PENGARUH WAKTU KRISTALISASI DENGAN PROSES PENDINGINAN TERHADAP PERTUMBUHAN KRISTAL AMONIUM SULFAT DARI LARUTANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
Diagram Fasa Zat Murni. Pertemuan ke-1

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

STUDI EKSPERIMENTAL PEMURNIAN GARAM NACL DENGAN CARA REKRISTALISASI

PENENTUAN METODE REKRISTALISASI YANG TEPAT UNTUK MENINGKATKAN KEMURNIAN KRISTAL AMONIUM PERKLORAT (AP)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

ANALISIS GRAVIMET RI. Dosen : Dr. Tutus Gusdinar Kelompok Keilmuan Farmakokimia SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

Pemurnian Garam Lokal Untuk Konsumsi Industri Syafruddin dan Munawar ABSTRAK

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KRISTALISASI. Amelia Virgiyani Sofyan Azelia Wulan C.D Dwi Derti. S Fakih Aulia Rahman

PENGAMBILAN ASAM PHOSPHAT DALAM LIMBAH SINTETIS SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR DENGAN SOLVENT CAMPURAN IPA DAN n-heksan

II. DESKRIPSI PROSES

Revisi BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT

UJI EFEKTIFITAS CANGKANG TELUR DALAM MENGADSORBSI ION Fe DENGAN PROSES BATCH. Faisol Asip, Ridha Mardhiah, Husna

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

PEMBUATAN NATRIUM SULFAT ANHIDRAT (NA 2 SO 4 )

Pembuatan Kristal Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO 4.5H 2 O) dari Tembaga Bekas Kumparan

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

a. Pengertian leaching

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina KRISTALISASI

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

4 Hasil dan Pembahasan

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

B T A CH C H R EAC EA T C OR

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) DALAM PIPA ALIRAN LAMINER PADA TEMPERATUR 25 0 C HINGGA 40 0 C DAN PENAMBAHAN ADITIF ASAM MALAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

REKRISTALISASI REKRISTALISASI

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN BONGGOL PISANG UNTUK PEMBUATAN ASAM PHOSPAT *)

LEACHING (EKSTRAKSI PADAT CAIR )

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN TERHADAP PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) DALAM PIPA BERALIRAN LAMINER

Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN FASE DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 : ANDI AZIS RUSDI MOH. SOFYAN HARMILA EKA YULIASTRI

II LANDA SAN TEO RI BAB II LANDASAN TEORI. Sulfamic acid juga dikenal sebagai asam amidosulfonic, asam amidosulfuric, asam

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

BAB III METODE PENELITIAN

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

PENGARUH KONSENTRASI NaCl TERHADAP LAJU REAKSI PENGENDAPAN CaSO 4

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

MAKALAH AIK (ALAT INDUSTRI KIMIA) CRYSTALLIZER

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

PENGARUH SUHU SATURATOR TANK DAN FLOWRATE FEED TERHADAP KADAR IMPURITAS Fe DALAM PRODUK KRISTAL PADA PROSES KRISTALISASI ASAM SITRAT

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK REKRISTALISASI Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.

STUDI AWAL MENGENAI PEMBUATAN SURFAKTAN DARI AMPAS TEBU

KIMIA DASAR JOKO SEDYONO TEKNIK MESIN UMS 2015

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Efek medan magnet pada air sadah. Konsep sistem AMT yang efektif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) DALAM PIPA BERALIRAN LAMINER DENGAN PARAMETER KONSENTRASI LARUTAN DAN PENAMBAHAN ADITIF ASAM MALAT

