DISHARMONI DAN KERANCUAN PERATURAN PERUNDANGAN DI BIDANG KESEHATAN OLEH DJOKO WIDYARTO JS

dokumen-dokumen yang mirip
Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

PERAN IDI DALAM MELAKSANAKAN KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA TERKAIT PROSES VERIFIKASI BPJS

Justinus duma, SFt, Physio

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL:

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBIAYAAN KENAIKAN KELAS PERAWATAN BERDASARKAN PERMENKES NOMOR 4 TAHUN 2017 SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN

(dalam) layanan primer

PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD. Center for Health Policy and Administration UI

Notulen Diskusi Panel Indonesia Healthcare Forum I HARAPAN KENYATAAN & SOLUSI JKN 28 Maret 2016

PENCEGAHAN FRAUD DALAM PELAKSANAAN JKN KOMISI VIII

Oleh. Dr.Lili Irawati,M.Biomed

m.nasser Dosen Hukum Kesehatan

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

Peran PERSI dalam upaya menyikapi Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit tidak bangkrut. Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK

Registrasi & Sertifikasi Tenaga Kesehatan MTKP DIY

SATOE BOELAN BERSAMA JKN. ARSADA PUSAT RDP/RDPU Komisi IX DPRRI Senayan,20 Januari 2014

KESIAPAN & STRATEGI RUMAH SAKIT SWASTA MENGHADAPI JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Dr. Hj.AHYANI RAKSANAGARA, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung) 29 Agustus 2014

POTENSI FRAUD DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA & RUJUKAN TINGKAT LANJUT (FKTP&FKTL)

KOMUNIKASI DATA ELEKTRONIK PROGRAM JAMKESTA DIY. amkesos

ETIKA KEDOKTERAN GIGI & UURI No 29 TH HARUM SASANTI Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

PEMANFAATAN DANA KAPITASI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS

IMPLEMENTASI JKN DAN MEKANISME PENGAWASANNYA DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL. dr. Mohammad Edison Ka.Grup Manajemen Pelayanan Kesehatan Rujukan

I. PENDAHULUAN. pelayanannya dilakukan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya,

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA #

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Pokok bahasan. Kesehatan

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Bayu Teja Muliawan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasin. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERSIAPAN BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN TERKAIT UU KEPERAWATAN DALAM STANDAR AKREDITASI RS VERSI 2012

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

DILEMA ETIKA KEDOKTERAN DI ERA JKN. DR. SLAMET BUDIARTO,SH,MH.KES Ketua IDI Wilayah DKI Jakarta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

KEBIJAKAN PEMANFAATAN, PENGANGGARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA JKN

Kasus-kasus Perselisihan antara Hak Pasien dan Standar Biaya

APARATUR SIPIL NEGARA

CH.TUTY ERNAWATI UPTD BKIM SUMBAR

PRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN. Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI

TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN (TKP) > 80% Terpenuhi 20-79% Terpenuhi sebagian < 20% Tidak terpenuhi

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT

LEGISLASI LEGISLASI ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN 19/08/2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

KEBIJAKAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN DAN PELAYANAN RUJUKAN RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AP (ASESMEN PASIEN) AP.1

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Kesehatan RI,Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis,Jakarta: 2008

KEBIJAKAN OBAT DAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN TERKAIT UU KEPERAWATAN TERHADAP PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PRIMER. Dr. Maya A.Rusady,M.Kes,AAK Direktur Pelayanan

KAJIAN STANDAR JABATAN FUNGSIONAL TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS

FRAUD PMK NO.36 TAHUN 2015 TENTANG FRAUD

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN SEBELUM UUPK PERMENKES 916/TAHUN 1997 PP NOMOR 1 TAHUN 1988 SISTIMATIKA UU PK PERATURAN PEMERINTAH NOMOR

ASPEK LEGAL KEPERAWATAN. Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH. MH Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum UMJ Rektor Univ Muhammadiyah Jakarta

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

HARAPAN dan ALTERNATIF KONSEP PROGRAM JKN di MASA MENDATANG *pandangan pengelola rumah sakit

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN

TANTANGAN DAN HARAPAN DOKTER UMUM DI ERA JKN

panduan praktis Pelayanan Ambulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional

Dokumen yang dibutuhkan 1. Data Cakupan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Sistem sbg..? Sistem Hukum dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Tatanan ; struktur; satuan dr bagian- bagian. Metoda; rencana; prosedur.

