KETELITIAN CITRA SATELIT QUICK BIRD UNTUK PERANCANGAN PRASARANA WILAYAH

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Analisis dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN:

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

PENGECEKAN KETEGAKAN KOLOM BANGUNAN DENGAN METODE PEMOTONGAN SISI. D.Bambang Sudarsono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unika Soegijapranata

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

Bab IV Analisa dan Pembahasan. Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai analisa dari materi penelitian secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Modul 10 Garis Kontur

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Kuliah Pengantar Surveying

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGUKURAN DAN PEMETAAN KADASTRAL DENGAN METODE IDENTIFIKASI PETA FOTO. Bambang Sudarsono, Arief Laila Nugraha *)

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

SIDANG TUGAS AKHIR RG

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

BAB IV ANALISIS

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Pertemuan 3. PSDA! Indradi Wijatmiko

Materi : Bab II. KARTOGRAFI Pengajar : Ir. Yuwono, MS

ANALISIS PROSES PENGGAMBARAN PETA JARINGAN JALAN DARI HASIL SURVAI TRACKING JARINGAN JALAN DENGAN ALAT GPS (STUDI KASUS KOTA MANADO)

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

SALMANI SALEH ILMU UKUR TANAH

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

Konsep Kartografi (Konv ensional)

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

Aplikasi GPS RTK untuk Pemetaan Bidang Tanah

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. IV.1 Analisis Data Titik Hasil Pengukuran GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

THE EFFECT OF TOPOGRAPHIC MEASUREMENT ACCURACY ON IRIGATION DESIGN (CASE STUDY AT GONGGANG)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SURVEYING (CIV -104)

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

Transkripsi:

D. Bambang Sudarsono, Ketelitian Citra Satelit Quick Bird untuk Perancangan Prasarana Wilayah 27 KETELITIAN CITRA SATELIT QUICK BIRD UNTUK PERANCANGAN PRASARANA WILAYAH D. Bambang Sudarsono Jurusan Teknik, Fakultas Teknik Sipil Unika Soegijapranata ABSTRAK Satelit Quick Bird merupakan salah satu satelit yang mengorbit bumi secara polar. Satelit ini diluncurkan untuk keperluan penginderaan jauh sumber daya alam. Citra Satelit Quick Bird ini milik Amerika Serikat dengan ukuran piksel 0,61 meter, dapat dimanfaatkan untuk keperluan perancangan wilayah, seperti perencanaan prasarana fisik (jaringan jalan, drainase, pipa, listrik, dll) di daerah perkotaan maupun perdesaan. Metode yang digunakan adalah mengkomparasikan antara ketelitian citra terhadap standar ketelitian Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pekerjaan Umum (PU) berdasar skala peta. Kesimpulan yang dapat disajikan antara lain: a) berdasar pada sampel yang diambil ternyata hampir semuanya (89,74%), berada terjadi di luar standar ketelitian geometriransi, sehingga citra satelit ini hanya dapat dimanfaatkan sebagai media perancangan prasarana wilayah secara terbatas, b) ketajaman citra dari sampel yang diambil pada umumnya lebih dari 90%, sehingga citra ini sangat baik untuk digunakan sebagai media interpretasi penginderaan jauh. Dengan demikian Citra Satelit Quick Bird ini dapat dimanfaatkan untuk perancangan prasarana wilayah pada tingkat penjajagan atau preliminary design, misal rencana jaringan listrik tegangan tinggi, jalan raya, perpipaan, drainase dan sebaginya. Kata Kunci: Citra satelit, Quick Bird, piksel, interpretasi, prasarana wilayah 1. PENDAHULUAN Antarikasa secara dimensional belum dapat diukur dengan akurat oleh setiap manusia di bumi, sekalipun menggunakan peralatan canggih yang dimilikinya. Hal ini masih membuktikan bahwa semua yang ada di dunia ini masih memiliki keterbatasan. Citra satelit yang merupakan hasil teknologi masa kini bukan berarti segala-galanya dalam arti mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada di dunia, tetapi juga bukan berarti tidak dapat dimanfaatkan. Citra satelit Quick Bird milik Amerika Serikat untuk keperluan penginderaan jauh tentang sumber daya bumi. Citra tersebut berujud gambaran secara visual mengenai obyek diatas muka bumi, seperti bangunan gedung, jalan, sungai, saluran, maupun vegetasi berupa hutan, ladang, sawah dan sebaginya, sehingga secara awam sering disebut foto satelit karena menyerupai foto. Dengan kemampuan yang ada pada Citra Satelit Quick Bird dalam merekam kenampakan permukaan bumi, maka citra ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan perencanaan wilayah, sepert untuk keperluan perencanaan prasarana fisik di kota maupun di daerah. Citra Satelit Quick Bird dalam bentuk dijital, dengan piksel 0,61 meter, secara hipotetis cukup memadai untuk keperluan perancangan prasarana wilayah lebih baik, dibanding citra satelit lain yang resolusinya lebih rendah. Pada pekerjaan pemetaan, ketelitian sangat diutamakan, untuk mengurangi kesalahan semaksimal mungkin saat meletakkan hasil perencanaan diatas peta tersebut. Saat merekonstruksi kembali hasil rancangan tersebut di lapangan, diperlukan akurasi peta yang baik, sehingga ketepatan setting di lapangan sangat diharapkan. Begitu juga bila menggunakan citra 27

