Alokasi Dana Hasil Penghematan Subsidi BBM: Sebuah Catatan 1. Pendahuluan Pemerintah mengusulkan kenaikan harga premium dan solar Rp 1.500 per liter, sehingga harga kedua jenis BBM bersubsidi itu akan naik dari Rp 4.500 menjadi Rp. 6000 per liter. Di samping kenaikan harga pemerintah mengajukan opsi subsidi konstan atau tetap sebesar Rp. 2000. Sementara itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kompensasi bagi masyarakat tidak mampu yang terkena dampak kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ataupun subsidi konstan. Dananya antara lain berasal dari penghematan seluruh kementerian dan lembaga (K/L). Total nilainya berkisar Rp 30 40 triliun. Tabel 1. Naiknya harga BBM dan dampak sosial ekonomi Dampak Sosial Ekonomi Sumber: Langkah-langkah pengendalian BBM bersubsidi, Kementerian ESDM, 2012 Tabel 2. Pro dan Kontra skenario harga BBM naik Rp 1.500 Pro - Pengurangan beban subsidi BBM akan lebih signifikan pada saat rata-rata ICP rendah (pada kondisi harga minyak internasional yang stabil) - Harga BBM tetap Rp 6.000/ltr, tidak berubah lagi - Risiko kenaikan subsidi berasal dari kenaikan harga ICP dan penambahan volume BBM Naik Rp/liter Kontra - Hanya signifikan jangka pendek dalam pengurangan subsidi BBM - Pada saat harga ICP sangat rendah, diperlukan penyesuaian turun harga BBM Sumber: Langkah-langkah pengendalian BBM bersubsidi, Kementerian ESDM, 2012 2. Paket Kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 Subsidi Tetap/liter 2.000 1.500 1.000 Rp 2.000 Tambahan Inflasi 2,86 2,15 1,43 2,43 Tambahan Kemiskinan 1,40 0,98 0,61 1,15 Penurunan Daya Beli 2,78 2,10 1,41 2,37 Penghematan Subsidi BBM (Rp triliun) 42,11 31,58 21,05 25,77 Pemerintah akan mengalokasikan dana tunai sebesar Rp 25,6 triliun kepada 18,5 juta keluarga miskin atau 74 juta jiwa sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Selamat April Desember 2012 setiap keluarga miskin akan menerima Rp 1,35 juta jiwa atau Rp 150 ribu per bulan. Selain itu pemerintah menyiapkan sejumlah kompensasi berupa: a. Subsidi angkutan umum, antara lain melalui penambahan PSO untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan, serta bentuk kompensasi lainnya. Perkiraan Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 9
kebutuhan anggaran kompensasi kenaikan harga BBM untuk angkutan umum program 9 bulan, termasuk biaya persiapan dan pengelolaan, adalah sebesar Rp 5,0 triliun. b. Kompensasi pangan berbentuk penambahan beras miskin (raskin), baik dari sisi volume maupun frekuensi. Raskin ini akan dibagikan selama 14 bulan (April 2012 Juni 2013). c. Kompensasi bantuan pendidikan dengan penambahan subsidi dan beasiswa bagi rakyat miskin. Paket kompensasi diatas membutuhkan anggaran sebesar 30-40 triliun. Direncanakan, begitu harga BBM diumumkan, BLSM langsung berlaku bulan itu juga. Tabel 3. Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM tahun 2005, 2008 dan 2012 Uraian BLT 2005 BLT 2008 Rencana BLSM 2012 Dasar Hukum Inpres No.12 /2005 Inpres No.3/2008 Rumah Tangga Sasaran (RTS) 19,1 juta 19,02 juta 18,5 juta RTS (74 juta jiwa) Periode Bantuan 12 bulan (Okt 2005 Sep 7 bulan (Juni Des 2008) 9 bulan (April Des 2012) 2006) Nominal Bantuan Rp 100 ribu/bulan Total Rp 1,2 juta/rts Rp 100 ribu/bulan Total Rp 700 ribu/rts Rp 150 ribu/bulan Total Rp 1,35 juta/rts Pembayaran 4 tahap @Rp 300 