BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu badan atau organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

LAMPIRAN A. Alat Ukur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tetapi belum diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Pemerintah in

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB III METODE PENELITIAN

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Semua manusia pasti berharap dapat terlahir dengan selamat dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bahwa batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil diperpanjang menjadi 58 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. bila keinginan dan harapannya tersebut tidak dapat tercapai. Psychological well

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 87% memeluk agama

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru honorer akan diberhentikan dari status kepegawaiannya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V PENUTUP. 1. Perubahan manajemen dalam UU ASN hanya mengenal 2 jenis pegawai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 149 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu, akan

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di

BAB 3 METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2. Landasan Teori

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan generasi penerus yang diharapkan dalam suatu kehidupan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur Aparatur Negara mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2015 KEUANGAN. Tunjangan Kinerja. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA SANDI NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya untuk menjadi guru individu harus menempuh pendidikan khusus sebagai guru agar bisa mendapatkan sertifikat sebagai guru. Walaupun seseorang sudah memiliki sertifikat mengajar belum tentu langsung bisa menjadi guru tetap (Wahyudin, 2011). Profesi guru merupakan suatu pilihan hidup seseorang, yaitu upaya seorang guru untuk mendidik, membimbing, mengajar serta melatih siswa didik bukanlah hal yang mudah karena di balik profesi itu dibutuhkan keseriusan, pengalaman serta sikap profesional. Pada tanggal 30 Desember 2005, Pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan pengesahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru. Pengesahan undang-undang tersebut merupakan suatu langkah maju dalam dunia pendidikan dan dinilai dapat memberikan pengaruh positif terhadap mutu pendidikan di Indonesia (Sudiro,2010). Pengesahan Undang- Undang tersebut mendapat reaksi positif dari para guru. Reaksi tersebut muncul sebagai bentuk kegembiraan mereka terhadap salah satu pasal dalam undang- 1

2 undang tersebut, yaitu pasal 14 ayat 1 mengenai jamian kesejahteraan bagi guru yang berbunyi sebagai berikut :...guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjungan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Berdasarkan pasal di atas, Undang-Undang no 14 Tahun 2005 dinilai telah memberikan jaminan bagi para guru dan dosen untuk memeroleh kehidupan yang lebih layak dan sejahtera secara ekonomi. Namun, jaminan tersebut ternyata tidak diberikan kepada tenaga pendidik yang masih berstatus sebagai honorer (Wahyudin, 2011). Guru honorer merupakan guru yang sudah diangkat secara resmi oleh pemerintah untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik, tetapi belum berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Guru honorer dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori 1 (K1) atau guru honorer yang biaya atau gajinya bersumber dari APBN/APBD, guru honorer kategori 2 (K2) yaitu guru honorer yang gaji/biayanya bersumber dari non- APBDN/APBD. Persyaratan lain bagi honorer K1 dan K2 sama, yakni diangkat pejabat berwenang, bekerja di instansi pemerintah, dan masa kerja minimal satu tahun.. Dalam hal gaji atau pendapatan, guru honorer hanya mendapatkan honorarium perbulan, cuti dan perlindungan hukum. (http://m.jpnn.com/news.php?id=118214)

3 Masa depan guru honorer pun dapat dikatakan kurang jelas karena status kepegawaiannya. Guru honorer tidak mengetahui apakah akan diangkat menjadi guru tetap atau akan menjadi guru honorer untuk selamanya. Bahkan jika sekolah tidak membutuhkan jasanya lagi, guru honorer dapat kehilangan pekerjaannya. Perekrutan terhadap tenaga honorer secara hukum memang diatur tetapi masih bersifat terbatas dimana tidak semua jumlah guru honorer diangkat menjadi pegawai negeri sipil, pengangkatan tenaga honorer di daerah dilakukan secara bertahap sesuai dengan masa kerja dari tenaga honorer (Ayu Prilia,2013). Sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah, sejumlah guru honorer melakukan aksi unjuk rasa di berbagai tempat. Di Jakarta, sekitar 250 guru honorer dari Kabupaten Bandung, Jabar, mengadukan nasibnya di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), mereka yang merupakan guru honorer K2 berunjuk rasa mengenai nasib mereka yang gagal dalam seleksi Cpns, dan mengenai status kepegawaian mereka yang masih tidak jelas apakah masih akan ada pengangkatan untuk guru honorer atau dihapuskan. (http://www.jpnn.com/read/2014/02/19/217356/ratusan-guru-honorer-k2- Cegat-Azwar-di-Kantornya-) Kehidupan sebagai guru honorer mungkin memang belum dapat dikatakan layak dan sejahtera, terutama jika dipandang dari segi ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian guru honorer yang terpaksa menjalani pekerjaan sampingan seperti memberikan kursus, buruh bangunan, serta berjualan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka (http://sosbud.kompasiana.com/, 2013).

