PARSING MORFOLOGIS KATA KERJA BERIMBUHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINITE STATE TRANSDUCER (FST)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Terdapat tiga topik utama di teori otomata yaitu:

TEKNIK KOMPILASI Bahasa Regular

Pendahuluan [6] FINITE STATE AUTOMATA. Hubungan RE & FSA [5] Finite State Diagram [6] 4/27/2011 IF-UTAMA 1

FINITE STATE MACHINE / AUTOMATA

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

Tata Bahasa Kelas Tata Bahasa. Konsep Bahasa (1)

BAB I PENDAHULUAN 1-1

TEORI BAHASA DAN AUTOMATA

NonDeterministic Finite Automata. B.Very Christioko, S.Kom

Grammar dan Tingkat Bahasa

TEKNIK KOMPILASI Konsep & Notasi Bahasa

IF-UTAMA 1. Definisi. Grammar. Definisi

Sumarni Adi TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2013

Teori Bahasa dan Otomata

SENTENCE ANALYSIS WITH ARTIFICIAL INTELLIGENCE MACHINE LEARNING USING FINITE STATE AUTOMATA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERTEMUAN II. Finite State Automata (FSA) Deterministic Finite Automata (DFA) Non Deterministic Finite Automata (NFA)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dipaparkan landasan-landasan teori yang telah ada dan menjadi pijakan dalam pelaksanaan penelitian ini.

TEORI BAHASA DAN AUTOMATA

Penerapan Finite State Automata Pada Proses Peminjaman Buku di Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana Artikel Ilmiah

TEORI BAHASA & OTOMATA (KONSEP & NOTASI BAHASA) PERTEMUAN IX Y A N I S U G I Y A N I

TEORI BAHASA DAN OTOMATA PENGANTAR

SILABUS MATAKULIAH. Indikator Pokok Bahasan/Materi Aktifitas Pembelajaran

EKSPRESI REGULAR PADA SUATU DETERMINISTIC FINITE STATE AUTOMATA

1. Pendahuluan. 2. Tinjauan Pustaka

Teknik Kompiler 5. oleh: antonius rachmat c, s.kom, m.cs

BAB 1 PENDAHULUAN. sederhana adalah kelas bahasa reguler (regular languages). Bahasa reguler dapat dengan

PENDEKATAN TEORI AUTOMATA UNTUK MENYELESAIKAN APLIKASI-APLIKASI DI BIDANG ILMU KECERDASAN BUATAN

MODUL MATA KULIAH TEORI BAHASA DAN OTOMATA DOSEN:

TEORI BAHASA DAN OTOMATA [TBO]

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (Kelas Teori)

Sebuah bahasa dinyatakan regular jika terdapat finite state automata yang dapat menerimanya. Bahasa-bahasa yang diterima oleh suatu finite state

FTIK / PRODI TEKNIK INFORMATIKA

TEORI BAHASA DAN AUTOMATA

Media Informatika Vol. 7 No. 1 (2008) PERANGKAT LUNAK SISTEM PENENTUAN KATA DASAR SUATU KATA DALAM SUATU KALIMAT SECARA OTOMATIS

FINITE STATE AUTOMATA

Teori Komputasi 11/2/2016. Bab 5: Otomata (Automata) Hingga. Otomata (Automata) Hingga. Otomata (Automata) Hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Overview. Pendahuluan. Pendahuluan. Pendahuluan. Pendahuluan. Pendahuluan

Tujuan perancangan bhs program

BAB I PENDAHULUAN. Orasi ilmiah DR. Arry Akhmad Arman, Fakultas Teknologi Industri, ITB, 23 Agustus

TEORI BAHASA DAN AUTOMATA

Penerapan Graf Transisi dalam Mendefinisikan Bahasa Formal

BAB II SINTAKS 2.1. SINTAKS

MODUL 4: Nondeterministic Finite Automata

Deterministic Finite Automata

TEORI BAHASA DAN OTOMATA [TBO]

Teori Bahasa Formal dan Automata

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa menurut kamus Websters adalah the body of words and methods of

