BAB 2 PENAFSIRAN TEKS DALAM PERPEKTIF TEOLOGI FEMINIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Galilea. Kesaksian Alkitab mengatakan bahwa murid Yesus berjumlah dua belas orang

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman.

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.

Ester Damaris Wolla Wunga Yusak B. Setyawan. Abstrak

UKDW. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Virginia Wollf, seperti yang dikutip oleh Putranti mengungkapkan, bahwa

STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22

MARIA MAGDALENA DAN PEMURIDAN YANG SEDERAJAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Eka Darmaputera, Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia, dalam Eka Darmaputera (peny.), Konteks

Misiologi David Bosch

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Merupakan metodologi penafsiran Al Qur an Bertujuan untuk menghasilkan produk tafsir berkeadilan Gender Kerangka berpikir didasari oleh Pemikiran

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat

@UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

FEMINISME DARI PERSPEKTIF PROTESTAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang: Sebuah Refleksi Awal

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi

UKDW. Bab I Pendahuluan

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

RESENSI BUKU The Story of Israel: A Biblical Theology

12 Petunjuk Sederhana untuk membaca Alkitab (Bahasa Indonesian) How to Read the Bible ~12 Simple Guidelines

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB IV REFLEKSI KRITIS TEOLOGIS TENTANG DENDA ADAT MASYARAKAT MOA. pemikiran kritis teologis tentang kedudukan perempuan secara Kristiani.

Yesus yang Asli. oleh Kermit Zarley

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

Alkitab dan kita: Bagaimana menafsirkan Alkitab. 2 Petrus 1:20. Bagaimana Alkitab mengubah hidup kita? 2 Petrus 1:21.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

Surat-surat Am DR Wenas Kalangit

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Katolik

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

BAGIAN SATU PENGAKUAN IMAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB IV. Refleksi Teologis

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

Peranan Perempuan Dalam Gereja. Agnes Widanti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

Pemikiran-Pemikiran Choan-Seng Song Dalam Teologi Asia. Oleh: Queency Christie Wauran. Abstrak

Belajar dari Kristus

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

Transkripsi:

BAB 2 PENAFSIRAN TEKS DALAM PERPEKTIF TEOLOGI FEMINIS PENDAHULUAN Sudah saatnya bagi perempuan untuk membaca dan menafsirkan Alkitab dari sudut pandangnya sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman subjektifnya bersama Allah. Sistem dan budaya masa kini telah memungkinkan kaum perempuan untuk mengenyam pendidikan yang layak dan dengannya membangun rekonstruksi-rekonstruksi mengenai kisah-kisah Alkitab yang sarat budaya patriarkal. Dalam rangka memberikan penghargaan terhadap perjuangan kaum feminis terhadap upaya ini, sebagian besar pemikiran mereka akan digunakan dalam bagian ini untuk menggambarkan pandangan mereka terhadap teks, bagaimana mereka memaknai teks dan model-model teologi feminis yang berkembang dari hasil pemikiran mereka. Pada akhir bagian ini, penulis akan memberikan kesimpulan untuk merangkum keseluruhan penjelasan dalam Bab ini. 1.1. Lahirnya Teologi Feminis Gereja dibangun berdasarkan tradisi laki-laki dan sama sekali tidak memberi ruang bagi perempuan untuk berperan. Tertulianus (±160-225 ZB) mengatakan perempuan adalah pintu gerbang iblis dan akar dari semua dosa, sedangkan Hieronimus (347-420 ZB) menyimpulkan bahwa perempuan bukan saja menjadi asal-usul dosa melainkan semua ajaran sesat sehingga perempuan sejajar dengan ajaran sesat. 1 Thomas Aquinas (1225-1274 ZB) menyatakan bahwa hanya laki-laki yang segambar dengan Allah dan 1 Schüssier Fiorenza. Untuk Mengenang, 85-86 9