4 Data lain menunjukkan bahwa mayoritas guru honorer di Kabupaten Bandung masih berkutat dengan persoalan ekonomi. Rendahnya kesejahteraan guru ini diakibatkan oleh minimnya perhatian pemerintah. Ketua Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGHS) Kabupaten Bandung, Toto Ruhiat mengatakan, tidak sedikit guru honorer yang mengabdi di sekolah negeri namun pendapatannya masih di bawah pendapatan profesi lainnya. Penghasilan guru akan lebih baik apabila guru bersangkutan memiliki bisnis sampingan selain mengajar. Apabila guru sejahtera, maka mereka akan mendidik muridnya dengan penuh gairah. Meskipun demikian, beliau tetap yakin masih adanya para pendidik yang mengabdi dengan penuh keikhlasan tanpa mempertimbangkan pendapatan (http://bandung.bisnis.com/read/20131125/61817/461550/guru-honorer-masihhidup-memprihatinkan ). Guru honorer di sejumlah daerah menuntut kenaikan gaji sesuai dengan upah minimum regional (UMR). Para guru menilai upah yang diberikan saat ini sudah tidak layak untuk memenuhi kebutuhan hidup (http://www.republika.co.id/berita/koran/pro-kontra/14/11/26/nfmxhc33-gunuhonorer-minta-gaji-sesuai-umr). Hal tersebut juga dirasakan oleh guru honorer di sekolah dasar negeri dimana guru honorer mendapatkan gaji perbulan yang besarnya gaji berdasarkan kebijakan kepala sekolah, berbeda dengan sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas yang mendapatkan gaji berdasarkan jam mengajar guru honorer tersebut. Selain gaji, guru honorer di sekolah dasar negeri juga di tuntut untuk bisa mengajarkan beberapa mata

5 pelajaran seperti matematika, bahasa indonesia, bahasa inggris, ataupun ipa atau ips. Menjalani hidup yang bahagia dan sejahtera merupakan dambaan semua orang termasuk para guru honorer di sekolah dasar negeri di kota Bandung, sehingga setiap guru honorer sekolah dasar negeri berusaha untuk dapat mencapai kesejahteraan psikologisnya atau dalam psikologi dikenal dengan istilah Psychological Well Being. Hidup bahagia dan sejahtera hanya dapat dicapai oleh seseorang apabila orang tersebut merasa sehat secara fisik, mental, dan sosial, serta merasa dicintai, dan dekat dengan Tuhannya, mempunyai harga diri, dan dapat berpartisipasi dalam kehidupannya. Menurut Ryff, psychological well being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu untuk dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti mampu memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Ryff mengatakan bahwa orang yang sehat secara psikologis memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Membuat keputusan mereka sendiri, mengatur perilaku mereka sendiri, memilih dan membentuk lingkugan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka memiliki tujuan yang membuat hidup mereka bermakna, berjuang dan mengembangkan dirinya seutuhnya. Ryff (1989) mengatakan bahwa suatu keadaan dimana individu mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian

