BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan. Pada dasarnya setiap perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang menghubungkan konsep kepuasan kerja dengan keadilan

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB 2 LANDASAN TEORI

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia dan perilaku organisasi (Colquitt et al., 2001). Keadilan sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

BAB II LANDASAN TEORI. aktivitas adalah adanya lingkungan kerja yang kondusif. Faktor ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan

BAB II URAIAN TEORITIS. Rosita Dewi (2008) jurnal dengan judul PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA AKUNTAN PUBLIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan dasar teori two factor theory yang

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. efisien dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi (Rusmayanti, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu yang telah lama bekerja. Mereka yang telah lama bekerja akan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dan keterlibatan karyawan.perhatian terhadap perbedaan kebutuhan

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. hanya pada sektor usaha yang berorientasi pada laba, sektor pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. kinerja sumber daya manusia secara optimal. Banyak cara bagi perusahaan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Komitmen Organisasional dapat didefinisikan sebagai tingkat sampai

BAB I PENDAHULUAN. mampu berperilaku secara bertujuan. Bagi perusahaan atau organisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi memiliki peranan yang

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

KEPUASAN KERJA. Pengertian Kepuasan Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. A. Motivasi Kerja. dan bantuan yang kuat untuk bertahan hidup. Motivasi adalah memberikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia (Sumijatun, 2009).Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kepuasan Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diterima dan jumlah yang diyakini seharusnya mereka terima.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

Kompensasi Finansial Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk bertahan

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1. Tabel penelitian terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Literatur. Robbins (2009). Teori Herzberg (1966) dalam Kanungo (1979) membedakan antara

Kompensasi Finansial Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya saja dan itu dilakukan secara monoton atau tradisional dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Teori Keadilan (Equity Theory)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja (Job Satifaction) seharusnya pekerja terima. Menurut As ad (2004) kepuasan kerja adalah keadaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mendukung demi tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Tetapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja menurut Martoyo (2004:132) adalah keadaan emosional karyawan

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan yang terakumulasi dalam diri anggota organisasi. menunjang keberhasilan pelaksanaan pekerjaannya.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut Pangabean (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut: Kepuasan kerja merupakan tingkat keserasian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dapat diperoleh, atau antara kebutuhan dan penghargaan. Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut : Kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan positif tentang pekerjaan, sementara seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya memiliki perasaan yang negatif. Keyakinan bahwa karyawan yang merasa kepuasan terhadap pekerjaannya jauh lebih produktif daripada karyawan yang tidak memiliki kepuasan kerja telah dijadikan prinsip dasar dalam penilaian diantara manajer selama beberapa tahun belakangan ini. 11

12 berikut : Menurut Rivai dan Jauvani (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Menurut McShane dan Glinow (2008) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut : Kepuasan kerja merupakan evaluasi individu tentang tugas dan konteks pekerjaannya. Kepuasan kerja terkait dengan penilaian tentang karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di tempat kerja. Karyawan yang puas mempunyai penilaian yang baik tentang pekerjaan mereka, berdasarkan pengamatan dan pengalaman mereka. Kepuasan kerja merupakan sekumpulan sikap tentang aspek-aspek yang berbeda dari tugas dan konteks pekerjaan. Menurut Noe et al (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut : Kepuasan kerja meruapakan perasaan senang sebagai akibat persepsi bahwa pekerjaan seseorang memenuhi atau memungkinkan terpenuhinya nilai-nilai kerja penting bagi orang itu. Definisi ini merefleksikan tiga aspek penting, yaitu: 1. Kepuasan kerja merupakan fungsi nilai yang didefinisikan sebagai apa yang ingin diperoleh seseorang baik sadar maupun tidak sadar. 2. Beragam karyawan memiliki pandangan yang juga berbeda-beda menyangkut nilai-nilai yang dirasa penting dan sangat berpengaruh terhadap penentuan sifat dan derajat kepuasan mereka.

