tersebut biasanya dapat diperoleh dari pemandu setempat. Tujuan dari survei tersebut bukanlah untuk memperoleh hasil yang menyeluruh dari keseluruhan aset lahan yang dikelola oleh setiap warga desa bahkan, aset-aset yang berada di luar batas-batas KFCP tidak termasuk di dalam survei. Sebagai contoh, di Katimpun, hanya ada tujuh aset yang disurvei mengingat banyak aset yang berada di luar wilayah KFCP. Survei ini bertujuan untuk menghimpun contoh-contoh yang representatif dari berbagai aset yang ada di tiap desa. Hal tersebut dilakukan untuk memfasilitasi perbandingan aset-aset utama di tiap desa dan di seluruh desa (meskipun tidak secara kuantitatif) dan juga untuk memfasilitasi analisa kondisi lingkungan yang dipilih untuk tiap-tiap aset per desa. 2.3 Analisa Data yang diperoleh dari survei dicatat ke dalam lembar kerja Excel yang besar. Data tersebut juga diupayakan dicatat secara kuantitatif untuk mempermudah analisa. Sebaran titik api dan aset dipetakan di atas peta-peta yang telah dimiliki KFCP, seperti peta desa, kedalaman gambut, tutupan lahan, dan sejarah lokasi yang pernah terbakar. Analisa dilakukan untuk menjelaskan secara grafis tipe dan jumlah aset per desa dan persentase sebarannya di seluruh kedalaman gambut, tutupan lahan dan sejarah bekas kebakaran. 3 Sekarang menjadi sembilan desa setelah terjadi pemekaran desa di Desa Katunjung dan Desa Tumbang Muroi. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 6

3 HASIL 3.1 Tipe dan Jumlah Aset Tipe aset yang ditemukan di wilayah KFCP sangat beragam. Untuk memudahkan analisa, aset-aset tersebut dikelompokkan ke dalam 13 tipe utama. Tipe aset dan deskripsinya disusun berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari pemandu masyarakat dan pengamatan lapangan. Namun demikian, data-data ini belum disertai dengan hasil analisis lanjutan. Ketigabelas tipe aset yang dimaksud diuraikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 1: Tipe-tipe aset di wilayah kerja KFCP Tipe Aset 4 Kebun campur Kebun homogen Saka Sungai Danau Rencana lokasi Lahan tidur Lokasi berburu Kanal Tatas Deskripsi Kebun yang ditanami, diolah dan dikelola oleh masyarakat selama bertahun-tahun. Jenis tanaman yang ditanam beragam, biasanya terdiri dari pohon karet, buah dan kayu, dan rotan. Kebun yang ditanami, diolah, dan dikelola oleh masyarakat selama puluhan tahun dengan spesies tunggal, umumnya berupa karet. Bagian pendek dari sungai kecil yang terbentuk secara alami. Selama bertahun-tahun, saka digunakan untuk menangkap ikan, serta dimanfaatkan sebagai akses menuju hutan dan kebun hasil budidaya. Bagian sungai alami yang diklaim, dan digunakan untuk akses dan penangkapan ikan dari tahun ke tahun. Danau alami dan buatan yang ukurannya kecil dan telah digunakan untuk menangkap ikan selama bertahun-tahun. Jenis aset ini merupakan lahan tidak terpakai yang diklaim oleh masyarakat yang disiapkan untuk digunakan pada masa yang akan datang. Calon lokasi seringkali dikelola secara sebagian-sebagian (ditanami kelapa sawit, rumputnya dipotong, dan sebagainya, dengan maksud untuk mempertahankan klaim). Lahan tidak terpakai (saat ini) yang diklaim oleh anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan di masa mendatang. Lahan ini seringkali dikelola secara sebagian (ditanami dengan kelapa sawit, rumputnya dipotong, dan sebagainya, untuk mempertahankan klaim). Lokasi yang digunakan untuk berburu hewan (kelelawar, babi, burung, dan sebagainya.) Bagian kanal yang diklaim (dibangun di luar) yang digunakan sebagai akses, dan untuk mengambil ikan dari tahun ke tahun. Kanal kecil yang dibangun oleh masyarakat setempat yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan (gemor, kayu, karet, dsb) keluar hutan, dan untuk pengambilan ikan. Tatas digunakan dari tahun ke tahun. 4 Istilah ini umum digunakan oleh Tim Penanggulangan Bencana, karena mudah dipahami oleh masyarakat lokal. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 7

