VI. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari seluruh pembahasan sebelumnya, maka kajian tentang pemberdayaan

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

Panduan Fasilitasi Musyawarah Pengembangan KSM

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB V PENUTUP. kemiskinan melalui kelembagaan lokal, sehingga keberdaan lembaga ini tidak murni

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROPOSAL KEGIATAN PENGGALANGAN DANA ALUMNI DALAM RANGKA PERSIAPAN LUSTRUM FAKULTAS FARMASI TAHUN 2016

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik.

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN DASAR INDONESIAN RAILWAY PRESERVATION SOCIETY

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PROFIL Kelompok Penggagas Kasih Plus Jaringan Orang Dengan HIV dan AIDS Kediri - Jawa Timur

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH KECAMATAN MAMBORO DESA WENDEWA UTARA PERATURAN DESA NOMOR 01 TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Desa merupakan objek yang dijadikan pemerintah dalam usaha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG

Peraturan Lembaga Manajemen Kelembagaan dan Organisasi. Peraturan LeIP Tentang Manajemen Kelembagaan dan Organisasi

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

ASESMEN MANDIRI. SKEMA SERTIFIKASI : Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( FPM ) FORM APL-02

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIWIYATA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

PERATURAN DESA KERTAK EMPAT KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA KOALISI INDONESIA UNTUK KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN BAB I UMUM. Pasal 1 Nama dan Sifat Organisasi

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SD ISLAM AL AZHAR 29 SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

1. Bagaimana keterlibatan masyarakat, apakah masyarakat desa selalu dilibatkan dalam proses pembahasan pemilihan kepala desa tahun 2007?

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN GERAKAN KEWIRAUSAHAAN NASIONAL INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

AGGARAN DASAR KOMUNITAS INTERNET PETANI LIWA (

NOMOR 7 TAHUN 2017 TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

KUESIONER PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaji hubungan modal sosial dan unsur tumbuh kembang partisipasi terhadap partisipasi KSM dalam PKH, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat modal sosial KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri a. Social networks KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong sedang, dengan demikian sebagian besar KSM mengikuti organisasi lain selain PKH namun hanya saling mengenal dalam lingkup satu kelompok beserta anggota keluarganya saja. b. Reciprocity KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong tergolong tinggi, dengan demikian KSM merasa sangat perlu meningkatkan kepedulian sosial dengan mengunjungi rumah KSM secara bergantian bersama pendamping pada kesempatan apapun. Kepedulian sosial dalam kelompok juga diwujudkan dengan penggalangan dana sosial. c. Trust KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong tinggi, dengan demikian KSM sangat saling percaya satu sama lain dalam hal pengelolaan keuangan kelompok dan penyaluran bantuan oleh pendamping; pemberian informasi; dan penyelesaian masalah bersama. d. Solidaritas KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong tinggi, dengan demikian KSM mematuhi kesepakatan untuk melakukan pertemuan kelompok rutin, arisan, dan yakin KSM lain juga dapat mematuhinya. Selain itu KSM juga merasa sangat bangga dalam mengikuti PKH maupun menjadi peserta PKH. e. Kebersamaan KSM terhadap PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong tinggi, dengan demikian sebagian besar KSM merasa penting berkumpul dalam kegiatan penyaluran bantuan dan diluar penyaluran bantuan, serta berkumpul untuk arisan bulanan. Selain itu KSM merasa 137

138 sangat penting bergotong-royong menciptakan kemandirian melalui pembentukan KUBE dan KSM dalam satu kelompok saling mendukung. 2. Unsur tumbuh kembang partisipasi KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri a. Kemauan KSM terhadap PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong tinggi, dengan demikian hampir seluruh KSM mengikuti kegiatan PKH karena termotivasi atas kesadaran dirinya sendiri untuk memanfaatkan kesempatan memperbaiki mutu hidupnya melalui PKH, KSM dapat menerima kegiatan dalam PKH dan melaksanakannya dengan penuh kesadaran. b. Kesempatan KSM terhadap PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong sedang, dengan demikian sebagian besar KSM sudah memanfaatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan, pengalaman menjadi pengurus kelompok, dan KUBE sebagai wadah untuk melatih kemandirian dengan sebaik-baiknya walaupun ada KSM yang belum membentuk KUBE karena terkendala kesibukan yang berbeda; sebagian besar KSM selalu berkesempatan memperoleh informasi dan memahaminya; namun dalam pemanfaatan sumberdaya alam, KSM terkendala oleh masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan akan pengolahannya. c. Kemampuan KSM terhadap PKH di Kecamatan Wonogiri tergolong sedang, dengan demikian sebagian besar KSM hanya dapat memanfaatkan kesempatan dalam menggunakan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan informasi-informasi sebagai pengetahuan baru. Sedangkan, kemampuan KSM dalam menggunakan kesempatan berorganisasi dan memanfaatkan sumberdaya yang ada masih kurang. 3. Tingkat partisipasi KSM dalam PKH pada tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri a. Partisipasi KSM dalam tahap perencanaan tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar KSM telah mengetahui tujuan

