ADAPTASI SISTEM INTEGRASI TERNAK SAPI DAN KELAPA SAWIT RAMAH LINGKUNGANDI PROVINSI KEPULAUAN RIAU. Yayu Zurriyati dan Dahono

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PEMBUATAN KOMPOS DAN PUPUK CAIR ORGANIK DARI KOTORAN DAN URIN SAPI. Dahono

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

OPTIMASI PRODUKSI PUPUK KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Menurut Ditjen Perkebunan (2011) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah 9,1 juta ha Kawasan secara ekonomis kurang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT UNTUK PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

TEKNOLOGI JERAMI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN TERNAK Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

TATA CARA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

Pemamfaatan jerami padi fermentasi dengan menggunakan teknologi. pengepresan Jerami sebagai sumber pakan sapi untuk meningkatkan

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

Transkripsi:

ADAPTASI SISTEM INTEGRASI TERNAK SAPI DAN KELAPA SAWIT RAMAH LINGKUNGANDI PROVINSI KEPULAUAN RIAU Yayu Zurriyati dan Dahono Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) Kepulauan Riau Jl. Pelabuhan Sungai jang no.38 Tanjung pinang ABSTRAK Sistem integrasi ternak dan tanaman (SITT) merupakan suatu kegiatan usahatani yang menerapkan prinsip ramah lingkungan, karena limbah yang dihasilkan dari kedua komoditi tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya. Keberadaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kepulauan Riau memungkinkan untuk mengintegrasikan antara ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang SITT sapi-kelapa saawit di Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 2012 LPTP Kepri melakukan suatu kegiatan pengkajian guna mendapatkan formulasi pakan sapi yang optimal dari limbah tanaman kelapa sawit dan pembuatan pupuk organik berbasis limbah sawit. Pengkajian dilaksanakan di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Ternak yang digunakan berjumlah 12 ekor ternak sapi Bali jantan berumur sekitar 1,5-2 tahun dengan berat badan awal 150 kg. Pakan yang diuji terdiri dari 4 perlakuan, yaitu: Introduksi 1 (P1)= rumput 30%, daun+pelepah kelapa sawit 30%, dedak padi 35% dan kepala teri 5%; introduksi 2 (P2)= rumput 30%, daun+pelepah kelapa sawit 30%, dedak padi 25%, kepala teri 5% dan ampas tahu 10%, introduksi 3 (P3)= daun+pelepah kelapa sawit fermentasi 60%, dedak padi 25%, kepala teri 5%, ampas tahu 5% dan lumpur sawit 5%; perlakuan kontrol (K)=sesuai kebiasaan petani. Tiap perlakuan diujikan pada 3 ekor ternak sapi sebagai ulangan. Pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit dibedakan dari 3 jenis aktivator yang digunakan yaitu Orgadec, Stardec dan Probion. Hasil pengomposan dari ketiga aktivator tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004. Pengaruh antar perlakuan pakan dan kompos dianalisis menggunakan t test.. Hasil pengkajian mendapatkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) dari perlakuan pakan terhadap pertambahan bobot badan ternak sapi maupun perlakuan aktivator terhadap mutu kompos tandan kosong yang dihasilkan. Pemanfaatan daun dan pelepah kelapa sawit baik dalam bentuk segar maupun fermentasi sebesar 30-60% didalam ransum ternak sapi Bali menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) antara 0.5-0.6 kg/ekor/hari. Pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit menggunakan aktivator Orgadec, Stardec dan Probion, menghasilkan kompos yang memenuhi kriteria standar SNI kompos 19-7030-2004. Kata kunci:ramah lingkungan, limbah kelapa sawit, pakan, kompo PENDAHULUAN Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Riau. Secara geografis Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Luas wilayahnya sekitar 95% merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah daratan dari total luas wilayah 252.601 Km 2. Walaupun demikian terdapat potensi untuk pengembangan pertanian khususnya peternakan di provinsi ini Hasil kajian analisa kebutuhan dan ketersediaan pakan yang dilaporkan oleh Dinas Pertanian, Kehutanan & Peternakan Provinsi Kepri 2007, ketersediaan pakan ruminansia dari padang rumput saja di provinsi ini dapat menampung 25 kali lipat dari populasi ternak ruminansia.yang ada. Belum lagi dari ketersediaan sumber pakan asal limbah pertanian dan agroindustri lainnya. Saat ini jumlah populasi sapi potong di Provinsi Kepri adalah 17.378 ekor (BPS Kepri 2011). Masih terdapat kesenjangan antara jumlah permintaan daging sapi yang jauh diatas penawaran. Rata-rata permintaan dan konsumsi daging sapi di provinsi ini meningkat sekitar 9,%/tahun yang sebagian besar disuplai dari impor karena daerah tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Rendahnya produktivitas ternak sapi ditingkat petani merupakan salah satu faktor penyebab ketidak mampuan daerah untuk memenuhi permintaan dagingsapi. Produktivitas ternak sapi yang tinggi berhubungan dengan ketersediaan pakan yang mencukupi secara kualitas dan kuantitas, disamping faktor manajemen pemeliharaan ternak sapi dan genetik ternak sapi. Peningkatan produktivitas ternak sapi dituntut guna mendukung program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014. Pertanian terpadu antara ternak dan tanaman dengan penerapan konsep ramah lingkungan yang berarti tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya dalam berusahatani merupakan upaya yang dapat dilakukan guna mewujudkan program tersebut. Limbah tanaman dapat digunakan sebagai pakan ternak dan limbah ternak dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.

Kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman ini menyumbang 27% dari kebutuhan minyak nabati dunia yang berasal dari buah. Luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 2.679 ha (BPS Kepri 2011). Dalam pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dihasilkan limbah sebagai produk sampingnya. Perluasan kebun kelapa sawit akan menyebabkan peningkatan produk samping dan berpotensi mengganggu lingkungan (Diwyanto et al, 2003). Limbah perkebunan dan pabrik kelapa sawit antara lain pelepah serta tandan kosong (tankos) kelapa sawit. Dari setiap tandan buah segar (TBS) yang dipanen diperoleh sejumlah 1-2 pelepah. Setiap hektar kebun kelapa sawit secara teoritis dapat menampung 143 pokok tanaman, sehingga setiap tanaman akan menghasilkan 22 pelepah/tahun Sementara dalam 1 ha kebun kelapa sawit menghasilkan tankos sebanyak 50.000 kg. Untuk mengatasi penumpukan limbah tankos yang terus bertambah di perusahaan biasanya dilakukan pembakaran dan abunya dimanfaatkan sebagai pupuk (LRPI, 2003). Akan tetapi dengan terbitnya SK Mentan No. KB 550/268/ Mentan/VII/1997, tentang pelestarian lingkungan, upaya pembakaran limbah tankos mulai ditiadakan dan dimanfaatkan sebagai mulsa pada tanaman kelapa sawit dewasa yang sekaligus sebagai pupuk organik. Akan tetapi cara ini memerlukan biaya transportasi, tenaga dan biaya penebaran tankos yang tinggi, serta munculnya serangan hama kumbang yang merusak tanaman kelapa sawit. Pengolahan tankos menjadi kompos merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan nilai tambahnya. Integrasi ternak sapi dengan tanaman kelapa sawit sangat sesuai diterapkan untuk wilayahwilayah yang mempunyai potensi kedua komoditi tersebut. Pelepah dan daun sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Wan Zahari et al (2003), dalam laporannya menyebutkan bahwa pemberian pelepah sebagai bahan baku ransum dalam jangka waktu yang panjang pada ternak sapi akan menghasilkan kualitas karkas yang baik. Untuk mendapatkan data dan informasi sistem integrasi ternak sapi dengan tanaman kelapa sawit di Provinsi Kepulauan Riau, maka Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) Kepri melakukan suatu kegiatan pengkajian. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan formulasi pakan sapi yang optimal dari pemanfaatan limbah tanaman kelapa sawit dan pembuatan pupuk organik berbasis limbah sawit di Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi dan Waktu Pengkajian METODOLOGI Pengkajian dilaksanakan di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, yang merupakan salah satu daerah pengembangan ternak sapi dengan sistem integrasi dengan perkebunan kelapa sawit. Kegiatan dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan Agustus 2011. Metode Dalam kegiatan ini ternak yang digunakan berjumlah 12 ekor sapi Bali jantan yang berumur sekitar 1,5-2 tahun dengan berat badan awal 150 kg. Pemeliharaan ternak dilakukan dengan cara kereman, dalam kandang kelompok. Kandang kelompok dilengkapi dengan sekat pemisah antar ternak, dinding terbuka dan dilengkapi dengan bak pakan dan tempat air minum. Pakan perlakuan yang diuji pada kegiatan ini ditampilkan pada Tabel 1. Tiap pakan perlakuan diujikan pada 3 ekor ternak sapi sebagai ulangan. Tabel 1. Komposisi Pakan Perlakuan pada Kegiatan Pengkajian. Perlakuan Pakan Kontrol Introduksi 1 Introduksi 2 Introduksi 3 Rumput 100% - Rumput 30% - Daun+PelepahKelapa sawit 30% - Dedak padi 35% - Kepala teri 5% - Rumput 30% - Daun+Pelepah Kelapa sawit 30% - Dedak padi 25% - Kepala teri 5% - Ampas tahu 10 - Daun+Pelepah Kelapa sawit fermentasi 60% - Dedak padi 25% - Kepala teri 5% - Ampas tahu 5% - Lumpur sawit 5 % Teknis pembuatan pakan ternak dari limbah sawit dilakukan dengan cara mencampur semua bahan pakan berupa pelepah dan daun kelapa sawit yang telah dicacah dengan menggunakan mesin

