AMINOPHILLIN INJEKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AMINOPHILLIN INJEKSI"

Transkripsi

1 AMINOPHILLIN INJEKSI I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara membuat sediaan injeksi aminophillin yang baik dan benar 2. Mengetahui formulasi injeksi aminophillin yang baik 3. Mampu membuat sediaan injeksi aminophillin II. Pendahuluan Sekarang ini berbagai bentuk sediaan obat dapat kita jumpai dipasaran. Diantaranya adalah sediaan injeksi yang termasuk sediaan steril. Disini kami membuat sediaan injeksi yang merupakan sediaan yang sangat penting bagi dunia kesehatan. Karena pada keadaan sakit yang dianggap kronis, pemberian obat minum sudah tidak maksimal lagi, sehingga perlu dan sangat penting untuk di berikan sediaan injeksi, karena akan sangat membantu untuk mempercepat mengurangi rasa sakit pada pasien, sebab sediaan injeksi bekerja secara cepat, dimana obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah dan akan bekerja secara optimal pada bagian yang sakit. Sediaan injeksi merupakan salah satu contoh sediaan steril, jadi keamanan dan kebersihan sediaan juga telah di uji. Disini sediaan injeksi yang kita buat adalah sediaan injeksi aminopillin, dimana di dalam penggunaannya di indikasikan untuk pasien yang menderita penyakit asma yang sudah tahap kronis, dimana penggunaan obat minum sudah tidak efektif lagi, sehingga harus ditolong dengan pemberian injeksi. Dalam 1

2 pasarannya injeksi aminophyllin yang beredar mengandung aminophyllin 10 ml/ampul. Hal inilah yang melatarbelakangi mengapa kita membuat sediaan injeksi. II.1 Syarat Sediaan II.1.1 Pengertian Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang digunakan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 13) II.1.2 Pengertian Injeksi Intravena Injeksi intravena, umumnya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen. (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 13) Injeksi intravena disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi jika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); 2

3 volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut infus intravena/infus/infundabilia. Infus harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis. Injeksi intravena dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi intravena dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen. (Ilmu Resep EGC halaman 196). II.1.3 Syarat-syarat Injeksi Menurut Farmakope Indonesia Edisi III syarat injeksi kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi : 1. Keseragaman bobot 2. Keseragaman volume 3. Pirogenitas 4. Sterilitas 5. Penyimpanan 6. Penandaan Menurut Ilmu Resep syarat-syarat obat suntik atau injeksi : 1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba terlebih dahulu pada hewan untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia. 2. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi. 3

4 3. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai ph = 7,4, agar tidak terasa sakit dan penyerapannya optimal. 4. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmosis sama dengan tekanan osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan hemolisis. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis. 5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. 6. Harus bebas pirogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih dari sekali penyuntikan. 7. Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna. Untuk keberhasilan pengembangan formulasi sediaan injeksi,diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang mendalam tentang prinsip fisika kimia dan biologi serta keahlian untuk aplikasi-aplikasi tersebut. Pengetahuan dan keahlian tersebut diperlukan dalam mengambil keputusan yang rasional dalam memilih: 1. Pembawa yang sesuai (air,nonair,kosolven). 2. Bahan tambahan (pengawet,antioksidan,dapar,agen pengkhelat,dan pengatur tonisiras). 3. Kontener dan komponen kontener yang sesuai.(goeswin,sfi Hal 186) Perkembangan tekhnologi farmasi saat ini sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, 4

5 kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu kinerja dari zat aktif obat. Prinsip formulasi yang perlu diperhatikan adalah; 1. Pengaruh rute pemberian obat Salah satu pertimbangan yang sangat penting dalam memformulasi sediaan parenteral adalah volume yang sesuai dengan rute pemberian obat.rute intravena adalah satu-satunya rute yang dapat menerima sediaan dalam volume besar (lebih dari 10 ml). Volume sampai 1 ml dapat diberikan secara intraspinal,sedangkan untuk pemberian intramuscular biasanya dibatasi 3 ml,subkutan 2 ml,dan intradermal 0,2 ml.(goeswin SFI,hal 186) 2. Pemilihan pembawa Kebanyakan sediaan parenteral berupa larutan air.air untuk injeksi USP (Farmakope Indonesia) merupakan pelarut pilihan untuk membuat sediaan parenteral.(goeswin SFI hal 187) Ada 2 pilihan pembawa a. Zat pembawa berair Untuk injeksi berair umumnya digunakan air sebagai zat pembawa.dapat pula digunakan sebagai zat pembawa injeksi Natrium Klorida,Injeksi Natrii 5