Dillemma Iuran : Nominal vs Prosentasi dalam Sistem Jaminan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RANGKUMAN KELOMPOK 3 KOORDINASI SISTEM PEMBINAAN.

REMUNERASI BAGI DSPK DALAM ERA JKN. Nina Susana Dewi 12/09/2014. Tujuan Sistem Pembiayaan Pelayanan Kesehatan:

PRODUKSI. Oleh : Dra. Rully Makarawo, Apt DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT

MANAJEMEN REKAM MEDIS DALAM STANDAR AKREDITASI VERSI 2012

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. (Permenkes No.56 th 2014)

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

HARAPAN-KENYATAAN & SOLUSI JKN (Terkait Regulasi) SUNDOYO, SH, MKM, MH KOMPARTEMEN HUKUM PERSI

PERAN PERSI DAN PERSI DAERAH. Dr.dr.Sutoto,M.Kes

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

DISHARMONI DAN KERANCUAN PERATURAN PERUNDANGAN DI BIDANG KESEHATAN OLEH DJOKO WIDYARTO JS REV-7 th June 25 th 2016 NO. MASALAH/ISU ACUAN JUSTIFIKASI KETERANGAN 1 Kedudukan Hukum SKN (Perpres 72/2012) UU 12/2011, UU 29/2004, UU 36/2009, UU 44/2009, UU 36/2014, UU 38/2014 Sebagai sebuah sistim mestinya kedudukan hukum SKN lebih tinggi dibanding/atau setara dg peraturan yg lebih teknis spt praktik kedokteran, rumah sakit, keperawatan, tenaga kesehatan dsb. Oleh karena itu seyogyanya SKN diatur di dalam UU agar kedudukan hukumnya tidak dibawah UU (dan apabila mungkin sbg UU Payung) Saat ini di dalam SKN ada 7 (tujuh) subsistim,namun blm ada subsistim yg mengatur ttg Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kesehatan. Perlu pengaturan lbh lanjut Perlindungan Hukum bagi profesi kesehatan krn di dalam bbp UU tsb.hanya sedikit sekali disinggung ttg perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Sedangkan untuk lebih detailnya mestinya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan diatur di dalam Perpres (sesui amanah UU No. 36 th 2009) 2 Rahasia Kedokteran UU 29/2004, UU 36/2009, UU 44/2009, PP 26/1960, PP 10/1966, PMK 36/2012 3 SIP DOKTER UU No. 29 /2004 ps.37 dan UU No. 36/2014 ps.46 Pengertian Rahasia Kedokteran yg berbeda-beda di beberapa peraturan perundangan. Pembukaan Rahasia Kedokteran juga diatur berbeda di dalam beberapa peraturan perundangan. Sampai saat ini PP No. 10/1966 masih berlaku dan blm dicabut shg hierarki hukumnya mestinya lebih tinggi dibanding Permenkes. UU No. 29/2004 ps. 37, menyebutkan bhw SIP dikeluarkan oleh Dinkes Kab/Kota. Sementara UU Hal tsb menimbulkan kerancuan dan ketidak pastian hukum UU No. 12 th 2011 mengatur dengan hierarki hukum peraturan perundangundangan. Pertanyaannya adalah ketentuan yg mana yg akan dipakai? Dan asas Djoko W Page 1