6 terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu adalah bentuk dimensi dari konsep psychological well being. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bagaimana pentingnya seorang guru dalam dunia pendidikan tak terkecuali guru honorer di sekolah dasar negeri, sehingga sangat penting untuk seorang guru honorer mencapai psychological well-being nya yang dapat berdampak pada kehidupan guru honorer di sekolah dasar negeri terutama pada cara mengajar dalam kelas atau kinerja guru honorer dalam mengajar. Guru honorer yang merasakan tidak sejahtera dapat berpengaruh pada penurunan kinerjanya dalam mengajar, dan juga berpengaruh pada semangat guru honorer dalam mengembangkan potensinya dalam mengajar, bagitupula guru honorer sekolah dasar di kota Bandung. Peneliti tertarik untuk meneliti guru honorer sekolah dasar karena para guru di sekolah dasar memiliki tugas yang cukup berat dilihat dari para guru sekolah dasar yang dituntut untuk dapat mengajari semua mata pelajaran kepada siswanya. Guru honorer sekolah dasar juga memiliki perbedaan dalam jam kerja dengan guru honorer yang mengajar di sekolah menengah pertama ataupun di sekolah menengah atas, dimana guru honorer di sekolah dasar di tuntut dapat mengajar semua mata pelajaran dengan jam mengajar yang lebih lama dengan gaji yang dibayar perbulan. Sedangkan guru honorer yang mengajar di sekolah menengah pertama ataupun sekolah menengah atas hanya mengajar beberapa mata pelajaran dengan jam kerja yang lebih pendek dengan gaji yang dibayarkan per mata pelajaran.

7 Peneliti juga tertarik untuk meneliti guru honorer di sekolah negeri karena guru honorer yang mengajar di sekolah negeri lebih memiliki peluang besar untuk dapat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan jumlah guru honorer yang lebih banyak dibandingkan di sekolah swasta. Namun kenyataannya untuk menjadi PNS pun tidak mudah dimana guru honorer juga harus mengikuti tes CPNS. Sedangkan peneliti memilih untuk meneliti di kota Bandung dengan alasan karena kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah guru honorer yang besar, yaitu mencapai sekitar lebih dari 14.000-15.000 orang (Forum Komunikasi Guru Honorer Sekolah Kota Bandung, 2010; dalam wahyudin,2011). Dari hasil wawancara peneliti terhadap 10 orang guru honorer, sebanyak 30% mengatakan dalam memilih pekerjaan sebagai guru honorer bukan keputusan pribadi, melainkan ada dorongan dan pengaruh dari keluarga. Anggota keluarga yang juga berprofesi sebagai guru mendorong mereka untuk bisa menjadi guru seperti anggota keluarga lainnya walaupun hanya status guru honorer. Disisi lain menurut mereka profesi sebagai guru merupakan profesi yang membanggakan walaupun hanya berstatus honorer, dan sulitnya mencari pekerjaan juga merupakan faktor penyebab bersedianya individu bekerja sebagai guru honorer. Sedangkan 70% dari guru honorer yang telah diwawancarai memilih pekerjaan sebagai guru walaupun honorer karena keinginan sendiri dan mereka mengatakan bahwa menyenangkan ketika mereka mengajar anak-anak didiknya, pekerjaan sebagai guru merupakan suatu ibadah, dan adanya rasa hormat dari masyarakat terhadap guru sehingga menjadi guru menimbulkan perasaan bangga

8 atas statusnya menjadi guru. Dari hasil wawancara peneliti terhadap 10 orang guru honorer, sebanyak 100% guru honorer mengatakan bahwa dengan status mereka sebagai guru honorer tidak memengaruhi hubungan mereka dengan guru lain yang berstatus guru tetap atau PNS, walau terkadang sesama guru honorer lebih sering berkumpul dan saling berbagi informasi mengenai status kepegawaian mereka, dan hal tersebut membuat sesama guru honorer saling mendukung dan dekat satu sama lain. Sebanyak 10 orang guru honorer yang telah diwawancarai, 100% mengatakan bahwa mereka senang telah memiliki pekerjaan menjadi seorang guru walaupun berstatus honorer melihat susahnya mencari pekerjaan pada saat ini. Namun dengan melihat gaji yang telah mereka terima, 10 orang guru honorer tersebut merasakan ketidak adilan yang telah mereka rasakan sehingga adanya perasaan kecewa dan marah dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah maupun pemerintah. Dari 10 orang guru honorer di Sekolah Dasar Kota Bandung yang telah diwawancarai, 100% dari mereka mengatakan bahwa gaji yang diterima belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari hari mereka, guru honorer tersebut memperoleh gaji sekitar 400.000 per bulan dan tanpa diberikan tunjangan. Sebanyak 60% guru honorer yang telah diwawancarai mengatakan bahwa mereka berusaha untuk mencari keadilan dengan berontak, seperti melakukan demo guru untuk kenaikan gaji ataupun membuat dan ikut dalam persatuan sesama guru honorer. Selain untuk kenaikan gaji, hal tersebut juga dilakukan agar mereka mendapat keadilan dalam proses pengangkatan guru tetap (PNS), sehingga