6 Klorida majemuk, Injeksi Glukosa, campuran gliserol dan etanol. Zat pembawa berair harus bebas pirogen. b. Zat pembawa tidak berair Umumnya digunakan minyak untuk injeksi,olea pro injeksi,meliputi minyak lemak,ester asam lemak tinggi baik alam maupun sintetis. Syarat yang harus dipenuhi adalah: Memenuhi syarat Olea Pinguia Harus jernih pada suhu 10 o Tidak berbau asing atau tengik Bilangan asam 0,2 sampai 0,9 Bilangan iodium 79 sampai 128 Bilangan penyabunan 185 sampai 200 Harus bebas minyak mineral (Moch Anief,IMO,Hal ) 3. Zat tambahan Zat tambahan yang umum digunakan dalam sediaan meliputi dapar,antioksidan,pengawet(antimikroba),pengatur tonisitas,dan agen pengkhelat. 6

7 4. Bentuk/tipe khusus sediaan parenteral adalah: Suspensi Emulsi Bentuk kering (serbuk,liofilisat) (Goeswin,SFI,hal ) III. Tinjauan Pustaka Efek Farmakologi dan Dosis Sediaan Dibuat sediaan injeksi yang mengandung 2,5% Aminophyllin sebanyak 5 ampul dengan volume masing-masing ampul adalah 5 ml. Aminophyllin mempunyai efek farmakologi sebagai bronkodilator, antispasmodium, dan diuretikum. (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 82) Aminophyllin adalah garam yang di dalam darah akan membebaskan teofilin. Pada serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi intravena. Teofilin memiliki khasiat berdaya spasmolitik terhadap otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inottrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi SSP dan pernapasan, serta bekerja diuretis lemah dan singkat. Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari mcg/ml, sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi efek toksik. (Obat-Obat Penting halaman 652). Aminophillin merupakan bronkodilator (relieves)termasuk agonis Beta- 2,teofilin dan juga zat yang merangsang aktivitas adenilat siklase (agonis beta- 2),menghambat aktivitas fosfodiesterase yang dihasilkan oleh peningkatan kadar camp dalam otot polos saluran napas.teofilin memiliki relaksasi otot polos dan diuretic (tetapi lemah)teofilin adalah suatu bronkodilator dengan potensi 7

8 sedang,kurang efektif dibandingkan agonis beta-2 dalam merelaksasikan saluran napas yang berkontriksi.karena kisaran terapi yang sempit (10-20 mg/l) dan efek samping yang sering sehingga kurang digunakan pada pengobatan asma. Absorpsi teofillin lebih komplet dan cepat pada pemakaian peroral. Mekanisme kerja : Menghambat aktivitas fosfodiesterase yang dihasilkan oleh peningkatan kadar camp dalam otot saluran napas. Memblok reseptor adrenosin Menghambat degranulasi sel mastrosid Mengurangi kebocoran mikrovaskuler Meningkatkan bersihan mukosiliar Metabolisme :dimetabolisme oleh sitokrom P-450 Indikasi : Bermanfaat untuk asma nocturnal Terapi penunjang untuk asma kronis yang gejala-gejalanya masih sulit dikontrol oleh kombinasi agonis beta-2 dan obat antiinflamasi Efek samping: kegugupan,tremor ansietas,mual,anoreksia,perut tidak enak,aritmia jantung dan kejang. Efek toksik : a. Pada kardiovaskular :takikardia,denyut ektopik dan fibrilasi ventricular b. Pada saluran cerna:mual,muntah dan ulkus peptikum akibat iritan local 8