No. 36/2014 ps. 46,SIP dikeluarkan oleh Bupati/Walikota atas rekomendasi Dinkes. Hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum bagi masyarakat profesi kedokteran. 4 Ijin dan Klasifikasi RS PMK No. 56/2014 Persyaratan yg sangat sulit untuk dipenuhi dan dilaksanakan tidak saja bagi RS yang berada didaerah terpencil ttp juga sebagian RS yg ada di kota-kota. UU No. 12 th 2011 mensyebutkan bahwa salah satu asas dalam pembentukan perundangan yang baik adalah bahwa peraturan perundang-undangan itu dapat dilaksanakan hukum yg mana yg dipakai, lex spesialis derogate legi generali atau lex posterior derogate legi priori? Perlu dikaji ulang agar lebih bisa dipenuhi dan dilaksanakan namun harus tetap mengutamakan kualitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat. 5 Audit Medis UU 29/2004, UU 44/2009, PERPRES 12/2013 dan 111/2013 PMK 755/2011, PMK 71/2013, PMK 99/2015 Per BPJS 1/2014 6 Rujukan Berjenjang UU 44/2009, PMK 01/2012, PMK 24/2014, PMK 56/2014 PP 93/2015 PERPRES 111/2013 telah menghapus ps. 44 PERPRES 12/2013, dan menambahkan ps. 43A yg maknanya berbeda dg berbeda dg ps. 44 PMK No. 12 th 2013. Sehingga PMK 71/2013 dan Per BPJS No1/2014 seharusnya juga direvisi agar sesuai dg jiwa ps. 43A Perpres No. 111 th 2013. Sayangnya PMK No. 99/2015 sebagai perubahan atas PMK No. 71 th 2013 tdk merevisi ps. 36 dan 37 dalam PMK No. 71 th 2013 itu sendiri. Menurut UU 44/2009, RS mempunyai fungsi utk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tingkat kedua dan ketiga. Dengan demikian maka setiap RS apapun Kelas RS tsb., mempunyai kewajiban menjalankan fungsinya sbgmana diatur dlm UU tsb, shg mestinya tidak ada satupun RS yg dikatagorikan sbg pelayanan tingkat pertama. Dlm bbp PMK tsb ada RS Pratama (PMK 001/2012), RS Klas D Pratama (PMK 71/2013) yg digolongkan BPJS Kesehatan masih menganggap bhw mereka punya kewenangan utk audit medis sebagaimana yg diatur di dalam PMK71/2013 dan Per BPJS No. 1/2014 Menimbulkan kerancuan baik dlm pelayanan rujukan maupun klaim dalam program JKN. Perlu dilakukan harmonisasi agar tidak menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum. Djoko W Page 2

dlm pelayanan tingkat pertama. Bahkan di dalam PP No. 93 th 2015 RS Utama DIHARUSKAN melaksanakan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan pelayanan kesehatan tersier Di dalam PMK No. 001 th 2012 juga dimungkinkan bhw dari faskes tingkat pertama selain merujuk ke faskes tingkat kedua, TETAPI juga boleh langsung ke faskes tingat ketiga. UU 44/2009 dan PMK 56/2014 tidak jelas mengatur tentang jenjang RS primer, sekunder dan tersier. Disamping itu PMK No. 56/2014 juga tidak mengatur kewenangan masing-masing Kelas RS sehingga tidak ada kejelasan tentang batas kewenangan masingmasing Kelas RS. 7 Pengajuan izin mendirikan Rumah Sakit PMK 56/2014 Perlu kepastian siapa sebenarnya yg berhak mengajukan izin pendirian RS pemilik atau pengelola RS karena di dalam ps. 67 disebutkan bahwa Pemilik ATAU Pengelola yang akan mendirikan RS mengajukan permohonan Ijin Mendirikan dst. Sementara di dalam ps. 63 jelas menyebut bhw Ijin Mendirikan diajukan oleh pemilik, Ijin Operasional oleh Pengelola RS. Perbedaan pengaturan dlm Ps. 63 vs Ps 67. Perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kerancuan bagi pelaksana dilapangan. 8 Melihat Rekam Medik (rahasia kedokteran) PMK 71/2013,Per BPJS 1/2014, Panduan Praktis Teknis Verifikasi Klaim dan Perpres 19/2015 Verifikator BPJS bukan Tenaga Kesehatan ttp kenapa diberi kewenanganan utk melihat Rekam Medik. Perpres No.19 th 2015 jelas menyebutkan bhw BPJS hanya dpt meminta dlm bentuk resume medis Perlu dilakukan harmonisasi pengaturan yg ada di PMK No. 71 th 2013, Per BPJS No. 1 th 2014 dan jg Panduan Praktis Teknis Verfikasi Klaim dengan Pepres No 19 th 2015 utk meghindari ketidak pastian hukum 9 Pelimpahan Kewenangan PMK 2052/2011, UU 36/2014 dan Pelimpahan kewenangan yg diatur di dlm PMK Adanya ketidak jelasan ketentuan Djoko W Page 3

