I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

dokumen-dokumen yang mirip
IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

Identifikasi Habitat dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)... Turaina Ayuti

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 2 TAHUN 2016

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

DISTRIBUSI RUMAH WALET (Collocalia sp) DI KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

3,35 3,96 Jumlah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Unnes Journal of Life Science

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

KAJIAN TENTANG USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN SAMPANG (TINJAUAN EKONOMIS) SKRIPSI

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

I. PENDAHULUAN. mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala Penyakit. (a) Gambar 7 Tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012 (a) terinfeksi NSK, (b) sehat.

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET SECARA LESTARI. Ani Mardiastuti ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

BAB VI PEMBAHASAN. Pencuplikan sampel dilakukan pada tanggal Juli 2014 di empat lokasi

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

I. PENDAHULUAN. rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang dan sampai. menggunakan langit-langitnya untuk membangun sarang dan berkembang biak.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda merupakan tanaman herba aquatic yang termasuk dalam keluarga

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

PENGERTIAN PERTANIAN & RUANG LINGKUPNYA MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU MENJELASKAN PENGERTIAN PERTANIAN SECARA LUAS DAN RUANG LINGKUPNYA

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

Transkripsi:

1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan dan bereproduksi, sehingga Burung Walet sering disebut dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung ini yaitu kemampuannya dalam menghasilkan sarang yang bernilai jual tinggi. Indonesia merupakan penyedia sarang Burung Walet dunia. Ekspor sarang Burung Walet dilakukan ke berbagai negara di Asia dan Eropa, serta Australia dan Amerika Serikat. Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia, salah satunya adalah Collocalia fuciphaga, spesies ini merupakan Burung Walet yang mampu menghasilkan sarang berwarna putih dan paling disukai konsumen. Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Salah satu daerah penyebaran burung ini yaitu daerah Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Timur mamiliki ekologi yang mendukung untuk perkembangbiakan Burung Walet. Tiga kecamatan yang telah membudidayakan sarang Burung Walet yaitu Kecamatan Way Jepara, Bandar Sribhawono dan Labuhan Maringgai. Tiga kecamatan ini dikelilingi oleh lingkungan fisik yang bervariasi seperti Hutan Lindung, Daerah Aliran Sungai (DAS), persawahan, pertanian tanaman palawija, perkebunan dan garis Pantai Laut Jawa.

2 Produksi sarang Burung Walet dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor kondisi lingkungannya. Lingkungan Burung Walet terdiri dari habitat mikro dan habitat makro. Habitat mikro Burung Walet adalah lingkungan di dalam gedung yang dapat dikondisikan sesuai kebutuhan seperti temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya. Habitat makro adalah lingkungan walet di luar gedung tempat hidup dan mencari makan seperti ketinggian wilayah, suhu dan kelembaban udara, serta sumber air dan vegetasi sebagai penyedia pakan. Habitat makro tidak dapat dengan mudah dikondisikan layaknya habitat mikro, sehingga pembangunan gedung walet harus berada di daerah yang tepat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui habitat mikro dan habitat makro untuk mendukung perkembangan budidaya Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana bentuk habitat makro dan mikro Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) di Kabupaten Lampung Timur. 2) Berapa besar produksi sarang Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) di Kabupaten Lampung Timur. 1.3 Maksud dan Tujuan 1) Mempelajari dan mengetahui habitat mikro dan makro Burung Walet (Collocalia fuciphaga) di Kabupaten Lampung Timur.

3 2) Mengetahui dan mendapatkan produksi sarang Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) di Kabupaten Lampung Timur. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan dapat memberikan informasi mengenai habitat Burung Walet (Collocalia fucipgaha) untuk keperluan pengembangan budidaya Burung Walet. 1.5 Kerangka Pemikiran Habitat merupakan suatu lingkungan dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau komunitas dapat hidup dan berkembang biak secara normal. Habitat terdiri dari habitat makro dan habitat mikro. Habitat makro bersifat global dengan kondisi lingkungan yang bersifat umum dan luas, sebaliknya habitat mikro merupakan habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang bersifat setempat (Hamidun dan Baderan, 2014). Seperti organisme lain, Burung Walet juga menempati habitat makro dan mikro sebagai tempat hidupnya. Habitat makro dan habitat mikro pada budidaya sarang Burung Walet sangat berpengaruh terhadap produktivitas sarang, karena Burung Walet merupakan burung liar yang melangsungkan kehidupannya sesuai kondisi alaminya. Produksi sarang Burung Walet dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu musim, pakan, gangguan hama dan cara panen. Gangguan hama dan cara panen mempengaruhi produksi sarang secara kualitas, sedangkan produksi secara kuantitas dipengaruhi oleh musim dan pakan. Gangguan hama yang dapat menurunkan kualitas sarang Burung Walet yaitu tikus dan kecoa. Gangguan hama tidak hanya menurunkan kualitas sarang yang diproduksi, melainkan juga