139 PKH karena sudah hampir lima tahun berjalan di tahun 2016. Rapat atau pertemuan kelompok diadakan secara rutin setiap satu bulan sekali di rumah KSM secara bergantian dan tingkat kehadiran KSM dalam pertemuan kelompok sudah rutin. Pada perencanaan awal berjalannya program, membuat kesepakatan mengenai pertemuan kelompok, sosialisasi mengenai hak dan kewajiban; khusus dalam pembentukan KUBE dilakukan penggalian ide atau gagasan, kemudian musyawarah mufakat mengenai prioritas keterampilan KSM yang akan dikembangkan menjadi KUBE. b. Partisipasi KSM pada tahap pelaksanaan tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa KSM sudah ikut serta pada semua kegiatan dalam PKH walaupun ada sebagian kecil yang tidak dapat ikut serta dalam seluruh kegiatan PKH karena belum memiliki KUBE. Kesediaan KSM dalam memberikan saran utamanya untuk terbentuknya KUBE cukup baik walaupun hal tersebut hanya kadang-kadang saja. Sedangkan kesediaan dalam pemberian sumbangan berupa uang untuk arisan, dana sosial, dan KUBE sudah baik walaupun sebagian hanya memberikan sumbangan untuk arisan dan dana sosial karena belum memiliki KUBE. c. Partisipasi KSM pada tahap pemantauan dan evaluasi pembangunan tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa KSM sudah sering dilibatkan dalam menilai pelaksanaan kegiatan PKH khususnya kegiatan KUBE, namun sebagian besar merasa pendapatnya hanya sesekali digunakan karena sudah menjadi tugas ketua kelompok. Keikutsertaan KSM dalam memecahkan kendala dan masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan PKH sudah cukup baik. d. Partisipasi KSM dalam pemanfaatan hasil tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar KSM telah merasakan manfaat dari kegiatan PKH, baik dari segi ekonomi maupun sosial. 4. Hubungan antara modal sosial dan unsur tumbuh kembang partisipasi terhadap partisipasi KSM dalam PKH di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri

140 a. Social networks KSM signifikan terhadap partisipasinya dalam tahap perencanaan. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi dalam sebuah jaringan berhubungan positif dengan partisipasi dalam tahap perencanaan, yaitu semakin tinggi tingkat partisipasi KSM dalam sebuah jaringan atau semakin banyak KSM bergabung dalam beberapa jaringan maka akan semakin tinggi pula partisipasinya dalam tahap perencanaan. Namun, social networks KSM tidak signifikan terhadap partisipasinya dalam tahap pelaksanaan kegiatan hingga pemanfaatan hasil pembangunan karena KSM belum tentu aktif pada tiap jaringan sosial yang diikuti, tidak begitu sering dalam memberikan gagasan/saran saat pertemuan kelompok, terdapat KSM yang belum membentuk dan menjalankan KUBE sehingga hanya dapat memberikan sumbangan uang untuk arisan dan dana sosial saja serta belum dapat merasakan manfaat dari hasil kegiatan KUBE. b. Reciprocity KSM signifikan terhadap partisipasinya mulai dari menunjukkan bahwa variabel reciprocity berhubungan positif dengan partisipasi dalam perencanaan hingga pemanfaatan hasil atau partisipasinya secara keseluruhan dalam PKH. Sehingga, semakin tinggi tingkat reciprocity KSM maka akan semakin tinggi pula partisipasinya secara keseluruhan dalam PKH. c. Trust KSM tidak signifikan terhadap partisipasinya mulai dari menunjukkan bahwa, walaupun tingkat trust KSM tinggi belum tentu partisipasinya juga tinggi dalam PKH secara keseluruhan karena sebagian besar KSM hanya saling mempercayai sebatas dengan KSM satu kelompoknya saja, KSM tidak selalu memberikan gagasan/saran atas masalah dan kendala yang sedang dihadapi karena sudah mempercayakan kepada ketua, tidak semua KSM dapat membentuk dan melaksanakan KUBE sehingga tidak semua dapat memanfaatkan hasil kegiatan KUBE.

