BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

Analisis Isu-Isu Strategis

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

4. Outlook Perekonomian

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Jawa Barat Tahun perlu regional, nasional, dolar AS per. Bahan sangat. menurunkan inflasi. pembangkit listrik diperkirakan III - 1

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

4. Outlook Perekonomian

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Laporan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

Transkripsi:

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1. Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Jawa Barat Tahun Sebelumnya Krisis ekonomi global yang terjadi sejak pertengahan Tahun 2008, berdampak besar pada perekonomian Indonesia. Diperkirakan, dampak krisis akan mencapai puncaknya pada triwulan I dan II 2009. Hal ini mengakibatkan perekonomian Indonesia Tahun 2009 diperkirakan akan tumbuh lebih lambat dari perkiraan awal (yang ditetapkan dalam APBN) dari semula diperkirakan 6% menjadi sebesar 4,0-5,0%. Perlambatan tersebut disebabkan oleh kinerja ekspor yang turun, dan mulai melemahnya daya beli masyarakat. Namun demikian, dengan melihat perkembangan yang ada, diprediksikan bahwa setelah melewati triwulan II yang merupakan titik terendah pertumbuhan ekonomi, terdapat tanda-tanda pembalikan terhadap perekonomian. Secara perlahan kondisi ekonomi makro akan meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian dunia ke arah pertumbuhan normal. Harapan kondisi makro ekonomi yang lebih baik pada tahun 2010 tentu saja memerlukan dukungan kebijakan ekonomi yang mampu mendorong aktifitas perekonomian secara optimal. Diperkirakan perekonomian Jawa Barat 2010 juga akan mengalami perbaikan kinerja terutama yang didorong oleh perbaikan perekonomian global, sedangkan perbaikan perekonomian nasional juga akan mempengaruhi perekonomian Jawa Barat dengan dampak yang lebih kecil. Kinerja makro ekonomi dapat menjadi barometer seberapa besar pencapaian stabilitas makro ekonomi yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang mantap, investasi tinggi, inflasi rendah, pengangguran dan kemiskinan semakin menurun. Kinerja makroekonomi sebuah daerah pada tahun tertentu tidak lepas dari kondisi faktor internal dan eksternal baik level nasional maupun internasional. Dalam konteks sistem perekonomian terbuka dimana Indonesia termasuk negara yang menganut dan aktif dalam globalisasi, kinerja makroekonomi nasional dan daerah cukup rentan dengan gejolak eksternal. II-1

Namun signifikan tidaknya efek dari gejolak eksternal tersebut tergantung pada karakteristik ekonomi daerah Jawa Barat. Berdasarkan variabel pembentuk PDRB Jawa Barat dari sisi permintaan, karakteristik ekonomi daerah Jawa Barat identik dengan nasional yakni domesticdemand led growth. Hal ini tercermin dari tingginya kontribusi konsumsi swasta yang mencapai sekitar 65% terhadap total PDRB Jawa Barat dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini diyakini merupakan salah satu penyebab lebih kuatnya daya tahan perekonomian terhadap kejutan eksternal belakangan ini, dibandingkan dengan daerah yang sangat tergantung pada ekspor. Dampak krisis ekonomi global mulai terasa di triwulan IV-2008. Sekalipun karakteristik ekonomi merupakan domestic-demand led growth, karena nilai ekspor tekstil dan barang dari tekstil Jawa Barat cukup dominan dan berorientasi ke pasar negara-negara maju yang terkena krisis sangat parah, maka secara total nilai ekspor Jawa Barat menurun pada tahun 2008. Konsumsi swasta pun melambat karena menurunnya penghasilan. Secara keseluruhan, efek krisis ekonomi global berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi Jabar yang terus naik dari tahun 2000 dan mencapai 6,41% tahun 2007, untuk tahun 2008 diperkirakan mencapai 5.,4%, di bawah nasional yang berhasil meraih pertumbuhan 6,1%. Pencapaian angka tersebut dilansir lebih baik dibandingkan dengan negara-negara yang perekonomiannya berbasis ekspor. Realisasi investasi PMA dan PMDN pada tahun 2008 naik 60,38% dibandingkan tahun 2007, sehingga secara keseluruhan PMTB Jawa Barat tumbuh 10% (Bank Indonesia Bandung, 2008). Namun karena pangsa PMTB rendah dalam PDRB, kenaikan ini tidak memberikan efek signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Peningkatan investasi terutama didorong oleh komponen non bangunan. Salah satu komponen non bangunan yang meningkat yaitu barang modal, seperti mesin industri dan perlengkapannya serta mesin industri khusus. Meskipun investasi meningkat, namun pertumbuhan secara tahunan mengalami perlambatan, terutama terjadi pada investasi bangunan. Perlambatan laju pertumbuhan investasi juga tercermin dari penurunan jumlah penyaluran kredit baru untuk penggunaan investasi oleh bank umum di Jawa Barat (Bank Indonesia Bandung, 2008). II-2