perempuan hanya mencerminkan Allah sejauh ia bersama dengan laki-laki. 2 Lebih ekstrim lagi perempuan bahkan dianggap sebagai makhluk yang berbeda dari laki-laki sehingga tidak layak disebut sebagai manusia. 3 Keprihatinan terhadap posisi perempuan, tekad untuk menyuarakan perempuan serta usaha untuk merefleksikan iman dari sudut pandang dan pengalaman kaum perempuan telah melahirkan perjuangan perempuan yang disebut gerakan feminis. Usaha ini pertama kali diperkenalkan oleh Christine de Pizan untuk upaya pembebasan kaum perempuan dari penindasan dengan mengindahkan pengalamannya sendiri, bersikap kritis terhadapnya, menganalisa sikap dan perilaku yang diarahkan pada dirinya sebagai perempuan dan menemukan makna baru menjadi seorang perempuan. Baru pada tahun 1882 istilah feminis diperkenalkan oleh Hubertina Auclret untuk menyebut perjuangan kaum perempuan dalam memperoleh hak politik di Prancis. 4 Perjuangan seperti ini menginspirasi banyak orang untuk terjun ke dalam gerakan feminis, dikalangan Kristen dikenal beberapa teolog feminis yang pemikirannya digunakan dalam tulisan ini, seperti Rosemary Radford Ruether, Anne M Clifford, Elizabeth Cady Stanton, Marie Claire Barth-Frommel, Elizabeth Schüssier Fiorenza, Letty M Ruessel, dan Katharina Doob Sakenfeld. Teolog-teolog feminis ini lahir dari aliran teologi feminis reformis yang meskipun mengakui bahwa tradisi kristen adalah tradisi laki-laki (patriarkal), masih tetap bertahan di dalam gereja mengusahakan cara pandang yang baru terhadap tradisi dengan keyakinan bahwa tradisi ini mengandung unsur-unsur pebebasan yang kuat. Aliran ini sangat bertolak belakang dengan 2 Marie Claire Barth-Frommel. Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, Pengantar Teologi Feminis. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 8 3 Anne M Clifford. Memperkenalkan Teologi Feminis. (Maumere: Ledalero, 2002), 14-15 4 Clifford, Memperkenalkan, 17. 10

pemahaman aliran teologi feminis revolusioner yang memilih meninggalkan gereja dan beralih pada agama para dewi. 5 1.2. Definisi Teologi Feminis Menurut Para Ahli Dalam sejarahnya, teologi feminis seringkali digambarkan sebagai usaha untuk mengembalikan perempuan kepada sejarah dan sejarah kepada perempuan. Sementara sebagian teks Perjanjian Baru mendiamkan perempuan, teologi feminis berusaha menemukan suara perempuan di dalam teks-teks yang ditulis oleh perempuan dan membaca berbagai teks tentang perempuan yang ditulis oleh laki-laki. 6 Teologi feminis ini tidak saja dibangun oleh perempuan tetapi juga oleh laki-laki yang ingin perempuan dijadikan subjek bukan objek, oleh perempuan yang sedang berusaha mencari sejarah dan jati diri dan tidak bersedia menyamakan dirinya dengan laki-laki, yang berusaha membebaskan dirinya dari pola-pola lama yang membelenggu yang ditentukan oleh laki-laki. 7 Karena itu, beberapa ahli mendefinisikan teologi feminis dalam beberapa pengertian. Anne M Clifford mendefinisikannya sebagai sebuah wawasan sosial yang berakar pada pengalaman kaum perempuan menyangkut diskriminasi dan penindasan oleh karena jenis kelamin, gerakan yang memperjuangkan pembebasan bagi kaum perempuan dari semua bentuk seksisme dengan memperhatikan pengalaman relasi kaum perempuan dengan Allah. 8 Anna Nasimiyu-Wasika yang dikutip Marie Claire Barth-Frommel mengatakan bahwa feminisme menuju suatu masyarakat yang di dalamnya semua orang mampu mewujudkan keutuhan hidupnya. 9 Di sisi lain, Phyllis Trible mendefinisikannya tidak saja sebagai sebuah kritik terhadap budaya dalam terang 5 Elizabeth A Johnson. Kristologi di Mata Kaum Feminis. (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 120-121 6 Mary T Malone. Women and Christianity. (New Year: Orbis Books, 2001) 31-32 7 Barth-Frommel, Hati, 12. 8 Clifford, Memperkenalkan, 28-29. 9 Barth-Frommel, Hati, 13. 11