ribu 2 tahap. Tahap 1 Rp 300 ribu, Tahap 2 Rp 400 ribu Alokasi Anggaran 2005: Rp 4,5 triliun Rp 14,1 triliun Rp 25,6 triliun 2006: Rp 18,8 triliun Realisasi Okt-Des 2005: Rp 4,47 triliun Jan- Sep 2006: Rp 14,96 triliun 17,13 juta RTS (90,07%) Tahap I: 18,8 juta RTS Rp 5,7 triliun Tahap 2: 18,7 juta RTS 7,5 triliun Sumber: Investors Daily Selain itu, pemerintah berencana untuk menyalurkan hasil penghematan subsidi BBM ke pelbagai program infrastruktur, antara lain: Tabel 4. Rencana Pemanfaatan Hasil Penghematan Subsidi BBM 1. Infrastruktur Pelaksanaan Diversifikasi BBM ke Gas Penyiapan/pembangunan SPBG Compressed Natural Gas (CNG) dan SPBG Liquefied Gas for Vehicle (LGV) Fasilitas peningkatan mutu gas Pengadaan alat konversi (Konverter Kit) dari CNG dan LGV Penyiapan Bengkel pemasangan dan perawatan 2. Melengkapi infrastruktur Pengawasan Pendistribusian BBM bersubsidi Pengawasan Pendistribusian BBM bersubsidi Subsidi bunga untuk penyiapan infrastruktur BBM Non Subsidi 3. Penambahan infastruktur Energi Upgrading/pembangunan Kilang Minyak Pembangunan pipa trans Jawa Penambahan jaringan gas bumi untuk rumah tangga 4. Mendukung perbaikan Sistem Transportasi Nasional Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di kota besar Pembangunan terminal transportasi jalan di beberapa lokasi Rehabilitasi jalur kereta api dan jembatan kereta api Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 10
Pembangunan jalur kereta api baru Pembangunan jalur kereta api Sumber: Langkah-langkah pengendalian BBM bersubsidi, Kementerian ESDM, 2012 Semua kompensasi saat ini sedang dimatangkan dan nantinya akan muncul dalam APBN-P 2012. 3. Dampak Inflasi akibat kenaikan harga BBM 2012 Menurut BPS, dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM 2012 diperkirakan lebih rendah dari dampak inflasi pada kenaikan harga BBM sebelumnya (tahun 2005 dan 2008). Akibat kenaikan harga BBM, laju inflasi 2005 mencapai 17,1 persen dan inflasi 2008 sebesar 11,06 persen. Dengan kenaikan harga BBM Rp 1.500 per liter laju inflasi tahun 2012 diperkirakan maksimal 7 persen. Dari simulasi BPS, setiap kenaikan harga BBM sebesar Rp 500 per liter akan mengakibatkan inflasi langsung sebesar 0,3 persen dan inflasi tak langsung sebesar 1 2 kali inflasi langsung. Inflasi tidak langsung ini berupa kenaikan tarif transportasi yang berdampak pada naiknya harga barang. Kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500 per liter akan mendorong inflasi langsung sebesar 0,9 persen dan inflasi tak langsung sekitar 1,8 persen sehingga ada tambahan inflasi sekitar 2,7 persen sedikit berbeda dengan proyeksi Kementerian ESDM yang sebesar 2,15 persen. Tabel 5. Perbandingan Kenaikan Harga BBM dan Inflasi Tahun Kenaikan Harga BBM (Premium) Inflasi (Akhir Tahun %yoy) Sebelum (Rp/lt) Setelah (Rp/lt) Kenaikan Sebelum Setelah Kenaikan 2005 2.400 4.500 87,5 6,4 (2004) 17,11 (2005) 10,71 2008 4.500 6.000 33,3 6,59 (2007) 11,06 (2008) 4,47 2012* 4.500 6.000 33,3 3,79 (2011) 6-7(2012) 2,21 3,21 *perkiraan Sumber: BPS, Investors Daily 4. Catatan Proposal paket kompensasi kenaikan harga BBM 2012 dari pemerintah mengundang beberapa pertanyaan. Sebagai pembuka, mengapa pemerintah menyiapkan dana Rp 25,6 triliun sebagai kompensasi BLSM? Total dana kompensasi yang besar itu bisa dianggap terlalu berlebihan serta tidak mendidik masyarakat