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II

UPAYA KEMANDIRIAN AMMONIUM PERKHLORAT DALAM RANGKA MENUNJANG ROKET PELUNCUR SATELIT

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PENGARUH WAKTU KRISTALISASI DENGAN PROSES PENDINGINAN TERHADAP PERTUMBUHAN KRISTAL AMONIUM SULFAT DARI LARUTANNYA A. Rasyidi Fachry, Juliyadi Tumanggor, Ni Putu Endah Yuni L. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang Prabumulih Km.32, Inderalaya 30662 ABSTRAK Kristalisasi adalah suatu pembentukan partikel padatan didalam sebuah fasa homogen pembentukan dapat terjadi dari fasa uap, seperti pada proses pembentukan kristal salju atau sebagai pemadatan suatu cairan pada titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Istilah kristalisasi pada penelitian ini adalah pengertian yang ketiga, yaitu pembentukan partikel partikel padat pada suatu larutan cair. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proses pendinginan dengan tujuan agar didapatkan kristal ammonium sulfat dengan ukuran (massa) yang lebih besar dari inti kristal yang digunakan pada proses pertumbuhan kristal. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pada penurunan suhu dari 50 o C ke suhu 30 o C, selama 72 jam, terjadi pertambahan massa kristal ammonium sulfat secara terus- menerus secara teratur, dari ukuran kristal 0.5 mm hingga 2 mm, sehingga kecepatan pertumbuhannya pun dapat ditentukan. Selama waktu 120 jam, massa kristal mengalami penurunan dari ukuran kristal 0,5 mm hingga 1 mm, sehingga kecepatan pertumbuhan kristal pun mengalami penurunan. Begitupun dengan waktu 168 jam, massa kristal mengalami penurunan dari ukuran kristal 0,5 mm hingga 1 mm, kecepatan pertumbuhannya pun mengalami penurunan. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa waktu yang efektif proses pertumbuhan kristal untuk kristalisasi ammonium sulfat adalah 72 jam. Kata kunci : kristalisasi, ammonium sulfat I. PENDAHULUAN Kristalisasi merupakan salah satu proses pemurnian dan pengambilan hasil dalam bentuk padat. Dewasa ini kristalisasi menjadi suatu proses industri yang sangat penting, karena semakin banyak hasil industri kimia yang dipasarkan dalam bentuk kristal.bentuk kristal semakin banyak diminati karena kemurniannya yang tinggi, dengan bentuk yang menarik serta mudah dalam pengepakan dan trasportasi. Dari segi kebutuhan energi, kristalisasi memerlukan energi lebih sedikit dibandingkan distilasi atau metode pemisahan yang lain. Kristalisasi adalah suatu pembentukan partikel padatan didalam sebuah fasa homogen. pembentukan partikel padatan dapat terjadi dari fasa uap, seperti pada proses pembentukan kristal salju atau sebagai pemadatan suatu cairan pada titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Kristalisasi dari suatu larutan merupakan proses yang sangat penting karena ada berbagai macam bahan yang dipasarkan dalam bentuk kristalin, secara umum tujuan kristalisasi adalah untuk memperoleh produk dengan kemurnian tinggi dan dengan tinggkat pemunggutan (yield) yang tinggi pula. Jurnal Teknik Kimia, No.2, Vol. 15, April 2008 9

