ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN. (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor) Oleh:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

PENGARUH BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN (studi kasus ruas jalan K.H. Ahmad Sanusi Sukabumi)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN BARU ANTARA RUAS JALAN TERMINAL INDIHIANG DENGANJALAN TASIKMALAYA BANDUNG (CISAYONG)

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2)

ANALISIS SUSUNAN PERKERASAN JALAN PADA TIGA RUAS JALAN ARTERI DI SEMARANG

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA STA KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

TUGAS AKHIR - RC

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Identifikasi Masalah. Pengamatan Pendahuluan

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN

PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN DAN ESTIMASI BIAYA JALAN RAYA LAWEAN SUKAPURA ( PROBOLINGGO )

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

FASILITAS PEJALAN KAKI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

PROYEK AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BANGKALAN Bts.KAB SAMPANG STA MADURA, JAWA TIMUR

TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Diajukan Oleh : ADI SISWANTO

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1

Fitria Yuliati

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

METODOLOGI. Kata Kunci--Perkerasan Lentur, CTB, Analisa dan Evaluasi Ekonomi. I. PENDAHULUAN

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

PROYEK AKHIR. PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA, ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

STUDI KARAKTERISTIK PENENTUAN TINGKAT PEMBEBANAN KENDARAAN TERHADAP TEBAL LAPIS PERKERASAN JALAN

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

ANALISIS KEKUATAN PERKERASAN JALAN BATAS SKA BARAT BATAS KOTA BOYOLALI

PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus: Jalan Lapang Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan)

FANDY SURGAMA

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36)

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS. kendaraan yang melanggar dan kendaraan tidak melanggar)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

ABSTRAK PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN JALAN NGIPIK KECAMATAN KEBOMAS KABUPATEN GRESIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisa Ekonominya pada Proyek Jalan Sindang Barang Cidaun, Cianjur.

5.3. Perencanaan Geometrik Jalan 1. Alinyemen Horisontal Spiral-Circle-Spiral

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB III LANDASAN TEORI

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

ANALISA PENGARUH MUATAN BERLEBIH TERHADAP UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT

Pembimbing : Ir. Imam Prayogo ( )

Transkripsi:

ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor) Oleh: Zainal 1), Arif Mudianto 2), Andi Rahmah 3) ABSTRAK Kualitas sistem transportasi disuatu wilayah, salah satunya ditentukan oleh tingkat pelayanan jalan yang dilewati oleh setiap kendaraan, baik itu kendaraan ringan maupun kendaraan berat yang melebihi beban (Overload) dari kelas jalan yang sudah ditetapkan. Semua itu mengakibatkan kerusakan jalan yang lebih cepat dari umur rencana yang sudah ditentukan pada awal perencanaan. Kendaraan berat yang menyebabkan kerusakan pada jalan pahlawan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kendaraan berat dengan muatan normal dan kendaraan berat yang berlebih (Overload), pada masing-masing kendaraan tersebut berbeda nilai Ekivalen Standar Axle (ESA). adapun Kendaraan berat yang banyak menyebabkan kerusakan jalan pada ruas jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor yaitu kendaraan berat dengan muatan yang melebihi batas Muatan Sumbu Terberat (MST) jalan Pahlawan dengan jenis kendaraan semi trailer dengan persentase pengaruhnya sampai 6,6212%, dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) diatas 8 ton. Dari hasil analisa didapat umur perkerasan ruas jalan pahlawan yang seharusnya 1,61 tahun pada awal perencanaan, menjadi lebih singkat yaitu 0,51 tahun bila dilalui oleh kendaraan dengan muatan berlebih (Overload). Dengan lebih singkatnya umur perkerasan jalan Pahlawan tersebut maka diperlukan penambahan tebal perkerasan jalan (Overlay) dengan tebal 6 cm. Kata kunci : 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beban kendaraan, tebal lapis perkerasan lentur, umur rencana perkerasan lentur. Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan manusia untuk melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Pada dasarnya jalan akan mengalami penurunan kualitas strukturalnya sesuai bertambahnya umur jalan, apalagi jika dilalui oleh kendaraan dengan muatan berat dan cenderung melebihi ketentuan. Jalan raya saat ini sering mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif sangat pendek (kerusakan dini) baik jalan yang baru dibangun maupun jalan yang baru di perbaiki (overlay). Beberapa hasil penelitian yeng telah di lakukan, penyebab utama kerusakan jalan adalah kualitas pelaksanaan, drainase dan dari beban kendaraan yang melebihi ketentuan (overload). Kerusakan jalan saat ini menjadi masalah yang sering terjadi, dimana beberapa pihak mengatakan kerusakan dini pada badan jalan diantaranya disebabkan oleh pelaksanaan jalan yang didesain dengan kualitas dibawah Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 1