1, 2, 3

Teori Bahasa dan Otomata 1

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. dirancang dan selanjutnya dapat diketahui gambaran dan kemampuan sistem secara

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

TEORI BAHASA & AUTOMATA

PENGANTAR OTOMATA DAN KOMPILASI

Reduksi DFA [Deterministic Finite Automata]

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Teori Bahasa & Otomata

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

SINTAKS. Sintaks dari bahasa pemrograman di defenisikan dengan 2 kumpulan aturan, yaitu:

Teknik Informatika PERTEMUAN 2. TEORI BAHASA & OTOMATA Imam Riadi, M.Kom Shofwatul Uyun, M.Kom. Teknik Informatika

BAB I TEORI BAHASA DAN AUTOMATA

Teori Bahasa & Otomata

Bahasa adalah kumpulan kalimat. Kalimat adalah rangkaian kata. Kata adalah komponen terkecil kalimat yang tidak bisa dipisahkan lagi.

PEMODELAN PERANGKAT LUNAK UNTUK PENGERTIAN DETERMINISTIC FINITE AUTOMATA DAN NON-DETERMINISTIC FINITE AUTOMATA

ALGORITMA PEMROGRAMAN 1C SINTAKS

BAB V CONTEXT FREE GRAMMAR DAN PUSH DOWN AUTOMATA

UNIVERSITAS GADJAH MADA FMIPA/DIKE/ILMU KOMPUTER Gedung SIC Lantai 1, Sekip, Bulaksumur, 55281, Yogyakarta

Pengenalan Konsep Bahasa dan

Teori Bahasa Formal dan Automata

FIRDAUS SOLIHIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TRUNOJOYO

Non-Deterministic Finite Automata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Teori Bahasa dan Automata. Finite State Automata & Non Finite State Automata

Dasar Teori Bahasa & Grammar

TEORI BAHASA DAN AUTOMATA

DAN FIRRAR UTDIRARTATMO

SINTAKS. Sintaks dari bahasa pemrograman di defenisikan dengan 2 kumpulan aturan, yaitu:

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Kebutuhan Analisis Masalah

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM VALIDASI XHTML 1.0

Tanggal Revisi : Tanggal : SATUAN ACARA PERKULIAHAN

APLIKASI PROGRAM DINAMIS DALAM ALGORITMA COCKE- YOUNGER -KASAMI (CYK)

Teknik Kompilasi. Notasi Bahasa

Teori Bahasa dan Otomata

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

Non-deterministic Finite Automata Dengan -Move

Penguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia. Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang. Sri Fajarini. Mahasiswa Universitas Andalas)

BAB II MODEL KOMPUTASI FINITE STATE MACHINE. Pada Bab II akan dibahas teori dasar matematika yang digunakan

UNIVERSITAS GUNADARMA

TEKNIK KOMPILASI. Firrar Utdirartatmo

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Bahasa Alami 1

BAB II ANALISA LEKSIKAL (SCANNER)

STEMMING KATA KERJA BAHASA INDONESIA PADA FILE TEKS MENGGUNAKAN ALGORITMA LOVINS DAN ALGORITMA PAICE/HUSK. Proposal Tugas Akhir. Logo kampus.

Analisa dan Evaluasi Afiks Stemming untuk Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang telah digunakan secara luas oleh orang orang di dunia saat ini adalah

Transkripsi:

PARSING MORFOLOGIS KATA KERJA BERIMBUHAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINITE STATE TRANSDUCER (FST) Elisa 1) Lucia Dwi Krisnawati 2) Sri Suwarno 3) Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta elz_sha25@yahoo.com 1) krisna@ukdw.ac.id 2) sswn@ukdw.ac.id 3) ABSTRACT Detecting word classes in a text file can be a very time-consuming task. However, such activities are needed in applications using natural language, such as machine translation or speech recognition to give computer the knowledge about the word categories in each language. One of the techniques commonly used is parsing. Through parsing, the computer gets and reads the labels assigned to each word. These labels will be valuable to computer in differentiating or choosing which words it needs to deliver. For that reason, this study concentrates on constructing a morphological parsing for Indonesian. In order to get a fine result, the first step to be conducted is to construct a lexicon consisting of affixation verbs considered as a knowledge base given to the computer. The analysis on the morphological structure from a lexical morpheme has been done with the finite state transducer approach. The results were evaluated by randomly picking up 20 texts. The evaluation shows that the system is capable of doing morphological parsing with an accuracy rate of 81,44%. One of the system drawbacks is that it does not do syntactic and semantic analysis so that some parsing results are inaccurate due to the contexts of the words. Keywords: Morphological Parsing, Finite State Transducer, Finite State Automata 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang pemrosesan bahasa alami sudah banyak dilakukan. Namun penelitian bahasa alami terhadap bahasa Indonesia masih sedikit dilakukan dan kurang dipublikasikan. Salah satu komponen terpenting dalam pemrosesan bahasa alami adalah pengurai (parser) struktur morfologis dari suatu kalimat. Pengurai morfologis ini mengidentifikasi dan memberi label imbuhan yang tergabung dalam sebuah morfem leksikalis sehingga membentuk satu kesatuan kelas kata yang memiliki makna tunggal ataupun bermakna ganda. Proses penguraian morfem yang terkandung dalam jenis kata tertentu dalam sebuah kalimat bahkan lebih atau pada paragraf dalam sebuah teks, mirip dengan proses penguraian dalam tata bahasa pemrograman dalam dunia komputer. Perbedaan yang mendasar pada keduanya adalah tata bahasa dalam dunia komputer merupakan tata bahasa yang bebas konteks (context free grammar), sedangkan tata bahasa pada bahasa Indonesia merupakan tata bahasa alami yang peka terhadap konteks (context sensitive). Melalui penelitian ini dihasilkan sebuah sistem pendeteksi kata kerja berimbuhan yang mampu mengenali variasi awalan men-, memper-, di-, dan diper-, dengan memberikan keluaran berupa pelabelan struktur morfologis dari kata kerja tersebut. Salah satu manfaat dari pelabelan adalah pada proses penerjemahan antar bahasa, sehingga diperoleh keluaran yang tepat. Pendekatan keluaran sistem menggunakan pemodelan Finite State Transducer (FST). 1.2 Tujuan Penelitian Adapun beberapa tujuan yang melandasi penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut: 1) Menghasilkan sebuah mesin maya untuk membedakan variasi morfofonemis (perubahan bunyi) dalam variasi penggabungan prefiks men- [1] dan di- dengan bentuk dasar tunggal atau kompleks. 2) Melakukan penelitian awal atau penyediaan basis data untuk penelitian selanjutnya seperti untuk pemetaan teks ke dalam bentuk bunyi ujaran. Untuk bentuk kata yang sama kadang memiliki makna lebih dari satu dan karena perbedaan pelafalannya dalam bahasa tertentu maka akan menghasilkan makna yang berbeda pula. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan arti pentingnya parsing morfologis serta kompleksitas perubahan morfem dengan prefiks men-, memper-, di- dan diper- maka permasalahan yang menjadi titik berat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana merumuskan pelabelan struktur morfologis alomorfisme prefiks men- (mem-, men-, meny-, meng-, menge-, me-) dan memper- dari morfem leksikalis/root kata tertentu? 2) Bagaimana merumuskan pelabelan struktur morfologis pada prefiks di- dan diper- dari morfem leksikalis tertentu? 3) Bagaimana memberikan pengetahuan kepada komputer agar mampu mengenali perumusan di atas? 4) Bagaimana mengimplementasikan perumusan di atas dengan pemodelan keluaran menggunakan metode Finate State Ttransducer (FST)? 2. Landasan Teori 2.1 Finite State Automata (FSA) Finite State Automata (FSA) adalah model matematika dengan masukan dan keluaran diskrit. Sistem dapat berada di salah satu dari sejumlah kondisi. Kondisi sistem merupakan ringkasan informasi yang berkaitan dengan masukan- 137