13 3. Persepsi individu bisa saja bukan merupakan refleksi yang sepenuhnya akurat terhadap realitas, dan beragam orang bisa memandang situasi yang sama secara berbeda-beda. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan dengan kepuasan kerja akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaan serta tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung memiliki pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan yang lain dan berkeinginan untuk keluar karena berharap mendapatkan pekerjaan yang memuaskan. Kepuasan kerja menjadi urgent untuk diketahui oleh setiap pemimpin baik pimpinan pada posisi atas manajemen maupun manajemen menengah.pentingnya bagi para manajer dan peneliti, sehubungan dengan fakta bahwa kepuasan kerja memiliki potensi untuk mempengaruhi secara luas perilaku dalam organisasi dan berperan untuk kesejahteraan karyawan. 2.1.1.1 Teori Kepuasan Kerja adalah : Teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal menurut Rivai (2004) 1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja sesorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.

14 2. Teori (Equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya (Equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori adalah input, hasil, dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. 3. Teori dua faktor (Two factor theori) Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies (motivator) dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Dissatisfies (hygiene faktor) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang

15 terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. 2.1.1.2 Jenis-Jenis Kepuasan Kerja Menurut Samad (2006) menyebutkan bahwa kepuasan kerja dapat dibagi menjadi tiga jenis variasi yaitu intrinsic, extrinsic, dan general satisfaction. Berikut ini merupakan penjelasan ketiga jenis variasi kepuasan kerja tersebut : a. Intrinsic Satisfaction Intrinsic satisfaction mengacu kepada kinerja karyawan, aktualisasi diri, serta rasa keberhasilan, seperti kebebasan berkreasi dalam bekerja dan kejelasan tugas. b. Extrinsic Satisfaction Extrinsic satisfaction merupakan bentuk penghargaan yang diberikan organisasi kepada karyawan. c. General Job Satisfaction General job satisfaction merupakan kumpulan rasa kepuasan karyawan terhadap berbagai jenis pekerjaan yang pernah dikerjakanya. 2.1.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik. Prestasi yang lebih baik akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologi yang lebih tinggi. Apabila imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul kepuasan yang lebih besar karena karyawan merasa bahwa mereka menerima imbalan sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasi maka cenderung timbul ketidakpastian. Kepuasan

16 kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan job descriptive index (JDI) menurut Gibson et al (2009) yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja. 2. Gaji Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang di terima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji di berikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan mengunakan teori, orang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar mengalami distress (ketidakpuasan), yang penting ialah sejauh mana gaji yang di terima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan adil akan didasarkan pada tuntutan perkerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar gaji yang berlaku serta perbedaan tingkat pendidikan maka akan ada kepuasan kerja. 3. Kesempatan atau Promosi Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan pengembangan kerja, serta terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan.

17 4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika keduanya memiliki hubungan positif. 5. Rekan kerja Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika ada karyawan yang mempunyai konflik dengan sesama rekan kerja mereka, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut. Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinan. Kepemimpinan berpartisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan. Kepuasan kerja karyawan juga merupakan kunci pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.

18 Menurut Veithzal (2004) faktor faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah sebagai berikut : 1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan 2. Supervisi 3. Organisasi dan manajemen 4. Kesempatan untuk maju 5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif 6. Rekan kerja 7. Kondisi pekerjaan Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagai berikut : 1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment) Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Perbedaan (Discrepancies) Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.

19 3. Pencapaian nilai (Value attainment) Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4. Keadilan (Equity) Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. 5. Komponen genetik (Genetic components) Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk Menurut Robbins (2001) faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah : 1. Kerja yang secara mental menantang. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk maju menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baiknya mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. 2. Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang bersifat adil, tidak bermakna ganda dan sejalan dengan harapan mereka. Upah dan promosi dapat menghasilkan kepuasan jika didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan secara umum.