9 c. Pada SSP :hiperventilasi,sakit kepala,insomnia,gelisah,agitasi,kejang dan muntah karena perangsangan medula.(syamsuir Munaf Kumpulan Kuliah Farmakologi hal ) Dosis : oral 2-4 dd mg dalam bentuk tablet salut (tanpa dikunyah); pada serangan hebat i.v 240 mg, rektal 2-3 dd 360 mg. Dosis maksimal : 1,5 g sehari. (Obat-Obat Penting halaman 652) Administrasi: Aminophillin dapat diberikan melalui infuse intravena atau injeksi langsung. Pemberian langsung disuntikkan secara perlahan, 20 mg/menit,berarti antara menit.(goeswin,sfi,hal 323) IV. Formulasi I. Sifat Fisika Kimia Bahan Aktif Aminophyllin (C 16 H 24 N 10 O 4, BM 420,43) Pemerian Butir atau serbuk, putih atau agak kekuningan, bau lemah mirip ammoniak, rasa pahit.(fi Ed III Hal 82) Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan; bau ammoniak lemah, rasa pahit. Jika dibiarkan di udara terbuka, perlahanlahan kehilangan etilena-diamina dan menyerap karbondioksida dengan melepaskan teofilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus.(fi Ed IV Hal 90) Kelarutan Larut dalam lebih kurang 5 bagian air, jika dibiarkan mungkin menjadi keruh, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter P.(FI Ed III Hal 82) 9

10 Stabilita Menyerap karbondioksida dengan melepaskan teofilin (FI Ed IV Hal 90) Panas Hidrolisis Cahaya Stabil - Terlindung dari cahaya karena dapat berubah warna (TJP XV) ph Aminophillin Injeksi menurut FI Ed III ph 9,2 sampai 9,6 ph 8,6 sampai 9,0 (FI Ed IV Hal 92) Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya..(fi Ed III Hal 82) Kesimpulan : Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Basa Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : Larutan Cara sterilisasi sediaan : Sterilisasi Akhir (Autoklaf dan Filtrasi) Kemasan : Ampul II Preformulasi Bahan Tambahan Natrium Klorida (FI ED III Hal 403, HOPE 6 th ed, hal )RM NaCl BM 58,44 Pemerian hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin. 10

11 Kelarutan Etanol : Sedikit larut, Etanol (95%) : 1 dari 250, Gliserin 1 dari 10, Air 1 bagian dalam 2,8, atau 1 dalam 2,6 bagian air pada 100 C. Stabilitas Larutan natrium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan pemisahan partikel kaca dari jenis tertentu wadah kaca. Larutan berair dapat disterilkan dengan autoklaf atau filtrasi. Bahan padat stabil dan harus disimpan di tempat yang tertutup kontainer, di tempat yang sejuk dan kering. Telah terbukti bahwa karakteristik pemadatan dan sifat mekanik tablet dipengaruhi oleh relatif kelembaban kondisi penyimpanan di mana natrium klorida disimpan. Kegunaan Inkompatibilitas Sumber ion klorida dan ion natrium./zat pengisotonis Larutan natrium klorida bersifat korosif untuk besi.dan juga bereaksi membentuk endapan dengan perak, timbal, dan garam merkuri. Oksidator kuat dapat membebaskan klorin dari larutan yang diasamkan natrium klorida. Kelarutan pengawet Methylparaben antimikroba menurun dalam larutan natrium klorida berair (23) dan viskositas gel karbomer dan solusi hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa berkurang dengan penambahan natrium klorida. 11

12 Air untuk Injeksi (FI Ed III Hal 112 ) RM.H2O BM 18,02 Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan Cara sterilisasi A atau C Pemerian Kelarutan Cairan jernih tidak berwarna,tidak berbau Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya Stabilitas Kegunaan Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas) Pelarut Inkompatibilitas Air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat. Aethylendiaminum RM.C 2 H 8 N 2. H 2 O BM (FI Ed IV Hal 71) Pemerian Cairan jernih,tidak berwarna atau agak kuning bau mirip 12

