LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Injeksi Atropin Sulfas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL

II. LANDASAN TEORI II.1

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

ISONIAZID Nama resmi : Isoniazidum Sinonim : Isoniazid, isonicotinic acid hydrazide; isonicotinoylhydrazin, isonicotinylhydrazine RM / BM : C 6 H 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya. ph ±8 dan air untuk injeksi. b. Larutan natrium klorida 0,9% (PT.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

PANDUAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK DAN LINGKUNGAN

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB

III. TANGGUNG JAWAB 1...yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tetap ini. 2.. selaku supervisor dalam pelaksanaan prosedur tetap ini.

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

Pengertian Persiapan:

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

BAB 3: UJI SEDIAAN OBAT

Penentuan Kesadahan Dalam Air

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

FORMULASI SEDIAAN STERIL INJEKSI ASAM ASKORBAT DALAM PENGEMAS VIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O


BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

BAB III METODE PENELITIAN

Asam Basa dan Garam. Asam Basa dan Garam

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM MgCl 2 DENGAN ANALISIS GRAVIMETRI

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

2. Eveline Fauziah. 3. Fadil Hardian. 4. Fajar Nugraha

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

Penarikan sampel (cuplikan) Mengubah konstituen yang diinginkan ke bentuk yang dapat diukur Pengukuran konstituen yang diinginkan Penghitungan dan

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

III. METODE PENELITIAN

Bab VIII Reaksi Penetralan dan Titrasi Asam-Basa

AMINOPHILLIN INJEKSI

Penetapan Kadar Asam Salisilat Secara Alkalimetri LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT (C7H6O3) SECARA ALKALIMETRI

MODUL I Pembuatan Larutan

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN

Pemurnian Garam Lokal Untuk Konsumsi Industri Syafruddin dan Munawar ABSTRAK

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

PROSEDUR TETAP PEMBUATAN INJEKSI PROPRANOLOL HCl

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

DAFTAR PEREAKSI DAN LARUTAN

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

Bab III Metodologi. Penelitian ini dirancang untuk menjawab beberapa permasalahan yang sudah penulis kemukakan pada Bab I. Waktu dan Tempat Penelitian

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

STOIKIOMETRI LARUTAN. Andian Ari Anggraeni, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA )

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Kimia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SMA UNGGULAN BPPT DARUS SHOLAH JEMBER UJIAN SEMESTER GENAP T.P 2012/2013 LEMBAR SOAL. Waktu : 90 menit Kelas : XII IPA T.

BAB 5 KONSEP LARUTAN 1. KOMPOSISI LARUTAN 2. SIFAT-SIFAT ZAT TERLARUT 3. KESETIMBANGAN LARUTAN 4. SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

Transkripsi:

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2010

SEDIAAN STERIL INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L I. TUJUAN Mahasiswa memahami pengertian sediaan injeksi, Mahasiswa mengetahui macam sediaan steril, Mahasiswa mengetahui syarat sediaan injeksi, Mahasiswa memahami prosedur pembuatan sediaan injeksi, Mahasiswa mengetahui dan memahami uji kualitas yang perlu dilakukan terhadap sediaan injeksi. II. DASAR TEORI Ringeris Lactatis Injectio Injeksi ringer laktat adalah larutan steril dari Kalsium Klorida, Kalium Klorida, Natrium Laktat dalam air untuk injeksi; tiap 100ml mengandung tidak kurang dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0 mg natrium (sebagai NaCl dan C 3 H5NaO 3 ), tidak kurang dari 14,1 mg dan tidak lebih dari 17,3 mg kalium (K, setara dengan tidak kurang dari 27,0 mg dan tidak lebih dari 33,0 mg KCl), tidak kurang dari 4,90 g dan tidak lebih dari 6,00 mg kalsium (Ca, setara dengan tidak kurang dari 18,0 mg dan tidak lebih dari 22,0 mg CaCl 2.2H 2 O), tidak kurang dari 368,0 mg dan tidak lebih dari 408,0 mg klorida (Cl, sebagai NaCl,KCl dan CaCl 2.2H 2 O ), dan tidak kurang dari 231,0 mengandung tidak lebih dari 261,0 mg laktat (C 3 H 5 O 3, setara dengan tidak kurang dari 290,0 mg dab tidak lebih dari 330,0 mg C 3 H 5 NaO 3 ). Injeksi Ringer Laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba. [Catatan Injeksi Ringer Laktat mengandung kalsium, kalium dan natrium berturutturut lebih kurang 2,7;4 dan 130 miliekuivalen per liter.] (Anonim,1995).