20 3. Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. 4. Rekan kerja yang mendukung Rekan kerja yang ramah dapat menimbulkan kepuasan kerja yang akan meningkat termasuk pula penyelia yang bersikap ramah dan menawarkan pujian untuk kinerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja. 5. Kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan. Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seseorang karyawan dan okupasi akan menghasilkan seseorang individu terpuaskan. 6. Disposisi genetik individu. Disposisi seseorang terhadap hidup-positif atau negatif ditentukan oleh bentukan genetisnya, bentukan sepanjang waktu, dan dibawa serta kedalam disposisinya terhadap kerja. 2.1.1.4 Konsekuensi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja perlu dipantau dampaknya dengan mengaitkan kepada output yang dihasilkan. Mengenai konsekuensi kepuasan kerja, menurut Davis dan Newstrom (2002) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : 1. Absenteeism Kepuasan kerja (job sataisfaction) karyawan yang tinggi cenderung untuk tidak sering absen dan karyawan yang kurang puas cenderung lebih sering absen.absen karyawan juga disebabkan karena sakit, dan izin.

21 2. Labor turnover Kepusan kerja (job satisfaction) yang lebih tingi berkaitan erat dengan rendahnya tingkat perputaran karyawan (labor turnover). Para karyawan yang merasa lebih puas, kemungkinan besar akan lebih lama bertahan, sebaliknya para karyawan yang kurang puas biasanya menunjukkan tingkat perputaran karyawan yang tinggi. 2.1.1.5 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat dilakukan melalui berbagai cara, menurut Robins and Judge (2007) menerangkan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain dalam 4 dimensi yaitu dimensi konstruktif dan destruktif serta dimensi aktif dan pasif dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Exit Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku dengan cara meninggalkan organisasi dan berusaha mencari posisi baru. 2. Voice Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan termasuk menyarankan perbaikan serta mendiskusikan masalah dengan atasan dan membentuk berbagai aktivitas perserikatan. 3. Loyalty Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki ketidakpuasan dengan berbicara dengan organisasi dan mempercayai organisasi

22 melakukan hal yang benar. 4. Neglect Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan.secara tidak langsung akan mengurangi kinerja kerja dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2.1.1.6 Meningkatkan Kepuasan Kerja Menurut Riggio (2005), peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Melakukan perubahan struktur kerja, misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktik untuk para pekerja yang menerima tugastugas tambahan dan bervariasi dalam usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar anggota dari organisasi. 2. Melakukan perubahan struktur pembayaran, perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya daripada posisinya di perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana

23 pekerja digaji berdasarkan performance, pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri. Pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok). 3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel, dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja dapat memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari Senin hingga Jum at, sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan. Cara yang kedua adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya. 4. Mengadakan program yang mendukung, perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan kerja para karyawan, seperti; health center, profit sharing, dan employee sponsored child care.

24 2.1.2 Keadilan Organisasi Keadilan organisasional digunakan untuk mengkategorikan dan menjelaskan pandangan dan perasaan pekerja tentang sikap mereka sendiri danorang lain dalam organisasi, dan hal itu dihubungkan dengan pemahaman mereka dalam menyatukan persepsi secara subyektif yang dihasilkan dari hasil keputusan yang diambil organisasi, prosedur dan proses yang digunakan untuk menuju pada keputusan-keputusan ini serta implementasinya. berikut : Menurut Koopman (2003) mendefinisikan organisasional sebagai Keadilan organisasi adalah hasil persepsi subyektif individu atas perlakuan yang diterimanya dibanding dengan orang lain di sekitarnya. Dalam literatur perilaku organisasi, konsep dibagi menjadi tiga, yaitu distributif, prosedural, dan interaksional. Menurut Tabibnia et al (2008) mendefinisikan organisasional sebagai berikut : Keadilan organisasional dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan persepsi gaji yang adil, kesempatan yang sama untuk mendapatkan promosi kenaikan jenjang karir dan prosedur seleksi yang benar. Karyawan akan mengevaluasi organisasional dalam tiga klasifikasi peristiwa berbeda, yakni hasil yang mereka terima dari organisasi ( distributif), kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian dialokasikan ( prosedural), dan perlakuan yang diambil oleh pengambil keputusan antar personal dalam organisasi ( interaksional) (Cropanzano et al, 2000).