copper, lumpur sawit, dedak, ampas tahu, dan kepala teri sesuai komposisi dari beberapa perlakuan yang diuji. Daun dan pelepah kelapa sawit fermentasi dibuat dengan cara menambahkan probion sebanya 0,25% dari jumlah daun dan pelepah kelapa sawit dan difermentasi selama 4 hari. Pembuatan pupuk organik padat menggunakan bahan baku limbah tandan kosong kelapa sawit. Bahan lain yang ditambahkan adalahaktivator, urea dan SP36. Metode pembuatan pupuk organik padat dilakukan dengan cara fermentasi. Tahapan kegiatan fermentasi adalah: tandan kosong sawit dikumpulkan dan dicacah dengan ukuran kurang lebih 3-5 cm, kemudian dicampurkan dengan aktivator, urea dan SP36 masing-masing tergantung pada takaran yang telah ditentukan oleh produsen. Bahan-bahan tersebut selanjutnya ditumpuk ditempat yang telah disediakan (terlindung dari hujan dan panas matahari langsung). Waktu pengomposan berlangsung selama 3 minggu. Aktivator yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik padat dibedakan atas 3 jenis yaituorgadec, Stardec dan Probion. Hasil kompos dari ketiga aktivator dibandingkan dengan standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004. Data yang didapatkan dari masing-masing perlakuan pakan untuk ternak sapi dan pengaruh aktivator terhadap kompos yang dihasilkan ditabulasikan dan dianalisis menggunakan t test. HASIL DAN PEMBAHASAN Aplikasi pemberian pakan berbahan pelepah dan daun kelapa sawit secara kontinyu dan pengumpulan data pada ternak sapi dilaksanakan selama selama 8 minggu. Pemberian pakan berbasis limbah kelapa sawit tersebut membutuhkan masa adaptasi yang relatif lama yaitu sekitar 2 minggu. Hal ini disebabkan karena petani tidak pernah mencobakan memberikan pelepah dan daun kelapa sawit. Sehingga pada awal kegiatan ternak sapi banyak yang mogok makan. Kondisi ini menyebabkan terjadi penurunan kondisi tubuh berupa pengurangan bobot badan harian. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mempuasakan ternak sapi, setelah kondisi ternak lapar, selanjutnya disuguhkan pelepah dan daun sawit. Pelepah kelapa sawit termasuk kedalam kelompok tanaman yang memiliki serat yang tinggi, kandunganprotein dan tingkat kecernaan yang rendah. Bahan pakan dengan kandungan protein kurang dari 7% dilaporkan memiliki palatabilitas yang rendah pada ternak ruminansia, sehingga pemberiannya sebagai pakan harus dikombinasikan dengan pakan sumber protein. Pada Tabel 2 disajikan analisis nutrisi pelepah dan daun kelapa sawit. Tabel 2. Komposisi Kimiawi Daun dan Pelepah Kelapa Sawit. Bahan PK LK Selulosa Hemiselulosa Lignin Silika Daun Kelapa Sawit (%) 14.8 3.2 16.6 27.6 27.6 3.8 Pelepah Kelapa Sawit (%) 4.7 0.5.7 33.9 17.4 0.6 Sumber: Oshio et al (1990), Aliman dan Bejo (1995), Abu Hasan (1995) dalam Ginting (2011). PK= protein kasar, LK= lemak kasar Hasil pengukuran menunjukkan hasil rata-rata pertambahan bobot badan harian(pbbh) ternak sapi bervariasi antar perlakuan. Perlakuan introduksi 2 menghasilkan PBBH tertinggi, yaitu 0,56 kg/ekor/hari sementara introduksi 1 menghasilkan PBBH terendahyaitu 0,26 kg/ekor/hari (Tabel 3). Walaupun secara statistik antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05). Pada perlakuan introduksi 3, yang menggunakan pelepah dan daun sawit fermentasi sebanyak 60% dari total ransum, memberikan tampilan PBBH yang hampir sama dengan introduksi 2. Hal ini menunjukkan bahwa pelepah dan daun sawit yang difermentasi dapat menggantikan penggunaan rumput lapangan sebagai hijauan pakan ternak sapi. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang didapatkan pada pengkajian ini sedikit lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Elizabeth dan Ginting (2003), yaitu dengan pemberian ransum 60% pelepah kelapa sawit, 18 % lumpur sawit, 18% bungkil inti sawit dan 4 % dedak padi menghasilkan PBBH sapi Bali sebesar 0.58 kg/ekor/hari. Pada introduksi 1, PBBH yang diperoleh lebih rendah dari perlakuan kontrol, diduga karena ternak yang dipelihara belum begitu beradaptasi dengan pakan perlakuan berupa pelepah dan daun sawit. Hal lain yang menyebabkan rendahnya PBB ternak sapi diduga karena kurang tepatnya rasio antara konsentrat dengan pakan hijauan pada periode penggemukan yang singkat. Menurut Snapp & Neuman dalam Parakkasi (1999), bahwa untuk penggemukan dalam jangka pendek rasio pemberian konsentrat harus lebih banyak dibanding hijauan.