Salah satu sifat penting kristal yang perlu diperhatikan adalah ukuran kristal individual dan keseragaman ukuranya (Sebagai kristal bulk) Untuk alas an inilah distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD) harus selalu dikontrol (Mc Cabe et al, 1985). Supersaturasi merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi padatan (solute) dalam suatu larutan melebihi konsentrasi jenuh larutan tersebut, maka pada kondisi inilah kristal pertama kali terbentuk ada 4 metode untuk membangkitkan supersaturasi, yaitu : Pengubahan suhu, penguapan solven, reaksi kimia, dan pengubahan komposisi solven. Pembangkitan supersaturasi dengan cara pengubahan suhu lebih dikenal dengan istilah Cooling,yaitu penurunan suhu Apabila suatu larutan jenuh diturunkan suhunya maka konsentrasi jenuh larutan tersebut akan turun, sehingga kondisi supersaturasi tercapai dan kristal mulai terbentuk. Proses itu digambarkan pada grafik dibawah ini. II. LANDASAN TEORI Penelitian penelitian tentang kondisi operasi yang optimum untuk suatu proses kristalisasi senyawa tertentu. banyak dikembangkan, mengingat semakin optimum suatu kondisi operasi maka proses yang dijalankan semakin ekonomis. Faktor faktor lain yang dapat menghambat kondisi - kondisi operasi yang optimum itu sebisa mungkin dihilangkan. Parameter parameter penting yang menjadi objek penelitian dewasa ini adalah ukuran kristal. Meskipun jumlah hasil dan tingkat kemurnian merupakan parameter penting yang harus diperhatikan, tetapi kenampakan dan range ukuran kristal juga memiliki arti penting dalam menentukan kualitas produk. Jika produk kristal akan diolah lebih lanjut maka keseragaman ukuran sangat dibutuhkan untuk proses filtrasi, pencucian, pereaksian dengan zat kimia lain,trasportasi dan penyimpanan kristal itu sendiri. Jika kristal langsung dipasarkan sebagai produk akhir maka konsumen akan lebih menyukai kristal yang ukurannya seragam, kuat, tidak terjadi agregasi dan tidak mengerak dalam kemasan untuk alasan inilah Crystal size istribution (CSD) harus dikontrol salah satu caranya adalah dengan mengontrol Growth rate nya. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap ukuran kristal yang dihasilkan adalah kecepatan nukleasi dan growth rate. Sedangkan nukleasi dan growth rate sendiri sangat dipengaruhi oleh kondisi supersaturasi, selain juga oleh keasaman, suhu adanya bibit dan atau impurities dan atau surfaktan dalam kristalisator. Kristalisasi adalah suatu pembentukan partikel padatan didalam sebuah fasa homogen, pembentukan partikel padatan dapat terjadi dari fasa uap, seperti pada proses pembentukan kristal salju atau sebagai pemadatan suatu cairan pada titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Istilah kristalisasi yang dipakai dalam laporan ini adalah pengertian yang ketiga, yaitu pembentukan partikel partikel padat pada suatu larutan cair. Salah satu sifat penting kristal yang perlu diperhatikan adalah ukuran kristal individual dan keseragaman ukuranya (Sebagai kristal bulk). Untuk alasan inilah distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD) harus selalu dikontrol. (Mc Cabe et al, 1985) Supersaturasi merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi padatan (solute), dalam suatu larutan melebihi konsentrasi jenuh larutan tersebut,maka pada kondisi inilah kristal pertama kali terbentuk. ada 4 metode untuk membangkitkan supersaturasi, yaitu : Pengubahan suhu, penguapan solven, reaksi kimia, dan pengubahan komposisi solven. Pembangkitan supersaturasi dengan cara pengubahan suhu lebih dikenal dengan istilah Cooling, yaitu penurunan suhu Apabila suatu larutan jenuh diturunkan suhunya maka konsentrasi jenuh larutan tersebut akan turun, sehingga kondisi supersaturasi tercapai dan kristal mulai terbentuk. Pembangkitan supersaturasi dengan cara penguapan solven dilakukan dengan proses eveporasi. Apabila pelarut (Solvent) pada suatu 10 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