untuk mandiri. Apakah pemerintah sudah mempertimbangkan dampak kenaikan harga BBM terhadap pertambahan penduduk miskin? Pemerintah boleh saja mengaku bahwa penduduk miskin di Indonesia tinggal 30 juta jiwa atau 12 persen dari total penduduk. Tapi bagaimana dengan mereka yang tergolong penduduk hampir miskin? Mereka ini yang bakal langsung masuk jurang kemiskinan (lagi) apabila tingkat harga meroket pasca kenaikan harga BBM. Lagipula, BPS memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini tak akan sedahsyat kenaikan sebelumnya. Lalu buat apa dana sebesar itu dihabiskan untuk bagi-bagi uang saja? Pada prinsipnya kompensasi memang harus diberikan agar masyarakat miskin dan masyarakat hampir miskin tidak terperosok lebih dalam lagi setelah harga BBM naik. Tapi kompensasi BBM dengan membagi-bagikan dana tunai gratis bukanlah penyelesaian masalah. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 11
Cara-cara seperti ini malahan cenderung memelihara kemiskinan. Buaian uang yang jatuh dari langit bisa membunuh semangat rakyat untuk bangkit dari keterpurukan. Dana gratisan juga rentan dipandang sebelah mata karena dianggap sebagai kalkukasi politik untuk menutupi kebijakan tidak populis dari pemerintah karena menaikan harga BBM. Sebagai ilustrasi, berdasarkan data BPS dan TNP2TK, pada tahun 2010 jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah 31 juta jiwa atau sebesar 13,33 persen dari total penduduk. Menurut perhitungan pemerintah, 31 juta penduduk ini dianggap miskin karena pengeluaran per kapita mereka dibawah garis kemiskinan yaitu Rp 211.726 per bulan. Dengan kata lain, mereka harus hidup hanya dengan uang sekitar Rp 7.000 per harinya. Tahun Tabel 6. Garis Kemiskinan Nasional dan Internasional, 2008-2011 NASIONAL DESA KOTA US$ 1,25/hari US$ 1,25/hari Rupiah Rupiah Rupiah (PPP) (PPP) 2008 182.636 161.831 160.968 204.896 227.074 2009 200.262 179.835 173.723 222.123 245.068 2010 211.726 192.354 179.682 232.989 253.475 2011 233.740 213.395 191.632 253.016 270.332 Sumber : TNP2K Tentu saja, jumlah penduduk miskin akan meningkat seiring dengan perubahan skenario Garis Kemiskinan. Sebagai contoh, hasil uji sensitivitas angka kemiskinan terhadap variasi Garis Kemiskinan yang dilakukan TNP2K menunjukkan bahwa pada tahun 2010, mereka yang hidup dengan pengeluaran per kapita 1,4 kali lipat dari Garis Kemiskinan ( Rp 211.726 X 1,4 = Rp 296.416 per bulan atau Rp 9.880,547 per hari ) mencapai 80,9 juta jiwa, atau 34,74 persen total penduduk. Tabel 7. Uji Sensitivitas Angka Kemiskinan Menurut Besaran Garis Kemiskinan (GK), 2010 Batas Garis Kemiskinan (GK) Jmlh penduduk (juta jiwa) % penduduk GK 31 13,33 1.1*GK 43,4 18,64 1.2*GK 56,7 24,38 1.4*GK 80,9 34,74 1.6*GK 101,4 43,56 1.8*GK 119,4 51,29 2*GK 135 58 Sumber : TNP2K Dengan kata lain, menggeser garis kemiskinan sedikit saja yaitu sebesar 1,4 kali lipat ternyata menghasilkan peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 49,9 juta (80,9 31 juta jiwa). Mereka ini bisa digolongkan sebagai penduduk hampir miskin yang rentan oleh kenaikan harga BBM. Simulasi untuk skenario 2 kali lipat Garis Kemiskinan menunjukkan penduduk miskin bisa mencapai 135 juta jiwa atau 58 persen total penduduk. Suatu gambaran yang amat suram. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 12