Hutan Lokasi mencari Tanaman padi (dan sayuran) Sebuah hamparan lahan yang ditumbuhi pohon-pohon hutan yang diklaim dan digunakan terutama untuk mengumpulkan bahan bakar dan kayu yang digunakan hingga tidak lagi produktif (biasanya setelah bertahun-tahun). Petak lahan hutan yang diklaim dan digunakan terutama untuk mengumpulkan gemor, karet, rotan, dan lain-lain. Lahan ini digunakan sampai tidak lagi produktif (biasanya setelah bertahun-tahun). Lahan yang ditanami beras (kadang-kadang sayuran) yang diolah hingga lahan tersebut tidak lagi produktif. Lahan ini dibakar setiap tahunnya untuk menjaga kesuburan tanah. Tipe aset utama yang tersebar di wilayah KFCP adalah kebun campur, khususnya yang memiliki spesies tanaman campuran. Survei menemukan 110 kebun campur, dimana jumlah ini dua kali lipat dari jumlah aset lainnya (Gambar 2). Kebun homogen lebih jarang dijumpai, hanya berjumlah 55 buah yang tersebar di seluruh wilayah. Akses dan perikanan juga dianggap penting oleh masyarakat, terlihat dari aset sungai kecil (saka) dan besar yang masing-masing berjumlah 39 dan 29. Jenis aset lainnya yang ditemukan adalah tanah klaim yang tidak digunakan yang terdiri dari 12 lokasi potensial dan 10 lahan tidur. Kanal yang diklaim dan/atau yang dibangun sendiri (besar maupun kecil) sangat sedikit jumlahnya. Hal ini, mungkin dikarenakan besarnya biaya dan tenaga yang diperlukan untuk membangunnya, apalagi, masyarakat sebenarnya lebih memilih sungai alami daripada buatan. Selain itu, tangkapan ikan lebih banyak diperoleh dari sungai dan saka dibandingkan dengan kanal dan tatas. Pengumpulan berbagai jenis hasil hutan (hasil buruan, kayu dan non-kayu) menunjukkan nilai aset yang rendah (secara berurutan berjumlah 8, 4 dan 1). Demikian pula dengan budidaya padi dan sayuran hanya berjumlah satu, yaitu seluas 25 hektar yang dimiliki oleh beberapa keluarga. Di Desa Katimpun, Kalumpang dan Mantangai Hulu terdapat aset ladang umum, tetapi lokasinya berada di luar wilayah KFCP. Penting untuk dicatat bahwa angka yang tercantum dalam laporan ini merupakan hasil survei aset yang sebenarnya dan mengindikasikan aset yang paling dominan di wilayah KFCP, walaupun survei lengkap terhadap keseluruhan aset tidak dilakukan. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 8