9 mereka yang merupakan guru honorer yang telah bekerja puluhan tahun dapat diangkat menjadi guru tetap (PNS). Sebanyak 100% dari 10 orang guru honorer yang diwawancarai mengatakan bahwa statusnya sebagai guru honorer menjadikannya tidak dapat berkembang karena statusnya sebagai guru honorer kurang berkesempatan untuk dapat mengikuti pelatihan khusus seperti pelatihan peningkatan atau pengembangan diri. Ini mengakibatkan para guru honorer tidak dapat mengembangkan kompetensinya dalam mengajar. Keadaan para guru honorer yang telah dijelaskan dapat berdampak pada munculnya ketidaknyamanan dan memengaruhi penghayatannya terhadap kehidupan dalam menjalani peran sebagai guru honorer. Dari data di atas dapat dilihat bahwa guru merupakan sosok yang penting dalam pendidikan di Indonesia, maka dari itu penting untuk melihat mengenai psychological well being pada guru honorer sekolah dasar di kota Bandung. Dari penjelasan di atas, maka peneliti tertarik dan bermaksud meneliti mengenai psychological well being pada guru honorer Sekolah Dasar Negeri di Kota Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran Psycholological Well Being pada guru honorer sekolah dasar negeri di Kota Bandung.

10 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai Psychological Well Being pada guru honorer sekolah dasar negeri di Kota Bandung. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai gambaran Psychological Well Being pada guru honorer sekolah dasar negeri di Kota Bandung, dilihat dari dimensi-dimensi psychological well being yaitu self acceptence (penerimaan diri), personal growth (pertumbuhan pribadi), purpose in life (tujuan hidup), enviromental mastery (penguasaan lingkungan), autonomy (kemandirian), dan positive relation with others (hubungan positif dengan orang lain). 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis - Menambah referensi terhadap pengembangan literatur psikologi pendidikan mengenai guru honorer sekolah dasar di Indonesia khususnya

11 yang berkaitan dengan Psychological well being (Kesejahteraan Psikologis). - Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar untuk penelitian berikutnya mengenai Psychological well being pada guru honorer sekolah dasar. 1.4.2. Kegunaan Praktis - Memberikan informasi mengenai kesejahteraan psikologis pada guru honorer sekolah dasar di Kota Bandung agar dapat mengevaluasi, instropeksi dan melakukan pengembangan diri pada dimensi Psychological Well Being yang masih perlu ditingkatkan. - Memberikan informasi kepada sekolah mengenai kesejahteraan psikologis pada guru honorer sekolah dasar di Kota Bandung agar dapat lebih memperhatikan dan memberikan dukungan kepada guru honorer di Kota Bandung sehingga dapat meningkatkan Psychological Well Being guru honorer di Kota Bandung terutama pada dimensi yang masih kurang. 1.5. Kerangka Pemikiran Pada zaman sekarang ini, dalam mencari pekerjaan seseorang harus memiliki keahlian khusus salah satu contohnya yaitu pekerjaan sebagai guru, dimana untuk menjadi guru individu harus menempuh pendidikan khusus sebagai guru agar bisa mendapatkan sertifikasi sebagai guru tak terkecuali guru honorer.