Tabel 3. Hasil Penimbangan Bobot Badan Sapi Jantan Selama 120 hari Kegiatan Pengkajian. Perlakuan BB awal (Kg) BB 8 minggu (Kg) PBB PBBH - Kontrol - Introduksi 1 - Introduksi 2 - Introduksi 3 250,7 187,3 228,3 203,7 260,7 204,7 262,0 236,7 28,33 15,33 33,67 33,00 0,47 0,26 0,56 0,55 Tandan kosong kelapa sawit adalah limbah pabrik yang jumlahnya sekitar 20-23% dari tandan buah segar yang diolah. Saat ini pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagian besar adalah sebagai mulsa. Penggunaan tandan kosong kelapa sawit sebagai pakan ternak mempunyai faktor pembatas, karena teksturnya yang keras seperti kayu dan mengandung serat kasar yang cukup tinggi sehingga tankos lebih berpotensi untuk dimanfaakan sebagai bahan baku pembuatan kompos.kompos merupakan hasil dekomposisi bahan organik dari produksi fermentasi padat (Khusmiati, 2001) yang mengandung unsur makro dan mikro yang digunakan untuk tanaman serta dapat memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Proses pengomposan tankos secara alami membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 12-18 bulan (Indriani 2003). Namun demikian dengan bantuan mikroorganismemelalui fermentasi pengomposan dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat. Keberhasilan dalam pembuatan kompos sangat dipengaruhi oleh proses yang terjadi selama pengomposan. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan ph kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50-70 o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO 2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot awal bahan. Hasil pengamatan suhu awal pengomposan tankos kelapa sawit pada pengkajian ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengamatan Suhu Awal Pada Pembuatan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit. No. Jenis Aktivator 1. Orgadec 1 Orgadec 2 Orgadec 3 2. Stardec 1 Stardec 2 Stardec 3 3. Probion 1 Probion 2 Probion 3 Suhu Awal 30 29 32 28 34 Rata-rata Suhu Awal Pengomposan ( 0 C) Pada Tabel 4, terlihat bahwa rataan suhu awal pengomposan dari 3 perlakuan menunjukkan hasil yang hampir seragam yaitu 30-,3 0 C. Selanjutnya selama proses pengomposan terjadi peningkatan suhu. Pada hari ketujuh proses pengomposan terjadi peningkatan suhu kompos, kisaran kenaikan suhu adalah 50-58 0 C. Untuk semua perlakuan dilakukan pembalikan bahan kompos. Tujuan dari pembalikan bahan kompos ini adalah untuk menetralkan suhu sehingga tidak melebihi suhu maksimum pertumbuhan mikroba perombak dan untuk menjaga kelembaban agar tetap optimal. Mikroorganisme pendegradasi bahan organik akan mati bila suhu melebihi 80 o C. Pada minggu kedua 30.0.0.3