UU 38/2014 UU 36/2014 2052/2011 dan UU No. 36 th 2014 tidak jelas jenisnya. Apakah pelimpahan delegasi ataukah pelimpahan mandat. Berdasarkan Hukum Administrasi, kalau dilihat dari uraiannya, sepertinya pelimpahan sebagaimana yang dimaksud di dalam PMK No. 2052 th 2011 dan UU No. 36 tahun 2014 adalah pelimpahan mandat. Pertanyaannya adalah, apakah tenaga medis tidak bisa memberikan pelimpahan delegasi kepada tenaga kesehatan lain? Kenyataannya di dalam UU No. 38 th 2014 menyebutkan bhw ternyata tenaga medis dapat melimpahkan pelimpahan kewenangan delegasi atau mandat. Kenapa UU No. 36 th 2014 ps. 65 ayat (1) dan(2) hanya mengelaborasi tenaga kefarmasian saja? Padahal pada ps. 65 ayat (1) disebutkan bhw tenaga kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. pelimpahan kewenangan yg diatur di dalam PMK No. 2052 th 2011 dan UU No. 36 th 2014. Apakah pelimpahan kewenangan yg dimaksud adalah kewenangan mandat atau kewenangan delegasi? Ataukah bisa keduanya? 10 Pengaturan Hak & Kewajiban Pasien UU No. 44/2009 Ps. 31 dan 32 Hak Pasien diatur dlm ps. 32 UU No. 44 th 2009, sedangkan kewajiban pasien diatur dlm PMK No. 69 th 2014. Hal ini menimbulkan perlakuan diskriminatif/ perlakuan ketidak adilan Seyogyanya antara hak dan kewajiban diatur di dalam ketentuan peraturan perundangan yang sama/sama kedudukan hukumnya. Pengaturan antara hak dan kewajiban pasien tidak diatur di dalam ketentuan perundangan yang sama/setara kedudukan hukumnya. Seharusnya asas-asas di dlm pembentukan peraturan perundangundangan sebagaimana disebutkan did lm UU No. 12 th 2011 a.l. yaitu asas keadilan, keseimbangan, keserasian dan asas keselarasan, tetap dijaga 11 Pengertian Rumah Sakit UU No. 44/2090 Ps. 23, dan Ada ketidak konsistenan antara 2 UU tsb dimana UU Adanya kekurang cermatan dalam Djoko W Page 4