larutan jenuh dikurangi, maka konsentrasi jenuh larutan tersebut akan turun, sehingga kondisi supersaturasi tercapai dan kristal terbentuk. Kristal adalah suatu padatan dimana molekul atom, atau ion penyusunnya tersusun dalam suatu pola tertentu. Suatu kristal mempunyai jumlah muka (crystal faces) tertentu dengan sudut antar muka (interfacial angle) yang tertentu pula. Kristal dapat tumbuh menjadi berbagai macam bentuk dengan tetap mempertahankan jumlah muka, dan sudut antar muka yang sama. Hal ini sering diistilahkan sebagai crystal habit. Penelitianpenelitian terbaru banyak difokuskan pada crystal habit modification, dimana beragam variabel kristalisasi diubah, diteliti, dan dilihat pengaruhnya terhadap bentuk, karakteristik maupun sifat kristal. Crystal habit modification melalui pengubahan laju pertumbuhan muka kristal dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pengubahan kecepatan kristalisasi, pengubahan derajat supersaturasi dan atau temperatur, pengontrolan ph, penambahan zat lain (impurities), penggunaan solven yang berbeda, maupun pengubahan kondisi pengadukan dalam sistem. Kombinasi beberapa cara di atas mungkin dilakukan. Impurities atau ketidakmurnian dalam kristalisasi tidak melulu pengotor. Impurities bisa jadi zat (ketiga) yang sengaja ditambahkan dalam suatu larutan induk. Pengaruh impurities pada ukuran dan distribusi kristal sangat tergantung pada pengaruhnya dalam nukleasi dan pertumbuhan kristal. 1. Nukleasi Nukleasi adalah pembentukan inti-inti kristal baru. Nukleasi dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pembentukannya, yaitu nukleasi primer dan nukleasi sekunder. Nukleasi primer terjadi dalam sistem yang belum terdapat kandungan kristal sama sekali. Nukleasi primer yang terjadi secara spontan disebabkan tercapainya supersaturasi disebut nukleasi homogen, sedang nukleasi primer yang terjadi karena induksi partikel lain disebut nukleasi heterogen. Jenis nukleasi yang lain adalah nukleasi sekunder, merupakan nukleasi yang terjadi karena induksi dari kristal yang sudah terkandung dalam larutan induk. Selain dikarenakan kontak dengan sesama partikel kristal, nukleasi sekunder dapat terjadi disebabkan oleh tumbukan kristal dengan dinding crystallizer dan agitator, maupun shear stress fluida. Kondisi supersaturasi yang cukup tinggi akan mendorong adanya nukleasi. Pengadukan, mechanical shock, friksi dan tekanan ekstrem dapat menginduksi nukleasi. Nukleasi juga dipengaruhi oleh temperatur, bibit, dan impurities. 1.1 Pengaruh impurities dalam nukleasi Impurities dapat menghambat nukleasi. Beberapa koloid seperti gelatin dapat menghambat nukleasi pada larutan berpelarut air (Mullin, 2001). Kation-kation juga ditemukan dapat menghambat nukleasi. Beberapa bukti menunjukkan, semakin tinggi muatannya, semakin besar hambatannya. Kation-kation ini dapat menjadi pemecah struktur kristal. Bahan-bahan dengan berat molekul tinggi dapat teradsorpsi pada permukaan kristal. Bahanbahan ini akan mengurangi keaktifan heteronukleus. Selain itu beberapa impurities juga dapat mengawali terjadinya pemecahan kristal. Impurities seperti Cr 3+ dan Fe 3+ ditemukan dapat memperlama waktu induksi (waktu antara pencapaian supersaturasi dan munculnya kristal pertama kali) pada kristalisasi garam anorganik. Impurities yang sama ditemukan dapat mempengaruhi morfologi kristal amonium sulfat (Larson dan Mullin, 1973). Cr 3+ sebesar 20 ppm akan mengubah amonium sulfat yang ortorhombik menjadi bentuk non-faceted. Impurities dapat juga mempengaruhi ukuran rata-rata kristal. 2. Pertumbuhan Kristal Pertumbuhan kristal adalah bertambah besarnya ukuran kristal. Pada kondisi supersaturasi yang tidak terlalu tinggi, lebih cenderung terjadi pembesaran kristal daripada terjadi nukleasi. 2.1. Teori Pertumbuhan Kristal Ada banyak sekali teori tentang pertumbuhan kristal. Mulai didasari dari teori energi permukaan (surface energy), adsorption layer, kinematik, hingga teori difusi-reaksi. Kesemuanya menurunkan banyak sekali teori pertumbuhan. Adsorption layer theory misalnya, memunculkan teori-teori seperti Volmer s theory yang mengemukakan tentang pertumbuhan diskontinyu lapisan demi lapisan, Kossel theory yang mengemukakan pertumbuhan berdasar kink, step, dan muka (face) kristal. Teori yang cukup baru mengemukakan tentang pengaruh boundary layer pada pertumbuhan kristal (Mullin, 2001). Masingmasing teori mempunyai kelemahan dan belum Jurnal Teknik Kimia, No.2, Vol. 15, April 2008 11