28 JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 27-32 satelit sebagai media untuk meletakkan rancangan prasarana wilayah, seperti jalan raya, dan lainlainnya, perlu diadakan evaluasi mengenai tingkat ketelitiannya. Dengan demikian dapat diketahui seberapa jauh tingkat ketelitian yang dihasilkan citra tersebut sebagai media untuk perancangan prasarana wilayah. 2. TINJAUAN PUSTAKA Ketelitian peta menurut Takasaki (1983), mencakup kesalahan akibat serangkaian: pengukuran, plotting data pengukuran, dan lainlainnya. Hubungan antara kesalahan pengukuran jarak di atas peta terhadap jarak sebenarnya yang diijinkan (toleransi), yakni sebesar 0,2 mm sampai 0,5 mm (pada peta), sehingga persamaan yang digunakan: Sj = (0,5 x penyebut skala) (2.1) Keterangan: Sj = simpangan baku jarak (mm) mm = millimeter 0,5 = factor kesalahan Pada penelitian ini yang diukur di lapangan (terestrial) maupun yang diukur di atas citra (piktorial) berupa jarak antar 2 titik pojok bidang, sehingga membentuk luasan bidang. Maka persamaan luas bidang dapat memanfaatkan rumus {2.1) yang dimodifikasi dengan cara dikuadaratkan, karena satuan luas merupakan fungsi kwadrat dari satuan panjang. Dengan demikian persamaan ketelitian luas menjadi: SL = (0,5x penyebut skala) 2 (2.2) Keterangan: SL = simpangan baku luas (mm 2 ) mm = millimeter 0,5 = factor kesalahan Sedangkan ketelitian yang dikeluarkan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah, melalui kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk pekerjaan kontrol kualitas pengukuran dan pemetaan kadastral pada LMPDP (Land Management Policy and Development Program) tahun 2005. Dinyatakan bahwa toleransi ketelitian dalam melakukan identifikasi bidang tanah yang diukur ditentukan dengan persamaan: KL [ 0,5 L (2.3) Keterangan: KL = ketelitian luas yang masih diperbolehkan dalam identifikasi (m 2 ) L = luas bidang tanah yang diukur di lapangan 3. METODE PELAKSANAAN Metode pelaksanaan yang digunakan pada penelitian ini merupakan gabungan antara metode piktorial dan terestrial. Rincian dan alur tahapan pelaksanaan (gambar 1) dapat dilihat seperti berikut. PERSIAPAN CITRA SATELIT PENGADAAN OPERATOR DAN SURVEYOR PERALATAN PILIHAN METODE PELAKSANAAN IDENTIFIKASI DI LAPANGAN IDENTIFIKASI OBJEK IDENTIFIKASI DI KOMPUTER TERESTRIAL PENGUKURAN DI LAPANGAN DIJITASI DI KOMPUTER PIKTORIAL PENENTUAN LUAS HASIL DARI LAPANGAN PENENTUAN LUAS HASIL DARI KOMPUTER ANALISIS KESIMPULAN Gambar 1 Tahapan dan alur pelaksanaan