Gambar 2: Jumlah dan tipe aset milik masyarakat Sumber: KFCP FM Team 3.2 Tipe dan Jumlah Aset Per Desa Menurut hasil survey terdapat hubungan yang erat antara tipe aset yang tersebar di tujuh desa dengan kedalaman gambut, tipe tutupan lahan dan sejarah lokasi yang pernah terbakar. Mengingat bahwa survei tidak mungkin dilakukan terhadap seluruh aset yang ada di dalam dan di luar batas-batas wilayah KFCP, maka, dilakukan pengumpulan sampel yang mewakili seluruh desa dan dapat mencerminkan volume aset di setiap desa di wilayah KFCP dibandingkan dengan desa lain, serta proporsi tipe-tipe aset yang berbeda di dalam dan di antara desa. Di wilayah kerja KFCP, aset paling banyak ditemukan di Desa Petak Puti dan paling sedikit di Desa Katimpun (Tabel 2). Tetapi, hanya sebagian kecil dari wilayah Desa Katimpun yang termasuk wilayah KFCP, sedangkan sebagian besar wilayah Desa Katimpun yang berada di luar KFCP memiliki banyak aset. Sebaliknya, wilayah Desa Tumbang Muroi, yang sebagian besar berada di dalam wilayah KFCP, memiliki jumlah aset tersurvei per hektar paling sedikit. Perlu dicatat bahwa selama periode survei, survei tidak dilakukan secara lengkap di Desa Mantangai Hulu. Hal tersebut dikarenakan adanya perselisihan internal desa. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 9

Tabel 2: Jumlah titik lokasi survei aset per desa dan luas desa Desa Mantangai Hulu Kalumpang Katimpun Sei Ahas Katunjung Tumbang Muroi Petak Puti Jumlah titik lokasi survei aset 42 34 7 33 78 37 65 Luas desa di wilayah KFCP (ha) 19.607 7.668 6.056 12.247 26.738 40.782 6.016 Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap tipe aset dan penyebarannya dari desa-ke-desa, terlihat bahwa masing-masing desa memprioritaskan pengelolaan tipe aset yang berbeda (Gambar 3), yang dapat disimpulkan sebagai berikut: - Berbeda dengan kecenderungan umum di wilayah KFCP, masyarakat Desa Petak Puti lebih menyukai kebun homogen dibandingkan dengan kebun campur. Desa Petak Puti juga merupakan satu-satunya desa yang memiliki banyak aset rencana lokasi dan juga merupakan desa dengan aset danau terbanyak. - Masyarakat Tumbang Muroi juga lebih menyukai kebun homogen daripada kebun campur. Dari hasil diskusi bersama masyarakat, diketahui bahwa diperlukan teknik dan cara yang tepat untuk mengelola hutan homogen. Desa-desa di wilayah Selatan (Blok A) sudah mengelola aset hutan selama puluhan dan bahkan ratusan tahun. Pada saat itu, belum ada teknik pengelolaan hutankebun, sehingga masyarakat lebih memilih hutan campur. Hutan kebun di wilayah Utara (Blok E) baru-baru saja dibuka, di sepanjang jalan baru. Teknik dan cara mengelola hutan kebun sudah diketahui masyarakat, dan mereka dapat merasakan bahwa jenis kebun tersebut memberikan hasil dan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutan campur. - Desa Katunjung merupakan desa yang memiliki kebun campur terluas. Desa ini juga didominasi oleh sungai kecil (saka) dan besar. Selain untuk perikanan, sungai-sungai tersebut digunakan sebagai akses yang penting untuk masuk ke kebun. - Desa Sei Ahas juga memiliki banyak aset sungai kecil (saka), dan hanya memiliki sedikit aset lainnya. Di desa ini, fungsi saka masih belum jelas, kalau pun bukan untuk akses, maka kemungkinan besar digunakan untuk perikanan. - Sebagaimana disebutkan sebelumnya, sebagian besar aset di Desa Katimpun berada di luar wilayah KFCP dan tidak tercatat dengan baik. - Sebagian besar masyarakat Kalumpang lebih menyukai kebun campur. - Demikian pula dengan Desa Mantangai Hulu, yang merupakan satu-satunya desa yang memiliki lahan tidur sebagai aset yang telah ditandai. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 10

Gambar 3: Jumlah tipe aset per desa Sumber: KFCP FM Team Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 11

