ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE

dokumen-dokumen yang mirip
Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA OLEH FITRIYANI SOLEHAH H

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC)

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000.

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PDAM DKI JAKARTA SETELAH ADANYA KONSESI OLEH RETNO TRIASTUTI H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari keuntungan, Namun untuk mencegah terjadinya persaingan. tidak sehat dalam dunia penerbangan.

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anisa Rosdiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI KINERJA SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL OLEH IKA SARI WIDAYANTI H

BAB I PENDAHULUAN.

ANALISIS KINERJA EKONOMI DAN POTENSI KEUANGAN DAERAH KOTA BOGOR SEBELUM DAN SELAMA DESENTRALISASI FISKAL OLEH DHINTA RACHMAWATI H

pada persepsi konsumen.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i DAFTAR ISI... i DAFTAR LAMPIRAN... iv Sistematika Pembahasan BAB III... Error! Bookmark not defined.

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

BAB V PENUTUP. Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik. Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sangat pesat telah mengubah laju

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H

ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2010, Indonesia yang memiliki populasi 237 juta jiwa

TIPOLOGI DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH : CORNELES BULOHLABNA H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1.

Definisi Pasar Monopoli

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap jasa penerbangan sebagai moda transportasi yang cepat dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI H

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE 2001-2005 OLEH: TIKA WULANDARI H14103106 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

RINGKASAN TIKA WULANDARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005 (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO). Sektor transportasi merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektornya adalah sektor transportasi udara yaitu industri penerbangan domestik. Adanya UU No. 5 Tahun 1999 dan deregulasi penerbangan telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini. Kebijakan-kebijakan ini membuat maskapai penerbangan bersaing dalam merebut pangsa pasar melalui strategi tarif. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Jumlah maskapai penerbangan yang meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan harga tarif pun bervariasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam periode 2001-2005. Selain itu juga akan dilihat bagaimana perkembangan industri penerbangan di Indonesia. Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam digunakan Model Paul Bauer dengan teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan ratarata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 hingga 2005. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute tujuan Batam adalah jumlah maskapai penerbangan, jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, dan karakteristik bandara kota asal sebagai bandara penghubung atau tidak. Jumlah maskapai penerbangan yang semakin banyak akan menyebabkan rute tersebut menjadi kompetitif dan tarif pun menjadi rendah. Semakin banyak jumlah penumpang, semakin tinggi permintaan terhadap tiket pesawat dan tarif pun naik. Adanya variabel yang tidak sesuai dengan hipotesis untuk jarak tempuh per rute dan PDRB per Kapita kota asal mengindikasikan bahwa tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan juga mempertimbangkan keputusan yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan lain dan moda transportasi lain. Bertambahnya jumlah penduduk kota asal akan meningkatkan permintaan terhadap jasa penerbangan maka akan menyebabkan kenaikan tarif. Jumlah transit yang bertambah akan menyebabkan tingginya permintaan akan jasa penerbangan sehingga maskapai

penerbangan akan menaikkan tarif. Karakteristik bandara penghubung yang berpengaruh terhadap tarif menunjukkan bahwa dengan adanya bandara yang merupakan HUB akan banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju ke kota lain. Perkembangan Industri penerbangan di Indonesia tiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah maskapai, rute penerbangan, armada pesawat udara, dan jumlah penumpang.

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2007 Tika Wulandari H14103106

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM PERIODE 2001-2005 Oleh TIKA WULANDARI H14103106 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : TIKA WULANDARI Nomor Registrasi Pokok : H14103106 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005 dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec. NIP. 131 644 945 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Tanggal Kelulusan: Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP. 131 846 872

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005. Industri penerbangan merupakan topik yang sangat menarik karena memiliki peranan yang sangat potensial dalam sektor transportasi di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Otorita Batam. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jaenal Effendi, M.A., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari peserta pada Seminar Hasil penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada mereka. Penulis juga berterimakasih kepada temen-temen di Pondok Diastin yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tidak mudah menyerah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh anak Riau di Bogor atas kekeluargaan yang telah terjalin selama ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Indra Hardi dan Ibu Narti serta saudara-saudara penulis. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, 25 Juli 2007 Tika Wulandari H14103106

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pekanbaru, 9 April 1985 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Indra Hardi dan Narti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pekanbaru pada tahun 1997, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2000 dan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Semasa kuliah penulis pernah menjadi Guru Tambahan dalam Program BEM KM IPB sebagai salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain itu juga pernah menjadi panitia Gebyar Nusantara 2005 dan 2006 dalam memperingati Dies Natalis IPB perwakilan dari Organisasi Mahasiswa Daerah.

UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penhargaan dan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan arahan dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini. 2....atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang skripsi, sumbangan pemikiran dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis. 3....atas kesediaan menjadi dosen penguji wakil komdi pada sidang skripsi. 4. Papa dan Mama untuk doa, nasehat, bimbingan, semangat, dorongan dan bantuan serta kasih sayang yang selalu diberikan tanpa terputus dan tak ternilai. 5. Keluarga tercinta: Bang Anto dan Kak Lia, Bang Joni dan Kak Tati, Hendri, Putri dan semuanya untuk doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis. Keponakanku tersayang Lala, Faathir dan Tasya yang selalu membuat penulis tersenyum. 6. My Love...someone who cares a lot to me and always make me be special. 7. Diastin Family buat semua kebaikan dan kebersamaan selama ini. 8. Seluruh anak Riau di Bogor untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin. 9. Teman-teman IE 40 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, buat semangat dan perjuangan bersama yang kita lakukan untuk menjadi sarjana ekonomi tentunya.

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI......i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penelitian... 8 1.4. Manfaat Penelitian... 8 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10 2.1. Konsep Ekonomi Industri... 10 2.1.1. Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar... 10 2.1.2. Pasar Oligopoli... 16 2.2. Teori Persaingan... 17 2.3. Contestable Market... 19 2.4. Kebijakan Persaingan... 20 2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu... 21 2.6. Kerangka Pemikiran... 22 2.7. Hipotesis... 23 III. METODE PENELITIAN... 27 3.1. Jenis dan Sumber Data... 27 3.2. Model Penelitian Umum... 27 3.3. Metode Analisis Data... 34 3.3.1. Model Data Panel... 35 3.3.2. Uji Kesesuaian Model... 38 3.4 Evaluasi Model... 41 3.5 Batasan Operasional Variabel... 43

ii IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA... 45 4.1. Sejarah Penerbangan Nasional... 45 4.2. Kebijakan Angkutan Udara Komersil... 48 4.3. Perkembangan Deregulasi Angkutan Udara di Indonesia... 53 4.4. Perkembangan Tarif Penumpang Angkutan Udara di Indonesia... 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 59 5.1. Perkembangan Industri Penerbangan Indonesia... 59 5.1.1. Perkembangan Perusahaan Niaga Berjadwal Dalam Negeri... 59 5.1.2. Perkembangan Rute Penerbangan... 59 5.1.3. Perkembangan Armada Pesawat Udara... 60 5.1.4. Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Nasional... 61 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tarif... 63 5.2.1. Hasil Estimasi Model... 63 5.2.2. Interpretasi Model... 67 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 78 6.1. Kesimpulan... 78 6.2. Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA... 80 LAMPIRAN... 82

iii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi... 42 2. Daftar Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal Posisi Desember 2003... 46 3. Pengaturan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal......56 4. Perbedaan Tarif Dasar Km No. 61 Tahun 1996 dan KM No. 9 Tahun 2002... 58 5. Perkembangan Armada Udara Angkutan Udara Berjadwal Tahun 1997-2005......61 6. Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Domestik Berjadwal......62 7. Hasil Estimasi dengan Model Pooled......64 8. Hasil Estimasi dengan Model Fixed......65 9. Perbandingan Penelitian Bauer dengan Penelitian Wulandari......71

iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri... 3 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar... 11 3. Kerangka Pemikiran Konseptual......23

v DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Total... 83 2. Hasil Estimasi Model Bauer... 85 3. Hasil Estimasi dengan Model Pooled... 86 4. Hasil Estimasi dengan Model Pooled (White Heteroskedasticity)... 87 5. Hasil Estimasi dengan Model Fixed... 88

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tanggal 5 Maret 1999 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang no.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun tujuan UU tersebut, seperti dinyatakan dalam pasal 3 adalah: a. mempertahankan kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai sarana untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil. c. Mencegah praktek monopolistik dan atau praktek bisnis yang tidak sehat. d. Mendorong keefektifan dan efisiensi kegiatan bisnis. Bab IV UU ini mengharuskan dibentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas pelaksanaan UU. Hal ini diefektifkan dengan Keppres yang dikeluarkan pada 7 Juni 2000. Lembaga KPPU bertugas menyusun peraturan pelaksana, memeriksa dan menyelidiki serta mengadili pihak-pihak yang melanggar UU No.5 tahun 1999 tersebut, serta memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha di Indonesia. Salah satu sektor yang berubah akibat adanya UU No.5/1999 adalah sektor transportasi. Sektor transportasi merupakan sektor yang menunjang sektor lainnya, disamping itu sering disebut sebagai urat nadi perekonomian dalam memacu pembangunan kewilayahan dimana transportasi melakukan aktivitasnya.

