PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia, maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya. Perairan oseanis di daerah tropis umumnya memiliki konsentrasi klorofil-a yang rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom perairan akibat pemanasan permukaan perairan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Namun berdasarkan pola persebaran klorofil-a secara musiman maupun secara spasial, di beberapa bagian perairan dijumpai konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi. Tingginya konsentrasi klorofil-a disebabkan karena terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui berbagai proses dinamika massa air, diantaranya upwelling, percampuran vertikal massa air serta pola pergerakan massa air yang membawa massa air kaya nutrien dari perairan sekitarnya. Dari semua proses dinamika massa air, upwelling merupakan faktor utama yang berperan terhadap tingginya konsentrasi klorofil-a di lapisan permukaan perairan. Upwelling merupakan proses terangkatnya massa air dalam yang kaya nutrien ke lapisan permukaan tercampur. Umumnya, sebaran nutrien di dalam perairan memperlihatkan tingginya konsentrasi nutrien pada lapisan termoklin. Bila proses upwelling dapat terjadi dengan baik dan didukung oleh dangkalnya lapisan termoklin, maka fenomena upwelling sangat membantu dalam menyediakan nutrien dengan konsentrasi tinggi pada lapisan permukaan tercampur. Perairan timur laut Samudera Hindia yang meliputi perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa merupakan perairan oseanis tropis, umumnya memiliki konsentrasi klorofil-a yang rendah. Meskipun demikian, pada bagian perairan oseanis yang lebih mendekat pantai, pada waktu-waktu tertentu terjadi peningkatan konsentrasi klorofil-a permukaan laut sebagai akibat terjadinya upwelling. Dengan demikian secara umum, perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa kemungkinan memiliki pola sebaran klorofil yang berbeda baik secara spasial maupun temporal. Perbedaan pola sebaran tersebut disebabkan karena angin muson yang bertiup di atas perairan ini selalu berubah berdasarkan musim. Perubahan arah dan kekuatan angin muson
2 mengakibatkan terjadinya perbedaan dinamika massa air, dimana hal ini berperan terhadap sirkulasi massa air permukaan laut, proses transpor dan percampuran massa air dan upwelling. Perairan barat Sumatera dan selatan Jawa, karakteristik massa airnya sangat dipengaruhi oleh pola sirkulasi angin muson, Arus Katulistiwa Selatan Samudera Hindia dan massa air Lautan Pasifik yang disuplai melalui perairan Indonesia. Wyrtki (1961) dan Robert (1985) dalam Tomascik et al. (1997) mengatakan bahwa di wilayah Indonesia, pada bulan Desember Maret berkembang angin muson timur laut di utara dan muson barat laut di selatan katulistiwa, sedangkan selama bulan Juni Agustus, berkembang angin muson barat daya di utara dan muson tenggara di bagian selatan katulistiwa. Kuatnya pengaruh angin muson pada perairan barat Sumatera dan Selatan Jawa terlihat melalui terbentuknya aliran massa air pada lapisan permukaan ke arah tenggara di sepanjang pantai barat daya Sumatera dan ke arah timur di selatan Jawa hingga Sumbawa selama bertiup angin muson barat laut, dimana aliran massa air ini merupakan percabangan dari Arus Sakal Katulistiwa Samudera Hindia dan cabang arus ini dikenal sebagai Arus Pantai Jawa (APJ) (Soeriaatmadja, 1957; Wyrtki, 1961; Quadfasel and Cresswell, 1992; Fieux et al., 1996). Wyrtki (1961) mengatakan bahwa aliran ke timur dari APJ mencapai puncaknya sekitar Januari Februari, pada saat angin muson barat laut di selatan Jawa Sumatera mencapai puncak. Selain itu, pada perairan ini juga terjadi fenomena upwelling. Menurut Susanto et al. (2001), terjadinya upwelling di sepanjang pantai Jawa Sumatera merupakan respons terhadap bertiupnya angin muson tenggara. Upwelling di daerah ini berlangsung pada bulan Juni hingga pertengahan Oktober dan pusat upwelling dengan suhu permukaan laut yang rendah dimulai dari perairan Selatan Jawa Timur, kemudian bermigrasi ke arah barat, dan selanjutnya bergerak ke arah barat laut hingga posisi 104 o BT. Migrasi upwelling tersebut sangat tergantung pada perubahan musiman angin yang bertiup sepanjang pantai dan perubahan lintang sebagai parameter Coriolis. Wyrtki (1962) menemukan indikasi proses upwelling pada sebaran suhu lapisan termoklin di lepas pantai selatan Jawa Tengah Bali. Purba (1995) mengamati indikasi upwelling di selatan Teluk Pelabuhan Ratu Jawa Barat selama musim timur. Mekanisme utama terjadi upwelling di perairan ini adalah Ekman pump di mana terjadi pengisian kekosongan massa air permukaan di perairan pantai oleh