3.3 Aset Berdasarkan Kedalaman Gambut Aset lahan milik masyarakat pada umumnya dijumpai pada kedalaman gambut tipis (Gambar 4). Persentase masing-masing tipe aset pada kedalaman gambut yang berbeda juga telah dijelaskan seperti pada Gambar 5. Gambar tersebut menunjukkan bahwa walaupun beberapa aset selalu ditemukan di kedalaman gambut yang sangat tipis (0 0,5 m) seperti saka, danau, dan rencana lokasi, terkadang beberapa aset juga ditemukan di kedalaman gambut yang lebih dalam seperti kebun hasil budidaya. Kebun tersebut tidak selalu ditemukan di kedalaman gambut tipis, dan hampir 20 persen kebun hasil budidaya ditemukan di kedalaman gambut yang agak lebih dalam. Jalan akses besar, seperti sungai dan kanal besar, juga dapat ditemukan di kedalaman gambut yang lebih dalam. Perlu diketahui bahwa lokasi mencari dan kebun sawah terletak di kedalaman gambut yang lebih dalam (2 3 m). Walaupun jumlah sampel untuk kedua aset ini sangatlah sedikit, namun sangat menarik untuk dicatat bahwa aset yang ditemukan disini juga sangat sedikit. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan sebagian besar wilayah pembelajaran KFCP terletak di kedalaman gambut lebih dari 4 m. Meskipun besaran sampel kedua aset tersebut kecil, secara umum, dilihat dari mayoritas area di wilayah kerja KFCP berada di kedalaman lebih dari 4 m. Fenomena ini sangat menarik untuk dicatat bahwa aset yang ditemukan di area tersebut juga relatif sedikit. Gambar 4: Tipe aset berdasarkan tingkat kedalaman gambut (persen) Sumber: KFCP FM Team Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 12

Gambar 5: Peta aset berdasarkan kedalaman gambut Sumber: KFCP Catatan: Pada bulan Juli 2013, terjadi pemekaran di dua desa, yaitu Desa Katunjung dan Tumbang Muroi, menjadi empat desa. Desa Katunjung terbagi dua menjadi Desa Katunjung dan Desa Tumbang Mangkutup, begitupun juga Desa Tumbang Muroi, terbagi menjadi Desa Tumbang Muroi dan Desa Lapetan. Pemekaran ini menambah jumlah desa di wilayah KFCP, dari tujuh menjadi sembilan. Kegiatan dalam laporan ini dilakukan saat wilayah KFCP terdiri dari tujuh desa (2012). Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 13

3.4 Aset Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan Aset milik masyarakat juga dijumpai di berbagai tipe tutupan lahan (Gambar 6). Beberapa aset, seperti kebun hasil budidaya dan bagian sungai yang diklaim, tidak menunjukkan kecenderungan pada tipe tutupan lahan tertentu (Gambar 7). Namun aset lainnya, misalnya Saka menunjukkan kecenderungan yang lebih besar pada tipe tutupan lahan tertentu. Hal ini berarti bahwa masyarakat cenderung memilih tipe lahan tertentu untuk suatu aset. Saka umumnya dijumpai di hutan lahan kering sekunder, demikian juga dengan kanal kecil (selain berada di kawasan perairan) menunjukkan pentingnya jalan akses kecil menuju hutan lahan kering sekunder yang mungkin berhubungan dengan akses menuju sebagian kebun campur yang juga terletak di hutan lahan kering sekunder. Danau, tidak mengherankan, dijumpai di perairan. Hampir semua rencana lokasi dan lahan tidur dijumpai di campuran belukar/padang rumput atau rawa belukar, demikian juga dengan lokasi berburu. Sementara itu, hutan dijumpai di rawa belukar dan juga di hutan lahan kering sekunder. Gambar 6: Tipe aset oleh tipe penutupan lahan per aset (persen) Sumber: KFCP FM Team Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 14