standar dan disebabkan oleh kendaraan dengan muatan berlebihan (overload). Dampak nyata dari dua penyebab tersebut adalah kerusakan badan jalan sebelum umur teknis perencanaan terpenuhi. Dampak buruk lain yang disebabkan oleh kendaraan bermuatan berlebih (overload) adalah berkurangnya tingkat keselamatan berkendara, kemacetan dan kerusakan suku cadang kendaraan yang lebih cepat. Kerusakan perkerasan jalan yang terjadi merupakan gabungan dari beberapa faktor yang saling berkaitan. Disamping dari muatan berlebih (overload), faktor lain seperti perencanaan, pengawasan pelaksanaan dan lingkungan juga memberikan dampak pada kerusakan jalan. 1.2 Tujuan untuk menganalisa dampak beban kendaraan berlebih (overload) terhadap umur rencana perkerasan jalan, sehingga kerusakan jalan dan besarnya dampak kelebihan muatan terhadap umur rencana jalan dapat diketahui. 2. TINJAUAN PUSTAKA Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat terpenting, sehingga desain perkarasan jalan yang baik adalah suatu keharusan. Selain untuk menghubungkan suatu tempat dengan tempat lain, jalan yang baik juga diharapkan dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi pengemudi. Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya dan semakin bertambahnya volume kendaraan, maka kebutuhan sarana transportasi jalan raya sangat besar. Oleh karena itu diperlukan perencanaan konstruksi jalan yang optimal dan memenuhi syarat teknis menurut fungsi, jumlah kendaraan maupun lalu lintas, sehingga pembangunan tersebut dapat maksimal bagi pembangunan daerah sekitar. 2.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1. Klasifikasi Jalan : Fungsi, Kelas dan Berat Klasifikasi Fungsi ARTERI KOLEKTOR Kelas Muatan Sumbu Terberat (MST) (Ton) I >10 II A 10 III A III B 8 LOKAL III C Tidak ditentukan Sumber : Peraturan Perencanaan Jalan No.13//1970 Geometrik Berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 200 mengenai jalan, maka jalan dapat diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi jalan, yaitu : 1. Klasifikasi jalan menurut peran dan fungsi. 2. Klasifikasi jalan menurut wewenang. 3. Kasifikasi jalan berdasarkan muatan sumbu. 2.2 Klasifikasi kendaraan Penggolongan atau pengklasifikasi kendaraan dilakukan untuk maksud tertentu dalam suatu analisa yang berkaitan dengan lalu lintas kendaraan, setiap analisa yang diinginkan berbeda, maka klasifikasi kendaraan yang dibutuhkan pun berbeda. Untuk perhitungan volume jalan mempunyai klasifikasi kendaraan yang berbeda dengan klasifikasi kendaraan untuk perhitungan beban lalu lintas. Hal lain yang mempengaruhi penggolongan kendaraan adalah jenisjenis kendaraan yang ada dalam suatu Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 2

sistem jaringan jalan. Di Indonesia, Direktorat Jendral Bina Marga selaku pembina jalan telah menetapkan golongan kendaraan untuk kebutuhan analisa perhitungan beban lalu lintas. 2.2.1. Kendaraan Umum Dalam wilayah perkotaan kebutuhan akan kendaraan umum sangat diperlukan, hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk diwilayah tersebut sangat padat, sehingga mempunyai pergerakan hidup yang sangat tinggi. Pada dasarnya pengguna kendaraan umum menginginkan tingkat pelayanan yang baik, yaitu meliputi waktu tempuh, waktu tunggu dan kenyamanan dan keamanan yang terjamin selama perjalanan. Pengangkutan orang dengan menggunakan angkutan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang lainnya. Pengangkutan orang menggunakan kendaraan umum dilayani dengan : 1. trayek tetap dan teratur : pelayanan angkutan yang dilakukan dengan jaringan yang tetap atau terjadwal. Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan tertentu, ditentukan dengan jaringan trayek. 2. Tidak dalam trayek : pengangkutan orang dengan angkutan umum tidak dalam trayek meliputi : a. Dengan menggunakan taksi. b. Dengan kendaraan sewa. c. Pengangkutan pada saat keperluan pariwisata. Trayek angkutan kota dapat diklasifikasikan menjadi (empat) golongan yang memiliki karakteristik menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat diantaranya : 1. Trayek utama : pelayanan angkutan yang melayani angkutan kawasan utama dan pendukung. 2. Trayek cabang : layanan angkutan yang melayani di kawasan pendukung dan pemukiman 3. Trayek ranting : layanan angkutan yang melayani didaerah pemukiman. Trayek langsung : layanan angkutan yang melayani angkutan antar kawasan utama dengan kendaraan yang pendukung dan kawasan pemukiman. 2.2.2. Kendaraan Barang Dampak perkembangan sosial ekonomi sebagai akibat dari pembangunan telah membawa perubahan pada kondisi angkutan barang dengan meningkatnya angkaekspor impor barang maka dituntut adanya angkutan barang dengan skala dan kapasitas yang lebih besar. Angkutan barang adalah angkutan / kendaraan yang memuat barang-barang yang tidak dapat dipecah-pecah sehingga memungkinkan angkutannya melebihi MST (Muatan Sumbu Terberat) yang dimensinya melebihi ukuran maksimum yang telah ditetapkan. 2.2.3. Muatan Sumbu Terberat (MST) Dihasilkan oleh roda-roda kendaraan pada sumbu yang menekan jalan, muatan sumbu terberat dipakai sebagai dasar pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan dijalan raya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di indonesia sendiri kapasitas yang mampu disediakan pembina jalan adalah MST 8 ton, MST 10 ton dan muatan sumbu terberat dapat diartikan sebagai jumlah tekanan maksimum yang MST > 10 ton. Ketentuan tersebut menjadi dasar diwujudkannya prasarana transportasi jalan yang aman. Dengan demikian, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan menimbulkan dampak inefisiensi berupa menurunnya kinerja pelayanan jalan, jalan yang rusak tidak dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan yang diharapkan, karena permukaan jalan yang tidak Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 3