12 Guru honorer merupakan guru yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintahan atau yang penghasilannya menjadi beban APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Guru tetap ataupun honorer merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran, dimana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Selain peran guru yang penting, perlu diperhatikan juga kesejahteraan psikologis para guru yang dapat dilihat bahwa kehidupan yang dijalani para guru khususnya yang berstatus honorer, dimana kehidupan para guru honorer dapat dikatakan kurang layak dan sejahtera dilihat dari tugas yang cukup berat dengan gaji yang relatif rendah serta batasan-batasan guru honorer dalam mengajar dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kesejahteraan psikologis dalam ilmu psikologi dapat diartikan atau memiliki istilah lain yaitu Psychological Well Being yang memiliki pengertian dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya dan bagaimana mereka memandangan pengalaman tersebut berdasarkan potensi yang mereka miliki. Evaluasi guru honorer terhadap pengalaman pengalamannya dapat membuat guru honorer pasrah dengan keadaannya sehingga psychological well-being nya rendah, atau guru honorer akan berusaha untuk memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well-being nya tinggi.

13 Guru honorer sekolah dasar negeri yang memiliki tugas berat dan kondisi pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, seperti ketidak adilan yang mereka rasakan yang terkadang pekerjaan guru honorer lebih berat dibandingkan guru yang berstatus PNS dengan gaji yang jauh berbeda sehingga dapat memengaruhi penghayatan mereka sebagai guru dan mengalami perasaanperasaan negatif seperti rasa kecewa, marah, dan cemas. Meskipun demikian diharapkan guru honorer dapat memiliki psychological well being yang tinggi agar dapat bekerja sebaik mungkin sebagai guru mengingat peranan guru yang sangat penting di dunia pendidikan. Psychological well being memiliki 6 dimensi diantaranya yaitu self acceptance (penerimaan diri), personal growth (pertumbuhan pribadi), purpose in life (tujuan hidup), enviromental mastery (penguasaan lingkungan), autonomy (kemandirian), positive relation with others (hubungan positif dengan orang lain). Dimensi pertama yaitu dimensi self acceptance yang berarti individu merasa baik tentang diri sendiri dan disaat yang bersamaan mengetahui kelebihan dan kekurangan serta batasan-batasan yang dimiliki. Guru honorer yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan sikap yang positif terhadap diri sendiri, mengetahui dan menerima segala aspek yang ada pada dirinya baik itu kelebihan maupun kekurangan, serta memiliki sikap yang positif terhadap kehidupannya di masa lalu. Guru honorer yang memiliki self acceptence yang tinggi dapat mengetahui kekurangan dan kelebihannya dalam menjadi seorang guru seperti kekurangan atau kelebihannya dalam mengajar, guru honorer menerima kenyataan yang terjadi dalam kehidupan pekerjaannya sebagai guru

14 yang berstatus honorer. Sedangkan guru honorer yang memiliki self acceptence yang rendah cenderung tidak puas dengan dirinya sendiri sehingga merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi dalam kehidupan pekerjaannya yaitu sebagai guru honorer dan memiliki sikap negatif terhadap dirinya sendiri sebagai guru honorer. Dengan self-acceptance yang tinggi, guru honorer dapat menjalankan pekerjaan dan kehidupannya dengan baik, serta berusaha untuk dapat bekerja lebih baik dan profesional. Hal tersebut berkaitan dengan dimensi lain dari psychological well being yaitu personal growth. Personal growth merupakan dimensi dimana seseorang menyadari potensi dan talenta yang dimilikinya serta mengembangkannya menjadi sumber baru. Personal growth yang tinggi dapat dilihat dari guru honorer yang mampu untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya dan menambah pengetahunnya dalam mengajar siswa siswinya sehingga guru honorer dapat bekerja sebaik mungkin dengan mengerahkan kompetensi dan kualitasnya secara optimal. Dalam usahanya mengembangkan potensi yang dimilikinya, guru honorer mengerahkan kemampuannya untuk bekerja dan bertanggung jawab atas tugas-tugas dengan baik walaupun berstatus sebagai guru honorer. Sedangkan guru honorer dengan personal growth yang rendah tidak berusaha untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya sebagai guru, dan bekerja dengan apa adanya tanpa berusaha untuk sebaik mungkin dalam proses belajar mengajar. Dimensi ketiga yaitu dimensi purpose in life yang juga dibutuhkan agar dapat mencapai psychological well being yang tinggi. Kemampuan guru honorer dalam menentukan tujuan hidup dapat merujuk pada nilai yang tinggi pada