masukan sebelumnya yang diperlukan untuk menentukan keadaan sistem pada masukan-masukan berikutnya. FSA sangat cocok untuk memodelkan sistem dengan jumlah kondisi yang berhingga. Secara formal FSA dinyatakan oleh 5 parameter (quintuple) atau M= (Q, Σ, q 0, F, δ ) di mana [2] : Q = himpunan kondisi/kedudukan N kondisi q0,q1,...,qn Σ = himpunan simbol masukan atau abjad q 0 = kondisi awal (start state) F = himpunan kondisi akhir, F Q δ (q,i) = fungsi transisi. Jika kondisi q Q diberi simbol masukan i Σ, δ (q,i) akan mengembalikan nilai kondisi menjadi q Q dengan relasi dari Qx Σ to Q. FSA berdasar pada pendefinisian kemampuan berubah kondisi-kondisinya bisa dikelompokkan ke dalam deterministic finite automata (DFA) dan nondeterministic finite automata (NDFA) atau NFA. 2.1.1 Deterministic Finite Automata (DFA) FSA akan disebut DFA, jika ada tepat satu kondisi berikutnya untuk setiap simbol masukan yang diterima. Untuk memperjelas maka dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Mesin Automata DFA [3] Konfigurasi DFA, dinyatakan sebagai berikut: Q = {q 0,q 1,q 2 } ; Σ = {a,b} ; δ = q 0 ; F ={q 2 } Fungsi-fungsi transisi yang ada sebagai berikut: δ (q 0,a) = q 0 ; δ (q 0,b) = q 1 ; δ (q 1,a) = q 1 ; δ (q 1,b) = q 2 ; δ (q 2,a) = q 1 ; δ (q 2,b) = q 2 Tabel transisi menggambarkan aksi yang dilakukan oleh suatu mesin dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Transisi Kondisi dari DFA pada Gambar 1 [3] δ Masukan Kondisi a b q 0 q 0 q 1 q 1 q 1 q 2 2.1.2 Nondeterministic Finite Automata (NFA) Dalam NFA, bisa terdapat 0,1, atau lebih transisi dengan simbol masukan yang sama. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Di mana dari kondisi q 0 terdapat dua anak panah keluar yang berlabel masukan a. Gambar 2. Mesin Automata NFA [3] Konfigurasi NFA dapat dinyatakan: Q = {q 0,q 1 } ; Σ = {a,b} ; δ = q 0 ; F ={q 1 } Fungsi-fungsi transisi yang ada sebagai berikut: δ (q 0,a) = {q 0, q 1 } ; δ (q 0,b) = {q 1 } ; δ (q 1,a) = {q 1 } ; δ (q 1,b) = {q 1 } Tabel transisi dari fungsi transisi dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Transisi Kondisi dari NFA pada Gambar 2 [3] δ Masukan Kondisi a b q 0 {q 0,q 1 } {q 1 } q 1 {q 1 } {q 1 } 2.2 Finite State Transducer (FST) Transducer adalah recognizer yang mengeluarkan string keluaran selama dilakukan pergerakan [4]. FST adalah FSA dengan keluaran, yang dapat mengeluarkan string simbol keluaran pada tiap pergerakan. FST merupakan salah satu variasi dari automata. Model ini menerima string masukan dan menerjemahkannya menjadi string keluaran. Secara formal keluaran FST dapat diasosiasikan dengan transisi yang didefinisikan dalam 5 parameter (quintuple) atau M= (Q, Σ, q 0, F, δ ) di mana [2][3] : 138