rata, bahkan jalan tidak bisa dilewati sama sekali, karena kondisi jalan yang rusak parah. 2.3. Perkerasan Lentur menurut sukirman (1990) perkerasan lentur adalah susunan lapis perkerasan mulai dari tanah dasar (subgrade), lapisan sub-pondasi agregat (subbase), lapis podasi agregat dengan atau tanpa bahan pengikat atau perkuatan dan lapis permukaan (surface course) yang pada umumnya adalah campuran agregat dan aspal. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai hal-hal penyusun lapis perkerasan lentur itu sendiri (Suprapto, 200) : 1. Lapis permukaan (surface course), yaitu bagian perkerasan yang paling atas, fungsi lapis permukaan diantaranya : a. Fungsi struktural Yaitu ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya gesar). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh dan stabil. b. Fungsi non struktural 1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan perkerasan yang ada dibawahnya. 2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup. 3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak ( skid resisten) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas. ) Sebagai lapis aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. 2. Lapis pondasi atas (base course), yaitu bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah, apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah : a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya geser dari beban roda. b. Pemikul baban horizontal dan vertikal. c. Sebagai lapis perkerasan untuk lapis pondasi bawah. 3. Lapis pondasi bawah (subbase course), yaitu bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah : a. Untuk menyebarkan tekanan tanah. b. Sebagai lapis peresapan. c. Mencegah masuknya tanah dasar pada lapis pondasi atas. d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.. Tanah dasar (subgrade), yaitu permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perletakan lainnya. 2.. Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Perencanaan desain suatu struktur perkerasan lentur dipengaruhi oleh 6 faktor, antara lain (Standar Konstruksi Bangunan Indonesia SKBI, 1987) : Lalu lintas rencana. Daya Dukung Tanah Dasar. Faktor Regional. Indeks Permukaan. Koefisien Kekuatan Relatif. Indeks Tebal Perkerasan. Lalu Lintas Rencana Besarnya lalu lintas harian rata-rata diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan untuk jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang akan berpengaruh langsung pada perencanaan konstruksi perkerasan. Jalur rencana adalah suatu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak

terdiri dari satu jalur atau lebih. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan seperti yang tercantum pada tabel berikut : Tabel 2.2. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) L < 1 lajur 5,50 m 5,50 m L < 2 lajur 8,25 m 8,25 m L < 3 lajur 11,25 m 11,25 m L < lajur 15,00 m 15,00 m L < 5 lajur 18,75 m 18,75 m L < 6 lajur 22,00 m Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang melewati lajur rencana ditentukan pada Metode Analisa Komponen seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Tabel 2.3. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) Lajur 2 1 2 1 Arah Arah Arah Arah 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 lajur 0,0 0,0 0,50 0,75 lajur - 0,30-0,5 5 lajur - 0,25-0,25 6 lajur - 0,20-0,0 *) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran **) berat total 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) Angka ekivalen (E) masing-masing golongan kendaraan dapat ditentukan berdasarkan beban sumbu setiap kendaraan dengan rumus : a. Angka ekivalen sumbu tunggal Beban satu sumbu tunggal dalam kg... (2.1) b. Angka ekivalen sumbu ganda Beban satu sumbu ganda dalam kg 0,086 c. Angka ekivalen sumbu triple Beban satu sumbu triple dalam kg 0,053 Untuk penguraian mengenai angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan, dapat dilihat pada table dibawah. Tabel 2.. Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen Kilogram (Kg) Libus (Lbs) Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 1000 2205 0,0002-2000 09 0,0036 0,0003 3000 661 0,0183 0,0016 000 8818 0,0577 0,0050 5000 11023 0,110 0,0121 6000 13228 0,2933 0,0251 7000 1532 0,515 0,066 8000 17637 0,9328 0,079 18000 1,0000 0,0860 9000 1981 1,798 0,1273 10000 2206 2,2555 0,190 11000 2251 3,3022 0,280 12000 2655,6770 0,022 13000 28660 6,19 0,550 1000 3086 8,67 0,752 15000 33069 11,18 0,9820 16000 35276 1,7815 1,2712 Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) Lalu lintas harian rata-rata dan rumusrumus ekivalen yang diuraikan adalah sebagai berikut : a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor, roda empat atau... (2.2)... (2.3) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 5