2 Hal ini dapat dikuatkan dengan adanya asumsi yang menyatakan bahwa gejala dari suatu negara yang maju minimal harus memiliki tiga kriteria pokok yang ada pada negara tersebut, yaitu: memiliki sumber daya alam yang potensial, memiliki sumber daya manusia yang baik dan transportasi yang lancar dan berkembang. Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga peranan transportasi yang dalam hal ini salah satunya sektor transportasi udara dianggap potensial dan strategis. Industri ini berperan dalam lalu lintas dan angkutan orang atau barang dan jasa baik domestik maupun internasional. Sektor transportasi udara memiliki keunggulan tersendiri dibanding transportasi darat dan laut yaitu dalam segi kecepatan perjalanan serta dapat menjangkau tempat terpencil yang sulit dihubungi menggunakan moda lain. Deregulasi Penerbangan melalui Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang angkutan udara dan Surat Keputusan Menteri No.11 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara yang tahun 2005 diganti dengan Keputusan Menteri No. 81 tahun 2005 telah merubah secara signifikan kebijakan nasional tentang industri angkutan udara. Deregulasi tersebut telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini, ditambah dengan adanya SK Menhub No. KM 8/2002 dan No. KM 9/2002 Tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara. Adapun kedua surat keputusan tersebut mendasarkan pada koridor batas atas dan bawah yang harus dipatuhi semua operator penerbangan dalam penentuan tarif. Kebijakan inilah yang mengakibatkan pesatnya pertumbuhan angkutan udara dan pada akhirnya langsung menciptakan "perang terbuka" dalam menetapkan tarif angkutan udara

3 serendah mungkin. Kondisi ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap struktur pasar yang ada. Dari data yang ada pada Direktorat Jenderal Penerbangan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia, tercatat bahwa pada tahun 1999 jumlah perusahaan penerbangan niaga tidak berjadwal mencapai 55 buah perusahaan. Namun demikian untuk kategori perusahaan penerbangan niaga berjadwal dari tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2004, sehingga jumlahnya mencapai 27 perusahaan. Pada tahun 1998 jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadwal sempat mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 6 perusahaan menjadi 5 perusahaan dan penurunan juga terjadi tahun 2005 menjadi 18 perusahaan. Namun tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 19 perusahaan, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Jumlah Maskapai 60 50 40 30 20 10 0 41 6 43 6 49 5 55 7 49 10 35 14 36 16 37 24 37 27 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Tahun 36 18 35 19 Niaga Tidak Berjadwal Niaga Berjadwal Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri Sumber: http://www.dephub.go.id/dju/angud/airline.htm. Semakin banyaknya maskapai penerbangan menyebabkan persaingan yang meningkat. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia memakai low fare (tarif tiket murah) sebagai strategi untuk meraih penumpang.

4 Strategi perang tarif masih berlangsung sampai saat ini. Berbagai jenis promosi harga dan macam-macam jenis tarif diperkenalkan kepada masyarakat, namun tarif masing-masing perusahaan tidak dapat dipastikan. Tarif angkutan udara cenderung tidak menentu, namun secara umum semakin bervariasi dan memungkinkan memperoleh harga murah. Semakin banyaknya perusahaan penerbangan yang beroperasi, maka akan memacu dan memotivasi perusahaan ke arah persaingan yang lebih sehat. Misi perusahaan akan lebih fokus ke arah customer oriented. Persaingan yang terjadi secara terus menerus akan mengendalikan usaha perusahaan dan memaksa harga turun mendekati biayanya. Bertambahnya jumlah maskapai penerbangan tersebut telah membuat harga menjadi terjangkau bagi masyarakat. Sejalan dengan teori Ekonomi Industri yang mendukung persaingan, menurut Adam Smith absennya persaingan yang ketat akan meningkatkan harga dan ketidakefisienan perusahaan. Seperti yang diketahui bahwa sebelum adanya deregulasi, industri penerbangan jauh dari persaingan yang ketat. 1.2 Perumusan Masalah Setelah abad ke-xx Piero Sraffa yang merupakan tokoh Neo Klasik generasi kedua mengamati banyaknya perusahaan-perusahaan besar. Setiap perusahaan pun mengetahui bahwa kalau seandainya mereka mengubah keputusan output atau penawaran, harga-harga dapat berubah. Hal ini diungkapkan dalam artikelnya: The Laws of Return Under Competitive Conditions tahun 1926.

5 Kaum Neo Klasik berasumsi bahwa Persaingan ditentukan oleh struktur pasar. Pada pasar Monopoli, kompetisi berguna yaitu melalui kemampuan produsen dalam mempengaruhi harga sangat besar sehingga produsen (perusahaan) bertindak sebagai penentu harga (price maker) yang tidak hanya disebabkan oleh fungsi produksi tetapi juga mark up. Sebaliknya pada pasar Persaingan Sempurna, produsen sebagai price taker karena mempengaruhi harga sangat kecil. Pada teori Neo Klasik bahwa Persaingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan produsen dalam penentuan harga, oleh struktur pasar dan jumlah pemain dalam industri. Jadi perlu adanya peran pemerintah yaitu kebijakan untuk mencegah monopoli dan mengubahnya menjadi Pasar Persaingan Sempurna. Contestable Market merupakan alternatif dari Neo Klasik. Contestable Market merupakan sebuah pasar dimana perusahaan mudah masuk dan keluar dari sebuah pasar costly. Dalam teori Contestable Market dinyatakan bahwa sebuah pasar monopoli dapat diubah menjadi pasar persaingan dengan syarat bahwa sunk cost dalam industri tersebut dapat diabaikan. Untuk deregulasi penerbangan, adanya entry akan menimbulkan persaingan. Apabila kemudian sebuah perusahaan penerbangan harus meninggalkan persaingan dalam rute tertentu maka tidak terdapat sunk cost karena perusahaan tersebut hanya memindahkan rute dan bukan membangun lapangan udara baru. Jadi, bila pasar yang akan dideregulasi adalah sebuah pasar monopoli yang membutuhkan investasi infrastruktur yang besar, maka pemerintah harus