Q = himpunan kondisi/kedudukan N kondisi q 0,q 1,...,q N Σ = alfabet berhingga dari simbol kompleks. Tiap simbol kompleks disusun dari pasangan masukan-keluaran i:o; simbol i berasal masukan alfabet I, dan simbol o dari alfabet O, maka Σ IxO. I dan O juga memungkinkan termasuk transisi epsilon (ε ). q 0 = kondisi awal (start state) F = himpunan kondisi akhir, F Q δ (q,i) = fungsi transisi. Jika kondisi q Q dan simbol kompleks i:o Σ.δ (q,i:o) akan mengembalikan nilai kondisi menjadi q Q.δ dengan relasi dari Qx Σ to Q. 2.3 Parsing Morfologis dengan Metode FST Dalam membangun parser morfologis baik dengan FSA, NFA, dan FST dibutuhkan: 1) Leksikon: daftar kata dasar beserta label kelas kata pembentuknya dan afiks serta informasi utama tentang keduanya. 2) Morfotatiks: model urutan morfem yang mengatur kelas morfem tertentu mengikuti morfem kelas tertentu dalam satu kata. 3) Aturan ortografik: aturan ejaan yang digunakan untuk memodelkan perubahan yang terjadi dalam suatu kata. 3. Metode Penelitian Tahapan langkah yang digunakan sebagai urutan proses yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yakni pra-pemrosesan, pemrosesan dan pasca pemrosesan. 3.1 Pra-pemrosesan Pembuatan database leksikon kata kerja berimbuhan men-, memper, di- dan diper- berdasarkan acuan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) [5]. Cara pemerolehan database leksikon dibuat secara manual dengan cara diketik satu per-satu, mengacu pada daftar lema sejumlah 29.337. Daftar lema ini diperoleh atas bantuan dosen Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI), Bobby Nazief. Diketikkan sesuai dengan yang tertulis pada KBBI yang dibagi dalam tiga kolom. Kolom pertama memuat variasi kata kerja berimbuhan aktif untuk kategori prefiks men- dan memper- dan untuk kata kerja pasif dengan kategori prefiks di- dan diper-, kolom kedua berisi daftar kata dasar yang membentuk kata kerja baik berupa bentuk dasar tunggal, bentuk kompleks, berulang, dan kata majemuk, sedangkan kolom ketiga sebagai daftar label kelas kata dari setiap bentuk dasar. Jumlah total masukan variasi kata kerja yang sesuai dengan KBBI berjumlah 17.270 buah kata. Setelah data berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan pengamatan dan penelitian untuk menyusun algoritma yang akan diimplementasikan ke sistem. Namun sebelumnya dilakukan penyeleksian terlebih dahulu terhadap beberapa daftar kata bentuk serapan bahasa asing, dengan membuat segala macam kemungkinan variasi perubahan bunyi (morfofonemis) baik perubahan fonem, penanggalan fonem dan penyisipan fonem yang mungkin terjadi. Sehingga akhirnya, didapatkan pelabelan struktur morfologis yang tepat. 3.2 Pemrosesan Proses penyajian keluaran data diperoleh dengan metode FST, yang akan menghasilkan dua keluaran dalam dua level, yakni pada level leksikal yang merupakan strata pelabelan dan pada level permukaan yang menunjukkan tingkat realitas pemakaian kata. 3.3 Pasca Pemrosesan Melakukan analisis terhadap sistem dengan uji nilai presisi untuk membuktikan tingkat keakurasian deteksi kata kerja berimbuhan. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Aturan Produksi Alomorfisme Prefiks men- dan di- Untuk menuliskan aturan bentuk notasi pelabelan pada level leksikal digunakan notasi Chomsky dan Halle (1968). Aturan dalam bentuk a b/c d berarti tulis ulang a sebagai b jika a berada diantara c dan d [2]. Beberapa aturan produksi yang menjadi landasan pengembangan sistem serta menunjukkan adanya perubahan fonem baik peluluhan yang diberi istilah MFD (morphophonemic dropping) maupun penyisipan dengan istilah MFI (morphophonemic insertion) antara lain sebagai berikut: a. N m/men-*{b f v p}, dalam aturan ini fonem /p/ tidak luluh. N berfungsi sebagai variabel untuk himpunan N= {m, n, ng, ny, nge, ø}yang memiliki elemen-elemen bagian yang berfungsi untuk menunjukkan adanya proses MFI atau MFD atau bukan keduanya (sebagai himpunan kosong). b. p m/men-*p, dalam aturan ini fonem /p/ luluh. c. N n/men-*{d j c sy z}. d. s n/men-*sy, khusus untuk bentuk dasar syair. e. t n/men-*t, dalam aturan ini fonem /t/ luluh. f. N n/men-*t, untuk serapan bahasa asing atau pada fonem /t/ tidak luluh. g. N ng/men-*{a i u e o g h q kh} 139