Sementara dilihat dari sisi penawaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi dialami oleh hampir seluruh sektor ekonomi, kecuali sektor pertanian dan sektor industri pengolahan yang masih tumbuh positif. Berdasarkan proyeksi BPS, produksi tanaman pangan terutama padi, jagung, kedele meningkat dibandingkan dengan tahun 2007. Demikian halnya dengan sub sektor perikanan, pada tahun 2008 mencatat pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif untuk sektor industri pengolahan terjadi pada industri non migas, yakni sub sektor alat angkutan, mesin, dan peralatan. Kondisi yang bertolak belakang terjadi pada sub sektor tekstil, barang kulit dan alas kaki. Penurunan kinerja ini diperkirakan akibat lemahnya daya saing harga produk tekstil lokal dibandingkan dengan produk internasional, terutama setelah krisis ekonomi menimpa negara-negara tujuan ekspor tekstil seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat. Pelemahan nilai tukar rupiah juga berdampak negatif dalam menaikan biaya produksi terkait dengan ketergantungan bahan baku impor yang sangat tinggi pada industri tersebut (Bank Indonesia Bandung, 2008). Melemahnya kinerja pertumbuhan ekonomi ternyata disertai dengan tingginya inflasi. Hal ini akan berimplikasi negatif pada rendahnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu kebijakan stimulus fiskal diharapkan dapat meminimalisasi penurunan daya beli masyarakat. Terlebih untuk karakteristik perekonomian yang bersifat domestic-demand led growth, arah kebijakan ekonomi secara umum harus diarahkan untuk tetap menjaga market size dan daya beli masyarakat. Pada tahun 2008 inflasi Jawa Barat melonjak mencapai 11.11%, padahal pada tahun 2007 hanya sebesar 5.1%. Faktor pendorong utama peningkatan laju inflasi di Jawa Barat selama tahun 2008 adalah faktor eksternal. Pada awal tahun terjadi kenaikan harga beberapa komoditas strategis di pasar internasional, seperti minyak bumi, CPO (Crude Palm Oil), gandum, emas dan kedelai sejak akhir tahun 2007, yang telah mendorong inflasi Jawa Barat sejak awal tahun hingga triwulan III-2008. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya inflasi pada tahun 2008, secara agregat tidak berdampak pada meningkatnya pengangguran. Sampai pada posisi Agustus 2008, jumlah angkatan kerja 18.74 juta, mengalami peningkatan dari 18.24 juta orang pada tahun 2007. Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2008 sebesar 12.08% mengalami penurunan dibandingkan II-3