6 menanggung infrastrukturnya, sehingga perusahaan swasta yang kemudian masuk tidak menanggung biaya sunk cost (Sjahrir, 1995). Perubahan struktur pasar jasa ini menjadi oligopolistik terjadi sejak adanya deregulasi, dimana entry by new firm menjadi mudah karena: a. Investasi oleh maskapai baru murah karena menggunakan pesawat yang tidak dibeli tetapi disewa. Sejak terjadinya Serangan 11 September menyebabkan harga sewa pesawat menjadi sangat murah. b. Regulasi pemerintah tidak memberi perlakuan khusus pada pemain lama. c. Pemerintah sebagai penyedia infrastruktur bandara seperti landasan pacu, terminal penumpang, hanggar pesawat dan lain-lain. d. Respon positif dari pasar yang bisa menawarkan harga murah. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Banyaknya perusahaan penerbangan nasional baru beroperasi, maka salah satu strategi yang diterapkan untuk menarik banyak penumpang atau pengguna jasa adalah dengan cara perang tarif. Perang tarif antar perusahaan penerbangan telah terjadi setelah adanya deregulasi penerbangan, sehingga berdampak yang sangat signifikan terhadap kelangsungan bisnis penerbangan. Tetapi sebenarnya yang menjadi permasalahan bagi pengguna jasa atau penumpang adalah sejauhmana perusahaan penerbangan dapat memberikan pelayanan yang baik atau tidak berkurang serta dapat

7 memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa. Kondisi rendahnya tarif akan memberikan keuntungan bagi pengguna jasa, karena harga tiket pesawat udara sama bahkan ada yang lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya, sehingga penumpang yang sudah terbiasa bepergian dengan menggunakan moda transportasi lainnya sekarang dapat merasakan bepergian dengan menggunakan transportasi udara. Tarif merupakan sumber keuntungan bagi perusahaan penerbangan. Berbagai macam strategi tarif diperkenalkan kepada penumpang. Semakin rendah tarif yang ditetapkan maka semakin banyak penumpang yang memilih menggunakan maskapai penerbangan tersebut sehingga pada akhirnya perusahaan memperoleh keuntungan. Penumpang akan beralih kepada maskapai yang menerapkan tarif murah tersebut tarif. Tetapi yang perlu diingat, tarif merupakan sarana pengendali keseimbangan yang adil antara kepentingan perusahaan penerbangan disatu pihak dan kepentingan pengguna jasa angkutan udara dipihak lain. Adapun permasalahan-permasalahan yang akan diteliti: 1) Bagaimana perkembangan Industri penerbangan di Indonesia? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam periode 2001-2005?

8 1.3 Tujuan Penelitian Perumusan masalah diatas menunjukkan tujuan yang telah penulis laksanakan. Secara ringkas, dapat penulis tegaskan bahwa penelitian yang penulis lakukan bertujuan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui perkembangan industri penerbangan di Indonesia. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik dengan tujuan Batam periode 2001-2005. 1.4 Manfaat Penelitian Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif (airfares) pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domesik dengan kota tujuan Batam diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang telah diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah dan pihak yang terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam Industri Penerbangan. 2) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan penerbangan dalam penentuan harga. 3) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang lain sebagai bahan pelengkap yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini.

9 4) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan mahasiswa Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai jumlah maskapai penerbangan terhadap penentuan harga. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1) Penelitian ini di fokuskan pada rute dari kota asal dengan tujuan akhir Batam. 2) Penelitian ini hanya mencakup penerbangan domestik untuk kelas ekonomi. 3) Rute dengan tujuan Batam merupakan rute yang padat penumpang. 4) Bandara Hangnadim merupakan salah satu bandara Internasional. 5) Ketersediaan data dari Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara-bandara untuk kawasan Indonesia bagian Barat. 6) Jangka waktu penelitian dari tahun 2001 hingga 2005 karena melihat kondisi industri penerbangan Indonesia setelah adanya UU No.5 Tahun 1999.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ekonomi Industri Menurut Sheperd (1979) ekonomi industri adalah cabang dari ilmu makroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar dan industri. Menurut Koch (1980) ekonomi industri adalah suatu studi teoritis dan empiris tentang kajian struktur pasar dan perilaku penjual maupun pembeli yang mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi. Sedangkan menurut Jaya (2001) ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar. 2.1.1 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Struktur-Perilaku-Kinerja atau biasa disebut Structure,Conduct and Performance (SCP) merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi dipasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan (Martin,1973 dalam Alistair, 2004). Paradigma SCP yang dimulai dari ukuran-ukuran yang akan mempengaruhi struktur pasarnya, kemudian struktur tersebut akan mempengaruhi