Gambar 7: Aset berdasarkan tipe penutupan lahan Sumber: KFCP Catatan: Pada bulan Juli 2013, terjadi pemekaran di dua desa, yaitu Desa Katunjung dan Tumbang Muroi, menjadi empat desa. Desa Katunjung terbagi dua menjadi Desa Katunjung dan Desa Tumbang Mangkutup, begitupun juga Desa Tumbang Muroi, terbagi menjadi Desa Tumbang Muroi dan Desa Lapetan. Pemekaran ini menambah jumlah desa di wilayah KFCP, dari tujuh menjadi sembilan. Kegiatan dalam laporan ini dilakukan saat wilayah KFCP terdiri dari tujuh desa (2012). Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 15

3.5 Aset Berdasarkan Bekas Terbakar Beberapa aset lahan masyarakat memiliki kaitan erat dengan api dan kebakaran dibandingkan dengan aset lain (Gambar 8). Tidak mengejutkan jika hutan dan danau dijumpai di lokasi yang belum pernah terbakar, demikian juga dengan sungai dan saka yang memiliki tingkat kecenderungan kebakaran yang rendah. Sebaliknya, kanal dan hutan hasil budidaya lebih berhubungan dengan kebakaran. Rencana lokasi, lahan tidur dan lokasi berburu (yang banyak dijumpai di padang rumput dan belukar), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9, memiliki kejadian kebakaran tertinggi yang berada di lokasi yang sudah terbiasa terbakar di masa lalu. Gambar 8: Tipe aset oleh luka bakar per asset (persen) Sumber: KFCP FM Team Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 16

Gambar 9: Aset berdasarkan luka bakar Source: KFCP Catatan: Pada bulan Juli 2013, terjadi pemekaran di dua desa, yaitu Desa Katunjung dan Tumbang Muroi, menjadi empat desa. Desa Katunjung terbagi dua menjadi Desa Katunjung dan Desa Tumbang Mangkutup, begitupun juga Desa Tumbang Muroi, terbagi menjadi Desa Tumbang Muroi dan Desa Lapetan. Pemekaran ini menambah jumlah desa di wilayah KFCP, dari tujuh menjadi sembilan. Kegiatan dalam laporan ini dilakukan saat wilayah KFCP terdiri dari tujuh desa (2012). Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 17