misogini (pembenci perempuan) melainkan juga melibatkan kritik teologis. 10 Rosemary R. Ruether menekankan prinsip teologi feminis, yakni the full humanity of women, perempuan menuntut prinsip kemanusiaan penuh bagi dirinya sendiri. 11 Baginya, feminisme adalah sebuah sikap kritis yang menentang paradigma gender patriarkal bahwa laki-laki dengan karakteristik manusianya lebih unggul dan dominan (rasionalitas, kekuasaan) dan perempuan didefinisikan sebagai inferior dan tambahan (intuisi, pasif). Kebanyakan teolog feminis merekonstruksi paradigma gender agar perempuan dapat terlibat secara penuh dan setara dalam peran kemanusiaan. 12 Dalam rangka mencapai tujuan dalam semua definisi ini, para teolog feminis telah berupaya membangun teologi feminis berdasarkan pemahaman dan metodenya masing-masing. Ruether dengan lingkaran hemeneutik, Elisabeth Schüssier Fiorenza dengan hermeneutik feminis, Stanton dengan The Woman s Bible dan Trible dengan penafsiran retorik. 1.3. Cara Pandang Terhadap Teks Anne Clifford dalam bukunya mengemukakan tiga cara pandang utama orang Kristen terhadap Alkitab. Pertama, sebagai firman Allah, berada di luar kemampun nalar insani sehingga harus diterima tanpa syarat. Dalam cara pandang ini, modifikasi terhadap Alkitab sama sekali tidak diperbolehkan. Kedua, Alkitab merupakan wahyu ilahi dalam rekaman manusia yang ditulis di masa lalu oleh orang-orang yang bergumul tentang persoalan hidup dan iman. Alkitab diterima sebagai firman Allah tetapi diberi makna baru. Ketiga, kelompok orang yang bingung menentukan sikap terhadap 10 Schüssier Fiorenza, Untuk Mengenang, 43. 11 Rosemary Radford Ruether, Sexism and God-Talk: Toward a Feminist Theology (Boston:Beacon Press, 1983) 18-19 12 Susan Frank Parsons. The Cambridge Companion to Feminist Theology. (New York: Cambridge University Press, 2004), 26 12

Alkitab. 13 Dari tiga cara pandang ini, para teolog feminis reformis menempatkan diri pada cara pandang yang kedua. Berdiri pada posisi kedua ini, para teolog feminis reformis mengembangkan dengan bebas pandangannya terhadap teks Alkitab dan dengannya membangun metodemetode untuk rekonstruksi teks. Clifford terutama melihat teks Alkitab sebagai teks kuno yang ditulis selama beberapa abad yang berbeda, di tempat berbeda, oleh para pengarang yang berbeda untuk tujuan yang berbeda juga yang membentuk sebuah perpustakaan teks-teks religius. 14 Schüssier Fiorenza dan Stanton hampir senada dalam memandang teks. Teks Alkitab dilihat sebagai teks androsentrik yang tidak hanya ditulis untuk kepentingan laki-laki, ditafsirkan dari perspektif laki-laki tetapi juga buatan manusia sebagai bentuk ekspresi dari kebudayaan patriarkal. Ia merupakan penyataan ilahi yang diungkapkan dalam bahasa manusia yang terbatas secara historis dan terkondisi secara budaya. Stanton lebih jauh meneliti ajaran teks Alkitab mengenai perempuan, dengan sangat radikal ia menunjuk pada wajah androsentrik Alkitab untuk membuktikan bahwa teks-teks yang membenci perempuan bukanlah firman Allah melainkan dari kaum lelaki, Alkitab tidak saja salah dibaca tetapi pada dirinya sendiri adalah produk seksisme dan Stanton membayangkan teologi feminis dan emansipasi etik darinya. 15 Sedangkan Schüssier Fiorenza lebih menaruh perhatian pada kebisuankebisuan teks tentang perempuan. Teks-teks androsentrik tidak dilihat sebagai data yang informatif dan laporan yang akurat melainkan harus membaca kebisuan-kebisuan teks sebagai realitas yang tidak diungkapkan teks. Untuk tujuan ini dibutuhkan metode kritis feminis seperti seorang detektif yang tidak semata-mata menggunakan hanya fakta-fakta 13 Clifford, Memperkenalkan, 84-85. 14 Clifford, Memperkenalkan, 87-88. 15 Parsons, The Cambridge, 6 13