Dalam konteks program BLSM, profil kemiskinan Indonesia yang didominasi oleh penduduk hampir miskin ini tentu jadi hal yang mencengangkan. Kompensasi BLSM yang direncanakan akan mencapai 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) atau 74 juta jiwa bisa saja tidak mampu menangkis derasnya pertambahan jumlah orang miskin akibat dampak inflasi pasca kenaikan harga BBM. Kompensasi dalam bentuk lain, seperti pangan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan penyediaan lapangan kerja jelas lebih bermanfaat dan produktif. Program semacam itu pula yang dapat menurunkan angka kemiskinan secara struktural. Dan pemerintah sudah mengakomodasi perspektif ini dengan penguatan program raskin, beasiswa miskin, kompensasi transportasi serta beragam paket peningkatan infrastruktur. Namun tak ayal, hal ini pun mengundang pertanyaan : Apakah benar dana kompensasi sebesar Rp 30 40 triliun cukup untuk mendanai seluruh program infrastruktur sekaligus paket kompensasi jaring pengaman sosial? Dalam hal pemanfaatan dana untuk infrastruktur, pemerintah juga harus konkret, konsekuen dan konsisten. Pemerintah harus bisa menjelaskan breakdown alokasi dana ini ke seluruh programprogram infrastruktur yang sudah diajukan. Pos-pos anggaran beserta cetak biru proyek infrastruktur yang rinci, termasuk aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya seharusnya dapat dipersiapkan sejak awal sehingga begitu dana penghematan terkumpul, aliran dana tersebut akan terang benderang alokasinya dan bisa dilacak untuk proyek infrastruktur yang mana saja. Pertanyaan berikutnya adalah: bukankah program raskin dan beasiswa miskin merupakan program yang sudah berjalan selama ini? Mengapa dana penghematan subsidi lagi-lagi disalurkan untuk program yang itu-itu lagi? Akan lebih baik apabila dana tersebut dialokasikan untuk program lain yang memiliki tujuan yang sama. Apabila dana tersebut akan dialokasikan untuk program yang sama, harus ada upaya untuk membenahi disain programnya terlebih dahulu sebelum ada tambahan dana. Contohnya program raskin yang masih menyimpan segudang permasalahan seperti: lemahnya sosialisasi, penyaluran beras yang tidak akuntabel, distribusi tidak sesuai target, mutu beras yang rendah, ketidaktepatan sasaran serta pembagian beras di tingkat masyarakat yang acap kali didasari prinsip bagi rata. Bila aspek tersebut tidak diperbaiki maka bisa dipastikan kejadian-kejadian ini akan terulang lagi. Program BLT di masa lalu pun masih menyisakan banyak kisah mengenai ketidaktepatan sasaran serta kesalahan pendataan (lihat lampiran). Sebagai tambahan, BPS selaku penyedia data kemiskinan harus segera memperbarui data penduduk miskin dan hampir miskin. Data kemiskinan merupakan ujung tombak dari pelaksanaan program kompensasi. Jangan sampai ada masyarakat yang sebenarnya mampu tapi ikut kecipratan dana BLSM, beasiswa miskin dan raskin. Berapapun dana yang disalurkan dan sebagus apapun programnya, akan sia-sia apabila pengalokasiannnya tidak tepat sasaran. Program kompensasi dana penghematan subsidi BBM harus memenuhi kriteria tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 13