11 perilaku dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja pasar tersebut melalui konsumen yang terlihat pada Gambar 2. UKURAN-UKURAN Kondisi Permintaan Kondisi Penawaran Elastisitas permintaan Skala ekonomi Elastisitas silang dari permintaan Ekonomi vertikal STRUKTUR Ukuran distribusi perusahaan Pangsa pasar Kosentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain PERILAKU Kerjasama dengan pesaing Strategi melawan pesaing Advertensi KINERJA Harga biaya dan pola keuntungan Keseimbangan dalam pendistribusian Pengalokasian yang efisien Keseimbangan teknologi X-efisiensi Pengaruh lainnya Gambar 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Sumber: Jaya (1994). a. Struktur Pasar Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat

12 disubtitusikan. Melalui struktur pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan dikaji lebih dalam. Struktur pasar yang biasa dikenal secara umum dalam ekonomi adalah monopoli dan persaingan sempurna. Ada juga yang menggolongkan struktur pasar menjadi enam kategori, yaitu: monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat, oligopoli longgar, monopolistik dan persaingan sempurna (Sheperd,1979). Dalam kajian teori yang dilakukan akan lebih dititik beratkan pada struktur pasar monopoli, oligopoli dan persaingan. Definisi klasik dari struktur pasar Monopoli adalah satu-satunya produsen atau penjual produk atau jasa dalam suatu pasar. Akan tetapi berdasarkan perkembangannya, pengertian monopoli tidak hanya terbatas pada satu-satunya produsen atau penjual, monopoli dapat diartikan sebagai kesatuan tindakan dan keputusan yang diambil, sehingga terjadi pengaturan baik dalam perilaku maupun kinerja (Hasibuan, 1994). Oligopoli merupakan kondisi dimana gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar antara 40 persen-60 persen. Mereka juga memiliki permintaan yang inelastis dan bekerja sama dalam penentuan harga. Persaingan merupakan tempat terdapatnya banyak penjual dan pembeli, tidak memiliki kekuasaan menentukan harga karena pangsa pasar yang tidak berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan informasi yang sangat terbuka, para pesaing potensial dapat mudah memasuki pasar. Para produsen mendapat keuntungan normal dan efisiensinya tinggi.

13 1) Pangsa Pasar Menurut Sheperd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktek bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dan penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. 2) Kosentrasi Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kosentrasi sering digunakan sebagai ukuran tingkat persaingan. Kosentrasi juga sering dipakai sebagai alat analisis struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang beroperasi di dalamnya dan secara tidak langsung menjadi indikator perilaku anti persaingan atau kolusi (Satriawan dan Wigati, 2002 dalam Citra, 2006). 3) Hambatan untuk masuk (barrier to entry) Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam definisi lain, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.

14 Hambatan masuk seringkali diperlukan sebagai subjek perusahaan monopoli dan oligopoli untuk mengambil strategi dalam menghadapi pendatang baru. Hal ini akan dapat meningkatkan kekuatan pasar perusahaan besar dan menjadi ukuran yang dipakai dalam mengetahui hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk ke pasar. b. Perilaku Pasar Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Salah satu contoh nyata perilaku yang terjadi di perekonomian Indonesia adalah oligopoli. Pada kondisi pasar oligopoli, perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga. Pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli yang akan menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan lebih dan menggunakan diskriminasi harga. Sedangkan pada pasar oligopoli, tindakan yang mereka lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekat (Jaya, 2001).

15 c. Kinerja Pasar Hasibuan (1994) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu: efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam industri. 1) Efisiensi Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu baik secara kuantitas (fisik) maupun nilai ekonomis serta tidak ada sumberdaya yang terbuang. Efisiensi terdiri dari efisiensi internal (efisiensi-x) dan efisiensi alokasi. Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi sumberdaya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai output. 2) Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi dicapai apabila perusahaan terus menerus melakukan inovasi dalam penguasaan teknologi, melalui alih teknologi dari negara lain ataupun didapat dari riset dan pengembangan perusahaan. Melalui penemuan dan pembaruan teknologi, orang dapat membuat suatu karya baru serta meningkatkan produktivitas produksi barang yang telah ada. Jika hal ini bekerja dengan baik,

16 produksi-produksi baru ditawarkan, biaya-biaya menurun dan harga-harga akan memperbesar keuntungan konsumen. 3) Keseimbangan dalam Industri Keseimbangan dalam Industri akan tercapai apabila perusahaan mendistribusikan produk ke pasar sesuai dengan keinginan dan pengharapan yang nyata. Ini sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian. 2.1.2 Pasar Oligopoli Hasibuan (1994) konsep dasar oligopoli adalah interdependensi (saling ketergantungan) antar pesaing yang satu dengan yang lainnya. Secara teori, oligopoli berarti beberapa perusahaan, dua atau lebih. Perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai pangsa pasar yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan pada pasar persaingan sempurna. Oligopoli dibedakan menjadi oligopoli ketat dan oligopoli longgar. Burgess (1989) dalam Ismalianti kecenderungan utama pada pasar oligopoli adalah adanya persamaan harga dan ciri-ciri produk yang sama pada semua perusahaan. Persamaan harga dalam oligopoli ketat hanyalah satu sisi dari kecenderungan yang mendasar. Pengendalian harga secara langsung (karena besarnya kekuatan pasar) hanya akan terjadi pada pasar monopoli. Pada pasar oligopoli, perusahaan mengawasi pesaingnya. Harga yang ditetapkan oleh perusahaan harus berada jauh diatas biaya yang dikeluarkan untuk dapat memperoleh keuntungan. Karena terdapat saling ketergantungan diantara