4 PEMBAHASAN 4.1 Temuan Survei Aset Penelitian terhadap aset milik masyarakat menunjukkan bahwa terdapat 13 tipe aset utama yang tersebar di wilayah kerja KFCP yang mencakup tujuh desa. Perlu dicatat bahwa sebagian dari wilayah desa tersebut, seperti sebagian wilayah Desa Katimpun, berada di luar wilayah KFCP, sehingga penelitian tidak dilakukan di daerah tersebut. Pada saat penelitian dilakukan, terjadi konflik internal di Desa Mantangai Hulu, sehingga penelitian tidak dapat dilakukan secara menyeluruh seperti di keenam desa lainnya. Penelitian dilakukan melalui survei lapangan yang dilakukan oleh staf KFCP beserta warga desa yang dipilih oleh desa berdasarkan pengetahuan mereka tentang aset, lokasi aset dan sebarannya di desa. Selain itu, dilakukan diskusi dengan masyarakat desa untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai jenis aset dan kegiatan mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat di desa. Ketiga belas tipe aset yang ditemukan tersebut dianalisa atas dasar beberapa variabel yang mempengaruhi, misalnya: kedalaman gambut, tipe tutupan lahan dan sejarah lokasi aset bekas kebakaran. Secara ringkas, hasil analisa tersebut diuraikan sebagai berikut: Aset milik masyarakat umum aset lahan milik masyarakat yang paling banyak dijumpai adalah kebun campuran, diikuti oleh kebun homogen (jumlah kebun ini setengah dari jumlah kebun campur). Temuan ini menunjukkan preferensi anggota masyarakat setempat akan keragaman sumber pendapatan mereka. Akses dan perikanan juga sangat dihargai dan merupakan tipe aset yang banyak dijumpai seperti saka dan sungai. Tetapi kanal, baik besar maupun kecil lebih sedikit ditemukan, dan hal ini mungkin disebabkan oleh besarnya tenaga dan biaya yang dibutuhkan untuk membangun kanal tersebut. Hasil tangkapan ikan lebih banyak diperoleh dari perairan alami. Jenis aset lainnya yang ditemukan adalah tanah yang tidak digunakan. Jumlah perkebunan sayur dan sawah sangat rendah. Hal ini sangat menarik karena menunjukkan minat masyarakat terhadap kebun hutan dan pengumpulan sumber daya alam yang mungkin disebabkan oleh faktor budaya, selain juga menunjukkan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Sebagai catatan, aset-aset tersebut hanya mewakili aset di wilayah desa di area kerja KFCP, walaupun kemungkinan terdapat lebih banyak aset di luar wilayah KFCP yang dikelola oleh masyarakat. Penyebaran aset di seluruh desa Setiap desa akan berbeda pula dalam memprioritaskan penanganan aset yang dimiliki. Berbagai kecenderungan yang muncul, seperti penggunaan kebun homogen di desa-desa Blok E, sedangkan pengelolaan kebun campur terdapat di desa-desa di Blok A. Berdasarkan diskusi dengan masyarakat, diketahui bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh sejarah dan teknik/cara berkebun yang diketahui oleh masyarakat pada saat kebun pertama kali dibangun. Selain itu, hubungan antara pentingnya akses atau perikanan dengan aset atau desa tertentu merupakan satu topik yang dapat dikaji lebih lanjut untuk bahan pembelajaran. Aset milik masyarakat dan tingkat kedalaman gambut Temuan yang sangat menarik adalah bahwa aset milik masyarakat tidak dijumpai di lahan gambut dalam. Beberapa aset secara eksklusif ditemukan di kedalaman gambut yang sangat tipis (kurang dari 1 m) dan sebagian besar aset masih dijumpai di kedalaman gambut kurang dari 3 m. Dikarenakan wilayah KFCP sebagian besar berlokasi di kedalaman gambut lebih dari 4 m, sedangkan kebakaran di gambut dalam lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan di gambut tipis (hal ini terkait dengan tingkat emisi pembakaran), maka tidak ada kekhawatiran jika terdapat hubungan antara aset milik masyarakat dengan lokasi kedalaman gambut. Pilihan masyarakat untuk menggunakan lahan gambut tipis dalam kegiatan yang berkaitan dengan mata pencaharian memiliki dua keuntungan. Pertama, lahan gambut tipis lebih subur, baik untuk pertumbuhan tanaman pangan maupun pepohonan. Lahan gambut ini dapat menyerap nutrisi dari dataran akibat Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 18