dengan tahun 2007 yang mencapai 13.08%. Namun pada triwulan IV 2008 kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan mengalami penurunan, sesuai temuan hasil survey dunia usaha yang dilakukan secara rutin oleh Bank Indonesia Bandung, terutama berasal dari tiga sektor yakni pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air, serta perdagangan, hotel dan restoran. 2.2. Proyeksi dan Rencana Target Makroekonomi Jawa Barat 2010 Melemahnya kinerja makroekonomi pada tahun 2008 akan semakin memburuk pada tahun 2009 (setidaknya hingga triwulan II). Siklus bisnis negara-negara maju diprediksi akan mencapai titik terendahnya pada Tahun 2009. Pemulihan makroekonomi dunia akan berlangsung lebih cepat yakni pada triwulan terakhir Tahun 2009 jika upaya stimulus fiskal dan restrukturisasi perbankan berjalan efektif. Banyak pihak optimis dengan keberhasilan program stimulus fiskal tersebut sehingga yakin ekonomi dunia akan meningkat lagi pada awal tahun 2010 dan tumbuh sekalipun belum dalam jalur trend pertumbuhan normal. Bangkitnya ekonomi dunia tentu saja akan memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional dan daerah Jawa Barat. Selain itu keunggulan daerah yang membentuk kapasitas ekonomi untuk tumbuh cukup positif akan turut memperkuat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun sekarang. Berdasarkan perkiraan IMF dalam World Economic Outlook (WEO) 2009, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2010 mencapai 3%, meningkat signifikan dibandingkan dengan proyeksi untuk tahun 2009 yang hanya mencapai 0.5%. Amerika Serikat (AS) pada tahun 2010 diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,6%, Uni Eropa (UE) 0,2%, dan Jepang 0,6%. Membaiknya kinerja pertumbuhan ekonomi dunia ini akan mendorong peningkatan permintaan untuk konsumsi pangan maupun non-pangan. Artinya, peluang ekspor dari Indonesia termasuk Jawa Barat terbuka lagi. Bank Indonesia dalam buku Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014 memperkirakan kondisi perekonomian nasional akan membaik pada tahun 2010, berdasarkan asumsi membaiknya kinerja ekspor, peningkatan konsumsi masyarakat (efek perbaikan kinerja ekspor dan peningkatan penyerapan tenaga kerja), meningkatnya investasi sebagai akibat meningkatnya aliran Foreign Direct II-4

Investment (FDI) sebagai imbas membaiknya iklim investasi domestik dan global, dukungan pengeluaran pemerintah, nilai tukar cenderung stabil, tekanan inflasi menurun. Potensi tekanan inflasi tahun ini diperkirakan akan berkurang sejalan dengan trend penurunan harga komoditas dunia. Tekanan dari sisi harga minyak diperkirakan akan mulai muncul pada 2010 seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian dunia, sehingga dapat berpotensi mempengaruhi besarnya nilai inflasi pada tahun 2010. Dengan demikian, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan utama pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor akan kembali mengalami penguatan sejalan dengan mulai bangkitnya perekonomian global pada tahun 2010. Penguatan sisi permintaan domestik ini mampu diimbangi dengan meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian, sehingga mampu menjaga kecukupan di sisi produksi. Kapasitas perekonomian domestik Jawa Barat tampaknya lebih tinggi dari nasional karena keunggulan daerah dari dominasi sektor industri pengolahan yang didukung oleh industri kreatif yang melekat pada pencapaian value added yang lebih tinggi pada sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas kaki, sub sektor industri makanan, sub sektor industri pengolahan lainnya yakni kerajinan tangan, dan juga pada produksi jasa berbasis teknologi informasi dan seni. Selain itu potensi agribisnis terutama dari sub sektor tanaman pangan dan perikanan yang memasok kebutuhan pasar ibukota negara, memiliki kapasitas untuk terus ditingkatkan. Keunggulan lain adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan investasi, maka PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Perkiraan yang optimis, aliran PMA global dapat membaik dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya resesi di semester II-2009, sehingga kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi, Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut. Terlebih jika kawasan industri di daerah-daerah tersebut akhirnya terpilih sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) maka diprediksi aliran PMA akan lebih besar lagi dibandingkan dengan tahun 2009 sekarang. Asumsi-asumsi di atas diperkuat dengan optimisme munculnya kepemimpinan baru di tingkat nasional yang lebih visioner yang mampu membentuk persepsi serta ekspektasi pasar yang positif, sehingga makro II-5