(14 hari setelah aplikasi) dan ketiga pengomposan (21 hari aplikasi), kembali dilakukan pembalikan tumpukaan kompos. Proses pengomposan menyebabkan juga terjadinya perubahan warna pada bahan baku kompos. Pada awal sebelum aplikasi warna kompos tidak begitu berbeda antar perlakuan yaitu antara coklat muda sampai menuju ke coklat. Namun demikian setelah berumur 10 hari setelah aplikasi terjadi perubahan warna yang mengarah ke coklat tua sampai ke coklat kehitam-hitaman. Pengamatan tekstur atau keliatan dilakukan dengan cara menarik atau memutus serat tankos kelapa sawit secara manual dengan tangan. Pada awal aplikasi terlihat bahwa semua perlakuan mempunyai keliatan yang sangat tinggi, namun demikian pada umur 21 hari setelah aplikasi semua perlakuan kompos dengan aktivator berbeda menunjukkan perubahan tekstur menjadi agak rapuh. Hal ini menandakan bahwa mikroorganisme sudah mulai mengubah bahan kompos dari molekul besar yang stabil menjadi humus. Pengamatan aroma kompos dilakukan dengan cara mencium kompos melalui indra penciuman pada awal aplikasi, semua perlakuan mempunyai aroma khas tankos. Akan tetapi setelah umur kompos mencapai 10 hari setelah aplikasi, mulai beraroma asam, pada saat ini diduga terjadi perubahan bahan organik menjadi asam organik. Pada umur 21 hari setelah aplikasi, semua perlakuan menjadi tidak berbau menyengat/berbau tanah. Proses pengomposan akanmerubah kandungan bahan baku yang digunakan karena adanya aktivitas mikroorganisme. Hasil analisis cacahan tankos sebelum dilakukan fermentasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Unsur Hara Cacahan Tankos Sebelum Dilakukan Fermentasi. Uraian PH * C-Orgamik (%) * N (%) * Nisbah C/N * P (%) ** K (%)** Kadar Air (%) ** * Laboratorium BPTP Riau ** Laboratorium BPTP Sumut Kandungan cacahan tankos 6.70 41.21 0.71 58.04 0.39 9.65 73.60 Hasil analisis kandungan hara cacahan tankos pada Tabel 5, terlihat bahwa nisbah C/N bahan sangat tinggi yaitu 58,04. Jika nisbah C/N terlalu tinggi menyebabkan unsur tersebut tidak dapat diserap tanaman. Menurut Indriani (2003) bahwa prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Untuk itu pemanfaatan tankos sebagai pupuk bagi tanaman harus melalui proses pengomposan. Proses pengomposan telah selesai, ditandai dengan bau seperti tanah, temperatur bahan kompos stabil pada kisaran suhu seperti awal pengomposan dan terjadi perubahan warna menjadi coklat kehitaman serta tekstur bahan yang rapuh. Tabel 6. Kandungan Unsur Hara Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Beberapa Aktivator. Parameter Jenis Aktivator SNI Kompos 19-7030-2004 Orgadec Stardec Probion ph * N-Total (%) * C-Organik (%) * Nisbah C/N * K (%) ** P (%) ** Kadar Air (%) * * Laboratorium BPTP Riau ** Laboratorium BPTP Sumut 9.94 2.24 26.82 11.08 5.70 0.43 51.5 10.43 1.69 28.42 16.82 5.11 0.40 51.8 9.63 2.03 13.99 6.89 6.27 1.45 39.9 6.8-7.49 >0.4 9.8-32 10-20 >0.2 >0.1 <50 Pada Tabel 6, disajikan hasil analisis unsur hara kompos tankos dengan menggunakan beberapa aktivator. Dari ketiga jenis aktivator yang digunakan dalam pengomposan tankos, terlihat beberapa parameter pengamatan yang nilainya tidak sesuai dengan kriteria SNI kompos 19-7030- 2004. Nilai ph yang distandarkan untuk kompos kisarannya 6.8-7.49, tetapi hasil pengomposan