Lampiran Temuan lapangan pada program BLT tahun 2005 dan 2008 1 Sosialisasi di tingkat masyarakat sangat kurang dan sering bersifat nonformal. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa di wilayahnya pernah ada pendataan yang dilakukan oleh ketua RT dan petugas pencacah BPS untuk menentukan keluarga miskin yang berhak menerima kompensasi. Masih terjadi kesalahan penetapan sasaran dan ketidaktercakupan penerima BLT karena verifikasi tidak berjalan dengan semestinya. Ditemukan beberapa keluarga/rumah tangga mampu yang mendapatkan kompensasi (leakage). Sebaliknya, banyak dijumpai keluarga/rumah tangga miskin yang tidak tercakup sebagai penerima kompensasi (undercoverage). Sebagian keluarga/rumah tangga miskin atau bahkan sangat miskin lainnya malah tidak menerima kompensasi tanpa disertai alasan yang jelas. Beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan ketidaktepatan hasil pendataan penerima kompensasi di antaranya: kurang memadainya jumlah pencacah dibanding jumlah keluarga/rumah tangga di wilayah tugasnya, kurangnya kemampuan/kapasitas sebagian pencacah dalam menyerap materi pelatihan serta mempraktikkannya di lapangan, dan kurang memadainya waktu pelatihan. Waktu pendataan secara keseluruhan yang terlalu singkat juga dinilai sebagai kendala utama pelaksanaan pendataan sehingga tidak semua tahapan dilakukan dengan baik dan benar. Berdasarkan penelitian di lapangan, dana kompensasi yang diterima kebanyakan sudah habis digunakan, bahkan ada yang habis dibelanjakan dalam sehari. Masih terjadi ketegangan dan bahkan konflik di tingkat masyarakat. Konflik bersumber dari kecemburuan sosial dan tidak transparannya proses verifikasi penerima program. Di beberapa daerah konflik tersebut bisa diredam melalui mekanisme lokal, yakni dengan membagikan sebagian dana BLT kepada nonpenerima. Pemotongan dana BLT terjadi di tingkat masyarakat dengan jumlah yang cenderung bertambah dan dilakukan secara sistematis. Keadaan ini tidak diantasipasi dan ditangani oleh aparat terkait, bahkan aparat cenderung menutup mata atas kondisi tersebut. Jumlah dana yang terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam jangka pendek menyebabkan masyarakat miskin harus bertindak rasional dengan tetap bekerja untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Penyusun : Donny Alverino 1 Dikutip dari Rosfadhila, M. et al (2011), Kajian Cepat Pelaksanaan Progran Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia, Jakarta, Lembaga Penelitian SMERU Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 14
Sumber Investors Daily (2012), BPS: Kenaikan BBM Picu Inflasi Akhir Tahun 7%, 2 Maret 2012 Investors Daily (2012), Dana BLT Rp 25 Triliun untuk 18,5 Juta Keluarga, 2 Maret 2012 Kementerian ESDM (2012), Langkah-langkah Pengendalian BBM Bersubsidi, disampaikan pada Rapat Kerja Komisi VII DPR-RI dengan Menteri ESDM, Jakarta, 28 Februari 2012 Kementerian ESDM (2012), Rencana Pengaturan BBM Bersubsidi, disampaikan pada Rapat Kerja Komisi VII DPR-RI dengan Menteri ESDM, Jakarta, 28 Februari 2012 Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan, 2012 Republika (2012), BLT Diduga Jadi Alat Pencitraan, 2 Maret 2012 Rosfadhila, M. et al (2011), Kajian Cepat Pelaksanaan Progran Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia, Jakarta, Lembaga Penelitian SMERU http://www.smeru.or.id/report/research/blt/blt2008_ind.pdf TNP2K (2011), Benarkah Jumlah Penduduk Miskin Meningkat?, http://tnp2k.go.id/downloads/finish/27-publikasi-ulasan/74-ulasan-tnp2k/0.html Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 15