25 2.1.3 Keadilan Distributif Pada awalnya distributif dikenal sebagai teori (Adams, 1965; dalam Panggabean, 2010). Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan menilai dengan cara membandingkan outcomes yang ia terima dengan inputs yang ia berikan dan kemudian membandingkannya dengan outcomes dan inputs dari yang dijadikan pembanding. Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan distributif sebagi berikut : Keadilan distributif sebagai jumlah dan penghargaan yang dirasakan diantara individu-individu. Menurut Noe et al (2011) mendefinisikan distributif sebagi berikut : Keadilan imbalan atau distributif sebagai penilaian yang dibuat orang terkait imbalan yang diterimanya dibanding imbalan yang diterima orang lain yang menjadi acuannya. 2.1.3.1 Dimensi Keadilan Distributif Menurut Cropanzano et al (2007) menyebutkan bahwa distributif teridiri dari 3 dimensi yaitu sebagai berikut : 1. Keadilan Menghargai karyawan berdasarkan kontribusinya. 2. Persamaan Menyediakan kompensasi bagi setiap karyawan yang secara garis besar sama.

26 3. Kebutuhan Menyediakan benefit berdasarkan pada kebutuhan personal seseorang. 2.1.4 Keadilan Prosedural Teori tentang prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdayasumber daya organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti umumnya mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses psikologis yang mendasari pengaruh prosedural, yaitu: kontrol proses atau instrumental dan perhatian-perhatian relasional atau komponen struktural. Perspektif kontrol instrumental atau proses berpendapat bahwa prosedur-prosedur yang digunakan oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu yang terpengaruh oleh suatu keputusan memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempengaruhi proses-proses penetapan keputusan atau menawarkan masukan (Taylor dalam Pareke, 2003). Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan prosedural sebagi berikut : Keadilan prosedural merupakan yang dirasakan dari proses yang digunakan untuk menentukan distribusi imbalan. Menurut Noe et al (2011) mendefinisikan prosedural sebagi berikut : Keadilan prosedural merupakan konsep yang berfokus pada metode yang digunakan untuk menentukan imbalan yang diterima.

27 Perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi (Gilliland dalam Pareke, 2003). 2.1.4.1 Dimensi Keadilan Prosedural Menurut Cropanzano et al (2007) menyebutkan bahwa prosedural teridiri dari 6 dimensi yaitu sebagai berikut : 1. Konsistensi Semua karyawan diperlakukan sama. 2. Kurangnya Bias Tidak ada orang atau kelompok yang diistimewakan atau diperlakukan tidak sama. 3. Keakuratan Keputusan dibuat berdasarkan informasi yang akurat. 4. Pertimbangan wakil karyawan Pihak-pihak terkait dapat memberikan masukan untuk pengambilan keputusan. 5. Koreksi Mempunyai proses banding atau mekanisme lain untuk memperbaiki kesalahan. 6. Etika Norma pedoman profesional tidak dilanggar.

28 2.1.5 Keadilan Interaksional Aspek terakhir dari organisasional adalah interaksional dan mungkin yang paling sederhana diantara ketiga aspek ini (Cropanzano et al, 2007). Menurut Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan interaksional sebagi berikut : Keadilan interaksional merupakan persepsi individu tentang tingkat sampai dimana seorang karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat. Menurut Greenberg (1987) terdapat dua aspek dalam interaksional, yaitu informasional dan interpersonal. Keadilan informasional adalah persepsi individu tentang informasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, sedangkan interpersonal adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh Robbins dan Judge (2008) di atas. Menurut Tyler (Yuwono dkk, 2005) menyebutkan ada tiga hal penting yang patut diperhatikan dalam membahas interaksional, yaitu : 1. Pertama adalah Penghargaan Khususnya penghargaan kepada status seseorang, hal ini tercermin dalam bentuk perlakuan.lebih khusus lagi adalah bentuk perlakuan atau tindakan dari orang yang berkuasa (pimpinan) terhadap anggota kelompoknya.apabila makin baik kualitas perlakuan pimpinan terhadap para anggota maka interaksinya dinilai makin adil oleh anggotanya.