Pendidikan UU No. 20/2012 Ps. 1(15) No.44/2009 tdk menyebut adanya fungsi pelayanan kesehatan pada RS Pendidikan. Walaupun secara logika tidaklah mungkin penyelenggaraan sebuah RS tanpa adanya pelayanan kesehatan. 12 Urun Biaya dalam JKN UU No. 40/2004 UU No. 40/2004 Ps. 22 ayat (2) dan (3) menyebutkan bhw utk pelayanan yg dpt menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya. Ayat (3) menyebut bhw ketentuan lebih lanjut ttg pelayanan kesehatan dan urun biaya akan diatur lebih lanjut dlm Perpres. Penjelasan ps. 22 ayat (2) menyebutkan bhw jenis pelayanan yg dimaksud adl pelayanan yg membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta) misalnya pemakaian obat-obat suplemen, PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN TINDAKAN YG TIDAK SESUAI DG KEBUTUHAN MEDIK. perumusan pasal dalam UU No. 44 th 2009 tentang pengertian RS Di dalam penjelasan UU 40/2004 Ps. 22 disebutkan bhw urun biaya harus merupakan bagian dari pengendalian. Perlu didorong dikeluarkannya Perpres yg mengatur ttg urun biaya sesuai amanah UU No. 40 th 2004 ps. 22 dan penjelasannya tidak hanya yg berkaitan dg tariff kamar bagi yg naik kelas sebagaimana yg saat ini diatur di dlm Perpres. 13 Besaran premi Perpres No. 111/2013 Perpres No. 19/2016 Perpres No. 28/2016 Ada perbedaan besaran premi PBI yg dibayar oleh pemerintah(perpres No. 19/2016 ps.16a) dg besaran premi yg dibayar oleh masyarakat utk mendptkan fasilitas rawat inap yg sama (klas III). Perbedaan besaran premi ini memberi kesan pemerintah telah memberikan beban yg berlebih kepada rakyatnya dibanding beban pemerintah utk mendapatkan fasilitas yg sama. Sebaiknya sesuai dg asas keadilan yg ada di dalam asas pembentukan peraturan perundangan UU 12/2011, besaran premi PBI yg dibayar oleh pemerintah sama dengan besaran yg dibayar oleh rakyat untuk mendapatkan perawatan klas III. Ada nuansa ketidak adilan Djoko W Page 5

14 Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012 (Per KKI No. 11 th 2012 ttg SKDI) Per KKI 11/2012vs KMK 514/2015 Belum semua 144 jenis penyakit dg tingkat kompetensi 4 yg ada di dlm Per KKI No. 11 th 2012 ttg SKDI sdh semuanya msk dlm KMK No. 514 th 2015,ada sekitar 16 jenis penyakit yg blm msk yaitu: 1.mabuk perjalanan, 2.pertusis, 3.kandidiasis mulut, 4.infeksi pd umbilikus, 5.sindroma duh (discharge) genital, 6.vaginosis bakterialis, 7.salfingitis, 8.abses folikel rambut, 9.dm tipe-1, 10.def vit, 11.def mineral, 12.ulkus pd tungkai, 13.kandidosis mukokutan ringan, 14.dermatitis atopik kecuali recalcitrant, 15.kekerasan tumpul, dan 16.kekerasan tajam Ternyata di dlm KMK No. 514 th 2015 tidak saja berisi jenis penyakit dg tingkat kompetensi 4, tetapi juga ada 3A, 3B dan bahkan tingkat kompetensi 2 KMK No. 514/2015 selain tidak sinkron dg Per KK No. 11 th 2012 juga dg PMK No. 1438 th 2010 Disamping itu KMK No. 514 th 2015 juga blm menjawab Per KKI No 11/2012 krn blm semua 144 jenis penyakkt dlm SKDI ada di dlm KMK tsb. Perlu dilakukan penyempurnaan. Adanya perbedaan tingkat kompetensi yg ada di dlm Per KKI No. 11 th 2012 dg KMK No. 514 th 2015 misalnya: Di dlm KMK 514/2015 sifilis stad 1-2: L3A (SKDI L 4A) episkleritis : L3A (SKDI L 4A) fix drug eruption:l4a (SKDI tidak L 4A) Djoko W Page 6