13 amoniak Kelarutan Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%)P Stabilitas Stabil terhadap cahaya (The Japanese Pharmakopoeia hal 648) Kegunaan Pengatur ph Inkompatibilitas - I. PENDEKATAN FORMULA No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan 1 Aminophillin 2,5% Bahan aktif 2 Natrium Klorida 0,475% Pengisotonis 3 Etilen diamin q.s Pengatur ph 4 Air untuk injeksi ad 100% Pelarut II. PERHITUNGAN TONISITAS a. Perhitungan Tonisitas E aminofilin = 0,170 % aminofilin = 2,5%. 50 ml = 1,25 g ( ) ( 13

14 III. PENIMBANGAN Penimbangan Dibuat 5 Ampul(@5 ml) = 25 ml Penimbangan dibuat sebanyak 50 ml berdasarkan pertimbangan volume terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi. No. Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang 1 Aminophillin 1,25 g 2 Natrium Klorida 0,2375 g 3 Etilendiamin 0,1 g 4 Air Untuk Injeksi ad 50 ml IV. STERILISASI a. Alat Nama Alat Cara Sterilisasi Waktu Sterilisasi Jumlah Gelas Ukur 50 ml Sterilisasi panas basah C selama

15 (autoklaf) menit Gelas ukur 10 ml Sterilisasi panas basah C selama 15 3 (autoklaf) menit Batang pengaduk Gelas kimia 100 ml Gelas kimia 50 ml Spatula Pipet tetes Karet Pipet Kaca Arloji Syringe Sterilisai panaskering(oven) Sterilisai panaskering(oven) Sterilisai panaskering(oven) Sterilisai panaskering(oven) Sterilisai panaskering(oven) Direndam dalam alcohol 70% Sterilisai panaskering(oven) Direndam dalam alcohol 70% C selama 2 jam C selama 2 jam C selama 2 jam C selama 2 jam C selama 2 jam 4 Selama 24 jam C selama 2 jam 3 Selama 24 jam 1 Pipet Volume 10 ml Sterilisasi panas basah C selama 15 1 (autoklaf) menit Karet Pipet Volume Direndam dalam alcohol 70% Selama 24 jam 1 15

16 Membran Filtrasi 0,45 µm Sterilisasi panas basah (autoklaf) C selama 15 menit 2 Membran Filtrasi 0,22 µm Sterilisasi panas basah (autoklaf) C selama 15 menit 1 Tissue Sterilisasi panas basah (autoklaf) C selama 15 menit 1 b. Wadah No. Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap) 1 Ampul 5 ml 5 Sterilisai panas-kering(oven) C selama 2 jam c. Bahan No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi (lengkap) 1 Aminophillin 1,25 g Sterilisasi Akhir (Autoklaf dan Filtrasi) 2 Natrium Klorida 0,2375 g Sterilisasi Akhir (Autoklaf dan Filtrasi) 3 Etilendiamin 0,1 g Sterilisasi Akhir (Autoklaf dan Filtrasi) 4 Air untuk injeksi ad 50 ml Sterilisasi Akhir (Autoklaf dan Filtrasi) V. PROSEDUR PEMBUATAN RUANG PROSEDUR 16

17 Sterilisasi Alat 1.Bersihkan alat-alat yang akan digunakan sesuai daftar alat. 2.Kalibrasi gelas kimia 100 ml sampai 51,5 ml tandai batas kalibrasi. 3.Alat-alat yang akan digunakan dibungkus menggunakan aluminium Grade C foil atau kertas perkamen. 4.Alat-alat disterilisasi sesuai dengan kompatibel alat-alat tersebut: a.autoklaf C selama 15 menit b.oven C selama 2 jam c.direndam dalam alcohol 70% selama 24 jam Penimbangan 1.Timbang bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan injeksi Grade C (Ruang penimbangan dan evaluasi) sesuai dengan perhitungan dan diletakkan diatas kaca arloji,sebelumnya kaca arloji diberi label yang menjelaskan nama bahan: a.aminophilin = 1,25 gram b.natrium Klorida = 0,2375 gram c.etilendiamin = 0,1 gram d.air untuk injeksi =sampai 50 ml (Air untuk injeksi diukur dengan gelas ukur 50 ml) Pencampuran Bahan 1.Siapkan seluruh bahan yang telah ditimbang dan diukur. Grade C 2. Bersihkan meja kerja dan sarung tangan dengan alkahol 70%. 3. Aminophillin sebanyak 1,25 gram dilarutkan ke aqua pro injeksi sebanyak sekitar 10 ml dalam gelas kimia 100 ml aduk-aduk sampai 17