ekonomi Jawa Barat dapat diproyeksikan sebagai berikut: Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) sebesar 4,6 5,06%, laju inflasi sebesar 6-7%, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 314,67-316,19 Trilyun, dan nilai investasi diproyeksikan sebesar Rp. 116,65-122,79 Trilyun. Angka proyeksi pertumbuhan Jawa Barat diperoleh berdasarkan trend nya yang ternyata telah menunjukan perilaku siklikalnya. Artinya, angka tersebut telah menggambarkan potensi dan kapasitas perekonomian Jawa Barat sesuai karakteristiknya. Namun jika ingin dijadikan target sebaiknya ditingkatkan dari angka proyeksi sesuai sasaran-sasaran makro pembangunan lainnya. Jika ditambah 10% dari angka proyeksi maka target menjadi 5.06% (optimis), moderat 5% dari angka proyeksi menjadi 4.83%. Angka proyeksi diperoleh berdasarkan trend sebagai fungsi dari waktu yang juga mengakomodir fenomena faktual yang terjadi di tingkat nasional dan global. Sesuai historical data yang menunjukan kapasitas dan karakteristik perekonomian Jawa Barat, ekonomi akan tumbuh pada kisaran 4.6% - 5.06 %. Sementara target yang tertera dalam RPJMD sebesar 5% - 6%. Terdapat irisan antara proyeksi dan target di angka 5%, dimana dalam proyeksi ini merupakan batas atas, sedangkan di target batas bawah, sehingga perlu upaya keras untuk mencapai target minimal 5%. Dibandingkan angka asumsi inflasi nasional yang sebesar 4,5 5,5%, pada Tahun 2010 inflasi Jawa Barat diproyeksikan di atas asumsi nasional, pada kisaran 6 7%, kisaran ini diambil dengan memperhatikan trend besaran inflasi Jawa Barat selama ini rata-rata lebih tinggi daripada nasional dan berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, kisaran inflasi Jawa Barat Tahun 2010 adalah 6,9-7,3%. Sebagai informasi yang bersifat komplementer dari Bank Indonesia, proyeksi perekonomian Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan persamaan simultan blok permintaan agregat, harga, dan moneter, diperoleh hasil proyeksi sebagaimana bisa dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. II-6

Tabel 2.1. Proyeksi Indikator Ekonomi Jawa Barat Tahun 2010 Skenario LPE Inflasi Pesimis 4,5% 6,9% Moderat 4,9% 7,1% Optimis 5,2% 7,3% Sumber: Kantor Bank Indonesia Bandung, 2009 Sesuai dengan proyeksi indikator makro ekonomi yang diperoleh dari analisa data series dan kondisi riil serta potensi Jawa Barat, target indikator makro ekonomi Tahun 2010 direncanakan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2. Target Indikator Makroekonomi Jawa Barat 2010 No Indikator Realisasi Tahun 2008 1) Tahun 2009 (KU-APBD 2009) Target Tahun Target (RPJMD 2010 2) 2008 2013) 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,84 1) 5,5 5,8 % 4,6 5,06 % 5 6 % 2 Nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 (Rp Trilyun) 289,99 1) 304,13 305,77 314,67 316,19 3 Inflasi 11,11 10 12 % 6 7 % 4 Investasi (PMTB harga berlaku dalam Rp Trilyun) 113,14 1) 97,59 101,07 116,65 122,79 115,98-122,42 5 Laju Pertumbuhan Investasi (%)?? 6,0 8,0 % 12,43 % 10 12 % Sumber: 1. Angka sangat sementara, hasil estimasi triwulanan Tahun 2008 2. Rencana Target berdasarkan analisis Bapeda Prov. Jabar. 2.3. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Sebagai sebuah perekonomian daerah, tantangan dan prospek perekonomian Jawa Barat tahun 2010 tidak lepas dari kondisi faktor internal dan eksternal baik level nasional maupun internasional. Dalam konteks sistem perekonomian terbuka dimana Indonesia termasuk negara yang menganut dan aktif dalam globalisasi, kinerja makroekonomi nasional dan daerah cukup rentan II-7