dapat berdiri sendiri menjelaskan fenomena pertumbuhan kristal. Seringkali satu teori harus didukung dengan teori yang lainnya. Akan tetapi, dikarenakan pertumbuhan kristal adalah fenomena mikroskopis, fenomena aktual dari pertumbuhan kristal masih sangat sulit diketahui. 2.2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan Pada dasarnya pertumbuhan adalah fenomena transfer massa dari fasa cair (larutan) ke fasa padat (kristal). Oleh karena itu, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi transfer massa juga mempengaruhi pertumbuhan kristal. Berikut ini beberapa faktor: 1. Temperatur Pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi dikontrol oleh difusi (diffusion controlled), sedang pada temperatur rendah dikontrol oleh surface integration (Mullin, 2001). 2. Ukuran kristal Umumnya kecepatan pertumbuhan pada kristal yang berukuran kecil lebih tinggi daripada kecepatan pertumbuhan pada kristal berukuran besar. Pada partikel berukuran 200 μm 2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel berukuran lebih besar mempunyai kecepatan terminal lebih besar pula. Oleh karena itu, pada pertumbuhan yang dipengaruhi difusi, semakin besar partikel, semakin rendah kecepatan pertumbuhannya. 3. Impurities Impurities memberikan pengaruh yang cukup luas bagi pertumbuhan kristal. Beberapa impurities dapat meningkatkan laju pertumbuhan, beberapa yang lainnya menghambat pertumbuhan. Beberapa impurities dapat mempengaruhi pertumbuhan dalam jumlah yang sangat kecil, beberapa yang lain berpengaruh jika jumlahnya cukup banyak. Impurities mempengaruhi pertumbuhan kristal dengan berbagai macam cara. Impurities dapat merubah sifat larutan, merubah konsentrasi kesetimbangan dan derajat supersaturasi, serat dapat pula merubah karakteristik lapisan adsorpsi pada permukaan kristal. Impurities dapat teradsorpsi pada permukaan tertentu dari kristal kemudian menghambat pertumbuhan dari permukaan itu. Impurities seperti inilah yang menyebabkan morfologi kristal dapat berubah menjadi seperti jarum maupun pipih seperti piringan. 3. Kelarutan dan Supersaturasi Kelarutan adalah kuantitas maksimal padatan yang dapat terkandung dalam suatu larutan. Larutan yang tidak mampu melarutkan padatan lagi disebut sebagai larutan jenuh. Dalam larutannya, amonium sulfat membentuk kesetimbangan sebagai berikut: (NH 4 ) 2 SO 4(aq) 2 NH 4 + (aq) + SO 4 2- (aq).(1-1) Amonium sulfat dalam fasa larutan juga akan membentuk kesetimbangan dengan fasa padatnya : (NH 4 ) 2 SO 4(s (NH 4 ) 2 SO 4(aq.(1-2) Supersaturasi adalah keadaan dimana larutan mengandung konsentrasi padatan terlarut yang lebih tinggi daripada konsentrasi kesetimbangan (jenuh). Kristalisasi dapat terjadi hanya jika kondisi supersaturasi dapat dicapai. Kondisi supersaturasi dapat dicapai dengan beberapa cara : 1. penurunan suhu (dilakukan jika harga kelarutan berubah cukup signifikan ketika suhu larutan diubah). 2. penguapan (dilakukan jika ketergantungan kelarutan terhadap suhu kecil, biasanya larutan sangat larut (very soluble). 3. penambahan komponen ketiga (salting). Bila c adalah konsentrasi lewat jenuh (supersaturasi) dan c * adalah konsentrasi kesetimbangan (jenuh), driving force supersaturasi ( c), dan derajat supersaturasi (S) didefinisikan sebagai berikut c = c c * S c * c.(1-3).(1-4) 4. Aglomerasi Perbesaran partikel tidak selalu disebabkan oleh pertumbuhan kristal. Perbesaran partikel dapat juga disebabkan oleh aglomerasi. Aglomerasi adalah penggabungan partikel-partikel kristal. Aglomerasi merupakan proses yang bisa jadi diharapkan dan bisa jadi juga tidak diharapkan dalam kristalisasi. Terkadang aglomerasi dihindari 12 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