17 perusahaan dalam membuat keputusan, maka ada tiga kemungkinan bagi perusahaan untuk menetapkan harganya: 1. Perusahaan-perusahaan yang ada di pasar membuat perjanjian dengan pesaingnya dalam menentukan tingkat harga jual produk yang disepakati bersama dan disetujui semua pihak. Hal tersebut menciptakan lingkungn persaingan yang aman, akan tetapi bagi konsumen itu beresiko tinggi, karena akan menciptakan tingkat harga yang tinggi, bahkan mungkin sangat tinggi. 2. Masing-masing perusahaan menetapkan harga jual pada tingkat yang serendah mungkin agar dapat mengahancurkan pesaingnya. Tindakan tersebut biasa disebut sebagai perang harga. Untuk dapat tetap bertahan di dalam pasar, masing-masing perusahaan harus dapat berproduksi dengan biaya yang serendah dan seefisien mungkin. 3. Apabila terdapat derajat diferensiasi, perusahaan harus memperlambat laju pemunculan produk baru untuk menekan resiko. 2.2 Teori Persaingan Siswanto (2002) menjelaskan bahwa persaingan atau competition dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai... a struggle or contest between two or more persons for the same objects. Dengan memperhatikan terminologi persaingan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

18 a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. b. Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama. Meskipun demikian Anderson (1958) berpendapat bahwa persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antarmanusia, kelompok masyarakat atau bahkan bangsa. Adapun salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi adalah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar. Dari sudut pandang ekonomi, persaingan membawa implikasi positif. Pertama, persaingan merupakan sarana untuk melindungi para pelaku ekonomi terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Kedua, persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumberdaya ekonomi sesuai keinginan konsumen. Ketiga, persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumberdaya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Keempat, persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi. Meskipun secara umum dapat dikatakan aspek positifnya lebih terlihat, kondisi persaingan juga mempunyai aspek negatif. Pertama, sistem persaingan memerlukan biaya dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak didapati dalam sistem monopoli. Kedua, persaingan bisa mencegah koordinasi yang diperlukan

19 dalam industri tertentu. Ketiga, persaingan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur bisa bertentangan dengan kepentingan publik. 2.3 Contestable Market Sjahrir (1995) menjelaskan bahwa contestable market adalah kondisi pasar persaingan yang terjadi karena dimungkinkannya entry ke dalam pasar monopoli. Akibatnya cost akan didorong turun kebawah. Idealnya kemudian harga yang terbentuk akan sama dengan Long Run Marginal Cost (LRCM). Tetapi tidak semua CM mampu membentuk harga pada saat P=LRMC, karena syarat terbentuknya CM adalah tidak adanya sunk cost. Dengan kata lain bahwa sebuah pasar dapat dideregulasi bila ia tidak mengandung sunk cost. Yang dimaksud dengan sunk cost disini adalah biaya yang dianggap terbuang bila perusahaan berada dalam industri tersebut keluar dari pasar. Kondisi yang dibutuhkan untuk membuat pasar menjadi Perfectly Contestable antara lain: 1. Semua produsen, baik yang aktual maupun potensial mendapat akses yang sama pada teknologi yang digunakannya dalam berproduksi. 2. Teknologi mungkin terkarakter oleh skala ekonomi, meskipun terdapat fixed cost namun fixed cost tersebut bukanlah bagian dari sunk cost. 3. Tidak ada entry lag sehingga pemain baru (entrant) bisa masuk dan langsung dapat berproduksi pada tingkat skala produksi apa pun. 4. Respon yang dimiliki oleh perusahaan yang telah ada (incumbent) lebih lama daripada waktu keluarnya entrant dalam industi tersebut.

20 Entrant dapat masuk, membentuk harga yang rendah dari incumbent serta keluar dari industri tanpa resiko mengalami kerugian sebelum incumbent dapat memberikan respon atau tindakan untuk merubah harga. Oleh karena itu perfectly contestable adalah sebuah pasar yang dapat diakses oleh pendatang potensial (entrant) tanpa hambatan masuk (barriers to entry), yang dapat melayani permintaan pasar dengan menggunakan teknik produksi yang sama sebagaimana yang digunakan oleh perusahaan yang telah ada (incumbent). Karena kondisi entry dan exit secara absolute bebas tanpa biaya, dengan adanya informasi yang sempurna, entrant tidak akan mengalami kerugian dalam teknik produksi karena dapat mengacu pada perusahaan yang telah ada dan entrant dapat mengevaluasi keputusannya untuk masuk ke industri dengan tepat dan benar ketika keputusan yang sama diambil oleh perusahaan incumbent (Titie, 2005). 2.4 Kebijakan Persaingan Kebijakan persaingan terdiri dari Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha, Deregulasi dan Liberalisasi ekonomi. UU Antimonopoli mengatur masalah perilaku perusahaan agar tidak menyalahgunakan market power-nya, sedangkan deregulasi dan liberalisasi menciptakan agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan intervensi pemerintah yang minimal. Tujuan Kebijakan Persaingan (competition policy) adalah untuk meminimalisasikan inefisiensi perekonomian yang diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang bersifat antipersaingan.