29 2. Kedua adalah Netralitas Konsep ini berkembang karena butuh keterlibatan pihak ketiga manakala ada masalah hubungan social antara suatu pihak dengan pihak yang lain. Netralitas dalam keputusan atas konflik kedua belah pihak dapat tercapai manakala dasar-dasar dalam pengambilan keputusan lebih banyak menggunakan fakta dan bukan opini, apalagi fakta yang ditampilkan mempunyai nilai objektifitas yang tinggi juga punya validitas yang tinggi pula. 3. Ketiga adalah Kepercayaan Hal ini banyak dikaji pada aspek interaksional. Kepercayaan seriong didefinisikan sebagai harapan pihak lain dalam melakukan hubungan social, yang didalamnya mencakup resiko yang berkaitan dengan harapan tersebut. 2.1.5.1 Dimensi Keadilan Interaksional Menurut Cropanzano et al (2007) menyebutkan bahwa interaksional teridiri dari 2 dimensi yaitu sebagai berikut : 1. Keadilan interpersonal Memperlakukan seorang karyawan dengan martabat, perhatian, dan rasa hormat 2. Keadilan informasional Berbagi informasi yang relevan dengan karyawan

30 2.2 Kerangka Pemikiran Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki visi dan misi tertentu yang harus dicapai, salah satunya adalah untuk memperoleh profit (profit oriented). Untuk dapat mencapai setiap tujuan perusahaan tersebut, mendorong para manajemen perusahaan agar dapat memaksimalkan kinerja karyawannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Dalam hal ini kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan (Widodo, 2006). Tuntunan yang datang dari pihak perusahaan terhadap karyawan untuk dapat memaksimalkan kinerjanya dalam mencapai tujuan perusahaan, menimbulkan pula harapan para karyawan agar perusahaan dapat memberikan timbal balik (feedback) atas hasil kinerja yang telah dicapai perusahaan. Setiap karyawan yang telah bekerja secara maksimal akan mengharapkan timbal balik (feedback) agar perusahaan dapat memberikan dan mencukupi segala kebutuhan karyawan. Maka dalam hal ini perusahaan diharapkan dapat memperhatikan kebutuhan para karyawan sebagai bentuk timbal balik (feedback) atas kinerja karyawan, karena hal tersebut akan memimbulkan kepuasan kerja pada diri setiap karyawan yangtelah bekerja secara maksimal. Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai dan Jauvani, 2009). Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja, ia akan berupaya semaksimal mungkin

31 dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Efektivitas dan produktivitas organisasi sangat dipengaruhi oleh kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja akan menimbulkan penurunan semangat dan gairah kerja (Nitisemito, 1992). Hal tersebut terkait bagaimana karyawan merasakan pekerjaan mereka dan memberi dampak terhadap perilaku kerja lainnya, seperti: organizational citizenship, ketidakhadiran, dan intensi keluar. Lebih jauh lagi, kepuasan kerja dapat menjadi mediator yang menghubungkan dengan variabel-variabel kepribadian dan perilaku menyimpang di tempat kerja. Berbagai perilaku menyimpang seperti datang terlambat, mengabaikan perintah atasan, atau menggunakan barang perusahaan di luar kewenangannya merupakan bentuk penyimpangan yang dilakukan secara sadar untuk mengganggu perusahaan (Aquino et al, 1999). Pada akhirnya ketidakadilan hanya akan menghilangkan ikatan di antara anggota organisasi, sangat menyakitkan bagi individu, dan berbahaya bagi perusahaan (Cropanzano et al, 2007). Terdapat tiga alasan mengapa karyawan peduli terhadap masalah. Pertama, manfaat jangka panjang, karyawan lebih memilih yang konsisten daripada keputusan seseorang, karena dengan tersebut karyawan dapat memprediksi hasil di masa yang akan datang. Karyawan juga mau menerima imbalan yang tidak menguntungkan sepanjang proses pembayarannya adil dan mendapat perlakuan yang bermartabat. Kedua, pertimbangan sosial, setiap orang mengharapkan diterima dan dihargai oleh pengusaha tidak dengan cara kasar dan tidak dieksploitasi. Ketiga, pertimbangan etis, orang percaya bahwa