D. Bambang Sudarsono, Ketelitian Citra Satelit Quick Bird untuk Perancangan Prasarana Wilayah 29 Media yang digunakan untuk penelitian ini berupa citra satelit, sehingga print outnya dibawa ke lapangan untuk keperluan identifikasi. Sedangkan citra dijitalnya diidentifikasi melalui personal komputer. Sebagai contoh, objek yang berhasil direkam oleh Satelit Quick Bird dapat dilihat pada citra satelit (gambar 2). a. Lahan Pekarangan b. Lahan Persawahan Gambar 2 (a dan b) Citra Satelit Quick Bird Sehingga untuk selanjutnya dapat dilakukan identifikasi. Ternyata objek yang berupa lahan persawahan relatif lebih mudah di-identifikasi dari pada objek lahan perswahan. Kemudahan itu terletak pada tingkat kejelasan batas sawah yang berupa garis, disamping lahannya yang relatif terbuka (open space). Sedangkan pada objek pekarangan, identifikasi batas pekarangan relatif lebih sulit, karena rimbunnya vegetasi penutup lahan. Selanjutnya dilakukan identifikasi di lapangan dengan membawa print-out citra satelit, untuk dicocokkan titik dan garis batas tiap objek petak sawah. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan dan pengalaman melakukan interpretasi dan identifikasi citra, agar tidak tersesat atau keliru dengan objek lain yang bukan menjadi objek penelitian. Berdasar titik batas yang telah diidentifikasi tersebut, maka dilakukan pengukuran jarak dan sudut pada sejumlah titik-titik batas objek petak sawah yang dimaksud. Dengan sejumlah titik batas, selanjutnya digambar di komputer dengan perangkat lunak AutoCAD Land Development, untuk memperoleh nilai luas masing-masing petak sawah yang digunakan sebagai sampling. Identifikasi di komputer terhadap citra satelit dijital, juga dilakukan dengan cara melakukan vektorisasi atau dijitasi objek petak sawah (titik dan garis batas) yang digunakan sebagai sampling, sesuai pengukuran sampling pada saat di lapangan. Setelah dilakukan dijitasi, maka objek petak sawah dapat diketahui luasnya. Dengan demikian dapat diperoleh dua buah nilai luas pada objek yang sama, sehingga dapat dilakukan analisis spasial-komparatif. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dengan cara spasial-komparatif, yakni membandingkan hasil nilai luas objek yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (terestrial) dengan yang diperoleh dari hasil dijitasi objek di komputer (piktorial) Gambar 3 berikut ini memperlihatkan tampilan citra satelit pada objek berupa lahan persawahan, yang telah dilakukan identifikasi dan diplot gambar bidang luasnya hasil dari terestrial dan piktorial. Garis yang membentuk bidang segi empat merupakan garis yang digambar di komputer dengan latar belakang gambar citra satelit. Petak garis antara hasil terestrial dan piktorial terlihat tidak simetri, atau terjadi pergeseran grafis, dan ini telah dibuktikan dengan adanya perbedaan luas areal. Angka sebelah kiri dari nama pemilik sawah

30 JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 27-32 merupakan angka luas hasil digitasi piktorial, sedangkan angka di sebelah kanan dari nama pemilik merupakan angka luas terestrial. PROSENTASE (%) 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 PROSENTASE PENYIMPANGAN NO. BIDANG 5. Grafik prosentase penyimpangan NILAI PENYIMPANGAN 350m2 300m2 Simpangan (%) Simpangan (m2) 14.0% 12.0% 250m2 10.0% 200m2 8.0% 150m2 6.0% Gambar 3.Identifikasi luas bidang di citra 100m2 50m2 0m2 4.0% 2.0% 0.0% SELISIH LUAS (m2) LUAS PENYIMPANGAN 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739 NO.BIDANG Gambar 4. Grafik penyimpangan luas bidang Rerata penyimpangan tersebut 98,15m 2, sedang penyimpangan terkecil 10,00m 2 milik Toat, penyimpangan terbesar 292,00m 2 milik Karso. Bila dilihat dari nilai piksel yang berukuran 0,61x0,61 m 2, mestinya penyimpangan luas tidak sebesar itu. Hal ini bisa saja terjadi karena tergantung pada kecermatan dan akurasi operator dalam melakukan interpretasi dan identifikasi objek, atau ketajaman citra yang kurang, sehingga identifikasi piktorial tidak dapat lebih tajam. Pada grafik penyimpangan luas (gambar 4) yang terlihat cukup fluktuatif, hal ini diakibatkan oleh luas objek yang diukur tidak seragam ukurannya, atau sangat bervariasi. NOMOR BIDANG Gambar 6. Grafik nilai penyimpangan Ternyata secara visual pada umumnya ada korelasi positif, hanya pada bidang no.6 yang terlihat tidak sinkron. Hal ini kemungkinan adanya tidak kecermatan pengukuran di tempat tersebut, namun secara umum telah terjadi sinkronisasi atau berkorelasi positif. 4.1 Evaluas Nilai Penyimpangan Dalam rangka melakukan evaluasi nilai penyimpangan luas bidang, ditempuh beberapa cara dengan menggunakan beberapa standar ketelitian sebagai alat evaluator, seperti standar BPN, standar Takasakhi, dan standar interpretasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan instansi pemerintah yang sangat berkompeten di dalam hal ketelitian pengukuran, karena untuk pembuatan seripikat tanah diperlukan gambar bidang tanah yang sangat teliti. Sertipikat tanah merupakan bukti hak atas bidang tanah sehingga bila terjadi ketidak akuratan dalam melaksanakan pengukuran tanah akan berakibat pada sanksi pidana dan perdata. Dengan demikian nilai penyimpangan luas tiap bidang tersebut, dicoba untuk dievaluasi terhadap ketelitian yang