h. k ng/men-*k, dalam aturan ini fonem /k/ luluh. i. N ng/men-*k, untuk serapan bahasa asing atau pada fonem /k/ tidak luluh. j. s ny/men-*s, dalam aturan ini fonem /s/ luluh. k. N n/men-*s, untuk serapan bahasa asing atau pada fonem /s/ tidak luluh. l. N nge/men-*{b c d g k l p}, untuk bentuk dasar bersuku kata satu. m. N ε /men-*{l m n r w y} Untuk prefiks {memper-}, {di-} dan {diper-} tidak mengalami proses perubahan fonem atau morfofonemik. Dengan kata lain, tidak mengalami proses perubahan, penambahan, dan penanggalan fonem. Jadi dapat langsung digabung dengan bentuk dasar kata yang mengikutinya. 4.2 Transducer untuk Afiksasi Kata Kerja Aktif men- dan memper- serta Kata Kerja Pasif di- dan diper- Tujuan dari parsing morfologis adalah untuk memetakan dari level permukaan misalnya, pada kata kerja memadukan menjadi memadukan+pre+mfd+[a]+suf pada level leksikal. Langkah awal dengan terlebih dahulu membuat transducer Tnum yang dimodelkan dalam bentuk graf berarah sebagai bentuk pelabelan struktur morfologis dari masukan kata kerja dengan awal prefiks {men-}, {memper-}, {di-} dan {diper-} seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Transducer Tnum dari Masukan Kata Kerja (V) Gambar 4. Transducer Tmorfo untuk Proses Morfofonemik Prefik {men-} 140

Untuk proses morfofonemik dijelaskan pada Gambar 4. Sedangkan untuk mengatasi sifat kerakusan (greediness) dari NFA yang menerima bahasa secara sederhana dengan ekspresi reguler maka diberikan label (A) sampai dengan (F), yang memuat keterangan untuk aturan khusus antara lain sebagai berikut: (A) mewakili keterangan untuk beberapa daftar bentuk dasar dengan awal fonem /p/ tidak luluh yang membentuk kata kerja aktif seperti: pelajar, pecundang, panitia, parafrasa, patroli, perkara, poser, prakarsa, prakira, praktik, praperadilan, prediksi, presentasi, pribadi, pribumi, prihatin, prioritas, privatisasi, program, proklamasi. (B) mewakili keterangan untuk beberapa daftar bentuk dasar dengan awal fonem /t/ tidak luluh yang membentuk kata kerja aktif seperti: tradisi, traktir, traktor, transfer, transformasi, transkripsi, transmigrasi. (C) mewakili keterangan untuk beberapa daftar bentuk dasar dengan awal fonem /k/ tidak luluh yang membentuk kata kerja aktif seperti: kaver, khalayak, khas, khasiat, khatam, khawatir, khayal, khianat, khitan, khotbah, khusus, klaim, klakson, klarifikasi, klasifikasi, kliring, klise, klona, kombinasi, komunikasi, kredit, krisis. (D) mewakili keterangan untuk beberapa daftar bentuk dasar dengan awal fonem /s/ tidak luluh yang membentuk kata kerja aktif seperti: sinyalir, skedul, skema, skenario, sketsa, skor, smokel, sosialisasi, spekulasi, spion. (E) mewakili keterangan untuk daftar bentuk dasar kata bersuku dua yang mendapat awalan imbuhan {menge-}, antara lain: bumi, depan, samping, sini, sisi, tahu, tanah, tengah, dan tepi. (F) mewakili keterangan untuk daftar bentuk dasar kata bersuku tiga yang mendapat awalan imbuhan {menge-} yakni pada kata belakang. Berdasarkan Gambar 4, diambil kesimpulan bahwa variasi kondisi berhingga yang mungkin untuk prefiks menmemiliki kemungkinan sebanyak 13 kondisi, sedangkan untuk prefik memper-, di- dan diper- memiliki kemungkinan penuh terhadap seluruh kombinasi huruf mulai dari abjad A sampai dengan Z sebanyak 26 kondisi. Gambar 5. Transducer Tstems Untuk Bentuk Dasar padu Pada Gambar 5 merupakan FST Tstems sebagai contoh variasi bentuk dari leksikon kata kerja dengan bentuk dasar kata padu. Tstems juga menunjukkan keluaran pada level permukaan. Maksud dari simbol @:@ adalah juga dapat berlaku untuk bentuk kata kerja lainnya. Pasangan @:x, sebagai contoh berarti berlaku untuk segala bentuk kata kerja di mana memiliki x sebagai level permukaan, dan koresponden dengan x:@. Dua buah transducer dapat digabungkan dengan menggunakan operator komposisi. Untuk memungkinkan penerimaan 2 transducer yang berjalan serial dan mengganti keduanya dengan satu FST yang lebih kompleks. Algoritma untuk operasi komposisi, misalnya diberikan dua buah mesin automata T 1 dan T 2 dengan pasangan kondisi Q 1 dan Q 2 dan fungsi transisi δ 1 dan δ 2, maka akan dibuat kondisi yang paling mungkin (x,y) untuk setiap kemungkinan pasangan dalam kondisi x Q 1 dan y Q 2. Maka mesin automata yang baru akan memiliki fungsi transisi [2] : δ 3 ((x a, y a ), i:o) = (x b, y b ) if c s.t. δ 1 (x a, i:c) = x b dan δ 2 (y a, i:c) = y b (1) Hasil komposisi mesin automata, Tlek = Tstems o Tnum akan menghasilkan bentuk keluaran pada level leksikal yang dijelaskan pada Gambar 6. Gambar 6. Transducer FST Tlek= Tstem otnum Hasil uji coba masukan seperti pada Gambar 7 dengan aplikasi sistem akan menghasilkan bentuk keluaran pada level permukaan dan level leksikal yang dijelaskan pada Gambar 8. 141