32 merupakan cara yang secara moral tepat dalam memperlakukan seseorang (Cropanzano et al, 2007). Keadilan organisasional berpusat pada dampak dari pengambilan keputusan manajerial, persepsi kualitas, efek, hubungan antara faktor individu dan situasional serta menjelaskan persepsi individu dalam organisasi (Greenberg dan Bies, 1992). Keadilan organisasional telah dibuktikan menjadi anteseden bagi sikap dan perilaku karyawan. Sehingga konsep organisasional dan konsekuensinya perlu dipahami oleh para pengelola sumber daya manusia. Konsep ini penting bagi organisasi yang ingin mengembangkan kebijakan dan prosedur yang lebih dilembagakan. Salah satu sikap karyawan yang banyak menjadi bahan penelitian dihubungkan dengan organisasional adalah kepuasan kerja. Karyawan akan mengevaluasi organisasional dalam tiga klasifikasi peristiwa berbeda, yakni hasil yang mereka terima dari organisasi ( distributif), kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian dialokasikan ( prosedural), dan perlakuan yang diambil oleh pengambil keputusan antar personal dalam organisasi ( interaksional) (Cropanzano et al, 2000). Keadilatn organisasi yang terdiri dari distributif, prosedural, dan interaksional merupakan faktor penting yang harus diimplementasikan oleh perusahaan agar menimbulkan kepuasan kerja bagi para karyawan, hal tersebut akan berimbas denganmeningkatnyakinerja para karyawan. Berdasarkan uraian di atas, maka peniliti akan menggambarkannya dalam sebuah skema paradigma pemikiran dan kerangka pemikiran sebagai bentu alur

33 pemikiran peniliti atas masalah yang sedang diteliti. Adapun skema tersebut digambarkan sebagai berikut : Perusahaan Profit (Keuntungan) Kinerja Perusahaan Menigkatkan Kinerja Karyawan Feedback (Timbal Balik) Keadilan Organisasi Keadilan Distributif Keadilan Prosedural Keadilan Interaksional 1. Keadilan 2. Persamaan 3. Kebutuhan 1. Konsistensi 2. Kurangnya Bias 3. Keakuratan 4. Pertimbangan Wakil Karyawan 5. Koreksi 6. Etika 1. Keadilan Interpersonal 2. Keadilan Informasional Kepuasan Kerja Karyawan 1. Pekerjaan itu Sendiri 2. Gaji 3. Kesempatan atau Promosi 4. Supervisor 5. Rekan Kerja Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

34 Keadilan Distributif (X 1 ) Keadilan Prosedural (X 2 ) Kepuasan Kerja (Y) Keadilan Interaksional (X 3 ) Gambar 2.2 Paradigma Penelitian 2.2.1 Penelitian Terdahulu Berikut ini akan disajikan beberapa rangkuman mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini yaitu Pengaruh Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Keadilan Interaksional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu No Penulis Judul Kesimpulan/Hasil Persamaan Perbedaan 1. Hasmarini Pengaruh Hasil penelitian menunjukan Persamaannya Perbedaannya dan bahwa prosedural adalah sama-sama adalah pada distributif dan dan keaditan distributif meniliti Yuniawan prosedural memiliki pengaruh positif distributif dan (2008) terhadap dan signifikan terhadap kepuasan kerja kepuasan kerja, yang dan komitmen afektif kemudian kepuasan kerja mempengaruhi komitmen afektil secara positif dan signifikan. Keadilan prosedural terhadap kepuasan kerja. penelitian sebelumnya menggunakan komitmen afektif, sedangkan dalam penelitian ini