dalam kristalisasi disebabkan struktur aglomerat lebih rapuh daripada struktur kristal. III. METODE PENELITIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Massa Partikel Amonium sulfat pada Setiap Tyleer Screen Pada Variabel Waktu Bahan yang digunakan 1. Amonium Sulfat 2. Aquadest Prosedur Penelitian 1. Larutkan 77,8 gr amonium sulfat dalam 100 ml aquadest, kemudian larutan tersebut dipanaskan hingga suhu mencapai 80 o C dan mencapai keadaan supersaturasi. 2. Setelah suhu 80 o C tercapai, hentikan pemanasan dan turunkan suhu larutan hingga kembali ke suhu kamar dengam metode pendinginan secara alami. 3. Setelah suhu larutan turun, akan terbentuk inti kristal berbentuk padatan dari larutan induknya. 4. Kemudian pisahkan inti kristal dari larutan induknya dengan cara disaring cepat dengan menggunakan kertas saring dan kemudian keringkan lalu ditimbang massanya. 5. Setelah massanya ditimbang,inti kristal tersebut dibedakan ukuran messhnya dengan metode pengayakan. 6. Kemudian buat larutan induk yang konsentrasinya sama dengan larutan awal dan panaskan hingga suhu mencapai 50 o C. 7. Setelah suhu 50 o C tercapai, masukan 0,5 gr inti kristal yang didapat dari larutan awal kemudian hentikan pemanasan dan turunkan suhu larutan hingga kembali ke suhu kamar dengan metode pendinginan alami. 8. Kemudian larutan tersebut terus diaduk dengan motor pengaduk hingga interval tertentu (72 jam, 120 jam, 168 jam). 9. Setelah interval waktu tersebut kristal dipindahkan dari larutan induknya dengan cara disaring cepat dengan menggunakan kertas saring lalu keringkan. 10. Kemudian kristal yang telah kering ditimbang massanya dan dibedakan ukuran messhnya dengan metode pengayakan dan catat hasilya. 11. Percobaan diulangi dengan prosedur yang sama untuk interval waktu yang lain. Ukuran Kristal (mm) Massa Partikel ( gr ) Massa Partikel Amonium Sulfat (gr) t = 72 jam t = 120 jam t = 168 jam +2,00 1,49 1,88 2,297-2,00+1,40 0,25 0,31 0,389-1,40+1,00 0,14 0,17 0,2-1,00+0,63 0,09 0,103 0,114 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Diameter screen ( mm ) t = 72 jam t = 120 jam t = 168 jam Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Kristal Amonium Sulfat Proses kristalisasi Pada tabel 1 yang telah digambarkan menjadi sebuah grafik (gambar 1), terlihat bahwa untuk kurun waktu pengoperasian yang lebih lama (168 jam) didapatkan massa kristal yang mempunyai ukuran +2,00 lebih banyak dibandingkan dengan yang waktu pengoperasiannya pendek (72 jam). Dari grafik diatas dapat dibuat tabel dan grafik yang menunjukan selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan mesh pada interval waktu pengadukan. Jurnal Teknik Kimia, No.2, Vol. 15, April 2008 13

Tabel 2. Selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan mesh pada interval waktu pengadukan 72 jam Δukuran Kristal(mm) ΔM (gram) 0.5 0.102 1 0.098 1.5 0.24 2 1.857 Gambar 2. Grafik selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan mesh pada interval waktu pengadukan 72 jam Dari data pada tabel 2 dapat diketahui bahwa tingkat pertambahan massa kristal terjadi sangat linier. Terlihat bahwa untuk peningkatan mesh dari 0.5 mm-1.0mm terjadi pertambahan massa sebanyak 0.08 gr. Dan ini terjadi secara teratur hingga peningkatan dari mesh 1.5 mm 2.00 mm pertambahan massa sebanyak 1.11 gr. Sehingga kecepatan pertumbuhan meningkat dari 1.85x10-05 gr/menit sampai 2.55x10-04 gr/menit. Gambar 3. Grafik selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan mesh pada interval waktu pengadukan 120 jam. Dari tabel 3 dan gambar 3 terlihat bahwa terjadi penurunan massa pada peningkatan mesh 0.5 mm-1.0mm turun sebanyak 0.03 mm, begitupun pada peningkatan mesh 1.0 mm-1.5 mm sebanyak 0.02 gr. Barulah pada peningkatan mesh 1.5 mm- 2.00 mm terjadi penambahan massa sebanyak 1.61 gr. Sehingga kecepatan pertumbuhan kristal tidak konstan,baru mengalami peningkatan pada mesh 1.5 mm-2.00 mm yaitu dari 6.94x10-06 gr/menit menjadi 2.3x10-4 gr/menit. Tabel 4. Selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan messh pada interval waktu pengadukan 168 jam Δukuran Kristal (mm) ΔM (gram) 0.5 0.1 1 0.07 1.5 0.05 2 1.66 Tabel 3. Selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan mesh pada interval waktu pengadukan 120 jam Δukuran kristal (mm) ΔM (gram) 0.5 0.06 1 0.08 1.5 0.24 2 1.11 Gambar 4. Grafik selisih pertambahan massa pada setiap peningkatan messh pada interval waktu pengadukan 168 jam 14 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008