15 dimensi purpose in life. Dimensi purpose in life mencerminkan penghayatan seseorang akan kemampuannya untuk menentukan tujuan hidupnya, termasuk guru honorer untuk menentukan tujuan hidupnya, menemukan makna dan arah bagi pengalaman hidupnya sebagai guru, menetapkan tujuan-tujuan dan maksud kehidupannya. Sebaliknya guru honorer yang memiliki dimensi purpose in life yang rendah tidak mampu untuk menentukan tujuan hidupnya dan menetapkan tujuan-tujuan serta maksud kehidupannya. Dimensi keempat yaitu dimensi enviromental mastery yang merupakan penghayatan seseorang akan kemampuan dalam memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis dirinya, mampu berpatisipasi dalam aktivitas di luar dirinya, dan memanipulasi serta mengontrol lingkungan sekitarnya yang kompleks. Situasi kerja guru honorer yang di dalam nya terdapat guru tetap atau yang berstatus PNS membuat guru honorer merasa tertantang untuk melakukan semua pekerjaan dengan baik. Guru honorer menjadikan hal tersebut menjadi sebuah tantangan dan bukan menjadi sebuah beban ataupun suatu hal yang tidak menyenangkan. Guru honorer yang mampu mengatasi situasi tersebut dan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya sebagai guru baik dalam hal mengajar ataupun masalah dengan lingkungan sekitar dengan baik menunjukkan dimensi enviromental mastery yang tinggi. Sedangkan guru honorer yang memiliki enviromental mastery rendah tidak mampu untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam pekerjaannya sebagai guru, situasi yang tidak menyenangkan menjadi beban dan hambatan bagi guru honorer dalam bekerja

16 seperti batasan-batasan yang dimiliki guru honorer dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dimensi selanjutnya yaitu autonomy yang merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak atas keyakinan dan pendiriannya sendiri sekalipun harus bertentangan dengan keyakinan yang diterima oleh kebanyakan orang. Dimensi autonomy yang tinggi dapat terlihat dari guru honorer yang mampu mengambil keputusan dengan keyakinannya sendiri seperti halnya dalam memilih pekerjaan sebagai guru honorer walaupun keputusannya menjadi guru honorer ditentang oleh keluarga atau orang lain. Sebaliknya guru honorer yang memiliki dimensi autonomy yang rendah tidak mampu untuk mempertahankan keyakinannya sendiri baik dalam bekerja sebagai guru maupun dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh keluarga atau orang lain. Dimensi terakhir dari pschological well being yaitu dimensi positive relation with others yang merupakan kemampuan dalam berempati dan menyayangi orang lain dan mampu mencintai serta memiliki persahabatan yang mendalam. Dalam menjaga situasi dan suasana kerja yang baik, guru honorer membutuhkan dukungan dari orang lain terutama dengan sesama guru honorer. Dengan situasi dan jabatan yang sama, sesama guru honorer dapat saling memberikan dukungan dan semangat kerja agar dapat menjalani tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru dengan lebih baik serta dapat bekerja sama dalam menjalani tugas dalam mengajar dan memperjuangkan status mereka agar menjadi guru tetap atau PNS. Hubungan yang baik dengan sesama guru honorer ataupun dengan guru yang berstatus PNS dapat merujuk pada nilai dari dimensi