Natrii Chlorida Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk putih; rasa asin. Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih ; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol (Anonim,1995). Kalii Chloridum Hablur bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak berwarna, atau serbuk granul putih; tidak berbau; rasa garam ; stabil di udara; larutan bereaksi netral terhadap lakmus. Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; tidak larut dalam etanol (Anonim,1995). Calcii Chlorida Granul atau serpihan, putih,keras; tidak berbau. Mudah laut dalam air, dalam etanol,dan dalam etanol mendidih; sangat mudah larut dalam air panas (Anonim,1995). Wadah untuk injeksi, wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun secara kimiawi dengan sediaan, yang dapat membuat kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan dan penggunaan, wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi (Anonim, 1995). Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal

(jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensitivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007). - Pembuatan Produk Parenteral Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989). - Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Suntik Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal (Ansel,1989). Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah

obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989). Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989). Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguhsungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989). III. ALAT DAN BAHAN Alat : Autoklaf Timbangan analitik Kertas saring Glassware Botol vial

Bahan : Natrium Laktat Natrium Klorida Kalium Klorida Kalsium Klorida Aqua p.i. IV. FORMULA R/ Natrium laktat 0,31 NaCl 0,6 KCl 0,03 CaCl 2.2H 2 O 0,01 Aqua p.i. ad 100,0 ml V. PERHITUNGAN Perhitungan tonisitas berdasarkan rumus White Vincent : Diketahui E Na laktat = 0,55 E NaCl = 1 E KCl = 0,76 E CaCl 2.2H 2 O = 0,51 Sediaan dibuat 100 ml Volume sediaan = 100 ml Na laktat = 0,31 gram V = W x E x 111,1 = 0,31 x 0,55 x 111,1 = 18,943 ml

NaCl = 0,6 gram V = W x E x 111,1 = 0,6 x 1 x 111,1 = 66,66 ml KCl = 0,03 gram V = W x E x 111,1 = 0,03 x 0,76 x 111,1 = 2,533 ml CaCl 2.2H 2 O = 0,01 V = W x E x 111,1 = 0,01 x 0,51 x 111,1 = 0,567 ml Volume total = 18,943 + 66,66 + 2,533 + 0,567 = 88,703 ml Karena 88,702 ml < 100 ml Maka, larutan dikatakan hipotonis. VNaCl = 100 88,703 = 11,297 ml Larutan Hipotonis 11,297 ml NaCl yang ditambahkan = 11,297/111,1 = 0,1017 gram NaCl yang ditimbang = 0,6 + 0,1017 = 0,7017 gram Jumlah Bahan (+ overmat 10%) Na Laktat = 0,31 gram + (10% x 0,31) = 0,341 gram NaCl = 0,7017 gram + (10% x 0,7017) = 0,772 gram KCl = 0,03 gram + (10% x 0,03) = 0,303 gram CaCl 2.2H 2 O = 0,01 gram + (10% x 0,01) = 0,011 gram Aqua p.i. ad 110 ml

Perhitungan tonisitas berdasarkan rumus penurunan titik beku : Nilai penurunan titik beku masing-masing zat adalah : Na Laktat 0,31 NaCl 0,576 KCl 0,439 CaCl 2.2H 2 O 0,3 Kadar zat dalam % Na Laktat 0,31 NaCl 0,6 KCl 0,03 CaCl 2.H 2 O 0,01 Dihitung sebagai berikut : B = = 0,52 (0,31 x 0,31) + (0,6 x 0,576) + (0,03 x 0,439) + (0,01 x 0,3) 0,576 0,52 0,45787 0,576 = 0,1079 g/100 ml => 0,108 g/100 ml Jadi NaCl yang ditambahkan 0,108 gram NaCl = 0,6 + 0,108 = 0,708 gram Jumlah Bahan (+ overmat 10%) Na Laktat = 0,31 gram + (10% x 0,31) = 0,341 gram NaCl = 0,708 gram + (10% x 0,708) = 0,778 gram KCl = 0,03 gram + (10% x 0,03) = 0,303 gram CaCl 2.2H 2 O = 0,01 gram + (10% x 0,01) = 0,011 gram Aqua p.i. ad 110 ml Jumlah bahan yang dipakai adalah menurut perhitungan penurunan titik beku.