4 dapat mengganggu kenyamanan Burung Walet di dalam gedung (Wibowo, 1995). Kualitas sarang juga dipengaruhi oleh cara panen. Terdapat tiga pola pada pemanenan sarang Burung Walet, diantaranya pola panen rampasan, buang telur dan penetasan. Pola panen rampasan dilakukan sebelum burung bertelur atau setelah burung bertelur satu butir, pola panen buang telur dilakukan setelah burung bertelur dua butir, sedangkan pola panen tetasan dilakukan setelah anak walet menetas dan meninggalkan sarangnya. Kualitas sarang terbaik diperoleh dari pemanenan yang menerapkan pola panen buang telur karena sarang yang dihasilkan dengan pola panen ini memiliki kebersihan dan bentuk sarang yang sempurna (Nazaruddin dan Widodo, 2008). Habitat makro sangat berpengaruh pada ketersediaan pakan, mengingat bagi Burung Walet merupakan daerah jelajah dalam mencari pakan. Pakan Burung Walet berupa serangga yang berukuran kecil dan terbang di sekitar area jelajah Burung Walet. Dalam sehari, seekor Burung Walet memangsa sekitar 20.000 ekor serangga yang terdiri dari 100-1.200 jenis serangga. Jenis-jenis serangga yang menjadi makanan Burung Walet diantaranya adalah berasal dari ordo Hymenoptera, Ephemenoptera, Homoptera, Diptera, serta serangga lainnya seperti Isoptera, Odonata, Psocoptera, Tysanoptera, dan Coleoptera (Adiwibawa, 2000). Empat ordo serangga yang menjadi pakan Burung Walet dengan urutan dominasi serangga pakan adalah Hymenoptera sebanyak 40,8%, Ephemenoptera 26,4%, Homoptera sebanyak 15,4%, dan Diptera sebanyak 7,7%, sedangkan 9,7% merupakan serangga lain yang tidak teridentifikasi (Langham dkk., 1980 dalam Nazaruddin dan Widodo, 2008). Jenis serangga yang dapat dimakan dan disukai oleh Burung Walet yaitu serangga yang dapat terbang, berukuran kecil berkisar antara 2-8 mm, serta

5 memiliki tubuh dan kulit yang lunak. Jenis serangga pada ordo Hymenoptera yang dapat dimakan oleh Burung Walet contohnya seperti lebah kayu, lebah bunga dan lalat gergaji yang hidup disekitar lahan yang bervegetasi (Borror et.al 1992). Pada ordo Ephemenoptera jenis yang disukai contohnya seperti lalat sehari (dayfly) yang hidup da n berkembang di daerah perairan. Serangga dari ordo Homoptera yang disukai Burung Walet contohnya seperti lalat putih dan wereng yang hidup di area vegetasi dan serangga yang berasal dari ordo Diptera yang disukai walet contohnya seperti nyamuk dan lalat buah (Adiwibawa, 2000). Karakteristik habitat makro pada Burung Walet meliputi curah hujan, temperatur dan kelembaban udara serta jenis, luas dan jarak lokasi sumber pakan. Curah hujan, temperatur dan kelembaban udara berpengaruh pada pertumbuhan serangga. Kisaran suhu udara untuk perkembangbiakan serangga yaitu 15º-40ºC, dan kisaran kelembaban 62-66% (Jumar, 2000). Pada musim berbiak sepasang Burung Walet dapat menyelesaikan pembuatan sarangnya dalam waktu 40 hari, namun diluar musim berbiak butuh waktu 60-80 hari. Musim berbiak Burung Walet yaitu pada saat musim hujan dimulai, hal ini berkaitan dengan ketersediaan pakan yang melimpah untuk memberi pakan anak Burung Walet yang baru menetas (Wibowo, 1995). Keterkaitan antara musim biak dan ketersediaan pakan menunjukkan bahwa pentingnya faktor pakan bagi produktivitas Burung Walet. Jenis dan luas lokasi sumber pakan berpengaruh pada besarnya populasi serangga. Lokasi sumber pakan yang paling cocok untuk spesies Collocalia fuciphaga adalah campuran antara sawah dan tegalan (50%), lahan basah (20%), dan daerah berhutan (30%) yang terletak hingga 1.500 m di atas permukaan laut (dpl) (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Jarak dari gedung walet ke lokasi sumber pakan berpengaruh pada daerah jangkauan Burung Walet. Kemampuan

6 Burung Walet dalam menjelajahi home range yaitu pada radius 25-40 km (Mardiastuti dkk., 1998). Habitat mikro Burung Walet yaitu lingkungan di dalam gua atau gedung walet. Habitat mikro Burung Walet disesuaikan agar Burung Walet dapat membuat sarang dengan nyaman karena Burung Walet adalah burung yang sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengurangi produktivitas sarang dan menggangu kenyamanan Burung Walet (Ibrahim dkk., 2009). Habitat mikro yang paling sesuai yaitu gedung yang memiliki temperatur berkisar 27-29ºC, kelembaban berkisar antara 70-95% (Sofwan dan Winarso, 2005) dan intensitas cahaya di dalam gedung pada siang hari kurang dari 10 lux (Adiwibawa, 2000). Pentingnya mengetahui habitat makro dan habitat mikro yang sesuai sebelum mendirikan gedung walet adalah salah satu kunci keberhasilan budidaya Burung Walet agar modal usaha yang digunakan untuk mendirikan gedung dapat termanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi mengenai habitat Burung Walet yang digunakan untuk keperluan pengembangan budidaya Burung Walet. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 30 hari pada bulan April s.d. Mei 2016. Tempat penelitian di Kecamatan Way Jepara, Bandar Sribhawono, dan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.