3 massa air dalam. Purba (2007) mengatakan bahwa lebih dekatnya poros Arus Katulistiwa Selatan di pantai selatan Jawa Timur akan mengakibatkan kecepatan arus ke barat lebih tinggi dibandingkan di perairan selatan Jawa Barat dan akibatnya perpindahan total massa air menjauhi pantai di selatan Jawa Timur lebih besar dari pada perairan Selatan Jawa Barat. Lumban Gaol (2003) mengatakan bahwa pada saat kejadian Dipole Mode Samudera Hindia, terjadi anomali kecepatan angin yang mengakibatkan terjadinya upwelling yang cukup intensif di sepanjang pantai selatan Jawa. Pengaruh upwelling terhadap peningkatan kesuburan perairan selatan Jawa - Sumbawa telah diamati oleh Hendiarti dkk. (1995) dan Hendiarti et al. (2004). Hendiarti dkk. (1995) berdasarkan pengamatannya di lokasi upwelling selatan Jawa Timur Bali mengatakan bahwa upwelling terjadi selama musim timur selama periode bulan Juli, Agustus serta pada bulan September dimana konsentrasi klorofil pada musim ini lebih tinggi dari pada musim barat. Hendiarti et al (2004) mengatakan bahwa selama muson tenggara, transpor Ekman di sepanjang pantai selatan Jawa menyebabkan upwelling, massa air kaya nutrien terangkat dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Pada bulan September, konsentrasi klorofil di daerah upwelling selatan Jawa Timur berkisar antara 0,6-1 mg m -3, sedangkan pada bulan Maret, saat tidak terjadi upwelling konsentrasi klorofil di perairan selatan Jawa Timur umumnya rendah dengan konsentrasi di bawah 0,1 mg m -3 Dengan melihat keberadaan perairan selatan Jawa - Sumbawa dan barat Sumatera yang karena adanya angin muson mengakibatkan terjadinya upwelling dan perubahan sirkulasi massa air dimana berdampak terhadap sebaran nutrien, klorofil-a dan suhu permukaan perairan, maka perlu dilakukan pengamatan untuk mengkaji sebaran klorofil-a dan nutrien dan interelasinya dengan karakteristik dan dinamika massa air di lapisan Ekman. Pendekatan Masalah Variabilitas sebaran klorofil-a perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa baik secara spasial maupun temporal sangat dipengaruhi oleh karakteristik massa air perairan, terutama kandungan nutrien pada permukaan perairan. Karakteristik massa air sangat tergantung pada proses dinamika massa air seperti upwelling, downwelling, transpor Ekman dan pola sirkulasi massa air permukaan. Proses dinamika massa air dipengaruhi oleh pola dan kekuatan
4 angin yang bertiup di atas perairan tersebut. Perubahan pola angin dan anomalinya memungkinkan terjadinya perubahan arah dan pola sirkulasi massa air. Upwelling di sepanjang pantai selatan Jawa barat Sumatera terjadi selama bertiup angin muson tenggara yaitu dari bulan Juni hingga Oktober. Perbedaan intensitas upwelling di sepanjang perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa selama bulan Juni Oktober mengakibatkan terjadinya perbedaan karakteristik fisika-kimia massa air yang akhirnya berpengaruh terhadap variabilitas sebaran klorofil-a perairan. Upwelling mengakibatkan terjadi pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan dan selanjutnya berpengaruh terhadap peningkatan kandungan klorofil-a. Besarnya penambahan nutrien pada lapisan permukaan sangat tergantung pada kuat lemahnya upwelling yang terjadi. Oleh karenanya perlu diamati pola sirkulasi angin dan kuat-lemahnya kekuatan angin yang bertiup, tinggi paras laut, sebaran suhu permukaan laut, kecepatan vertikal massa air, besarnya volume massa air dan konsentrasi nutrien yang terangkat ke lapisan permukaan dan hubungannya terhadap sebaran konsentrasi klorofil permukaan laut. Selain itu juga diamati besarnya transpor massa air yang menjauhi pantai sebagai salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya upwelling pantai. Untuk menjawab berbagai hal di atas dibutuhkan berbagai informasi yang meliputi sebaran suhu permukaan perairan, sebaran klorofil-a perairan, sebaran angin dan gesekannya, sebaran anomali tinggi paras laut, sebaran menegak suhu, sebaran suhu di permukaan perairan, kecepatan gerak vertikal massa air, besarnya volume massa air dan sebaran nitrat, fosfat dan silikat saat terjadi atau tidak ada upwelling dan besarnya transpor Ekman (Gambar 1). Tujuan Penelitian Berdasarkan urairan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji karakteristik dan dinamika massa air di lapisan Ekman perairan barat Sumatra dan selatan Jawa Sumbawa. 2. Mengkaji pola sebaran klorofil-a dan nutrien secara spasial dan temporal di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa. 3. Menganalisis interelasi pola sebaran klorofil-a dan nutrien dengan karakteristik dan dinamika massa air di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa.
Gambar 1. Kerangka pendekatan masalah 5
6 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Secara spasial maupun temporal sebaran klorofil-a dan nutrien perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa dipengaruhi oleh dinamika pergerakan massa air. 2. Bila dinamika gerak air mengakibatkan terjadi upwelling, maka saat intensitas upwelling tinggi, konsentrasi klorofil-a dan nitrat tinggi, suhu permukaan laut rendah dan paras laut juga rendah. Kondisi sebaliknya terjadi bila upwelling tidak terjadi atau intensitas rendah. 3. Perubahan pola sebaran klorofil-a akan mengikuti pola perubahan konsentrasi nutrien.