ALTERNATIF MODEL PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

dokumen-dokumen yang mirip
MENGUKUR KINERJA ALGORITMA GENETIK PADA PEMAMPATAN MATRIKS JARANG

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

PENEMPATAN MAHASISWA PESERTA MATA KULIAH UMUM DENGAN ALGORITMA GENETIK DI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

PEMAKAIAN ALGORITMA GENETIK UNTUK PENJADWALAN JOB SHOP DINAMIS NON DETERMINISTIK

PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL

Bab II. Tinjauan Pustaka

ALGORITMA GENETIK SEBAGAI FUNGSI PRUNING ALGORITMA MINIMAX PADA PERMAINAN TRIPLE TRIAD CARD.

CRYPTANALYSIS HOMOPHONIC SUBSTITUTION CIPHER DENGAN ALGORITMA GENETIK

Pengukuran Kualitas Jadwal Awal Pada Penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik Berbasis Algoritma Genetik

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

Lingkup Metode Optimasi

PENGENALAN ANGKA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK. Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG

R.Fitri 1, S.Novani 1, M.Siallagan 1

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi

BAB III. Metode Penelitian

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK PADA PERMAINAN CATUR JAWA

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Alat transportasi ini memiliki

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENJADWALAN UJIAN AKHIR SEMESTER DENGAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNESA)

Penerapan Algoritma Genetika dalam Job Shop Scheduling Problem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

BAB II LANDASAN TEORI

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas.

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM MENENTUKAN SPESIFIKASI PC BERDASARKAN KEMAMPUAN FINANSIAL KONSUMEN

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

Bab II Konsep Algoritma Genetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

PERANCANGAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK. Kata kunci: Algoritma Genetika, Shortest Path Problem, Jalur Terpendek

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI POLA PENYUSUNAN BARANG DALAM RUANG TIGA DIMENSI ABSTRAK

Prosiding Matematika ISSN:

Pencarian Rute Optimum Menggunakan Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI DENGAN MENGUNAKAN PENYELEKStAN RODA ROULETTE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI

Sistem Penjadwalan Outsourcing Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus : PT. Syarikatama)

OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 kv DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI FUZZY DAN ALGORITMA GENETIKA

BAB II LANDASAN TEORI. Evolutionary Algorithm merupakan terminologi umum yang menjadi payung

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENJADWALAN MATA KULIAH

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN

BAB III Analisis. Gambar III.1 Rancangan Pemrosesan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENALAN ALGORITMA GENETIK

PENYELESAIAN MINIMUM SPANNING TREE (MST) PADA GRAF LENGKAP DENGAN ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN TEKNIK PRUFER SEQUENCES

BAB II LANDASAN TEORI

Penyelesaian Puzzle Sudoku menggunakan Algoritma Genetik

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

BAB 2 LANDASAN TEORI

TAKARIR. algorithm algoritma/ kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. kesalahan program

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM

OTOMASI PENJADWALAN KEGIATAN PRKULIAHAN DI PERGURUAN TINGGI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA ( STUDI KASUS STIKI )

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI SKRIPSI

1 Array dan Tipe Data Bentukan

BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING. Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIK DENGAN PEMODELAN DUA TINGKAT DALAM PERMASALAHAN PENJADWALAN PERAWAT PADA UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM XYZ SURABAYA

Transkripsi:

ALTERNATIF MODEL PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Nico Saputro dan Ruth Beatrix Yordan Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Katolik Parahyangan, Bandung 40141 - INDONESIA Email : nico@home.unpar.ac.id Intisari Makalah ini menyodorkan alternatif lain pemampatan matriks jarang dengan memakai algoritma genetik. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Aritonang [1], elemen nol pada kolom pertama dianggap sebagai elemen dummy dan turut disimpan pada hasil pemampatan. Pada makalah ini elemen dummy tersebut tidak digunakan sehingga diperoleh hasil pemampatan yang lebih kecil Kata kunci : Matriks Jarang, algoritma genetik, elemen dummy Abstract This paper discusses an alternative of sparse matrix compression using genetic algorithm. In the last research, we assumed the zero elements at the first column as a dummy element and included in the compressed result.in this paper, we do not use the dummy element to make the compressed result smaller. Key words : sparse matrix, dummy element, genetic algorithm Diterima : 17 Juni 2005 Disetujui untuk dipublikasikan : 25 Juli 2005 1. Pendahuluan Pada penelitan sebelumnya [1] telah dapat dibuktikan bahwa matriks jarang dapat dimampatkan dengan menggunakan algoritma genetik. Pada penelitian tersebut, elemen nol pada kolom pertama dianggap sebagai bukan bernilai nol dan disebut sebagai elemen dummy. Elemen dummy tersebut selanjutnya disimpan pada hasil pemampatan. Tujuan penggunaan elemen dummy tersebut adalah untuk mempermudah proses dekompresi. Adanya elemen dummy membuat pemampatan menjadi kurang optimal karena elemen nol yang seharusnya tidak perlu disimpan, terpaksa disimpan agar proses dekompresi dapat dilakukan. Makalah ini memberikan alternatif pemampatan matriks jarang dengan algoritma genetik tanpa menggunakan elemen dummy dan proses dekompresi tetap dapat dilakukan. 99

