BAB III SOLUSI BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN YIELD MANAGEMENT DI HOTEL X

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI

PENENTUAN HARGA JUAL KAMAR HOTEL SAAT LOW SEASON DENGAN METODE COST-PLUS PRICING PENDEKATAN VARIABEL COSTING

BAB I PENDAHULUAN. pendukung utama yang menunjang dalam bisnis di bidang pariwisata. Sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta masih menjadi daerah wisata yang menarik. yang disediakan bagi wisatawan untuk memperoleh pelayanan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menjawab rumusan masalah adalah sebagai berikut:

STUDI KELAYAKAN PROYEK PEMBANGUNAN JAMBULUWUK HOTEL, PETITENGET-BALI

Analisa Investasi Hotel Axana (Ex Ambacang) - Padang. Oleh: Gusriani

PENETAPAN TARIF PROPERTI RITEL HIBURAN PADA BANJARMASIN ONE STOP ENTERTAINMENT CLUB (BOEC)

BAB I PENDAHULUAN. hotel terhadap pelanggannya misalnya fasilitas kolam renang, restoran, fitness center,

IV. METODE PENELITIAN

EVALUASI KEPUTUSAN PEMBERIAN POTONGAN TARIF SEWA KAMAR (STUDI KASUS PADA HOTEL JENTRA DAGEN YOGYAKARTA) AYU MAYLISA AGUS BUDI R.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting

Evaluasi Kelayakan Investasi The Safin Hotel di Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Evaluasi Kelayakan Investasi The Safin Hotel di Kabupaten Pati, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pemerintah daerah (Undang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

DAFTAR ISI... Halaman ABSTRAKSI.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang Penelitian 1

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta adalah sebuah Kecamatan yang berada di Kabupaten

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1

BAB V PENUTUP. yang mempengaruhi intensitas persaingan pada industri perhotelan kelas

BAB 4 STUDI KELAYAKAN INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI PADA PT. PELAYARAN SINDUTAMA BAHARI

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di D.I. Yogyakarta pada

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 85 TAHUN 2014 TENTANG

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat The Cipaku Garden Hotel dalam bentuk CV atas nama Hendro Wibowo beserta putrinya,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. bidang pariwisata semakin pesat, United Nations World Tourism Organization

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

BAB 3 METODE PENELITIAN. Table 3.1 Definisi Kelayakan Investasi. Aspek Studi Kelayakan Bisnis

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. selling, (Anderassen et al, 1997) dengan tujuan membangun citra yang kuat

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISA DAN PEMBAHASAN

UNIT A : Luas Tanah : 140 M2 Luas Bangunan : 128 M2 SHM 6504, Kuta Utara, Badung. Kamar I. Kolam Renang : 7 m x 3.5 m Roof Top Balcony : 27 m 2

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii

STUDI KELAYAKAN USAHA PADA PEMBUKAAN CABANG BARU TOKO BANGUNAN SINAR MULIA 2. Rendy Niechual

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM AKURASI PERHITUNGAN TARIF KAMAR PADA HOTEL AZIZA BY HORISON PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya, dengan pariwisata juga kita bisa reffresing untuk mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini industri pariwisata Indonesia mengalami perkembangan

LABORATORIUM MANAJEMEN MENENGAH

EXECUTIVE SUMMARY MARKETING PLAN. Business Plan Salon Mobil ++ Kewirausahaan/Contoh Proposal Usaha/ BDS-Doc. Latar belakang. Tujuan dan Manfaat Bisnis

2014 PENGARUH PRICE FAIRNESS TERHADAP KEPUTUSAN MENGINAP TAMU BILIQUE HOTEL BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 PENGARUH ELECTRONIC WORD OF MOUTH TERHADAP KEPUTUSAN MENGINAP.

Analisa Investasi Hotel Axana (Ex Ambacang) Padang

Analisa Investasi Hotel Axana (Ex Ambacang) Padang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi di Indonesia selama 2004 diwarnai sejumlah agenda

BAB 6 ASPEK KEUANGAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu PT X dalam. perencanaan dan pencapaian laba melalui pendekatan analisis Break Even pada

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Manajemen pendapatan (yield management)merupakan teknik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan didirikan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAHAN ABSTRAK ABSTRACT LEMBAR PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH

PENGARUH TINGKAT HUNIAN PADA KEPUTUSAN INVESTASI PROYEK HOTEL SANTIKA GUBENG SURABAYA

KEBIJAKAN DALAM PENETAPAN HARGA JUAL JASA KAMAR PADA HOTEL BATIK YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Tahun 2012 Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara. Tahun 2009

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGELOLAAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sejak dilaksanakannya deregulasi sektor keuangan pasca krisis. moneter dan perubahan kebijaksanaan ekonomi yang dilakukan Pemerintah,

Salam Hangat dari Andaraja Tour

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya untuk bersenang - senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang

Bab 4 EVALUASI INVESTASI TEKNOLOGI INFORMASI PT. GEMA INSANI

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi yang semakin membuka peluang pengusaha untuk turut

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sendiri digunakan di semua organisasi: manufacturing, merchandising and service (Hansen, Mowen, 2005).