35 2. Suhartini dan Hakim (2010) 3. Budiarto dan Wardani (2005) Pengaruh organisasional terhadap kepuasan kerja karyawan FEUII Peran distributif, proseduran dan interaksional terhadap komitmen karyawan pada perusahaan prosedural maupun distributif memiliki pengaruh tidak langsung terhadap komitmen afektif melalui kepuasan kerja. Untuk pengaruh langsung hanya distributif yang mempengaruhi komitmen afektif secara positif dan signifikan, sedangkan prosedural hanya memberi pengaruh positif ke komitmen afektif akan tetapi tidak signifikan. Hasil penilitiannya menunjukan bahwa secara parsial distributif dan interaksional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, sedangkan prosedural berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. Selain itu secara simultan ketiganya berpengaruh signfikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa distributif, prosedural dan interaksional perusahaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Sedangkan untuk simpulan minor, distributif perusahaan lebih dominan mempengaruhi komitmen karyawan dibandingkan interaksional dan prosedural. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan distributif, prosedural, dan interaksional terhadap kepuasan kerja. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan distributif, prosedural dan interaksional menggunakan interaksional. Perbedaannya adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan komitmen afektif, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan interaksional. Perbedaanya adalah pada penelitiannya sebelumnya menggunakan komitmen karyawan, sedangkan pada penelitian ini mengunakan kepuasan kerja karyawan.

36 4. Kadarudin (2012) 5 Kristanto (2013) Pengaruh distributif, proseduran dan interaksional terhadap kepuasan pegawai pajak Pengaruh organisasional terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen intensi keluar Hasil pnelitiannya menunjukan bahwa Keadilan disributif, prosedural, dan interaksional secara parsial dan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Direktorat Jenderal Pajak di Kota Makassar. Keadilan distributif mempunyai pengaruh yang paling dominan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa distributif tidak signifikan terhadap kepuasan kerja, prosedural dan Interaksional berpengaruh terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen, dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap intensi keluar. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan distributif, proseduran, dan interaksional terhadap kepausan pegawai Persamaannya adalah sama-sama menggunakan distributif, proseduran, dan interaksional terhadap kepausan kerja karyawan Perbedaanya adalah terletak pada responden dan subjek penlitian yang diteliti Perbedaanya adalahpada penelitian sebelumnya mengunakan komitmen dan intensi keluar, sedangkan pada penelitian tidak menggunakan variabel tersebut. ini 2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Hubungan Keadilan Distributif Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Keadilan imbalan atau distributif sebagai penilaian yang dibuat orang terkait imbalan yang diterimanya dibanding imbalan yang diterima orang lain yang menjadi acuannya (Noe et al, 2011). Dengan adanya distributif, penialai terhadap karyawan atau imbalan yang diberikan keapda masing-masing karyawan dalam suatu kelompok sesuai dengan tingkat kinerja karyawan yang ditunjukan. Keadilan distributif sebagai penilaian mengenai seberapa adilnya

37 peraturan-peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan hasil yang diterima seseorang (Lind dan Tyler, 1988). Kewajaran merupakan norma yang fundamental, seorang individu akan merasakan ketidakwajaran ketika alokasi hasil antara para anggota tidak sebanding dengan kontribusi yang diberikan individu. Meskipun demikian distributif tidaklah sepenuhnya dibangun oleh hasil yang mutlak, tetapi dengan perbandingan proporsi yang dialokasikan kepada individu relatif dengan proporsi yang dialokasikan ke anggota kelompok (Adams, 1965). Keadilan distributif merupakan prediktor yang lebih kuat bagi kepuasan kerja dibanding prosedural. Keadilan distributif merupakan prediktor penting bagi perilaku personal karyawan, misalnya kepuasan kerja (McFarlin dan Sweeney, 1992). Hal yang sama dikemukakan oleh Cohen-Carash dan Spector (2001) yang menyatakan bahwa distributif merupakan prediktor yang paling kuat bagi kepuasan kerja dibanding prosedural dan interaksional. Jadi dengan adanya distributif yang diterapkan perusahaan dalam memberikan penilaian atau imbalan harus sesuai dengan tingkat kinerja masingmasing individu dalam suatu kelompok, maka hal tersebut dapat memberikan kepuasan kerja karyawan akan hasil yang diperoleh dan dirasa adil. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H 1 : Keadilan distributif berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja karyawan