100 2. Pemampatan Matriks Jarang Pemampatan matriks jarang adalah proses mengubah representasi dari matriks (array 2 dimensi) menjadi array 1 dimensi dengan menyimpan hanya elemen-elemen tidak nol. Misalkan diketahui suatu matriks jarang seperti pada Gambar 1. 0 5 0 0 0 0 0 10 0 0 0 5 0 0 0 5 7 0 0 0 8 9 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 9 0 7 0 0 0 0 0 83 2 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 21 0 24 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 Gambar 1 : Contoh matriks jarang 10 x 10 Gambar 1 memperlihatkan matriks jarang 10 x 10 dengan 19 buah elemen tidak nol. Untuk memampatkan matriks jarang tersebut ke dalam array 1 dimensi cukup disimpan 19 buah elemen tidak nol tersebut ke dalam array 1 dimensi sehingga diperoleh panjang array 1 dimensi adalah 19. Akan tetapi hasil kompresi tersebut tidak dapat digunakan untuk memperoleh kembali matriks jarang (tidak dapat di-dekompresi). Agar hasil kompresi dapat di-dekompresi, penelitian sebelumnya memakai 2 buah array 1 dimensi yang disebut array hasil dan array posisi. Array hasil dipakai untuk menyimpan elemen-elemen baris dari matriks jarang. Array posisi dipakai untuk mencatat nomor baris matriks jarang asal dari elemen tidak nol yang disimpan di array hasil [1]. Gambar 2 menunjukkan contoh dari isi array hasil dan array posisi ketika baris ke-4 dari matriks jarang di Gambar 1 yang pertama ditempatkan di array hasil. Gambar 2 : kondisi awal array kondisi setelah penempatan baris 4. Saat dilakukan dekompresi, suatu elemen di array hasil dianggap sebagai elemen pertama dari suatu baris di matriks jarang ketika angka yang berada di kolom array posisi yang bersesuaian merupakan angka pertama yang ditemukan. Jadi saat dilakukan dekompresi, angka 9 di kolom pertama array hasil merupakan elemen pertama dari matriks jarang di baris ke-4 karena pada kolom yang bersesuaian (kolom 1) di array posisi berisi angka 4 (lihat Gambar 2). Muncul masalah ketika di suatu baris elemen pertamanya nol. Misalkan baris 2 dari matriks jarang di Gambar 1 disimpan seperti terlihat pada Gambar 3a. Gambar 3 : elemen pertama nol elemen pertama nol sebagai dummy Saat dilakukan dekompresi, angka 5 di kolom kedua array hasil akan dianggap sebagai elemen pertama dari matriks jarang di baris 2. Oleh karena itu, elemen nol di kolom pertama dianggap sebagai elemen dummy. Gambar 3b. Memperlihatkan isi array hasil dan array posisi ketika dipakai elemen dummy. 100