17 positive relation with others yang tinggi pada guru honorer. Sedangkan guru honorer yang memiliki hubungan kurang baik dengan rekan kerja baik guru yang juga berstatus honorer ataupun yang berstatus PNS dan kurang mampu untuk bekerja sama dengan rekan sesama guru dalam mengajar anak didiknya menunjukkan dimensi positive relation with others yang rendah. Selain memiliki 6 dimensi, psychological well being dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu yang pertama faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, status marital, pendidikan, dan yang kedua faktor dukungan sosial seperti dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasional. Dalam faktor usia, guru honorer yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal dan dewasa madya akan memiliki prioritas yang berbeda dalam kehidupannya. Guru honorer yang berada pada tahap dewasa awal cenderung akan lebih memikirkan keadaannya sebagai guru dengan status honorer dan batasan-batasan yang dimilikinya sebagai guru yang berstatus honorer dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada psychological well-being cenderung rendah. Sebaliknya guru honorer yang berada pada tahap dewasa madya akan mempertahankan kepuasan dalam karirnya sebagai guru walau honorer dan cenderung akan menganggap bahwa status sebagai guru honorer bukanlah hal yang menyedihkan sehingga psychological well being yang cenderung tinggi. Berdasarkan teori, perbedaan jenis kelamin dapat memengaruhi psychological well-being seseorang. Laki-laki memiliki derajat psychological well-being yang tinggi dibandingkan dengan perempuan. Guru honorer pria

18 cenderung akan memiliki psychological well-being yang tinggi, sedangkan guru honorer perempuan memiliki psychological well-being yang cenderung rendah. Faktor berikutnya yaitu status marital, dimana status marital dapat memengaruhi psychological well-being seseorang. Hubungan yang baik dengan pasangan akan meningkatkan psychological well-being. Begitupula pada guru honorer yang telah menikah dan memiliki hubungan yang baik dengan pasangannya cenderung memiliki psychological well-being yang lebih tinggi, dibandingkan dengan guru honorer yang belum menikah cenderung memiliki psychological well-being yang rendah. Berikutnya adalah faktor pendidikan, individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya dibandingkan individu yang berpendidikan rendah. Begitupula pada guru honorer yang memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam mengatasi masalah yang dihadapinya sebagai guru honorer, dan juga pendidikan yang baik pada guru honorer akan menjadikan guru honorer memiliki kesempatan besar untuk mengubah status kepegawaiannya, dan dapat terus mengembangkan potensinya sebagai guru akan memiliki psychological well being yang cenderung tinggi. Sebaliknya guru honorer yang memiliki pendidikan rendah akan kesulitan dalam mencari solusi dalam mengatasi masalah yang dihadapinya sebagai guru honorer dan memiliki peluang yang sedikit untuk mengubah status kepegawaiannya cenderung memiliki psychological well being yang rendah. Selain faktor demografis juga dipengaruhi oleh faktor dukungan sosial seperti dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan

19 dukungan informasional. Menurut Davis (dalam Pratiwi, 2000), individu yang mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well being yang cenderung tinggi, dimana dukungan sosial dapat diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, ataupun pertolongan yang dipersepsikan oleh seseorang yang didapat dari orang lain atau kelompoknya. Guru honorer yang mendapat perhatian dari keluarga dan merasa nyaman dengan pekerjaannya saat ini sebagai guru honorer akan memiliki psychological well-being yang cenderung tinggi dibandingkan dengan guru honorer yang tidak merasa nyaman dengan pekerjaannya saat ini dan tidak adanya perhatian yang diberikan oleh keluarga ataupun dari lingkungan sekitarnya akan menunjukkan psychological well being yang cenderung rendah. Dilihat dari dukungan emosional yang merupakan sebuah dukungan yang melibatkan empati, kepedulian dan perhatian terhadap seseorang. Pada guru honorer yang mendapatkan dukungan emosional dari keluarga atau orang-orang terdekatnya seperti rasa empati dan kepedulian yang diberikan keluarga terhadap pekerjaannya sebagai guru yang berstatus honorer cenderung akan memiliki tingkat psychological well being yang tinggi dibandingkan dengan guru honorer yang tidak mendapatkan dukungan emosional dari keluarga atau orang-orang terdekatnya akan memiliki psychological well being yang cenderung rendah. Selain dukungan emosional, juga terdapat dukungan penghargaan yang dapat dilihat dari pengungkapan penghargaan yang positif seperti ungkapan rasa bangga terhadap pekerjaan sebagai guru, dorongan atau persetujuan terhadap pemikiran atau perasaan, serta perbandingan positif antara individu dengan orang