D. Bambang Sudarsono, Ketelitian Citra Satelit Quick Bird untuk Perancangan Prasarana Wilayah 31 350,00 14,00 300,00 12,00 250,00 10,00 200,00 8,00 150,00 6,00 100,00 4,00 50,00 2,00 0,00 0,00 di standarkan oleh BPN. Lebih jelasnya pada gambar 7, yang memperlihatkan secara umum bahwa dari sampel yang diukur ternyata 89,74% berada diluar toleransi. Dengan demikian sangat signifikan dikatakan bahwa citra satelit Quick Bird tidak dapat digunakan sebagai media untuk keperluan pemetaan yang dikategorikan teliti. 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 LUAS PENYIMPANGA N TOLERANSI BPN Gambar 7. Grafik penyimpangan terhadap standar BPN Takasaki yang berpengalaman di bidang ke- PU-an juga mengeluarkan standar ketelitian peta berdasar skala peta yang digunakan. Pada gambar 8, secara grafis terlihat penyimpangan yang jauh di luar toleransi. Dengan demikian membuktikan bahwa pemetaan dengan media citra satelit PROSENTASE LUAS PENYIMPANGAN TOLERANSI Quick bird tidak dapat PENYIMPANGAN TOLERANSI digunakan untuk TAKASAKI perencanaan detail perancangan kepu-an, mengingat secara total nilai penyimpangan di luar toleransinya. 1 3 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 5 7 9 11 Gambar 8. Grafik penyimpangan terhadap standar Takasaki Gambar 9. Grafik penyimpangan terhadap standar interpretasi 4.2. Evaluasi Interpretasi Interpretasi merupakan bagian dari metode penggunaan suatu citra, baik berupa citra foto maupun citra satelit. Pada umumnya untuk keperluan perancangan wilayah banyak digunakan citra satelit atau foto udara, karena dapat memperlihatkan fenomena di atas permukaan bumi secara faktual. Sebelum melakukan perancangan diatas media citra, perlu diuji dulu sejauh mana penyimpangan obyek di citra dari aspek geometrinya, melalui interpretasi penginderaan jauh. Pada tabel 4.8, dapat dilihat bahwa setiap prosentase penyimpangan kurang dari 10%, kecuali bidang no.30. Hal ini menujukkan dan sekaligus membuktikan bahwa citra tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media perancangan wilayah, walaupun terbatas untuk perancangan pada tingkat pendahuluan atau semi detail, bila dilengkapi dengan gambar garis kontur. Sedangkan untuk tingkat perancangan detail tetap harus dilakukan pengukuran terestrial. Pada gambar 9, ditegaskan lagi bahwa citra tersebut sangat baik untuk interpretasi atau perancangan awal, karena prosentase penyimpangannya masih berada di bawah 10%, yang lazim digunakan sebagai standar oleh para interpreter. Artinya objek yang tampak pada citra masih cukup jelas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk perancangan infrastruktur wilayah pada tingkat pendahuluan sebelum pada tahap semi detail dan detail. 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat disajikan pada artikel ini, antara lain: a. Dari aspek ketelitian geometriknya, citra tersebut hanya dapat dimanfaatkan sebagai media perancangan prasarana wilayah secara terbatas, karena 89,74 % dari sampel yang diambil terjadi penyimpangan geometri di luar toleransi yang ditentukan

32 JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 27-32 b. Dari aspek ketajaman citra, sangat baik untuk digunakan sebagai media interpretasi penginderaan jauh, karena ketelitian interpretasi lebih dari 90 %, sehingga dengan ketajaman ini citra satelit Quick Bird pula dimanfaatkan untuk perancangan prasarana wilayah pada tingkat penjajagan, seperti untk preliminary design jaringan drainase, jalan raya, perpipaan, transamisi lintrik tegangan tinggi dan lain-linnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Kerangka Acuan Pekerjaan Kontrol Kualitas Pengukuran dan Pemetaan. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi Jawa Tengah, Semarang, 2005 Avery, T Eugene,. Penafsiran Potret Udara. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta, 1989 Basuki, Slamet. Ilmu Ukur Tanah. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah mada, Yogyakarta, 2005. Sudarsono, D.Bambang.. Kehandalan Citra SPOT untuk Pengukuran Luas Lahan Permukiman Kotamadya Semarang, Laporan Thesis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, 1993. Sudarsono, D.Bambang. Menggambar Kontur 3 Demensi Secara Mudah dan Cepat dengan AutoCAD Land Development. Edisi 2, ISBN 979-731-614-9, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005 Soesilo, I. Teknologi Penginderaan Jauh di Indonesia. ISBN 979-619-000-5, Penerbit CV Aksara Buana. Jakarta, 1994. Takasaki, M. Sosrodarsono, S, Gayo, MY, Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Edisi 2, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1983