Alternatif model pemampatan yang dibahas pada makalah ini tetap memakai 2 buah array 1 dimensi yaitu array hasil dan array posisi. Array hasil tetap dipakai untuk menyimpan elemen-elemen baris tidak nol dari matriks jarang, sedangkan array posisi selain menyimpan nomor baris juga nomor kolom. Nomor kolom akan disimpan di array posisi ketika baris tersebut elemen pertamanya nol dan nomor kolom tersebut menunjukkan posisi pertama elemen tidak nol di baris tersebut. Gambar 4 : Pemampatan tanpa elemen dummy Gambar 4 memperlihatkan isi array hasil dan array posisi saat menyimpan baris ke- 2 dari matriks jarang di Gambar 1. Tanda digunakan untuk memisahkan antara nomor baris dan nomor kolom. Isi array posisi kolom pertama adalah 2 2, yang berarti baris ke 2 kolom ke 2. Gambar 5 menunjukkan perbandingan isi array hasil dan array posisi untuk pemampatan dengan elemen dummy dan tanpa elemen dummy. Matriks jarang yang akan dimampatkan seperti pada Gambar 1 dan urutan baris yang ditempatkan di array hasil secara berturutan adalah baris ke 5, 2, 3, 1, 4, 7, 9, 8, 6, dan terakhir baris ke-10. Pada kasus ini, panjang array hasil pemampatan dengan menggunakan elemen dummy adalah 26, sedangkan panjang array hasil pemampatan tanpa elemen dummy adalah 21. 10 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 6 7 0 0 21 0 24 0 0 0 0 8 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 9 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 4 9 0 9 0 7 0 0 0 0 0 1 0 5 0 0 0 0 0 10 0 0 3 8 9 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 0 5 7 0 0 0 5 83 2 0 0 0 0 0 0 0 0 array hasil array posisi 83 2 0 5 8 9 5 5 7 9 0 9 10 7 17 11 0 0 7 0 12 21 0 24 0 6 5 5 2 2 3 3 1 2 2 4 7 4 1 4 7 9 8 10 6 8 6 6 10 101

102 10 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 6 7 0 0 21 0 24 0 0 0 0 8 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 9 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 4 9 0 9 0 7 0 0 0 0 0 1 0 5 0 0 0 0 0 10 0 0 3 8 9 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 0 5 7 0 0 0 5 83 2 0 0 0 0 0 0 0 0 array hasil array posisi 83 2 5 8 9 5 5 7 9 17 9 10 7 11 12 7 6 21 24 5 5 2 2 3 3 1 2 2 2 4 7 5 4 1 4 9 8 5 6 10 9 6 6 Gambar 5 : Perbandingan pemampatan dengan elemen dummy dan tanpa elemen dummy dengan elemen dummy tanpa Elemen dummy 3. Pemodelan ke Dalam Algoritma Genetik Gambar 5b menunjukkan salah satu contoh penempatan baris-baris matriks jarang ke dalam array hasil. Urutan penempatan yang berbeda dapat menghasilkan panjang array hasil yang berbeda pula. Algoritma genetik dipergunakan untuk mencari urutan penempatan yang terbaik sehingga dihasilkan panjang array hasil yang seminimal mungkin. 3.1 Representasi Kromosom Representasi ke bentuk kromosom untuk pemampatan tanpa elemen dummy tidak ada bedanya dengan pemampatan dengan elemen dummy. Posisi gen dalam kromosom atau disebut juga locus mewakili urutan penempatan baris. Locus paling kiri mewakili urutan penempatan baris yang pertama dan locus paling kanan mewakili urutan penempatan baris yang terakhir. Nilai gen atau disebut juga allele merepresentasikan nomor baris. Sebagai contoh, urutan penempatan pada Gambar 5, dapat dinyatakan dalam bentuk kromosom seperti pada Gambar 6. Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Allele 5 2 3 1 4 7 9 8 6 10 Gambar 6 : Contoh representasi kromosom dari Gambar 5. 3.2 Fungsi Fitness Untuk mengukur fungsi objektif dari tiap kromosom dalam populasi digunakan fungsi fitness. Fungsi fitness dihitung dengan rumus : banyaknya elemen tidak nol panjang array 1 dimensi (1) Nilai fitness terletak antara 0 dan 1, kromosom yang semakin baik, memiliki nilai fitness yang semakin besar. Kromosom terbaik memiliki nilai fitness = 1 [1] atau dengan kata lain panjang array hasil sama dengan banyaknya elemen tidak nol. 3.3 Operator Genetik Sebagian besar operator genetik yang dipakai sama seperti penelitian sebelumnya, yang berbeda hanya metode reproduksi dan crossover yang dipergunakan. 102