lebih selama 2 jam untuk kedua jurusan. LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah tanpa median. b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus : n LEP = LHR j x C j x E j... (2.) j=1 Dimana : LEP = Lintas ekivalen permulaan J = Jenis kendaraan n = Jumlah jalur LHR = Lalu lintas harian rata-rata C = koefisien distribusi kendaraan E j = Angka ekivalen c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus : n UR LEA = LHR j (1 i) x C j x E j... (2.5) j=1 Dimana : LEA = Lintas ekivalen akhir J = Jenis kendaraan n = Jumlah jalur LHR = Lalu lintas harian ratarata C j = Koefisen distribusi kendaraan E j = Angka ekivalen i = Perkembangan lalu lintas d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal 8,160 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus : LEP LEA... (2.6) LET = Dimana : 2 LET = Lintas ekivalen tengah LEP = Lintas ekivalen permulaan LEA = Lintas ekivalen akhir e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah besaran dalam nomogram untuk menetapkan tebal perkerasan dan menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus : LER = LET x FP.(2.7) Dimana : LER = Lintas ekivalen rencana LET = Lintas ekivalen tengah FP = Faktor penyesuaian f. Faktor Peneyesuain (FP) Dihitung dengan rumus : FP = UR / 10... (2.8) Dimana : FP = Faktor penyesuain UR = Umur rencana 10 = Konstanta Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Daya dukung tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan tebal perkerasan. Tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan. Perhitungan daya dukung tanah dasar dilakukan dengan pengujian CBR. Ada dua macam pengujian CBR, yaitu CBR laboratorium dan CBR lapangan. Untuk perencanaan perkerasan biasanya digunakan CBR lapangan karena lebih praktis dalam pengerjaan. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 6

Daya Dukung Tanah dasar besarnya korelasi dengan nilai CBR dan korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR ditentukan melalui 2 cara, menggunakan rumus dan korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR dapat ditentukan melalui gambar berikut : Indeks Permukaan (IP) Indeks permukaan (IP) adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan klasifkasi fungsioanal jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER). Koefisien Kekuatan Relatif (a) Catatan : Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri diperoleh nilai DDT. Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) Gambar 2.1. korelasi DDT dan CBR Faktor Regional (FR) Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat dengan MST 13 ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim. Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda antara jalan yang satu dengan jalan yang lain. Keadaan diatas tidak semuanya berpengaruh terhadap faktor regional, tetapi hanya alineyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat yang berhenti serta iklim (curah hujan) saja yang ikut berpengaruh dalam penentuan faktor regional. Penggunaan faktor regional untuk kondisi khusus perlu mendapatkan perhatian khusus antara lain daerah rawarawa, persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m). Koefisien kekuatan relatif (a) masingmasing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi atas, dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Nilai indeks tebal perkerasan diperoleh dari nomogram dengan menggunakan nilai-nilai yang telah diketahui sebelumnya, yaitu LER selama umur rencana, nilai DDT dan FR yang diperoleh. 2.5. Pelapisan Tambahan (Overlay) Konstrtuksi jalan yang telah habis masa pelayanannya perlu dilakukan pelapisan ulang (overlay) dengan tujuan meningkatkan kembali nilai kekuatannya, menaikan tingkat kenyamanan dan keamanan, mempertinggi tingkat kekedapan terhadap air dan memperbaiki tingkat kecepatan mengalirkan air. Sebelum dilakukan lapis ulang, perlu dilakukan terlebih dahulu survei-survei sebgai berikut : 1. Survei kondisi permukaan Survei ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan (rideability), survei secara visual atau bantuan alat mekanis. a. Survei secara visual Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 7