sejarah atau mereka-reka bukti tetapi terlibat dalam rekonstruksi imajinasi kreatif tentang realitas historis karena tidak jarang realitas yang sebenarnya terjadi adalah yang bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan teks. 16 Letty M. Russel memahami Alkitab sebagai kabar baik, tulisan rahasia karena berfungsi sebagai tulisan atau semangat hidup, yakni undangan Tuhan untuk bergabung dalam pemulihan keutuhan, kedamaian, keadilan di dunia. Bersama Schüssier Fiorenza, Russel yakin bahwa Alkitab memberikan sebuah bentuk dasar bagi kisah hidupnya yang membentuk pengalaman emosional dan ajakan transformasi. Russel percaya bahwa di mata Tuhan ia bukanlah marginal tetapi seperti orang kulit hitam dan hispanik ia adalah ciptaan Allah dan terpanggil pada janji Alkitab untuk menjadi seperti yang Tuhan inginkan, yakni menjadi rekan dalam pemulihan ciptaan. 17 Trible memilih untuk memusatkan perhatian pada teks Alkitab dan menolak usaha apapun untuk membedakan teks dari tradisi, bentuk dan isi secara metodologis dan menekankan pada struktur teks Alkitab. Baginya, Alkitab adalah seorang pengembara yang berkenala melalui sejarah untuk menggabungkan masa lampau dan masa kini dan suara Allah identik dengan teks Alkitab. Untuk menemukan niat Allah, ia harus mendengarkan dan menafsirkan teks seakurat mungkin dan ia memilih metode penafsiran kritik retorik untuk memusatkan perhatian pada gerak teks. 18 Cara pandang terhadap teks ini memungkinkan beragam metodologi dari para teolog feminis ini untuk melakukan rekonstruksi. 16 Schüssier Fiorenza, Untuk Mengenang, 33-36. 17 Letty M Russel. Feminist Interpretation of the Bible. (Philadelpia: The Westminster Press, 1985), 137-138 18 Schüssier Fiorenza, Untuk Mengenang, 41-42 14

1.4. Memaknai Teks Katharina Doob Sakenfeld memperkenalkan tiga pendekatan bagaimana seorang feminis harus membaca Alkitab, pertama, memperhatikan nas Alkitab yang bertentangan dengan nas yang biasa dipakai untuk membatasi perempuan, kedua, memperhatikan seluruh Alkitab untuk memperoleh suatu perspektif teologis yang kritis terhadap patriarki, ketiga, memperhatikan naskah tentang perempuan dari sejarah dan cerita perempuan (dulu/kini) yang hidup dalam suatu lingkungan masyarakat patriarkal. 19 Schüssier Fiorenza mengusulkan hal yang lain. Melihat kenyataan bahwa pada satu sisi teks-teks Alkitab bersifat androsentrik dan di sisi lain teks-teks ini menjadi sumber kekuatan bagi perempuan untuk menemukan uraian historis yang hilang dan menentukan realitas kehidupan yang seharusnya bagi perempuan baik dalam pengalaman yang sebenarnya pada masa Alkitab maupun pengalaman masa kini, ia menegaskan betapa metode hermeneutik kecurigaan dan hermeneutik kenangan adalah suatu kebutuhan mendesak terhadap teks-teks Alkitab. 20 Clifford menerapkan metodologi yang dikemukakan oleh Fiorenza dalam analisis empat tahap pembentukan Alkitab, yakni pengalaman akan penyingkapan diri Allah yang selama ini hanya terbatas pada pengalaman kaum laki-laki, pengulangan secara lisan kisah-kisah komunal, yang diklaim hanya diceritakan oleh kaum laki-laki, kenyataan bahwa perempuan tidak pernah mengangkat pena untuk menulis dan menyunting teks-teks Alkitab serta kanon Alkitab yang merupakan hasil dari proses manusiawi yang panjang dan rumit dan sarat 19 Russel, Feminist, 56. 20 Barth-Frommel, Hati Allah, 33. 15