Metode reproduksi yang digunakan adalah gabungan metode elitism dan rank selection. Elitism dipakai untuk menjaga agar kromosom terbaik dari suatu generasi akan tetap bertahan di generasi selanjutnya. Rank Selection dipakai untuk memilih kromosom yang akan diproses lebih lanjut oleh operator pindah silang dan mutasi. Metode pindah silang yang digunakan adalah Precedence Preservative Crossover (PPX). Pada PPX, kromosom baru disusun secara acak dari allele kromosom-kromosom induk. Angka acak 1 atau 2 dipakai untuk memilih induk kromosom. Jika didapat angka 1 maka diturunkan allele paling kiri dari induk kromosom pertama, jika didapat angka 2 maka diturunkan allele paling kiri dari induk kromosom kedua. Selanjutnya allele yang terpilih tadi dihapus dari kedua induk kromosom. Proses dilakukan sampai gen-gen di kedua induk habis [2]. Sebagai contoh, Gambar 7a memperlihatkan 2 induk kromosom yang akan di crossover dan misalkan telah diperoleh 10 buah angka secara acak {1,2,2,1,2,2,1,2,1,2}. Hasil pindah silang memakai metode PPX dapat dilihat pada Gambar 7b. Induk A 9 8 4 5 6 7 1 3 2 10 Induk B 8 7 1 2 3 10 9 5 4 6 Anak C 9 8 7 4 1 2 5 3 6 10 Gambar 7 : kromosom induk A & induk B, dan kromosom hasil mutasi Terlihat pada kromosom anak, gen pertama diturunkan dari induk A, gen kedua dan ketiga diturunkan dari induk B, gen keempat dari induk A, dst. Metode mutasi yang digunakan adalah remove and insert [1]. Pada metode ini pemindahan dan penyisipan gen dilakukan secara acak. Sebuah posisi gen dipilih secara acak kemudian gen di posisi tersebut dihapus. Sebuah posisi gen baru dipilih lagi secara acak kemudian gen yang dihapus tersebut disisipkan di posisi tersebut. Gambar 8 memperlihatkan proses mutasi dimana gen di posisi ke-5 dihapus kemudian disisipkan diposisi ke-7. Anak C 9 8 7 4 1 2 5 3 6 10 Posisi Gen 5 7 Hasil Anak C 9 8 7 4 2 5 1 3 6 10 Gambar 8 : Contoh Mutasi 3.4 Parameter Genetik Parameter Genetik berguna dalam pengendalian operator-operator genetik. Parameter yang digunakan adalah ukuran populasi, jumlah generasi, probabilitas Crossover (Pc), dan probabilitas Mutasi (Pm). Tidak ada aturan pasti tentang berapa nilai setiap parameter ini [3]. 4. Hasil Eksperimen Ada 2 eksperimen yang dilakukan. Eksperimen pertama untuk melihat apakah pemampatan matriks jarang tanpa elemen dummy dapat menghasilkan panjang array hasil sama dengan banyaknya elemen tidak nol. Jadi dapat diperoleh kromosom dengan nilai fitness = 1. Eksperimen kedua untuk membandingkan hasil pemampatan keseluruhan (ukuran array hasil dan ukuran array posisi) hasil pemampatan memakai algoritma genetik tanpa elemen dummy dan dengan elemen dummy. 4.1 Eksperimen I Pada eksperimen ini digunakan matriks jarang berukuran 1000 x 1000, dengan banyaknya elemen tidak nol yang bervariasi antara 0.05% s/d 0.75% dari ukuran matriks jarang. Elemen-elemen tidak nol tersebut disebarkan secara acak pada matriks jarang. Untuk banyaknya elemen tidak nol tertentu, dilakukan percobaan sebanyak 20 kali kemudian dihitung berapa kali percobaan yang 103