Survei yang dilakukan secara visual ini bertujuan untuk menilai kondisi lapis permukaan apakah dalam kondisi baik,kritis atau dalam kondisi rusak. Kemudian pada survei ini dilakukan penilaian terhadap kenyamanan apakah kondisi yang ada termasuk kondisi nyaman, kurang nyaman atau tidak nyaman. Penilainan terhadap tingkat kerusakan baik dari segi kualitas atau kuantitas juga dilakukan secara visual terhadap keadaan retak (crecking), lubang (pot hole), alur (rutting), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis ulang (stripping), keriting (corrugation), amblas (depression), bleeding dan sungkur (shoving). b. Survei dengan bantuan alat mekanis Survei dengan alat roughmeter yang ditempel pada sumbu belakang roda dengan tujuan untuk mengukur gerakan vertical sumbu pada kecepatan tertentu. Hal ini akan diperoleh kerataan dari permukaan jalan yang diukur dengan naik turunnya jarum. 2. Survei kelayakan struktural konstruksi perkerasan Survei tentang kelayakan struktural dari konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Cara Destruktif Cara ini dilakukan dengan mengambil sampel pada perkerasan lama dengan cara membuat test pit. Namun cara seperti ini tidak begitu disukai karena akan merusak perkerasan jalan. b. Cara Non Destruktif Cara ini lebih sering digunakan karena tidak merusak perkerasan jalan.cara ini dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan Benkelman Beam yang diletakan diatas permukaan jalan. 3. PENGUMPULAN DATA DAN METODE ANALISA Untuk mencapai hasil penelitian yang sistematis, terorganisir dan dapat berjalan secara efektif, efisien serta tepat sasaran, diperlukan suatu desain penelitian. Di dalam rancangan tersebut dijelaskan mengenai metode penelitian, metode penelitian model dan model analisa yang digunakan. Dan di dalam rancangan penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian, sifat masalah yang dibahas dalam model penyelesaiannya. 3.1. Pengumpulan data Proses pengumpulan data dalam tugas akhir ini terdiri dari dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survey secara langsung yang dilakukan dalam waktu 3 hari berturut-turut. Sedang untuk data sekunder didapat dari berbagai sumber informasi dan instansi yang terkait dengan judul tugas akhir ini yaitu, DLLAJ Kabupaten Bogor, UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor, Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten Bogor dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor. 3.1.1. Lokasi Studi Kasus Dalam penulisan tugas akhir, penulis hanya menitik beratkan pada lokasi studi kasus yaitu ruas jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor. Lokasi ini diambil sebagai daerah pengamatan langsung untuk memperoleh data primer berupa data lalu lintas harian rata-rata (LHR). Pemilihan ruas jalan Pahlawan sebagai lokasi studi kasus dikarenakan jalan tersebut merupakan daerah yang sangat penting untuk kegiatan ekonomi maupun kegiatan lainnya. Jalan ini dilalui oleh beberapa macam kendaraan, baik kendaraan penumpang, kendaraan pribadi, maupun kendaraan angkutan barang industri. secara kasat mata bisa dilihat dampak kerusakan yang terjadi pada konstruksi Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 8

jalan tersebut akibat beban kendaraan yang melintas dijalan tersebut. Ruas jalan Pahlawan merupakan daerah kawasan industri, dimana pada daerah tersebut terdapat berbagai macam perusahaan indusri yang menuntut adanya kegiatan lalu lintas kendaraan yang cukup padat setiap harinya. 3.1.2. Data Primer 8. trailer 57 Sumber : Dinas Lalu Lintas Angkutan dan Jalan Kabupaten Bogor Tabel 3.2. Data Curah Hujan Kab. Bogor No. Tahun Curah hujan ratarata/tahun (mm) 1. 2010 3211 2. 2011 2818 3. 2012 2586. 2013 3103 5. 201 2938 6. 2015 2089 Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kab. Bogor Untuk data beban kendaraan dibedakan antara muatan normal dan muatan berlebih (Overload), adapun data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Gambar 3.1. Lokasi Tinjauan : Jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor. Gambar 3.2. Lokasi Tinjauan : Jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor 3.1.3. Data Sekunder Tabel 3.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Ruas Jalan Phlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor. No. Jenis Kendaraan Volume Kendaraan/har i (tahun 2016) 1. Mobil penumpang 8505 2. Truk ringan 01 3. Truk berat/bus 125. Truk tandem 125 5. Tronton 66 6. Truk gandeng 3 7. Semi trailer 29 Tabel 3.3. Berat muatan normal kendaraan No. Jenis kendaraan Berat muatan normal (kg) 1. Mobil penumpang 2300 2. Truk ringan 7520 3. Truk besar/bus 9980. Truk tandem 11000 5. Tronton 1530 6. Truk gandeng 27960 7. Semi trailer 20700 8. trailer 27560 Sumber : UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor Tabel 3.. Berat muatan berlebih (Overload) No. Jenis kendaraan Berat muatan berlebih (kg) 1. Mobil penumpang 2850 2. Truk ringan 10290 3. Truk besar/bus 13720. Truk tandem 16780 5. Tronton 19757 6. Truk gandeng 35760 7. Semi trailer 27560 8. trailer 36200 Sumber : UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 9