DAN ANALISIS TEKNO EKONOMI

Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Menentukan Cost Kamar Hotel Pada XYZ Hotel

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS INVESTASI BUDI SULISTYO

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Perencanaan Laba Dalam Kondisi Berisiko Pada Koperasi Karyawan Mustikatama di Lumajang

MODEL STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN SEDERHANA

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

TIBUBENENG VILLAS INVESTMENT VILLA ( v i l l a t e l )

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mancanegara untuk berkunjung. Seiring dengan meningkatnya kunjungan

BAB I PENDAHULUAN. Harga merupakan salah satu elemen dari pemasaran yang ditetapkan oleh

IV. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pada AHASS Pasirkaliki Motor yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA KELAYAKAN RUMAH KOST DI DAERAH KAMPUS HENDRAJAYA PEMBIMBING : SONNY SITI SONDARI,

Studi Kelayakan HOTEL BERBINTANG di PROVINSI KEPULAUAN RIAU, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Nama Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung di Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. cepat, dikarenakan oleh kunjungan wisatawan yang semakin meningkat untuk datang

Transkripsi:

BAB III SOLUSI BISNIS 3.1. Kebijakan perusahaan pada saat ini Hotel X pada saat sekarang melakukan yield management dengan menerapkan tarif yang lebih tinggi pada saat-saat high season dan weekend. Sedangkan pada workdays dan low season, hanya satu tarif yang dibebankan kepada konsumen. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan, pada saat weekend low season, harga yang dikenakan pada konsumen tetap terdiskon. Segmentasi yang dipakai oleh Hotel X ini membagi konsumen menjadi konsumen personal dan konsumen corporate. Konsumen personal adalah pelanggan yang bertindak atas nama dirinya sendiri. Sedangkan konsumen corporate adalah pelanggan yang bertindak atas nama institusinya. Perbandingan prosentase tingkat okupansi antara konsumen personal dan konsumen corporate digambarkan dalam tabel di bawah ini: 100,00% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% 2004 2005 2006 2007 CORP PERS Gambar 3.1. Perbandingan Okupensi Konsumen Kebijakan penetapan harga yang dipakai oleh Hotel X adalah pricing based on competition. Harga yang diterapkan oleh Hotel X selalu di bawah pesaing. 25

Harga yang diberikan untuk konsumen personal pada hari biasa adalah sebesar Rp.328.000,00; sedangkan untuk akhir pekan (Jumat-Sabtu) adalah sebesar Rp.410.000,00. penambahan extrabed akan dikenakan charge sebesar Rp.100.000,00. Harga yang ditetapkan untuk pelanggan corporate pada hari biasa dan akhir pekan adalah sama, yaitu sebesar Rp.410.000,00. Pada saat long weekend tarif yang dikenakan untuk kedua segmen pelanggan ini adalah sebesar Rp.465.000,00. Tabel di bawah ini menggambarkan tarif yang dikenakan kepada konsumen Hotel X Tabel 3.1 Harga Kamar Hotel X (Sebelum Pajak) Komponen harga di industri perhotelan juga terdiri dari unsur pajak hotel yang dibebankan oleh pemerintah daerah dan service charge yang dibagikan ke karyawan hotel sebagai komponen gaji. Pajak hotel yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar 10% dari harga jual. Service charge yang dibebankan kepada konsumen adalah sebesar 11%. Jadi total bagian dari harga tambahan yang dibebankan sebagai konsumen adalah sebesar 21%. Tabel 3.2 Harga Kamar Hotel X (Setelah Pajak) 26