141 d. Solidaritas KSM signifikan terhadap partisipasinya mulai dari menunjukkan bahwa variabel solidaritas berhubungan positif dengan partisipasi dalam perencanaan hingga pemanfaatan hasil pebangunan, Sehingga, semakin tinggi tingkat solidaritas KSM maka akan semakin pembangunan. e. Kebersamaan KSM tidak signifikan terhadap partisipasinya dalam perencanaan. Namun signifikan terhadap partisipasinya dalam pelaksanaan hingga pemanfaatan hasil karena KSM hanya merasa penting berpartisipasi dalam pertemuan kelompok rutin dan penyaluran bantuan serta jarang mengajukan ide atau gagasan. f. Kemauan KSM signifikan terhadap partisipasinya mulai dari menunjukkan bahwa variabel kemauan berhubungan positif dengan partisipasi dalam perencanaan hingga pemanfaatan hasil pebangunan, Sehingga, semakin tinggi tingkat kemauan KSM maka akan semakin pembangunan. KSM berhak mengajukan ide/gagasan saat perencanaan program agar kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan berjalan lancar sesuai kemampuannya, dan manfaat yang akan diperoleh nantinya sesuai dengan kebutuhannya. g. Kesempatan KSM signifikan terhadap partisipasinya mulai dari menunjukkan bahwa variabel kesempatan berhubungan positif dengan partisipasi dalam perencanaan hingga pemanfaatan hasil pembangunan, Sehingga, semakin tinggi tingkat kesempatan KSM maka akan semakin pembangunan. h. Kemampuan KSM signifikan terhadap partisipasinya mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan hasil pembangunan Hal ini

142 menunjukkan bahwa variabel berhubungan positif kemampuan dengan partisipasi dalam perencanaan hingga pemanfaatan hasil pebangunan, Sehingga, semakin tinggi tingkat kemampuan KSM maka akan semakin pembangunan. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1. KSM mengikuti kegiatan PKH atas kesadarannya sendiri untuk memanfaatkan kesempatan memperbaiki mutu hidupnya, namun masih perlu untuk selalu diberikan motivasi dan diikutkan dalam kesempatan pelatihan-pelatihan khususnya terkait KUBE agar kemampuan KSM dalam memanfaatkan sumberdaya alam dapat optimal kemudian dapat diusulkan untuk pembentukan KUBE bagi KSM yang belum memiliki. 2. Kesediaan KSM dalam memberikan saran utamanya untuk terbentuknya KUBE hanya kadang-kadang saja dan sebagian besar merasa pendapatnya hanya sesekali digunakan karena sudah menjadi tugas ketua kelompok. Oleh karena itu, perlu adanya pengoptimalan pelibatan KSM dalam penyampaian pendapat saat pertemuan kelompok dengan mewajibkan KSM menyampaikan pendapat secara bergantian kemudian mempertimbangkan bersama-sama. 3. Tingkat modal sosial dan unsur tumbuh kembang partisipasi yang sudah baik supaya dapat dijaga bahkan ditingkatkan agar partisipasi KSM optimal dalam setiap tahap partisipasi. Hal itu dapat dilakukan salah satunya dengan mewajibkan KSM yang belum membentuk KUBE untuk segera membentuk KUBE karena secara alamiah akan terjalin komunikasi dan interaksi antar KSM yang lebih intensif. Komunikasi dan interaksi yang baik akan menghasilkan masyarakat yang tidak individualistik, kemudian akan meningkatkan modal sosial dan membawa kepada pertumbuhan ekonomi dan kestabilan demokrasinya.

143 4. Penelitian ini menggunakan alat analisis uji korelasi Rank Kendall yang diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan menjadi uji korelasi Rank Kendall secara parsial.