3.2. Metode Analisa Data cm Laston lapis Aus AC WC) cm Laston lapis atas (AC BC) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3, %) Sumber :Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor Gambar 3.3. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Lama (Existing) 3.2.1. Muatan SumbuTerberat (MST) Keterangan : LER ada = Lintas Ekivalen Rencana UR = Umur Rencana 10 = Nilai Konstanta. ANALISA DAN PEMBAHASAN.1. Data Perencanaan dan Analisa.1.1. Analisa Pay Load dan Damage Factor Setiap Jenis Kendaraan Perhitungan angka ekivalen (E) untuk masing-masing jenis kendaraan dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah sebagai berikut : Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan perhitungan Liddle, dengan rumus sebagai berikut : Angka ekivalen sumbu tunggal Beban satu sumbu tunggal dalam kg Angka ekivalen sumbu ganda Beban satu sumbu ganda dalam kg 0,086 3.2.2. Umur Rencana Dalam menghitung umur rencana perkerasan jalan digunakan dua perbandingan yaitu kendaraan dengan muatan normal dan kendaraan dengan muatan berlebih, dengan rumus sebagai berikut : LET perlu = LEP LEA... (3.1) 2 Keterangan : LET perlu = Lintas Ekivalen Tengah LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen Akhir LER ada LET perlu = UR 10... (3.2) 1. Mobil Penumpang (T1,1) a. Muatan normal = (0,00039) (0,00039) = 0,000789 ~ 0,0008 b. Muatan berlebih = 0,000930) (0,000930 = 0,001860 ~ 0,00180 2. Truk Ringan (T1,2L) a. Muatan normal = (0,029577) (0,066003) = 0,095580 ~ 0,09560 b. Muatan berlebih 1150 816 0 125 338 91 1150 816 0 125 136 6006 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 10

= 2,201518 ~ 2,2015 = (0,131516) (0,29380) = 0,2996 ~ 0,25 3. Truk Berat (T1.2H) a. Muatan normal = (0,091751 (0,2075) = 0,2965 ~ 0,2965 91 b. Muatan berlebih 617 = (0,32772) (0,73132) = 1,0590 ~ 1,0590. Truk Tandem (T1,22) a. Muatan normal 589 756 b. Muatan berlebih 7310 = (0,61) (5,136) = 6,0577 ~ 6,0577 6. Semi Trailer (T1.2-2) a. Muatan normal 3726 5796 11178 = (0,037) (0,255) (3,5212) = 3,819253 ~ 3,81930 b. Muatan berlebih 127 070 0,086 6930 961 7717 = (0,06189) (0,0737) = 0,106627 ~ 0,1067 1882 b. Muatan berlebih 6208,6 816 0 5. Tronton (T1.2H) a. Muatan normal 0,086 10571 816 = (0,1366) (0,80000) (11,065) = 12,0009 ~ 12,0010 7. Trailer (T1.2-2.2) a. Muatan normal 2756 7717 0,086 5675 9665 15880 = (0,231) (1,9675) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 11

= (0,1366) (0,8000) (0,9515) = 1,8879 ~ 1,888 b. Muatan berlebih E= 651 10136 0,086 816 816 LEA = 229,581 (10,03) 5 LEA = 266,18 LET = LET = 27,18 FP = 5/10 =0,5 229,581 266,18 2 1958 LER = 27,18 X 0,5 LER = 123,07 Tahun 2015 Volume (bh. kend.) = (0,0659) (2,380706) (2,832351) = 5,61965 ~ 5,61965.2. Analisa Tebal LapisPerkerasan Untuk Jenis Kendaraan BermuatanNormal Tabel.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ruas jalan Pahlawan Jenis Kendaraan 1 2 3 5 6 7 8505 01 125 125 66 29 57 Sumber : Data DLLAJ Maret 2016.2.1. Menghitung Lalu Lintas Rencana Rumus : n LEP = LHR j x C j x E j j=1 1. M. Penumpang (2,3 ton) = 8505x0,5x0,0008 = 3,02 2. Truk ringan (7,52 ton) = 01x0,5x0,955 = 19,18 3. Truk berat (9,98 ton) = 125x0,5x0,296 = 18,525. Truk tandem (11 ton) = 125x0,5x0,1067 = 6,669 5. Tronton (15,3 ton) = 66x0,5x2,2016 = 72,653 6. Semi Trailer (20,70 t) = 29x0,5x0,601 = 55,380 7. Trailer (27,56 ton) = 57x0,5x1,888 = 53,805 LEP = 229,581.2.2. Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Dalam menentukan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT), Penulis menggunakan grafik korelasi yang bisa dilihat pada gambar 2.2, dari korelasi antara CBR dan DDT maka diperoleh CBR tanah dasar (Sub Grade) = 3, % dengan DDT =.2.3. Menentukan Faktor Regional untuk kendaraan berat dibawah 30 % yaitu (,31 30), dengan kelandaian 5 % (< 6 %) dan curah hujan rata-rata sebesar 36,0 mm/tahun (< 900 mm/tahun) yang bisa dilihat pada tabel 2.9. Dengan melihat tabel 2.9 didapat FR 0,5..2.. Menentukan Indeks Permukaan Dari hasil analisa diatas diperoleh LER (Lintas Ekivalen Rencana) sebesar 123,932, diambil klasifikasi jalan kolektor maka dengan melihat tabel 2.10 didapat IPt = 2 dan juga menggunakan jenis lapis perkerasanlastondengan nilai kekasaran> 1000 mm/km Maka IPo adalah 3,9 3,5.2.5 Menentukan Indeks Tebal Perkerasan a. Lintas Ekivalen Rencana (LER) = 123,07 b. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = c. Faktor Regional = 0,5 d. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana = 2 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 12

e. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana = 3,9-3,5 f. Indeks Tebal Perkerasan (ITP Normal) = 6,8.3. Menghitung Tebal Lapis Perkerasan (D) dengan Muatan Normal dan Muatan Berlebih 1. LER Muatan Normal = 123,932 2. LER Muatan Berlebih = 393,636 3. ITP Muatan Normal =6,8. ITP Muatan Berlebih = 8,2 Perkerasan Jalan Lama (Existing) a. Laston (MS = 7 kg) a1= 0,0 b. Laston Atas a2 = 0,28 c. Batu Pecah (Kelas A) a3 = 0,1 d. Sirtu (Kelas A) a = 0,13 Tebal Perkerasan Jalan Lama ITP ada= D1.0,0 D2.0,28 D3.0,1 D.0,13 ITP ada=.0,0.0,28 7.0,1 15.0,13 ITP ada= 1,6 1,12 0,98 1,95 ITP ada= 5,65 Perkerasan Jalan dengan Muatan Normal Didapat dari Nomogram, ITP Perlu (Normal) = 6,8 Maka untuk tebal perkerasan jalan dengan muatan normal yaitu : Δ ITP = ITP Perlu (Normal) ITP ada Δ ITP = 6,8 5,65 = 1,15 1,15 = 0,. D1 1,15 D1 = 0, D1 cm Laston (MS 7) cm Laston Atas (MS 590) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3, %) Gambar.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Lama = 2,875 cm ~ 3 cm untuk Laston (MS. 7) Perkerasan Jalan dengan Muatan Berlebih Didapat dari Nomogram, ITP Perlu (Berlebih) = 8,2 Maka untuk tebal perkerasan jalan dengan muatan Berlebih yaitu : Δ ITP = ITP Perlu (Berlebih) ITP ada Δ ITP = 8,2 5,65 = 2,55 2,55 = 0,. D1 2,55 D1 = 0, D1 = 6,275 cm ~ 6 cm untuk Laston (MS. 7).. Menghitung Umur Rencana Perkerasan Jalan Menentukan Umur Rencana dengan Muatan Normal : a. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = b. Faktor Regional (FR) = 0,5 c. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) = 2 d. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) = 3,9 3,5 e. ITP ada = 5,65 f. LET Perlu = 28 g. LER ada = 0 LER ada(normal) = LET perlu(normal) x LER ada (Normal) 3cm Laston (MS 7) cm Laston (MS 7) cm Laston Atas (MS 590) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3, %) Gambar.2. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Muatan Normal LET perlu (Normal) = UR 10 UR 10 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 13