3.2. Rencana ekspansi Dengan pertumbuhan pasar hotel yang cukup besar di Bandung, pemilik Hotel X merencanakan untuk ekpansi dengan meningkatkan jumlah kamar dan menambah fasilitas di Hotel X seperti kolam renang, dan convention hall. Jumlah kamar yang direncanakan akan dibangun adalah sebanyak 35 kamar superior dengan ukuran 28 meter persegi. Convention hall dibangun sebanyak 2 buah. Penambahan kapasitas ini ditargetkan selesai pada bulan September 2008 dan memakan biaya kurang lebih sembilan milyar rupiah Perkiraan harga yang akan dikenakan setelah selesainya bangunan adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Perkiraan Harga Kamar Hotel X (Setelah Pajak) 3.3. Pesaing Kondisi persaingan di hotel bintang tiga di Bandung cukup ketat. Akan tetapi dalam kondisi saat ini, permintaan secara umum tetap lebih banyak daripada penawaran yang tersedia, terutama pada saat-saat akhir pekan panjang dan masa liburan. Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009, jumlah hotel di Bandung akan bertambah banyak. Beberapa hotel baru akan dibuka di kota Bandung ini. Sedangkan hotel-hotel yang sudah eksis, terdapat penambahan kapasitas dari hotel. Tabel di bawah ini menggambarkan penambahan jumlah kamar di Bandung dan perkiraan pembukaan hotel-hotel tersebut. 27

Tabel 3.4 Hotel Baru yang Akan dibuka Di Bandung Tabel 3.5 Penambahan Kapasitas Hotel di Bandung AVG 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Grand Serella Santika Topas Mitra Grand Pasundan Perdana Wisata Panghegar Permata Nalendra Imperium Gambar 3.2. Grafik Tingkat Okupensi Hotel di Bandung 28

Tabel 3.6 Harga Kamar di Hotel Lain 3.4. Struktur Biaya Pemisahan biaya yang terjadi di Hotel X secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya biaya yang tidak terpengaruh akan jumlah penjualan yang terjadi. 29

Biaya ini tetap ada meskipun tidak ada penjualan sama sekali. Biaya tetap yang terjadi di Hotel X yang nilainya cukup material adalah biaya listrik, biaya tenaga kerja untuk departemen room, biaya tenaga kerja administrasi, dan biaya pajak bumi dan bangunan. Tabel 3.7 Fixed Cost Hotel X Biaya variabel adalah biaya yang terjadi seiring dengan penjualan yang terjadi di hotel. Setiap ada tamu yang menginap di hotel, maka tamu mendapat sarapan pagi. Biaya yang dibebankan atas sarapan pagi ini adalah sebesar Rp.30.000,00 per orang dengan maksimal dua orang per kamar. Biaya variabel lain yang cukup penting terjadi di hotel adalah biaya ammenities. Ammenities adalah paket sampoo, sabun dan pasta gigi yang harus digantikan dengan yang baru setelah kamar ditinggali oleh konsumen. Tabel 3.8 Variable Cost Hotel X 30

Tabel 3.9 Perkiraan Biaya perkiraan biaya yang terjadi untuk tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada tabel 3.8 di atas. Perkiraan biaya ini memperhitungkan asumsi kenaikan sebesar 10% masing-masing terhadap biaya tahun sebelumnya. 3.5. Penentuan level proteksi (protection level) Cara konvensional untuk menerima reservasi adalah dengan metode pertama datang, pertama dilayani (first come,first serve). Dengan cara ini tamu yang datang dahulu, ialah yang mendapatkan kamar yang ada. Hal ini lumrah dilakukan jika hotel hanya memberlakukan satu tarif untuk semua tamu dan setiap saat. Akan tetapi jika ada tarif yang berbeda untuk tamu hotel, maka akan lebih baik untuk memberlakukan level proteksi. Level proteksi adalah jumlah kamar yang dicadangkan untuk harga tertentu. Misalnya level proteksi yang ditetapkan untuk hotel X adalah sebesar 25 kamar, hal ini berarti 25 kamar ini diberlakukan untuk harga tanpa diskon. Batas pemesanan adalah jumlah kamar maksimal yang diperbolehkan untuk tarif diskon. Jadi secara matematis, hubungan level proteksi dan batas pemesanan dapat digambarkan sebagai berikut: Level proteksi untuk harga non diskon = total kapasitas batas pemesanan harga diskon 31