20 lain, sehingga dapat membangun harga diri dan perasaan dihargai yang dimiliki guru. Guru honorer yang merasa bangga atas pujian yang diberikan oleh keluarga ataupun orang-orang disekitarnya atas pekerjaannya sebagai guru walaupun honorer akan membangun perasaan dihargai dan hal tersebut akan menunjukkan psychological well being yang cenderung tinggi. Sebaliknya guru honorer yang tidak mendapat pujian ataupun perasaan bangga dari keluarga ataupun orangorang disekitar menunjukkan psychological well being yang cenderung rendah. Dukungan selanjutnya yaitu dukungan instrumental yang melibatkan tindakan konkrit atau pemberian pertolongan secara langsung. Guru honorer yang mendapat bantuan dalam bekerja dari keluarga ataupun orang-orang disekitarnya seperti mendapat bantuan dari rekan kerja ketika menghadapi masalah dengan siswa yang tidak dapat diselesaikan akan membuat guru honorer memiliki psychological well being yang cenderung tinggi. Sedangkan guru honorer yang menjalani tugas sendirian tanpa adanya bantuan dari keluarga atau orang-orang disekitar seperti rekan kerja terhadap pekerjaan yang sulit akan menunjukkan psychological well being yang cenderung rendah. Kemudian dukungan yang terakhir yaitu dukungan informasional yang merupakan dukungan yang meliputi pemberian nasehat, petunjuk, saran ataupun umpan balik terhadap tingkah laku seseorang. Guru honorer yang sering mendapatkan saran ataupun nasehat dari keluarga ataupun orang-orang disekitarnya seperti saran yang diberikan oleh rekan kerjanya mengenai masalah yang dihadapi guru honorer yang dapat membantu dalam mengatasi masalahnya akan menunjukkan psychological well being yang cenderung tinggi. Sebaliknya

21 guru honorer yang tidak mendapat saran ataupun nasehat dari keluarga ataupun orang-orang disekitar ketika menghadapi masalah dalam pekerjaannya sebagai guru honorer akan menunjukkan psychological well being yang cenderung rendah. Dilihat dari dimensi dan faktor-faktor yang memengaruhi psychological well being, serta fenomena yang terjadi dapat dikatakan bahwa guru honorer yang mampu menghadapi tantangan dalam bekerja, dapat mengoptimalkan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta dapat membuat lingkungan nyaman, serta menjalani hidup dengan baik menunjukkan psychological well being yang cenderung tinggi. Sedangkan guru honorer yang tidak mampu dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam menjalani pekerjaannya, kurang mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, kurang mampu membuat lingkungan yang nyaman, serta kurang mampu untuk menjadikan tantangan menjadi sesuatu hal yang baik dapat merujuk sebagai psychological well being yang rendah.

22 Faktor-faktor yang memengaruhi Psychological Well Being: - Faktor demografis : usia, jenis kelamin, status marital, lama kerja, dan pendidikan. - Dukungan sosial : dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasional Guru Honorer Sekolah Dasar di Bandung Psychological Well Being pada guru honorer Tinggi Rendah Dimensi dimensi Psychological Well Being : - Self acceptence (Penerimaan diri) - Personal growth (Pertumbuhan pribadi) - Purpose in life (Tujuan hidup) - Enviromental mastery (Penguasaan lingkungan) - Autonomy (Kemandirian) - Positive relation with others (Hubungan positif dengan orang lain) Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

23 1.6. Asumsi - Status kepegawaian sebagai guru honorer sekolah dasar negeri di Kota Bandung dapat memengaruhi psychological well being guru honorer. - Guru honorer sekolah dasar negeri di kota Bandung memiliki derajat psychological well being yang berbeda-beda. - Psychological Well-Being pada guru honorer di sekolah dasar negeri kota Bandung dibentuk oleh bagaimana guru honorer menerima dirinya, kemampuannya dalam menciptakan hubungan yang positif dengan orang lain, kemampuannya untuk mandiri, kemampuan dalam penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. - Derajat psychological well being guru honorer sekolah dasar negeri di kota Bandung dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, status marital, pendidikan, dukungan sosial.