28.. UR = 0 x 10 UR = UR = 1,61tahun Maka didapat Umur Rencana jalan dengan Muatan Normal sebesar 1,61 tahun Umur Rencana..5. Menghitung Umur Rencana Perkerasan Jalan Menentukan Umur Rencana dengan Muatan Overload : h. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = i. Faktor Regional (FR) = 0,5 j. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) = 2 k. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) = 3,9 3,5 l. ITP ada = 5,65 m. LET Perlu = 787 n. LER ada = 0 LER ada = LET perlu x LER ada LET perlu 787.. UR = 0 x 10 UR = 00 28 00 787 UR = 0,51 tahun Maka didapat Umur Rencana jalan dengan Muatan berlebih sebesar 0,51 tahun Umur Rencana. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan = UR 10 UR 10 1. Ruas jalan Pahlawan yang seharusnya beban kendaraan = 8 ton, akan tetapi kendaraan yang melintas adalah kendaraan dengan beban > 8 ton. Sehingga mengakibatkan kerusakan perkerasan terjadi yang disebabkan adanya kendaraan dengan muatan berlebih yang melintasi ruas jalan tersebut. 2. Jenis kendaraan yang mempunyai kecenderungan melebihi ketentuan maksimum sumbu terberat adalah dari kendaraan golongan 2 sampai dengan golongan 7. Dengan kendaraan golongan 2 yaitu Truk Ringan (T1.2L), golongan 3 yaitu Truk Berat (T1.2H), golongan yaitu Truk Tandem (T1.22), golongan 5 yaitu Tronton (T1.2H), golongan 6 yaitu Semi trailer (T1.2-2) dan golongan 7 yaitu Trailer (T1.2 2.2). 3. Dari hasil analisa didapat Damage Factor seluruh jenis kendaraan adalah sebagai berikut : Damage Factor Muatan Normal Mobil Penumpang & Pribadi (2,3 ton) = 0,0095 % Truk Ringan & Bus Kecil (7,52on) = 1,1358 % Truk Berat & Bus Besar (9,99 ton) = 3,5251 % Truk Tandem (11 ton) =1,2690 % Tronton (15,3 ton) = 26,180 % Semi trailer (20,70 ton) = 5,235% Trailer (27,56 Ton) = 22,531 % Damage Factor Muatan Berlebih Mobil Penumpang & Pribadi (2,85 ton) = 0,0070 % Truk Ringan & Bus Kecil (10,29 ton) = 1,6507 % Truk Berat & Bus Besar (13,72 ton) =,11 % Truk Tandem (16 ton) = 2,231 % Tronton (19,76 ton) = 23,5326 % Semi trailer (27,56 ton) = 6,6212 % Trailer (36,20 Ton) = 21,8311 % 7. Jenis kendaraan yang memiliki nilai Damage Factor paling dominan baik untuk kendaraan bermuatan normal ataupun untuk kendaraan bermuatan berelebih adalah kendaraan jenis Tronton dan Semi Trailer. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 1

8. Pengaruh beban kendaraan berlebih (Overload) terhadap umur rencana perkerasan sangat signifikan, yaitu sekitar 68,32%. 9. Selain Muatan Sumbu Terberat kendaraan, faktor tidak terawatnya saluran air pun menjadi penyebab terjadinya Damage Factor. Dalam hal ini ditunjukan dengan adanya genangan air pada badan jalan saat hujan turun dan kualitas material perkerasan yang tidak sesuai dengan rencana, sehingga mudah terjadinya kerusakan. 10. Dari hasil analisa perkerasan jalan yang ada saat ini, setelah dilakukan lapis tambahan perkerasan untuk beban normal saja umur rencana hanya mampu bertahan selama 1,61 tahun dan untuk beban berlebih kurang dari 0,51 tahun. 5.2 Saran 1. Perlunya pengawasan ketat terhadap kendaraan yang melintasi ruas jalan Pahlawan, dengan cara memberi rambu (maksimal beban kendaraan) atau mengatur supaya kendaraan yang ingin melintasi jalan tersebut diharuskan melintasi jembatan timbang terdekat terlebih dahulu. 2. Perlu tindakan yang tegas kepada para pengguna jalan yang melanggar dan mengabaikan aturan lalu lintas yang berlaku. 3. Untuk menjaga keawetan lapis perkerasan, hendaknya diperhatikan juga drainase yang ada, agar drainase tersebut bisa berfungsi sebagai mana mestinya dan agar air hujan yang turun tidak menggenangi badan jalan.. Melihat umur rencana yang begitu singkat dan agar tidak menjadi pemborosan anggaran, disarankan mengganti perkerasan lentur yang ada dengan perkerasan kaku yang sesuai dengan SNI (yang nantinya analisa perkerasan kaku ini bisa dilanjutkan oleh mahasiswa yang lain untuk menjadi bahan Tugas Akhir berikutnya). DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Standarisasi Nasional, Geometri Jalan Perkotaan, Badan Penerbit Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta, 200. 2. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum, 1989, Pelaksanaan Lapis Campuran Beraspal Panas, SNI 03-1737-1989, Badan Penerbit LitbangPU, Jakarta. 3. Departemen Pekerjaan Umum, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Badan Penerbit PU, Jakarta, 1997.. Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisis Komponen SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02), Badan Penerbit PU, Jakarta. 5. Dewan Standarisasi Nasional DSN, 1987, Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Jakarta 6. Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. 7. Hendarsin, Shirley, L., 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri Bandung. 8. Oglesby, H. Clarkson, Hicks Gary, R., Teknik Jalan Raya Jilid 2 Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 1996. 9. Puslitbang Jalan dan Jembatan, Karakteristik Beban Kendaraan Operasional, Bandung, 2008. RIWAYAT PENULIS 1. Zainal, ST (Alumni 2016) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. 2. Ir. Arif Mudianto, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. 3. Ir. Andi Rahmah, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 15