Supaya level proteksi yang ditetapkan oleh pihak manajemen Hotel X berjalan dengan baik, hal terpenting yang harus dilakukan oleh manajemen adalah penetapan segmentasi pasar. Pihak manajemen harus mengetahui segmen mana yang bersedia untuk membayar dengan harga non-diskon. Business traveller adalah segmen utama yang biasanya tidak terlalu terpengaruh oleh harga. Ketika perjalanan dinas dibiayai oleh pihak perusahaan, biasanya harga tidak terlalu menjadi pertimbangan dari konsumen dibandingkan jika konsumen membayar dari kocek pribadinya. Positioning dari hotel X dari awal telah diterapkan untuk business traveller, terutama dari pihak instansi pemerintahan. Namun seiring dengan perkembangan pasar pariwisata kota Bandung, terutama setelah dibukanya jalan tol Cipularang, pasar konsumen personalpun menjadi terbuka. Supply hotel di Bandung yang lebih sedikit dari demand membuat konsumen personal bersedia membayar mahal ketika berlibur di kota Bandung. Tahap penentuan level proteksi (Cachon & Terwiesch, 2006, 325) 1. evaluasi critical ratio Cu Critical _ Ratio = C + C o u r = h r r h l 2. Cari nilai Q dalam fungsi F(Q)=Critical Ratio, dimana F(Q) adalah probabilitas dari high fare demand. 3. level proteksi yang optimal untuk high fare demand adalah sebesar Q, yang berarti pula batas pemesanan untuk low fare adalah sebesar kapasitas-q. Yang dimaksudkan dengan Cost Underage (Cu) adalah biaya yang diakibatkan karena kebijakan proteksi kamar terlalu rendah atau dengan kata lain, selisih dari pendapatan yang hilang antara harga diskon dan harga non diskon 32

Yang dimaksudkan dengan Cost Overage (Co) adalah biaya yang diakibatkan karena kebijakan proteksi jumlah kamar terlalu tinggi. F(Q) adalah fungsi distribusi dari X yang menyatakan probabilitas X kurang dari atau sama dengan Q. Untuk menentukan F(Q), sebelumnya dicari terlebih dahulu f(q). f(q) dalam distribusi poisson dicari dengan menggunakan rumus: e f ( Q) = Q. μ Q! μ Dimana: e merupakan bilangan tetap Euler yang besarnya 2,71828 µ merupakan mean dari demand Q merupakan jumlah kamar 3.6. Proses penentuan booking limit untuk harga non diskon Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menentukan booking limit untuk harga non diskon digambarkan pada gambar 3.3 di bawah ini: 33

FORECAST ALL DEMAND FORECAST HIGH DEMAND FIND CRITICAL RATIO FIND F(Q) TABLE BOOKING LIMIT FOR HIGH DEMAND FIND EXPECTED REVENUE Gambar 3.3 Proses Penentuan Booking Limit Berdasarkan tingkat okupensi hotel 2006 dan 2007, maka dilakukan peramalan dengan menggunakan metode regresi least square. Metode ini dipilih karena perkiraan selesainya pembangunan hotel yang masih cukup lama yaitu kuartal ketiga tahun 2008. 34

Tabel 3.10 Tabel Data Demand Forecast Dalam bisnis pariwisata seperti perhotelan, terkadang ada bulan-bulan tertentu dalam satu tahun yang mengalami kenaikan jumlah kamar yang terjual dikarenakan bulan tersebut sedang ada liburan (holiday season). Hal ini mengakibatkan dalam perhitungan least square harus diperhitungkan faktor musim (season). Data yang tersedia harus disesuaikan dengan menggunakan season index. Season index ini diperoleh dari rata-rata penjualan di bulan yang sama dibagi dengan rata-rata penjualan selama dua tahun. Setelah diperoleh season index ini, data penjualan kemudian kembali di-deseasonalized dengan cara membagi jumlah RNS dengan season index. Data tersebut kemudian diproses dengan menggunakan fitur data analysis yang terdapat dalam Microsoft Excel dan hasilnya adalah sebagai berikut: 35

Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Analisis Regresi All Demand Persamaan regresi yang kita dapatkan dari data tersebut adalah Y=646,001 + 9,646x Dimana Y adalah perkiraan jumlah kamar yang terjual, dan X adalah bulan yang diramalkan Tabel menunjukkan hasil peramalan selama tahun 2008 dan 2009 dengan menggunakan persamaan regresi tersebut 36

Tabel 3.12 Hasil Persamaan Regresi All Demand Hasil perhitungan ini belumlah sempurna karena adanya faktor musim yang harus diperhitungkan ke dalam peramalan ini. Untuk mendapatkan hasil peramalan yang telah disesuaikan dengan musim, maka didapatkan angka forecast dikalikan dengan seasonal factor yang diperoleh dari Y dibagi dengan rata-rata demand dua tahun ke belakang. 37