104 dapat menghasilkan nilai fitness 1 dan rata-rata generasi untuk mendapatkan nilai fitness 1 tersebut. Parameter genetik yang dipakai pada eksperimen ditetapkan sebagai berikut : ukuran populasi 10, jumlah generasi = 100, Probabilitas crossover (Pc) = 0.8, Probabilitas mutasi (Pm) = 0.01. Selain itu, ditetapkan juga bahwa banyaknya elitism = 1. Tabel 1 merangkum hasil eksperimen I. Banyak elemen tidak nol diperoleh kromosom bernilai fitness = 1 Banyaknya generasi Min Maks Rata- Rata nilai fitness (dari 20 percobaan) Jumlah percobaan Min Maks Rata- Rata 500 1 19 4.53 15 0.747 1.000 0.976 750 2 45 17.71 6 0.555 1.000 0.934 1000 37 55 45.67 3 0.606 1.000 0.836 1500 47 68 57.5 2 0.627 1.000 0.789 2500 78 78 78 1 0.659 1.000 0.805 3000 67 67 67 1 0.507 1.000 0.808 5000 87 87 87 1 0.545 1.000 0.819 7500 na na na 0 0.498 0.945 0.748 Tabel 1 : Hasil eksperimen I Rata-rata fitness 1 0.8 0.6 0.4 500 750 1000 1500 2500 3000 5000 7500 Banyaknya elemen tidak nol dengan nilai fitness=1. Gambar 9 grafik rata-rata fitness untuk beragam variasi banyaknya elemen tidak nol juga menunjukkan hal tersebut. Semakin banyak elemen tidak nol, semakin kecil rata-rata nilai fitness terbaik yang diperoleh. Dengan kata lain, semakin banyak elemen tidak nol, semakin panjang array hasilnya. Gambar 9 : Grafik rata-rata fitness (dari 20 percobaan). Terlihat pada tabel 1, pada jumlah elemen tidak nol = 500, dari 20 kali percobaan, 15 kali percobaan berhasil memperoleh nilai fitness 1 (75% keberhasilan). Akan tetapi seiring dengan semakin banyaknya elemen tidak nol, tingkat keberhasilan mendapatkan kromosom bernilai fitness = 1 semakin kecil. Bahkan pada saat banyaknya elemen tidak nol = 7500 (0.75% dari ukuran matriks jarang), tidak berhasil ditemukan kromosom 4.2 Hasil Eksperimen II Kegunaan pemampatan tabel jarang adalah untuk memperkecil ukuran file tempat menyimpan matriks jarang. Pada eksperimen ini dibandingkan hasil pemampatan dari algoritma genetik dengan elemen dummy dan tanpa elemen dummy. Pada kedua metode pemampatan (dummy dan tanpa dummy) ini, file hasil pemampatan tersebut menyimpan informasi berupa ukuran matriks jarang, array hasil, dan array posisi. 104

Parameter genetik yang digunakan pada eksperimen II ditetapkan sebagai berikut : ukuran populasi = 100, jumlah generasi = 100, probabilitas crossover = 0.8, dan probabilitas mutasi = 0.01. Sedangkan jumlah elitism yang dipakai adalah 5. Untuk setiap ukuran matriks jarang dan banyaknya elemen tidak nol tertentu, percobaan dilakukan sebanyak 10 kali. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan ukuran file penyimpanan matriks jarang tanpa pemampatan, pemampatan dengan elemen dummy dan tanpa menggunakan elemen dummy. Ukuran Matriks Jarang 10 x 10 500 x 500 Banyak Elemen tidak nol 19 2500 10000 Ukuran file asli 1 333 Ukuran File hasil kompresi Panjang Array Hasil Dengan dummy Tanpa dummy Dengan dummy tanpa dummy Min Max Avg Min Max Avg Min Max Avg Min Max Avg 89 251 158 491 29.1 499 165.8 89 158 29.6 166 89 24 158 155.98 125 29.3 28.5 24 131 28.8 146 146.5 24 125.6 28.71 146.18 10 10 10.0 1 25 25 25.0 19 5172 5294 5227.5 4203 29924 29999 29945.1 28444 1 1.0 20 19.1 4285 4241.8 29947 28281.8 1000 x 1000 10000 1.91 Mb 127 128 127.1 103 103 103 24378 24576 24466.0 18984 20000 1.974 367 368 367.1 303 303 303 62113 62311 62201.0 58572 Mb 18998 18990.9 58586 58578.9 Tabel 2 : Perbandingan ukuran file hasil pemampatan Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pemampatan matriks jarang tanpa elemen dummy dapat menghasilkan pemampatan yang lebih baik daripada menggunakan elemen dummy. Hal ini dapat dilihat baik dari ukuran file hasil kompresi maupun panjang array hasil. 5. Kesimpulan Hasil eksperimen menunjukkan bahwa alternatif model pemampatan matriks jarang dengan algoritma genetik tanpa elemen dummy dapat menghasilkan panjang array hasil pemampatan sama dengan banyaknya elemen tidak nol. Ukuran file hasil pemampatan dengan metode tanpa elemen dummy juga lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan elemen dummy. 6. Daftar Pustaka [1] Aritonang, J., Saputro, N., Mengukur Kinerja Algoritma Genetik Pada Pemampatan Matriks Jarang, Integral, Vol. 10, No. 1, 46-52, 2005. [2] Saputro, N., Yento, Pemakaian Algoritma Genetik untuk Penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik, Jurnal Teknik Industri, Vol 6, No. 1, 61-70, 2004 [3] Koza, J., Genetic Algorithm, http://cs.felk.cvut.cz/~xobitko/ga, Oktober 2004. 105