akan kisah subordinasi kaum perempuan yang diklaim berasal dari Allah. 21 Dalam tahap-tahap ini ia memperlihatkan keandrosentrikan teks Alkitab sekaligus peluang besar untuk melihat realitas historis teks Alkitab. Ruether menekankan bahwa kanon Alkitab merupakan langkah pertama untuk mencari akar pengalaman perempuan yang termarginalkan dalam tradisi gereja dan teologi tradisional dalam rangkan membangun teologi feminis. 22 Usaha yang juga digeluti Schüssier Fiorenza dengan menaruh perhatian yang besar terhadap kepemimpinan perempuan dalam sejarah kekristenan awal dan bagaimana membaca teks-teks yang mendiamkan kaum ini. Ia menggunakan metodologi hermeneutik feminis 23 yakni hermeneutik kecurigaan dan hermeneutik kenangan. Hermeneutik kecurigaan feminis membangkitkan semangat yang menuntut seseorang untuk turut mempertimbangkan pengaruh dari berbagai peran dan pola sikap menyangkut jenis kelamin yang ditentukan secara kultural terhadap Alkitab. Titik tolaknya adalah pengandaian bahwa patriarkat secara mendalam berdampak atas teks-teks Alkitab dan tafsiran-tafsiran atasnya di dalam tradisi Kristen yang mencakup bagaimana teks-teks Alkitab memeperlakukan perempuan di dalam berbagai penuturan kisahnya dan sama sekali mengabaikan pengalaman perempuan tidak saja mengenai apa yang dikatakan tetapi juga apa yang didiamkan mengenai kaum ini. Sedangkan hermeneutik kenangan merupakan sisi lain dari hermeneutik feminis yang mengakui perendahan martabat, pembuangan, penganiayaan dan perbudakan masa lampau yang dialami oleh kaum perempuan dan menjadikan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai kenangan yang berbahaya guna menyediakan khazanah yang kaya bagi kita saat ini untuk merancang 21 Anne Clifford, Memperkenalkan, 95-105. 22 Ruether, Sexism, 14 23 Hermeneutik feminis mengacu pada teori, seni, dan praktek penafsiran alkitabiah dan teks luar Alkitab kuno untuk kepentingan perempuan 16

sebuah teologi zaman ini yang menyembuhkan penderitaan dan kemerdekaan dalam perjuangan. Sejalan dengan ini maka aturan-aturan metodologis berikut ini sangat diperlukan. 24 Pertama, teks-teks dan sumber-sumber historis Yahudi maupun Kristen harus dibaca sebagai teks-teks androsentrik. Kedua, pengagungan maupun penghinaan atau marginalisasi perempuan dalam teks-teks Yahudi harus dipahami sebagai bangunan realitas sosial dalam pengertian patriarkal atau sebagai proyeksi tentang realitas lelaki. Ketiga, kanon-kanon resmi dari hukum patriarkal yang dikodifikasikan pada umumnya lebih membatasi dibandingkan dengan interaksi dan hubungan yang sesungguhnya antara perempuan dan laki-laki dan realitas sosial yang diaturnya. Keempat, status sosial-keagamaan perempuan yang sesungguhnya harus ditentukan melalui tingkatan onotomi ekonomi dan peranan-peranan sosial mereka daripada oleh pernyataanpernyataan ideologis ataupun apa yang seharusnya. Dengan demikian penafsiran feminis bertugas menempatkan semua perempuan di tengah-tengah rekonstruksirekonstruksi historis sebagai tanggapan-tanggapan perempuan terhadap perubahanperubahan sosial yang mempengaruhi hidup mereka, serta di tengah-tengah upaya perempuan untuk mentransformasikan dan mengubah struktur-struktur dan pranatapranata kemasyarakatan. Mengikuti Schüssier Fiorenza, Trible menggunakan hermeneutik feminis untuk terlibat dalam sebuah analisis literer (membaca secara teliti teks Alkitab) dan memberi perhatian yang cermat terhadap kata-kata dan tema-temanya. Pembacaan kembali berciri retoris dan penerapan hermeneutik kecurigaan dan kenangan ini menolongnya memberikan sebuah tafsiran rekonstruktif dengan peluang kebebasan, seperti tafsiran 24 Schüssier Fiorenza, Untuk Mengenang, 148-151. 17