dengan gejolak eksternal. Namun signifikan tidaknya efek dari gejolak eksternal tersebut tergantung pada karakteristik ekonomi daerah Jawa Barat dan kekuatan faktor internal. Tantangan utama perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 secara internal adalah pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni ekonomi tumbuh yang disertai dengan pemerataan dan penurunan tingkat kemiskinan secara signifikan sehingga paradoksal pembangunan ekonomi dapat ditekan. Tantangan utama tersebut melahirkan tantangan turunan yang terkait dengan pencapaian efisiensi dan produktivitas ekonomi sektoral sesuai kapasitasnya, mendorong pembangunan wilayah perdesaan dan meningkatkan keterkaitan ekonomi desa-kota, meningkatkan akses pelaku usaha mikro dan kecil terhadap sumberdaya ekonomi produktif. Persoalan pemantapan kinerja dan stabilitas ekonomi makro sebagai prasyarat untuk kesinambungan pembangunan ekonomi. Pemantapan stabilitas ekonomi makro adalah merupakan keharusan, mengingat masih adanya potensi gejolak eksternal terkait masih sangat berfluktuatifnya harga minyak dunia dan ketidakseimbangan global (global imbalances) pada aliran likuiditas yang mempengaruhi stabilitas moneter dan ketahanan fiskal dalam negeri; percepatan pertumbuhan ekonomi perlu terus dipacu dengan mengembangkan pertumbuhan yang lebih berimbang, yang bertumpu pada peran investasi dan ekspor non migas. Pertumbuhan ekonomi dengan percepatan yang lebih tinggi, terjaganya stabilitas ekonomi makro, dan dengan pembenahan yang sungguh-sungguh pada sektor riil, diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan fokus utama menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Tantangan lain adalah optimalisasi dalam mendayagunakan angkatan kerja lokal sehingga mampu mengakses peluang kerja yang berkembang, dan menurunkan tingkat pengangguran. tantangan berikutnya adalah pertambahan jumlah penduduk dan daya dukung lingkungan. Kekeringan, banjir, pencemaran air, penggundulan hutan, abrasi pantai, pencemaran udara, penumpukan sampah merupakan masalah serius yang bisa mengganggu sustainabilitas perekonomian. Tantangan secara eksternal di tingkat nasional adalah tuntutan pengelolaan ekonomi daerah yang tepat dalam kerangka pembangunan nasional, penataan ekonomi yang berdaya saing dan iklim investasi yang semakin kondusif II-8

di daerah-daerah lain. Sedangkan tantangan secara global terkait dengan standarisasi produk, persaingan produk yang sama dari negara lain, tuntutan konsumen asing yang semakin tinggi. Pada saat yang bersamaan, dinamika ekonomi nasional dan global pun menawarkan prospek yang cukup menjanjikan di tahun 2010. Siklus bisnis negara-negara maju diprediksi akan mencapai titik terendahnya pada tahun 2009 dan pemulihan makroekonomi dunia akan berlangsung lebih cepat yakni pada triwulan terakhir tahun 2009 jika upaya stimulus fiskal dan restrukturisasi perbankan berjalan efektif. Banyak pihak optimis dengan keberhasilan program stimulus fiskal tersebut sehingga yakin ekonomi dunia akan meningkat lagi pada awal tahun 2010 dan tumbuh sekalipun belum dalam jalur trend pertumbuhan normal. Bangkitnya ekonomi dunia tentu saja akan memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional dan daerah Jawa Barat. Selain itu keunggulan daerah yang membentuk kapasitas ekonomi untuk tumbuh cukup positif akan turut memperkuat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009. Berdasarkan tantangan dan prospek telah yang digambarkan maka perlu direspon dengan menetapkan strategi perekonomian yang hati-hati dan tepat serta memiliki dimensi sektoral, kewilayahan dan lintas pelaku usaha, yang ditujukan untuk melewati tantangan dengan memanfaatkan prospek, sebagai berikut: 1. Orientasi pembangunan sektoral adalah peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perluasan produk agroindustri, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB, pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi, penguatan kelembagaan. 2. Dimensi kewilayahan diarahkan membangun perdesaan dalam rangka meningkatkan keterkaitan ekonomi desa dengan kota melalui implementasi model-model pembangunan perdesaan yang relevan dengan karakteristiknya. II-9