Gambar 7. Halaman Masukan Sistem Gambar 8. Halaman Keluaran Sistem 5. Kesimpulan Dari hasil analisis pada sistem parsing morfologis kata kerja berimbuhan dengan metode Finite State Transducer (FST) maka dapat ditarik beberapa kesimpulan: a. Sistem ini mampu merumuskan pelabelan keluaran struktur morfologis dari kata kerja terdeteksi dengan variasi prefiks {men-}, {memper-},{di-}, dan {diper-} dengan tepat sesuai dengan dengan pemodelan FST dalam dua level yakni permukaan dan leksikal. b. Dengan berbasiskan leksikon kata sejumlah 17.270 kata kerja, hasil akurasi mencapai 81,44% dari hasil analisis terhadap 20 berkas teks. c. Berdasarkan hasil penelitian maka variasi kondisi berhingga (finite) yang mungkin untuk proses transduksi pada prefiks men- memiliki kemungkinan sebanyak 13 kondisi, sedangkan untuk prefiks memper-, di- dan dipermemiliki kemungkinan penuh terhadap seluruh kombinasi huruf mulai dari abjad A sampai dengan Z sebanyak 26 kondisi. d. Kelemahan dari sistem ini yakni hanya melihat pola kata dari masukan, jika bersesuaian dengan regular expression (RE) maka akan diterima sebagai kata kerja tanpa membedakan konteks makna padanan kalimat, sehingga keluaran pelabelan yang dihasilkan kadang menjadi tidak sesuai. Dalam penelitian selanjutnya, disarankan agar dilakukan analisis semantis dan sintaksis untuk meningkatkan tingkat keakurasian program. Daftar Pustaka [1] Ramlan, M. (1985). Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono. [2] Jurafsky, D., & Martin, J. H. (2000). Speech and Language Processing: An Introducyion to Natural Language Processing, Computational Linguistic, and Speech Recognition. Upper Saddle River; New Jersey; Prentice- Hall,Inc. [3] Utdirartatmo, F. (2005). Teori Bahasa dan Otomata. Yogyakarta: Graha Ilmu. [4] Hariyanto, B. (2004). Teori Bahasa, Otomata dan Komputasi Serta Terapannya. Bandung: Penerbit Informatika Bandung. [5] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 142