Tabel 3.13 Hasil Persamaan Regresi All Demand Season Adjusted Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen Hotel X, pasar hotel untuk kedepannya masih berprospek tinggi dengan tingkat pertumbuhan per tahun minimal 10%. Berdasarkan hasil peramalan, pertumbuhan untuk tahun 2008 dan 2009 adalah masing-masing 11,77% dan 12,28%. Hal ini kurang lebih sejalan dengan perkiraan dari manajemen. Tahap berikutnya untuk menentukan level proteksi adalah menentukan peramalan konsumen yang bersedia membayar dengan harga tanpa diskon (high fare). Peramalan dilakukan dengan metoda yang sama dengan peramalan demand, yaitu 38

dengan metoda least square method yang disesuaikan dengan season index. Hasil peramalan dapat dilihat dengan pada tabel 3.14 Tabel 3.14 Data Forecast High Demand. 39

Tabel 3.15 Hasil Perhitungan Analisis Regresi High Demand Dari table di atas, didapati persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y= 419.24+9.110597X 40

Tabel 3.16 Hasil Persamaan Regresi High Demand Season Adjusted Berdasarkan data dari pihak manajemen Hotel X, konsumen yang bersedia membayar pada harga high rate pada weekdays rata-rata sebesar 60% dan sisanya 40% pada akhir pekan (weekend). Pengecualian terjadi pada musim liburan yaitu pada bulan Juni, Juli dan Desember. Pada bulan-bulan tersebut, konsumen yang bersedia membayar high rate pada hari kerja rata-rata mencapai 80% dan 20% pada akhir pekan. 41

Karena pihak manajemen tidak mempunyai data historis untuk pembagian konsumen per jenis kamar, maka untuk pebagian konsumen yang menetap di kamar jenis Superior dan Deluxe diasumsikan masing-masing 70% dan 30%. Tabel 3.17 Forecast High Demand Pada Weekday dan Weekend Perhitungan critical ratio untuk jenis kamar Deluxe pada weekday ditunjukkan pada tabel di bawah. 42

Tabel 3.18 Critical Ratio Weekday Deluxe Room Perhitungan critical ratio unntuk jenis kamar Deluxe pada akhir pekan ditunjukkan pada tabel di bawah Tabel 3.19 Critical Ratio Weekend Deluxe Room Perhitungan critical ratio unntuk jenis kamar Superior pada hari kerja ditunjukkan pada tabel di bawah Tabel 3.20 Critical Ratio Weekday Superior Room Perhitungan critical ratio unntuk jenis kamar Superior pada akhir pekan ditunjukkan pada tabel di bawah 43

Tabel 3.21 Critical Ratio Weekend Superior Room Dari hasil perhitungan dari tabel F(Q) per bulan diperoleh limit proteksi untuk high rate sebagai berikut: 44

Tabel 3.22 Level Proteksi untuk High Rate 45

Dari booking limit tersebut kita mendapati pada bulan September 2008, expected revenue jika kamar dalam keadaan penuh sebesar Rp. 194.472.727,00 dan Rp.416.000.000 untuk kamar Superior dan Deluxe pada saat weekday dibandingkan dengan jika Hotel X tidak melakukan yield management dan hanya menjual dengan harga diskon. Sedangkan untuk weekend didapati selisih sebesar Rp.3.966.942,00 dan Rp.22.479.339,00 untuk kamar Superior dan Deluxe pada saat weekend. Untuk perhitungan per bulan lebih lengkapnya ditunjukkan pada tabel 3.23 Tabel 3.23 Perbandingan Expected Revenue Pada Kondisi Kamar Penuh Sedangkan expected revenue jika parhitungan demand menggunakan hasil peramalan sebelumnya akan menjadi sebesar: 46

Tabel 3.24 Perbandingan Expected Revenue Demand Based Dengan demikian kita dapat menghitung net cashflow yang diharapkan dari penambahan kapasitas dan penerapan dari yield management dengan menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV). Hasilnya terlihat pada tabel 3.25 Tabel 3.25 Perhitungan Expected Profit dengan Yield Management Tahun 2008-2013 Pada tahun kelima atau tahun 2012, penambahan kapasitas ini menunjukkan net cashflow positif dengan tingkat pengembalian Internal Rate of Return (IRR) sebesar 13,98%. Jika perusahaan tidak menerapkan yield management, pada tahun 2013 barulah mencapai titik BEP. Jadi ada selisih dua tahun lebih lama untuk mencapai net cashflow positif jika dibandingkan dengan Hotel X menerapkan yield management. Pada tahun 2012 selisih dari besarnya net cashflow mencapai angka Rp.943.527.036,00. Tingkat pengembalian IRR-pun menjadi 9,94% pada kondisi tidak melakukan yield management. 47

48 Tabel 3.26. Expected Profit Tanpa Yield Management