21 2.5 Penelitian-penelitian Terdahulu Morrison dan Winston (1990), Borenstein (1989) dan Bauer (1989) menganalisa mengenai jumlah maskapai penerbangan dan kaitannya dengan penentuan harga. Boreinstein (1989) memasukkan unsur load factor dari rute-rute penerbangan di AS yang dibagi dalam klasifikasi bandara Hub dan non Hub. Ia mendapatkan bahwa faktor penentu bukanlah jumlah maskapai penerbangan melainkan market share dari maskapai penerbangan dalam rute tertentu. Morrison dan Winston (1990) menggunakan jarak sebagai variabel lain dalam merumuskan fungsi harga tiket (airfares) tetapi ia mengklasifikasikan number of firm menjadi 3 kategori yaitu jumlah pemain pada bandara dengan sistem slot, jumlah penerbangan dengan bandara non slot dan jumlah penerbangan pada bandara kota tujuan. Bauer (1989) menganalisa tentang ada tidaknya pengaruh dari jumlah pemain atau firm terhadap penentuan harga dan faktor apakah yang merupakan penentu dari harga tiket (airfares) ke kota tujuan tertentu (dalam penelitian tersebut cleaveland). Ia menggunakan kerangka dari Contestable Market Theory dan implikasinya dimana jumlah pemain tidak mempengaruhi secara signifikan proses penentuan harga. Dalam penelitiannya Bauer tidak membedakan antara Low Cost Airlines atau penerbangan berbiaya rendah dari industri penerbangan keseluruhan. Hasil dari penelitian Bauer adalah jumlah maskapai penerbangan (firm) tidak mempengaruhi penentuan harga sehingga pasar tujuan Cleveland merupakan pasar yang perfectly contestable. Hal ini berarti Contestable Market terjadi pada industri penerbangan domestik di AS dengan tujuan Cleveland.

22 2.6 Kerangka Pemikiran Angkutan udara adalah suatu industri global, dengan kegiatan operasi mencakup antar negara dan antar benua. Dahulunya sistem ekonomi angkutan udara adalah sistem ekonomi tertutup. Perusahaan yang berperan sangat dominan pada saat itu adalah Garuda dan Merpati, kedua-duanya adalah BUMN. Namun, dengan adanya Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan deregulasi di bidang penerbangan menyebabkan perkembangan perubahan pengaturan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal menuju sistem ekonomi pasar. Deregulasi penerbangan memberikan kemudahan bagi pemain atau perusahan baru untuk masuk dalam industri penerbangan. Hal tersebut berdampak pada pesatnya pertumbuhan perusahaan penerbangan di Indonesia. Akibatnya timbul persaingan antar perusahaan penerbangan yang memperebutkan pasar yang ada. Persaingan antar perusahaan penerbangan biasanya terjadi pada rute-rute padat penumpang dalam penelitian ini adalah rute tujuan akhir Batam. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia menetapkan strategi tarif untuk meraih penumpang. Untuk melihat faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tarif dengan rute domestik tujuan Batam maka digunakan Model Paul Bauer yang sebelumnya melakukan penelitian untuk rute tujuan Cleveland, Amerika Serikat. Untuk kasus di Indonesia akan dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap Model Paul Bauer tersebut. Selain itu juga dilihat perkembangan industri penerbangan Indonesia.

23 Pada akhirnya akan dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tarif untuk tujuan Batam. Industri Penerbangan Deregulasi Penerbangan UU No. 5 ahun 1999 Persaingan Antar Maskapai Penerbangan Analisis perkembangan Industri Penerbangan Indonesia Model Paul Bauer Faktor yang Diduga Mempengaruhi Tarif : 1. Jumlah perusahaan penerbangan 2. Jumlah penumpang per rute 3. Jumlah Penduduk kota asal 4. PDRB per Kapita kota asal 5. Jarak tempuh per rute 6. Jumlah Transit 7. Karakteristik Bandara Faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk tujuan Batam Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual 2.7 Hipotesis Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, untuk faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia

24 untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam pada periode 2001-2005. Penulis mengajukan suatu hipotesis yaitu : 1. Jumlah maskapai penerbangan berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak jumlah maskapai maka semakin kompetitif rute tersebut sehingga maskapai penerbangan akan bersaing dalam memperebutkan penumpang dengan menetapkan harga yang rendah. 2. Jumlah penumpang berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Berdasarkan teori permintaan, kenaikan jumlah penumpang akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk jasa penerbangan ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak yang menggunakan jasa penerbangan. 3. Jumlah penduduk kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Pertumbuhan jumlah penduduk belum menciptakan permintaan baru. Penduduk yang bertambah ini harus mempunyai daya beli sebelum permintaan berubah. Tambahan orang berusia kerja, tentunya akan menciptakan pendapatan baru. Jika ini terjadi, permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat. Jadi, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak permintaan akan jasa penerbangan. 4. Pendapatan domestik regional bruto per kapita kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik

25 dengan kota tujuan Batam. Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditikomoditi itu tetap sama. Dengan melihat keseluruhan rumah tangga, kita memperkirakan bahwa harga berapa pun yang kita ambil, jumlah komoditi akan lebih banyak daripada yang diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama. Jadi semakin besar pendapatan domestik regional bruto per kapita maka semakin besar permintaan akan jasa penerbangan. 5. Jarak tempuh per rute berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin jauh jarak tempuh suatu rute maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh perusahaan maskapai. 6. Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai karakteristik penerbangan untuk rute tersebut berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak orang yang transit di Batam maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan. 7. Karakteristik Bandar udara kota asal sebagai bandara penghubung ke wilayah Timur dan ke wilayah Barat Indonesia berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Bertambahnya bandara kota asal sebagai bandara penghubung maka pada bandara tersebut banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju kota lain, hal ini berarti akan semakin banyak maskapai penerbangan yang

26 melayani rute tersebut. Semakin banyak jumlah maskapai ini akan menyebabkan harga tiket menjadi murah.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam memerlukan data sekunder untuk menjadi informasi dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian tersebut. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang terkait, seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, P.T Angkasa Pura II dan INACA (International Air Carrier Assotiation). Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Mengenai jangka waktu data yang digunakan dari tahun 2001 hingga 2005 dan diolah dengan menggunakan software E-Views 4.1. 3.2. Model Penelitian Umum Fungsi persamaan yang akan digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan tujuan Batam periode 2001-2005 merupakan model Paul Bauer (1989) yang menggunakan model ini juga untuk mengestimasi faktor determinan dari harga pada penerbangan rute dengan tujuan Cleveland. Hipotesis pada model

28 ini mengikuti paradigma Contestable Market, dimana number of firms bukan merupakan determinan airfares. Paul Bauer menyebutkan bahwa penetuan harga (airfares) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute tersebut, jarak tempuh rute, volume lalu lintas udara (air traffic) yang diwakili oleh volume penumpang, karakteristik bandara di USA berupa non atau restricted slot airport, dimana mereka membedakan bandara komersial untuk penerbangan berjadwal dan non komersial untuk private purposes tanpa penerbangan berjadwal dan hubs atau non-hubs airport, dimana bandara kota asal merupakan bandara penghubung (intercity connecting chain) ke berbagai kota dalam wilayah tertentu, karakteristik dari penerbangan tersebut yaitu number of stops (jumlah transit dalam rute tersebut), meal (apakah disediakan makanan dalam rute tersebut), maskapai penerbangan tertentu yang menawarkan rute tersebut dengan karakteristik yang unik (dalam model Bauer diambil Eastern Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan lokal dari negara bagian yang sama dengan Cleveland dan Continental Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan nasional), serta karakteristik kota asal, misalnya pendapatan perkapita, populasi dan apakah kota asal merupakan kota bisnis atau kota pariwisata. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Bauer adalah untuk mengetahui determinan dari harga atau airfares dengan tujuan Cleveland untuk first class, economy dan discount pada tujuan-tujuan tertentu. Paul Bauer menggunakan data yang berasal dari The Official Airline Guide (April 1987) sebagai sumber data untuk harga atau fare dan data mengenai

29 karakteristik penerbangan seperti CARRIERS, STOP, SLOT, MEAL, EA, dan CO. Dalam penelitiannya, Bauer hanya menggunakan data penerbangan langsung ke Cleveland dan membedakan menjadi tiga jenis berdasarkan kelas-kelasnya yaitu first class, economy class dan discount fares. Sedangkan data mengenai jumlah penumpang serta jarak diperoleh dari Departemen Transportasi Amerika Serikat, mulai periode 1979 sampai dengan 1989, mencakup semua rute umum domestik dengan tujuan Cleveland. Penelitian tersebut menggunakan 140 observasi dalam bentuk data panel dan diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Fungsi persamaannya adalah sebagai berikut: F = α 0 + ß 1 CARRIERS + ß 2 CARRIERS² + ß 3 PASS + ß 4 MILES + ß 5 Keterangan: MILES² + ß 6 POP + ß 7 INC + ß 8 CORP + ß 9 SLOT + ß 10 STOP + ß 11 MEAL + ß 12 HUB + ß 13 EA + ß 14 CO + ε t CARRIERS = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) yang mempunyai rute domestik dari kota asal ke kota tujuan Cleveland. CARRIERS 2 = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) dikuadratkan untuk melihat perubahan marginal yang menurun atau negatif dari setiap pertambahan jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute domestik tersebut. PASS = Volume penumpang dari seluruh maskapai penerbangan (airlines) yang memiliki rute domestik dengan tujuan Cleveland.