VI. CARA KERJA 1. Hitung tonisitas larutan dari formula di atas (jika belum isotonis, hitung berapa banyak NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan isotonis) 2. Didihkan aquadest. 3. Semua bahan dilarutkan ke dalam aquadest panas 4. Periksa ph larutan apakah telah mencapai antara 5 7; jika kurang asam ditambahkan HCl 0,1 N; jika kurang basa bisa ditambah NaOH 0,1 N 5. Sisa aquadest ditambahkan 6. Larutan digojok dengan karbo adsorben 0,1% yang telah diaktifkan selama 5-10 menit, diamkan, dan disaring hingga jernih 7. Masukan larutan dalam vial 8. Larutan disterilisasi dengan autoklaf pada 121oC selama 20 menit 9 Setelah dingin, lakukan uji-uji berikut : a. ph larutan b. Kebocoran c. Partikel d. Kejernihan e. Keseragaman volume 10. Beri etiket VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, dibuat sediaan injeksi ringer laktat dengan zat aktif Natrium laktat, NaCl, KCl, dan CaCl 2. Sediaan ini dibuat dalam kemasan vial dengan volume 10 ml (jumlah 10 vial, jadi volume total 100 ml). Dalam pembuatannya, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen, dan isotonis. Hal ini dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah. Volume sediaan yang dibuat adalah 100 ml, namun pada peritungan jumlah bahan perlu dilebihkan 10% nya, yaitu sekitar 10 ml dari volume awal. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu proses

sterilisasi yang mana menggunakan sterilisasi uap panas. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk mengganti kehilangan bahan pada waktu proses pembuatan, yaitu pada waktu penyaringan atau adanya bahan yang tertinggal pada alat-alat praktikum. Perhitungan menggunakan rumus White Vincent menghasilkan larutan yang isotonis, selain itu dapat pula digunakan rumus penurunan titik beku. Zat pengisotonis yang digunakan pun tidak hanya NaCl, namun dapat pula digunakan dextrose. Tetapi karena sediaan yang dibuat kali ini hanya berisi elektrolit, maka bahan pengisotonis yang digunakan hanya NaCl. Selain isotonis, sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu ph sediaan harus sama atau paling tidak mendekati ph fisiologis tubuh, yaitu 6,8 7,4. Hal ini dimaksudkan agar sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah). Selain itu, tujuan dari pengaturan ph ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan. Bahan pembawa yang digunakan adalah Aqua Pro Injection bebas CO 2. Karena CO 2 dapat bereaksi dengan salah satu bahan obat dalam sediaan ini, yaitu CaCl 2 membentuk CaCl 3 yang berbentuk endapan. Hal inilah pula yang mungkin dapat menjelaskan kenapa beberapa sediaan yang dibuat terdapat endapan. Karena pada waktu pembuatan sediaan, aqua yang digunakan terlalu lama kontak dengan udara sehingga CO 2 dalam aqua akan bereaksi dengan CaCl 2. Sediaan yang dibuat ini harus bebas dari pirogen. Oleh karena itu, pada proses pembuatan ditambahkan 0,1% karbon aktif dari volume sediaan. Kadar karbon aktif 0,1% dianggap efektif untuk menyerap pirogen yang terdapat di dalam sediaan. Apabila kadar tersebut kurang atau lebih dari 0,1%, dapat menyebabkan tidak aktifnya pengikatan dan penyerapan pirogen. VIII KESIMPULAN 1. Pembawa yang digunakan harus Aqua Pro Injection yang bebas CO 2 karena CaCl 2 dalam sediaan dapat berikatan dengan CO 2 menghasilkan endapan CaCl 3. 2. Agar sediaan bebas pirogen maka harus ditambahkan karbon yang telah diaktifkan sebanyak 0,1%.

3. Untuk pembuatan sediaan parenteral harus isotonis, isohidri, steril dan bebas pirogen. Sebaiknya dilakukan uji kualitas dari masing-masing persyaratan agar didapatkan sediaan yang memenuhi syarat dan juga untuk meningkatkan mutu dari sediaan yang dibuat.

IX. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Ed ke 4, Penerbit U I, Jakarta. Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta. Semarang, November 2010 Praktikan Linus Seta Adi Nugraha