tankos dengan tiga aktivator yang diuji menunjukkan nilai ph diatas nilai yang disarankan. Hal ini diduga selama pengomposan tankos menyebabkan diproduksinya amonia yang mengandung nitrogen yang meningkatkan ph bahan. Kadar air yang distandarkan SNI untuk kompos adalah dibawah 50%. Dari ketiga aktivator yang diujikan ternyata aktivator probion memenuhi kriteria yang disarankan, walaupun nilai kadar air kompos menggunakan aktivator Orgadec dan Stardec tidak menyimpang terlalu jauh dari nilai yang distandarkan SNI kompos. Sementara untuk parameter N total, C organik, nisbah C/N, K dan P dari ketiga perlakuan aktivator menunjukkan nilai yang sesuai dengan standar SNI kompos 19-7030-2004. KESIMPULAN DAN SARAN - Sistem integrasi ternak dan tanaman (SITT) dapat diaplikasikan sesuai dengan potensi wilayah. Keberadaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kepulauan Riau memungkinkan untuk mengintegrasikan antara ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan daun dan pelepah kelapa sawit baik dalam bentuk segar maupun fermentasi sebesar 30-60% didalam ransum ternak sapi Bali menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) antara 0.5-0.6 kg/ekor/hari. - Pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit menggunakan aktivator Orgadec, Stardec dan Probion, menghasilkan kompos yang memenuhi kriteria standar SNI kompos 19-7030-2004. - Perlu dilakukan sosialisasi secara berkesinambungan oleh berbagai pihak yang berkompeten tentang teknologi SITT pada petani maupun stakeholder lainnya sehingga akan tercipta suatu kawasan pertanian ramah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. 2011. Kepri Dalam Angka. BPS Provinsi Kepulauan Riau. Dwyanto. K., D. Sitompul, I. Manti, I.W. Mathius, Soentoro, 2003. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.: p. 11-22. Bengkulu 9-10 September 2003. Elizabeth, J dan S.P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. pp: 110 118. Ginting, S.P. 2011. Optimalisasi Pemanfataan Hasil Samping Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ruminansia. Bunga Rampai Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Indriani. Y.H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. PT Penebar Swadaya, anggota IKAPI. Jakarta 62 halaman. Khusmiati, T. 2001. Pemanfaatan Gulma Sebagai Bahan Dalam Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Berbagai Aktivator dan Inokulum Mikroorganisme. Konferensi Nasional HIGI XV :p.32-41. Surakarta 17-19 Juli 2001. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2003. Inovasi Teknologi Kompos Produk Samping Kelapa Sawit. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.: p. 67-74. Benkulu 9-10 September 2003. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Zahari, M.W., O.A. Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization of oil palm frond-based diets for beef and dairy production in Malaysia. Asian-Aust.J. Anim. Sci. 16: 625 634.