3. Mendorong dan memfasilitasi kemitraan antara pengusaha besarmenengah dengan pelaku usaha mikro dan kecil. 4. Meningkatkan efektivitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 5. Memantapkan infrastruktur wilayah. 6. Memperkuat rantai nilai komoditas unggulan yang berdaya saing tinggi. 2.4. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Target indikator makro ekonomi (Tabel 2.2), optimisme pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2010 berada di level sekitar 5% dengan tingkat inflasi 7%. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut bisa diposisikan sebagai target yang cukup realistis berdasarkan justifikasi berbagai asumsi yang sudah dibahas sebelumnya. Untuk mencapai angka ini perlu rumusan strategi yang akan mendorong pertumbuhan sektor riil sebagaimana yang diharapkan. Terdapat beberapa pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan ekonomi dan strategi pencapaiannya, yaitu potensi dan kapasitas perekonomian Jawa Barat, isu strategis, upaya pencapaian visi misi Jawa Barat, keberlanjutan dari program-program sebelumnya. Isu strategis dan pencapaian visi misi bermuara pada kondisi semakin baiknya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat Jawa Barat yang tercermin pada rendahnya pengangguran dan tingkat kemiskinan. Berdasarkan hasil sintesa komprehensif terhadap peta pembangunan Jawa Barat yang mencakup aspek ekonomi, sosial, fisik, kelembagaan dan lingkungan maka arah kebijakan perekonomian Jawa Barat sebagaimana tertuang dalam Grand Design Perekonomian adalah sebagai berikut: 1. Penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan. 2. Peningkatan daya saing industri manufaktur. 3. Perluasan produk agroindustri. 4. Pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya. 5. Menginternalisasikan masalah lingkungan dalam kebijakan pembangunan. 6. Mengintegrasikan aspek lingkungan dalam bisnis. 7. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai baik jalan, irigasi, listrik, bandara, pelabuhan, pusat pemasaran. II-10

8. Utilisasi energi air dan panas bumi. 9. Perluasan akses pasar (lokal, regional, nasional dan internasional) bagi produk Jabar. 10. Peningkatan skill pelaku ekonomi. 11. Penguatan kelembagaan (regulasi dan kebijakan yang hati-hati, fokus dan tepat sasaran, transparan, keberpihakan, koordinasi dan sinergitas). Orientasi pembangunan sektoral adalah peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perluasan produk agroindustri, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB, pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi, serta penguatan kelembagaan. Peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perluasan produk agroindustri, merupakan lanjutan perwujudan kebijakan sebelumnya dan introduksi kebijakan lainnya yang mendukung pengembangan. Artinya, pada tahun 2010 kebijakan GEMAR, GAPURA UTARA dan SELATAN, GEMPITA, pengembangan komoditas unggulan dan pertanian organik terus dilanjutkan dan diperkuat dengan perluasan usaha melalui kegiatan investasi, penciptaan nilai tambah melalui pengembangan agroindustri dan fasilitasi pelaksanaan pasar petani di perkotaan. Sedangkan untuk penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB, pada tahun 2010 diwujudkan dengan peningkatan daya saing, penguatan rantai proses industry (value chain), pengembangan industry kreatif, pengembangan PPTSP, dan peningkatan kesadaran untuk proses produksi yang ramah lingkungan. Dengan asumsi tahun 2009 disepakati lokasi dan tipe wisata unggulan yang akan dikembangkan, maka pada tahun 2010 diupayakan pengembangan lokasi dan tipe wisata unggulan dengan enataan kawasan wisata sesuai karakteristik dan 'image' yang ditawarkan dan penyiapan infrastruktur yang mendukung lokasi wisata. II-11

Khusus untuk peningkatan pemanfaatan energi potensial panas bumi dan air, penemuan cadangan riil yang memenuhi kriteria geologi dan ekonomi belum tentu bisa dilakukan sepenuhnya dalam jangka waktu satu tahun, sehingga upaya pemetaan cadangan panas bumi dan air secara riil dimungkinkan masih terus berlangsung sampai tahun 2010. Namun pada tahun ini seyogianya sudah mulai dijajaki formulasi bentuk pengelolaannya. II-12