banjirnya sungai sehingga akar tanaman bisa menyerap nutrisi dari mineral tanah di bawah gambut. Kedua, dilihat dari aspek akses dan biaya transportasi, akan jauh lebih efektif bagi masyarakat untuk tetap menjaga aset mereka di lokasi yang dekat, kecuali jika ada kegiatan di lahan gambut dalam (yang jaraknya jauh dari permukiman dan sulit diakses) memberikan manfaat lain. Aset masyarakat dan tipe tutupan lahan Beberapa aset, seperti kebun budidaya dan sungai yang diklaim, tidak menunjukkan kecenderungan terhadap tipe tutupan lahan tertentu. Tetapi, beberapa aset lain, seperti saka, menunjukkan kecenderungan yang lebih khusus. Saka banyak dijumpai di hutan lahan kering sekunder, demikian juga dengan kanal kecil. Hal ini menunjukkan pentingnya akses berupa jalan kecil menuju hutan lahan kering sekunder yang mungkin berhubungan dengan akses ke sebagian hutan campur yang juga berlokasi di hutan lahan kering sekunder. Hampir semua rencana lokasi dan lahan tidur berada di lokasi campuran belukar/padang rumput atau belukar rawa, demikian pula dengan lokasi berburu. Sementara itu, hutan dapat dijumpai baik di semak belukar rawa maupun di hutan lahan kering sekunder. Aset masyarakat dan sejarah bekas terbakar Bagian ini menjelaskan hubungan antara kejadian kebakaran (atau bekas kebakaran) dengan tipe aset lahan. Hutan, danau dan sungai ditemukan di tempat-tempat yang jarang mengalami kebakaran, sedangkan kanal banyak ditemukan di tempat-tempat yang pernah mengalami satu kejadian kebakaran. Kebun hasil budidaya seringkali memiliki sejarah kebakaran yang mungkin dimulai saat kebun pertama kali dibuka. Ketiga tipe aset yang banyak ditemukan di belukar dan padang rumput yang kurang produktif juga mengalami kebakaran secara reguler. Ketiga tipe aset tersebut juga merupakan aset yang dikelola secara minimal, sehingga usaha pemadaman kebakaran sangat kurang dilakukan di lokasilokasi tersebut. 4.2 Dampak Aset, Tipe dan Sebaran Aset Terhadap Strategi Penanggulangan Kebakaran KFCP Hasil temuan dan analisa yang dijelaskan di atas sangat penting untuk dapat dijadikan masukan dalam pengembangan strategi penanggulangan kebakaran. Data dan informasi mengenai aset tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar aset lahan milik masyarakat berlokasi di lahan gambut tipis, dengan hanya beberapa aset saja yang memiliki sejarah kebakaran secara reguler. Hal ini menunjukkan bahwa dengan resiko kebakaran dan emisi yang rendah, maka pengelolaan aset lahan milik masyarakat untuk saat ini mungkin tidak perlu ditangani melalui strategi penanggulangan kebakaran. Studi ini juga menunjukkan pentingnya pemahaman dari desa ke desa dan sejarah aset, dimana beberapa kejadian menunjukkan teknik pengelolaan lahan dan kebakaran yang berbeda di antara desa-desa tersebut. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 19

5 KESIMPULAN Api dan kebakaran adalah sebagian faktor utama yang menyebabkan degradasi lahan gambut yang berkelanjutan dan juga merupakan penyebab emisi karbon dari ekosistem dalam jumlah besar. Untuk mencapai tujuan REDD+ dan perhitungan untuk MRV misalnya, penanggulangan kebakaran merupakan hal yang esensial. Namun penanggulangan api dan kebakaran yang efektif memerlukan pemahaman yang baik mengenai penyebaran dan kualitas api di areal kebakaran dan hal-hal yang berkaitan, serta hubungan antara praktik pemanfaatan dan pengelolaan lahan dengan penggunaan api sebagai alat untuk pembakaran. Temuan dan analisa yang disajikan dalam laporan ini berupaya untuk menelusuri dan menyikapi topik seperti peningkatan pemahaman mengenai hubungan antara praktik pengelolaan lahan dan penggunaan api. Laporan ini menghasilkan beberapa temuan penting, antara lain: jumlah aset di lahan gambut dalam, perbedaan sebaran dan tipe aset antar desa. Sebagai tindak lanjut atas temuan tersebut, maka langkah yang perlu dilakukan berikutnya adalah menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan Strategi Penanggulangan Kebakaran dan menindaklanjuti kesenjangan pengetahuan yang telah teridentifikasi dalam laporan ini yang memerlukan penelitian lebih lanjut, misalnya memahami alasan-alasan mengenai pemilihan berbagai aset yang berbeda di tiap-tiap desa dan pengelolaan aset yang berbeda-beda pula. Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 20

6 LAMPIRAN Gambar 10: Persentase aset per desa berdasarkan kedalaman gambut (pp. 12) Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 21

Sumber: KFCP FMTeam Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 22

Gambar 11: Persentase aset per desa berdasarkan tipe penutupan lahan (pp. 14) Sumber: KFCP FMTeam Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 23

Gambar 12: Persentase aset per desa berdasarkan jumlah luka bakar (pp. 16) Sumber: KFCP FMTeam Sebaran dan Tipe Aset di Wilayah Kerja KFCP Page 24