KMK 514/2015 vs PMK 1438/2010 15 Tarif Klas III UU No. 44 th 2009 vs PERPRES N0. 12 TH 2013 Disamping itu KMK No. 514 th 2015 ttg PPK Bagi Dokter di FASKES Tingkat Pertama juga tidak sinkron dg PMK No. 1438 th 2010, karena berdasarkan PMK No. 1438 th 2010 sebenarnya PPK adalah rumpunnya SPO dan SPO adalah ranahnya Pimpinan FASKES. Sehingga pengaturan PPK di dlm KMK tsb akan membingungkan para Pimpinan FASKES Perpres no. 12 th 2013 Ps. 37 ayat (1) menyebutkan bhw besaran pembayaran kepada faskes ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dg asosiasi faskes di wilayah tsb dg mengacu pd standar tariff yg ditetapkan menteri. Ps. 39 ayat (1) menyebutkan bhw BPJS Kesehatan melakukan pembayaran faskes tk pertama berdasarkan kapitasi Ayat (3) menyebutkan bhw BPJS Kesehatan melakukan pembayaran pd faskes tk lanjutan berdasarkan INA CBG s. Sementara UU No.44 th 2009 ps 50, Ayat (1) menyebutkan bhw tariff Klas III RS yg dikelola pemerintah, ditetapkan oleh menteri Ayat (2) besaran tariff klas III RS yg dikelola oleh PEMDA ditetapkan dengan PERDA Besaran tariff klas III RS selain RS sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan RS dg memperhatikan besaran tariff sebagaimana dimaksud pd ayat (2) Secara hierarki hukum perintah UU kedudukannya lebih tinggi dibanding perintah PERPRES. Jadi mestinya tariff klas III RS PEMDA dan swasta acuannya adl spt yg diatur dlm UU No. 44 th 2009. 16 Pembinaan profesi dan Etik Profesi UU No. 29/2004 vs PMK No. 71/2013 UU No.29/2004 ps. 54 menyebutkan bahwa pembinaan profesi dilakukan oleh KKI dan profesi. Sementara PMK No. 71/2013 menyebutkan bhw pembinaan etika dan disiplin oleh TKMKB. Perlu pembenahan agar tidak menjmbulkan kerancuan. Seyogyanya peraturan dengan hierarki lebih rendah tidak boleh bertentangan dg Djoko W Page 7

Pengaturan pembinaan profesi yang ada di dalam PMK No. 71 th 2013 ini tdk sesuai dg UU No. 29 th 2004 dan menimbulkan kerancuan dan kebingungan 17 Standar Pemeriksaan TKI Perpres No. 64/2011 Di dalam Perpres No. 64/2011 pemeriksaan Calon TKI dilakukan oleh Sp PD. Sementara ada kewenangan Dokter yg diatur di dalam pasal 35 UU No. 29/2004. peraturan yg diatasnya. Apakah dokter tidak diberi kewenangan untuk memeriksa Calon TKI? 18 Telemedicine PMK 269/2008, Hasil Survey WHO th 2015, WMA Statement on Guiding Principles for the Use of Telehealth for the Provision of Health Care. Penggunaan telemedicine di belahan dunia sdh cukup lama dilakukan. Survey WHO yg dipublikasikan 2010 menyebut regional SEARO ternyata mempunyai tingkat respon rate tertinggi yaitu 73% disbanding regional yg lain. Di Indonesia praktik telemedicine jg sdh mulai dilakukan sejak bbp tahun belakangan ini. Perlu pengaturan praktik telemedicine di Indonesia. Di dalam WMA Assembly yang ke 60 di New Delhi India tahun 2009 telah mengeluarkan WMA Statement on Guiding Principles for the Use of Telehealth for the Provision of Health Care. WMA mengingatkan bhw ada isu etika dan hukum di dalam praktik telemedicine yg perlu diperhatikan. Sayangnya, hingga saat ini kelihatannya blm ada aturan ttg praktik telemedicine di Indonesia. Semarang, 25 Juni 2016 Djoko W Page 8