Dan pada tabel 4 juga dapat disimpulkan bahwa kecepatan pertumbuhan semakin tidak konstan,ini terlihat pada penigkatan mesh 0.5 mm- 1.00mm terjadi penurunan dan kemudian meningkat lagi pada peningkatan mesh 1.00mm 1.5 mm.kemudian terjadi peningkatan kembali pada mesh 1.5 mm-2.00 mm yaitu dari 2.3x10-05 gr/menit hingga mencapai 1.84x10-04 gr/menit. Hasil dari proses pertumbuhan kristal amonium sulfat menurut ukuran meshnya disajikan dalam bentuk tabel 5 untuk pengaruh waktu terhadap Davg. Tabel 5. Data hasil perhitungan Davg pada berbagai waktu dan kondisi supersaturasi Waktu (t) Jam Penambahan inti kristal (gram) 0.26 0.13 0.08 0.03 Ukuran Kristal (mm) 2 1.4 1 0.63 Davg 72 0.6296 0.9889 0.9743 2.001 120 0.6305 1.3789 1.4004 2.0005 168 0.6297 1.3699 1.4002 2 supersaturasi yang masih tinggi. Hal ini menyebabkan ukuran kristal relatif kecil. Pertumbuhan kristal terjadi pada periode waktu berikutnya saat derajat supersaturasi menurun. Oleh karena itu, ukuran kristal pada periode awal kristalisasi cenderung lebih kecil dibanding periode waktu berikutnya. Inti-inti kristal yang terbentuk banyak yang melarut kembali. Inti-inti kristal yang tidak melarut tumbuh sehingga meskipun jumlah kristal yang didapat sedikit, ukurannya cukup besar. Dari data pada tabel 5 dapat dibuat grafik dan ditrendleinkan sehingga didapat 3 garis yang mewakili growth rate pada tiap-tiap kondisi supersaturasi.pada gambar 5 secara umum diperoleh kondisi supersaturasinya ditambah dengan ammonium sulfat lebih banyak, jumlah kristal lebih banyak dari pada yang kondisi supersaturasinya ditambah lebih sedikit. Terlihat pada grafik terjadi pertumbuhan secara signifikan pada penambahan inti kristal yang berukuran mesh 1.40 mm dan 1.0 mm. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi supersaturasi relative, maka pertumbuhan kristal semakin besar. Fenomena ini disebabkan karena jika supersaturasi relative naik, kecepatan nukeasi naik, sehingga jumlah partikel semakin banyak dan pada penelitian ini besarnya kristal lebih disebabkan karena terjadinya aglomerasi.aglomerasi merupakan fenomena menggabungnya dua atau lebih partikel kristal menjadi partikel kristal yang lebih besar. Tumbukan antar partikel inilah yang menyebabkan terjadinya aglomerasi. Terjadinya aglomerasi menyebabkan ukuran kristal menjadi besar, sehingga DAvg / dt juga menjadi semakin besar.sehingga dalam grafik, slope untuk supersaturasi relative yang tinggi menjadi lebih besar. V. KESIMPULAN Besarnya derajat nukleasi sebanding dengan besarnya supersaturasi. Derajat supersaturasi yang besar akan mendorong terjadinya nukleasi, sedang derajat supersaturasi yang tidak terlalu besar lebih mendorong terjadinya pertumbuhan (growth). Dalam proses kristalisasi larutan jenuh yang normal, nukleasi dominan terjadi pada menit-menit awal dikarenakan konsentrasi Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Semakin tinggi supersaturasi relatif (ΔC 0 ) suatu larutan maka kecepatan nukleasi juga semakin besar dan menyebabkan jumlah partikelnya pun semakin banyak. 2. Pertumbuhan kristal yang efektif terjadi pada lamanya waktu pengadukan 72 jam. 3. Jumlah partikel yang terlalu banyak dalam suatu larutan mendorong terjadinya aglomerasi. Jurnal Teknik Kimia, No.2, Vol. 15, April 2008 15

DAFTAR PUSTAKA Kirk, R.E, and Othmer, D.E, 1993, Encyclopedia of Chemical Technology, 3 rd, vol 13, John Wiley and Sons, Inc, New York. Lydersen, Askel L, 1983, Mans Transfer in Engineering Practice, pp. 287-293, John Wiley and Sons, Ltd, New Delhi. Mc. Cabe, Warren L, 1985, Unit Operations of Chemical Engineering, 4 ed, pp. 797-833, Mc Graw-Hill Book Co, Singapore. Muilin, J.W., 2001, Crystallization, 4 ed., pp, 216-251, Butterworth-Heinemann, Oxford. Nyvlt, Jaroslav, Translated by Paul Feltham. 1971, Idustrial Crystallisation From Solutions, Buterworth & Co Ltd. London. Peny, R.H. and Green, D.W., 1984, Perry s Chemical Engineers Handbook, 6 ed, pp. 18-39, 18-40, McGraw-Hill Kogaskusha, Ltd, Tokyo. 16 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008