38 2.3.2 Hubungan Keadilan Prosedural Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Teori tentang prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdayasumber daya organisasi kepada para anggotanya. Keadilan prosedural merupakan konsep yang berfokus pada metode yang digunakan untuk menentukan imbalan yang diterima (Noe et al, 2011). Kepuasan kerja merupakan salah satu akibat utama dari prosedural (Lind and Tyler, 1988). Perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi (Gilliland dalam Pareke, 2003). Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidakadilan. Karenanya keputusan harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-bias pribadi dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat, dengan kepentingankepentingan individu yang terpengaruh terwakili dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis mereka, dan dengan suatu hasil yang dapat dimodifikasi. Anggota organisasi akan merasa dihargai apabila prosedur yang ditanamkan memperlakukan mereka dengan hormat dan adil, membuat lebih

39 mudah diterima meskip un mereka tidak menyukai hasil dari keputusan itu sendiri, ini merupakan salah satu faktor terpenting didalam tempat kerja saat ini dan akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan. Puas atau tidaknya karyawan dengan system yang adapada perusahaan ditentukan oleh persepsi mereka tentang procedural (Greenberg, 1990). Dengan adanya prosedural dalam hal ini akan memberikan rasa keadilam kepada karywan terkait dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh perusahaan baik dalam pengalokasian sumberdaya manusia yang sesuai atau imbalan yang akan diperoleh karyawan, maka hal tersebut dapat memunculkan kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H 2 : Keadilan prosedural berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja karyawan 2.3.2 Hubungan Keadilan Interaksional Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Aspek terakhir dari organisasional adalah interaksional dan mungkin yang paling sederhana diantara ketiga aspek ini (Cropanzano et al, 2007). Keadilan interaksional merupakan persepsi individu tentang tingkat sampai dimana seorang karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat (Robbins dan Judge, 2008). Menurut Greenberg (1987) terdapat dua aspek dalam interaksional, yaitu informasional dan interpersonal. Keadilan informasional adalah persepsi individu tentang informasi yang digunakan sebagai dasar

40 pembuatan keputusan, sedangkan interpersonal adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh Robbins dan Judge (2008) di atas. Keadilan interaksional dalam hal ini merupakan sejauh mana perusahaan dalam memerikan rasa bagi karyawan baik dalam informasional atau interpersonal. Perusahaan akan dianggap adil dalam membuat keputusan dengan apabila informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan sesuai dan akurat sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputuasan. Sedangkan interpersonal sendiri dirasakan adil apabila perusahaan memperlakukan karyawan-karyawan sama dengan penuh rasa hormat, perhatian dan martabat yang sama tanpa membeda-bedakan kedudukan atau posisi karyawan dalam suatu organisasi. Karena pada dasarnya karyawan juga merupakan mahluk yang sama secara sosial, sehingga akan sangat merasa dihargai ketika perlakuan yang diberikan oleh perusahaan tidak membandingkan karyawan satu dengan yang lainnya, sehingga hal tersebut dapat memberikan kepuasan kerja karyawan. Jadi dengan adanya interaksional yang diterapkan oleh perusahaan yang terdiri dari interpersonal dan informasional, maka hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawam. Jika semakin tinggi interaksional yang diterapkan oleh perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H 3 : Keadilan interaksional berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja karyawan

41 H 4 : Keadilan distributif, prosedural, dan interaksional berpengaruh siginifikan terhadap kepuasan kerja karyawan