TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

ix

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Informasi Geografis dalam Susanto (2007), adalah sistem yang

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

ANALISIS DAN SINTESIS

EKOSISTEM. Yuni wibowo

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 km 2 yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

Pengertian Sistem Informasi Geografis

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Suhu Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah (Winarso, 2008). Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata rata dari pergerakan molekul molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda benda lain atau menerima panas dari benda benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Yani, 2009). Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetpi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002).

Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 2002). Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002). Fluktuasi Suhu Udara Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya (IPTEK) yang pesat telah menyebabkan peta ekonomi dan politik dunia berubah secara mendasar, membawa tantangan, masalah dan peluang, serta harapan baru. Semakin banyak bermunculan fenomena masalah lingkungan di perkotaan seperti suhu udara yang semakin meningkat, tingkat polusi udara semakin tinggi, rusak

atau hilangnya berbagai habitat yang diikuti menurunnya keanekaragaman flora dan fauna, hilang dan rusaknya pemandangan, serta berbagai macam masalah sosial. Setiap pembangunan lahan hijau atau vegetasi selalu menjadi korban. Padahal vegetasi mempunyai peranan penting dalam ekosistem (Irwan, 2005). Di Indonesia, kurang lebih 70 % pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan serta meningkatkan angka kematian bayi Indonesia (Susanta dan Hari, 2008). Di Indonesia, pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan emisi rumah kaca (Irwan, 2005). Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk menunjang aktivitas manusia. Di sisi lain, jumlah tumbuh-tumbuhan yang menggunakan CO 2 hanya sedikit. Dengan demikian gas CO 2 semakin meningkat (Susanta dan Hari, 2008). Miller (1986) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa bangunan beton dan jalan aspal menyerap panas sepanjang hari dan melepaskannya dengan lambat pada malam hari. Pusat kota tidak hanya lebih panas dari pinggir kota tetapi juga kurang nyaman, mengandung banyak polusi, kurang sinar matahari, kurang angin, dan kelembapannya rendah. Hasil penelitian Duckworth et al (1954) dalam Irwan (2005) menunjukkan kesan suhu udara kota yang lebih panas daripada lingkungan di sekitarnya, seolah-olah sebuah pulau panas terapung di atas media yang lebih dingin. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa suhu udara maksimum di

sebuah kota biasanya terletak di daerah padat penduduk yang merupakan pusat kota terpanas. Sedangkan suhu udara terendah terletak di tepi kota, dan dipinggir pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota, dan dipinggir pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah penting (Irwan, 2005). Hal ini terjadi karena adanya penambahan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding bangunan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari terbenam (Irwan, 2005). Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global akan meningkatkan berbagai macam penyakit terhadap manusia, juga akan berpengaruh langsung terhadap ketahanan pangan karena tumbuhan terganggu. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak negatif pada kehidupan di daerah pesisir pantai karena gelombang pasang dan banjir yang sering terjadi, hujan lebat, badai, kekeringan yang silih berganti, sulitnya ketersediaan air bersih, serta penyebaran berbagai penyakit (Susanta dan Hari, 2008). Pengukuran Suhu Termometer adalah alat untuk mengukur suhu. Termometer Merkuri adalah jenis termometer yang sering digunakan oleh masyarakat awam. Merkuri digunakan pada alat ukur suhu termometer karena koefisien muainya bisa

terbilang konstan sehingga perubahan volume akibat kenaikan atau penurunan suhu hampir selalu sama (Rotib, 2007). Alat ini terdiri dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca dengan kandungan Merkuri di ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat sedemikian rupa sehingga hampa udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan mengembang naik ke arah atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai dengan skala yang telah ditentukan. Skala suhu yang paling banyak dipakai di seluruh dunia adalah Skala Celcius dengan poin 0 untuk titik beku dan poin 100 untuk titik didih (Rotib, 2007). Termometer Merkuri pertama kali dibuat oleh Daniel G. Fahrenheit. Peralatan sensor panas ini menggunakan bahan Merkuri dan pipa kaca dengan skala Celsius dan Fahrenheit untuk mengukur suhu. Cara kerja termometer Merkuri : 1. Sebelum terjadi perubahan suhu, volume Merkuri berada pada kondisi awal. 2. Perubahan suhu lingkungan di sekitar termometer direspon Merkuri dengan perubahan volume. 3. Volume merkuri akan mengembang jika suhu meningkat dan akan menyusut jika suhu menurun. 4. Skala pada termometer akan menunjukkan nilai suhu sesuai keadaan lingkungan. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Suhu Udara Adanya aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan.

Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan pertanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus et al, 2006). Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan pada penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyekobyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami. Klasifikasi penutupan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutupan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutupan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus et al, 2006). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan menunjukkan bahwa bagian tengah kota menunjukkan suhu yang lebih tinggi 3-4 Celcius dibandingkan dengan wilayah sekitarnya (Caldwell, 1981 dalam Widyawati et al 2006). Perbedaan ini terjadi sepanjang tahun. Namun pada musim panas, perbedaan suhu tersebut nampak lebih tajam. Ada beberapa hal yang menyebabkan gejala ini terjadi. Hal utama yang ditemukan oleh Caldwell adalah luasnya tutupan lahan yang berupa pengerasan (seperti semen dan aspal). Semakin kering tanah, semakin sedikit panas yang dipancarkan melalui evaporasi.

Sementara itu, kota cenderung memiliki udara yang lebih buruk untuk melepaskan panas dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini terjadi karena luasnya daerah tutupan berupa pengerasan dan rapatnya bangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya penataan ruang yang baik agar masyarakat dapat hidup nyaman (Widyawati et al, 2006). Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bagi Stabilitas Suhu Udara Kota membutuhkan vegetasi (tumbuh-tumbuhan), karena tumbuhtumbuhan mempunyai peranan dalam segala kehidupan makhluk hidup selain nilai keindahan bagi masyarakat. Tumbuhan yang ada di pekarangan dan halaman bangunan kantor, sekolah, atau di halaman bangunan lainnya serta tumbuhan yang ada di pinggir jalan, baik jumlah dan keanekaragamannya semakin menurun. Sebagai akibatnya fungsi tumbuhan sebagai penghasil oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia untuk proses respirasi (pernafasan) serta untuk kebutuhan aktivitas manusia semakin berkurang, karena proses fotosintesis dari vegetasi semakin berkurang. Sebaliknya, keberadaan gas CO 2 semakin tinggi karena semakin meningkatnya asap kendaraan bermotor, limbah industri, dan aktivitas lainnya dari penduduk kota semakin meningkat (Irwan, 2005). Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan di perkotaan mengingat proses fotosintesis tumbuhan yang terjadi apabila ada sinar matahari dan dibantu oleh enzim, yaitu suatu proses di mana zat-zat anorganik H 2 O dan CO 2 oleh klorofil diubah menjadi anorganik, karbohidrat serta O 2. Tumbuhan hijau akan menjaring CO 2 dan melepas O 2 kembali ke udara. Grey dan Deneke (1978) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa setiap tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini

mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO 2 dan 25.000 juta hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO 2 yang ekuivalen dengan CO 2 yang dihembuskn oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama. Pentingnya peranan tumbuhan di bumi ini dalam upaya penanganan krisis lingkungan terutama di perkotaan sehingga sangat tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan penghijauan perkotaan/ hutan kota (Irwan, 2005). Dengan adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. Hasil penelitian di Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya, bisa mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius. RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang diatas kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat (Dwiyanto,2009). Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Pengertian hutan kota berbeda dengan

pengertian hutan yang dipahami selama ini. Hutan kota diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan di perkotaan dengan menyerap hasil negatif yang disebabkan aktivitas kota. Aktivitas kota dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun (Irwan, 2005). Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, meyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Hasil negatif kota antara lain meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban, kebisingan, debu, polutan lainnya, dan hilangnya habitat berbagai burung karena hilangnya berbagai vegetasi dan RTH. Dalam hal ini diharapkan hutan kota dapat menyerap panas, meredam suara bising di kota, mengurangi debu, memberikan estetika, membentuk habitat untuk berbagai jenis burung atau satwa lainnya (Irwan, 2005). Aplikasi Sistem Informasi Geografis Pada Pemetaan Suhu Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis (Nuarsa, 2005) sedangkan menurut Husein (2006) SIG merupakan komputer yang berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan geografi bumi. Defenisi SIG selalu berubah karena SIG merupakan bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif masih baru.

Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data manual atau informasi manual, adalah memperkecil kesalahan manusia, kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari simpanan data SIG secara cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut tetapi penggabungan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan data statistik dan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan data statistic dan batas-batas dan area yang Nampak pada peta (Howard, 1996). Keuntungan utama dari SIG adalah memberi kemungkinan untuk mengindentifikasi hubungan spasial diantara data geografis dalam bentuk peta. SIG tidak hanya sekedar menyimpan peta menurut pengertian konvensional yang ada dan SIG tidak pula sekedar menyimpan citra atau pandangan dari area geografi tertentu. Akan tetapi, SIG dapat menyimpan data menurut kebutuhan yang diinginkan dan menggambarkan kembali sesuai dengan tujuan tertentu. SIG menghubungkan data spasial dengan informasi geografi tentang feature tertentu pada peta. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari feature yang disajikan secara grafik (Pardede, 2008). SIG adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabadabad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose)

menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas administratif suatu wilayah atau negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (spatial distribution) kenampakankenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya (Nugrahani,2006). Analisis Citra Satelit Analisis citra visual atau interpretasi foto dapat didefenisiskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam foto tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya. Interprtasi visual merupakan kegiatan pemecahan masalah yang meliputi deteksi dan identifikasi obyek di muka bumi pada foto udara, dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial, dan kadang-kadang di dalam kehutanan dengan melalui kondisi temporalnya. Adapun unsur-unsur pengenalan citra yang penting adalah enam buah, yakni rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan dan pola, tinggi, situs dan asosiasi serta adanya perubahan terhadap unsur waktu (Howard,1996). Landsat TM (Thematic Mapper) dan SPOT (System Pour 1 Observation de la Terre) merupakan satelit yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan tata guna lahan dan tata ruang kota. Menurut Howard (1996), landsat TM memiliki kelebihan pada resolusi spektral dengan 6 saluran tampak/inframerah dan 1 saluran termal dengan resolusi spasialnya sebesar 30x30 m. Resolusi spasial yang semakin tinggi dengan dikombinasikan perluasan spektral ternyata sangat membantu dalam pemetaan tematik sumberdaya hutan.

Sistem citra Landsat TM meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang, yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM adalah saluran dengan gelombang biru (0,45-0,52) µm, saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60) µm, saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69) µm, saluran 4 dengan gelombang inframerah dekat (0,76-0,90) µm, saluran 5 dengan gelombang inframerah pendek (1,55-1,75) µm, saluran 6 dengan gelombang inframerah termal (10,40-12,50) µm, dan saluran 7 dengan gelombang inframerah pendek (2,08-2,35) µm. Satelit Landsat 7 akan dilengkapi dengan fasilitas penerima system posisi lokasi (Ground Positioning Sistem/GPS receiver) untuk meningkatkan ketepatan letak satelit didalam jalur orbitnya (Purwadhi, 2001). Normalized Diferential Vegetation Index (NDVI) Vegetasi perkotaan dapat mempengaruhi udara disekitarnya secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merubah kondisi atmosfer lingkungan udara. PP RI No. 63/2002 menyebutkan bahwa fungsi vegetasi di perumahan ditekankan sebagai penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap polutan, penyerap kebisingan, penahan angina dan peningkatan keindahan. Kondisi dan keberadaan vegetasi di daerah perkotaan dapat diketahui dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemanfaatan penginderaan jauh dengan melihat nilai indeks vegetasi (Syakur dan Sandi, 2009).

Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup. Indeks vegetasi adalah pengukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital dari data penginderaan jauh yang digunakan untuk mengukur biomassa atau intensitas vegetasi di permukaan bumi (Tampubolon et al, 2008). Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km 2 ) atau 3.6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar (BPS, 2002). Secara geografis kota Medan terletak pada 3º 30' - 3º 43' Lintang Utara dan 98º 44' Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut : - Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka - Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang - Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang - Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang Luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut Tabel 1. Luasan Kota Medan Hingga Tahun 2005 No Lokasi Luas sebenarnya Luas (Ha) Luas (%) 1 Pemukiman 9.623 36,3 2 Perkebunan 822 3,1 3 Lahan Jasa 503 1,9 4 Sawah 1.617 6,1 5 Perusahaan 1.113 4,2 6 Kebun Campuran 12.035 45,4 7 Industri 398 1,5 8 Hutan Rawa 477 1,8 Total 26.510 100 Sumber : BPS Kota Medan, 2005

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC. Suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84-85%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia (BPS, 2002). Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya (BPS, 2005).