baru terhadap Kej 2:4b-3:24. 25 Sementara itu, Ruether lebih tertarik pada pengalaman unik perempuan (women s experiences) dengan berpatokan pada tiga pokok utama dalam bukunya Sexism and God-Talk, metodologi feminisme, sumber-sumber teologi feminis dan norma-norma feminis. Metodologi yang digunakan adalah metode Lingkaran Hermeneutik 26, yakni suatu metode untuk memberi pengertian baru terhadap suatu artikulasi pengalaman yang sedang diteliti dan diperbaharui. 27 Metode ini digunakan untuk menguji pengalaman unik perempuan yang merupakan kekuatan bagi teori kritis untuk menguji teologi tradisional dan tradisi-tradisi gereja. Kriteria pengalamannya adalah pengalaman perempuan berdasarkan pengalaman dalam tradisi laki-laki, pengalaman laki-laki yang telah membentuk tradisi gereja dan komunitas yang mengadopsinya, pengalaman universal, pengalaman penuh laki-laki dan perempuan setara dalam pengertian hukum. Manusia bukan hanya diukur dan diisi oleh pengalaman imajinasi laki-laki saja tetapi keduanya, laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi subjek dalam pembentukan kualitas manusia. Ruether membuat hal ini penting karena ia menentukan posisi, prinsip norma dan sumber teologi sebagai pijakan untuk melihat pengalaman unik perempuan dalam tradisi. Metode-metode ini akan coba dikombinasikan sedemikian rupa dan diterapkan dalam rangka membangun rekonstruksi teks Alkitab dan pemuridan yang sederajat oleh Yesus Kristus yang menjadi tujuan utama tulisan ini. 25 Clifford, Memperkenalkan, 111-119 26 Metode ini terdiri dari empat tahap: penggambaran tentang pengalaman, menganalisis pengalaman dengan memakai ilmu-ilmu sosial, refleksi teologi dan tindakan. 27 Andri Budinugroho, Mengantar Teologi Feminis Asia Berbicara di Panggung Dunia, diunduh tanggal 26 Juni 2012. http://ml.scribd.com/doc/92800746/teologi-feminisme-repaired 18

1.5. Langkah-Langkah Studi Hermeneutik Feminis Berdasarkan berbagai macam cara pandang, pemaknaan, dan metode yang dikembangkan dalam upaya melakukan rekonstruksi teks-teks Alkitab, maka penulis merasa perlu untuk menentukan langkah-langkah dalam melakukan suatu studi hermeneutic feminis terhadap teks Yoh 20:11-18. Untuk tujuan ini, penulis berusaha mengkombinasikan berbagai metode yang sudah disebutkan di atas dengan tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini. 1.5.1. Teks Yoh 20:11-18 merupakan sebuah tulisan hasil refleksi penulis terhadap apa yang disaksikannya dan ia menulis hanya sebagian kecil yang menurutnya penting untuk disampaikan. Sepenggal kisah ini akan menjadi pintu masuk untuk melihat gunung es yang tersembunyi di bawah realitas historis yang nampak dari teks. 1.5.2. Teks ini adalah produk budaya patriarkal dan ia memperolah bias-bias patriarkal 1.5.3. Studi hermeneutik feminis terhadap teks dengan menerapkan metode hermeneutik kecurigaan dari Schüssier Fiorenza dengan memperhatikan kriteria pengalaman menurut Ruether 1.5.4. Merekonstruksi model pemuridan yang sederajat dari kisah Maria Magdalena dalam teks Yoh 20:11-18 berdasarkan hasil studi hermeneutik feminis yang telah dilakukan. KESIMPULAN Lahirnya teologi feminis telah memberikan perspektif baru bagi perempuan dan akhir perjuangan yang melegahkan bahwa penindasan yang dialami oleh perempuan 19

tidak pernah berasal dari Allah melainkan dari budaya patriarkal. Perjuangan yang diawali oleh Christine de Pizan diikuti oleh para teolog feminis akhirnya menghantar tulisan ini pada kekayaan metode yang digunakan para teolog feminis. Berbagai pendekatan yang dikemukakan oleh Elizabeth Cady Stanton, Anne M Clifford, Elisabeth Schüssier Fiorenza, Letty M Russell, Rosemary R Ruether dan Phyllis Trible merupakan jalan masuk untuk melakukan rekonstruksi terhadap teks-teks Alkitab dan memberikan sinyal perlunya bertahan pada tradisi kekristenan dengan pembaharuanpembaharuan paradigma terhadap teks Alkitab dan realitas historis mengenai perempuan. 20