18 larut, lalu kaca arloji tempat menyimpan aminophillin dibilas dengan sedikit aqua pro injeksi sebanyak 2 kali. 4. Natrium Klorida sebanyak 0,2375 gram dan dilarutkan ke dalam sekitar 10 ml aqua pro injeksi dalam gelas kimia100 ml aduk aduk sampai larut, lalu kaca arloji tempat menyimpan Natrium Klorida dibilas dengan sedikit aqua pro injeksi sebanyak 2 kali. 5.Campurkan larutan aminophillin dan larutan natrium klorida kedalam gelas kimia 100 ml yang telah dikalibrasi.aduk-aduk sampai tercampur sempurna,tambahkan aqua pro injeksi sampai tanda batas kalibrasi. 6.Cek ph larutan.apabila ph kurang dari 8,6 tambahkan etilendiamin sampai ph mencapai 8,6. Filtrasi dan Filling 1.Siapkan ruang LAF.Nyalakan LAF dan lampu ruang LAF. 2.Bersihkan meja LAF dengan alcohol 70%. Grade A Background C 3.Siapkan campuran larutan injeksi,syringe dan membran filtrasi dimeja LAF. 4.Lakukan filtrasi dengan membrane filtrasi 0,45 µm sebanyak 2 kali. 5.Hasil filtrasi difiltrasi kembali dengan membran filtrasi 0,22 µm sebanyak 1 kali. (dispensasi : tidak dilakukan) 6.Siapkan ampul yang akan diisi.isi ampul dengan gas inert sebelum ampul diisi d engan sediaan. 18

19 7.Masukkan larutan aminophillin injeksi kedalam ampul dengan menggunakan pipet volume 10 ml. 8.Tutup ampul dengan membakar ujung ampul hingga tertutup dan kedap udara.(dispensasi, digunakan vial 10 ml ) Sterilisasi Akhir 1.Siapkan autoklaf,atur suhu pada C selama 15 menit tekanan 15 Grade C (Ruang penimbangan dan evaluasi) psi,masukkan sediaan aminophillin injeksi kedalam autoklaf. 2.Keluarkan sediaan dari autoklaf. Penandaan dan Pengemasan 1.Siapkan sediaan injeksi aminophillin yang telah dimasukkan kedalam ampul. 2.Beri etiket pada tiap ampul.kemudian masukkan ke dalam dus dan beri brosur ke dalam dus. 3.Lakukan evaluasi sediaan. VI. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN No Jenis evaluasi Prinsip evaluasi Jumlah sampel Hasil pengamatan Syarat 1. Uji Kejernihan Pengujian dilakukan dengan mengamati sediaan secara visual 5 Lolos uji Sediaan jernih Seluruh sediaan harus 19

20 diatas latar putih, jika jernih perlu disorot menggunakan senter. 3 inspektur melihat ada tidaknya partikel dalam sediaan dengan 2. Uji Partikulat menggunakan cara visual dan menggunakan latar 5 Bebas partikel(-) belakang putih serta senter sebagai alat bantu Tidak ada Sediaan dibalik dengan kebocoran posisi tutup dibawah dengan dan diberi dasar kertas Lolos ditandai 3. Uji Kebocoran lalu diamati apakah ada cairan yang keluar 5 Tidak terdapat vial tidak basahnya (kebocoran) dengan yang bocor kertas yang tanda basahnya kertas digunakan dasar sebagai dasar. 20

21 Volume tidak kurang dari volume yang tertera dalam wadah bila diuji satu Pengujian dilakukan persatu 4. Uji Volume Terpindahkan dengan memindahkan isi vial kedalam gelas ukur kemudian diukur 1 Lolos Uji Volume =5,05 ml atau bila wadah volume 1 jumlah cairannya. ml dan 2 ml di dalam kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket 21

22 bila isi digabung Mengukur ph 5. menggunakan ph universal dengan cara dicelupkan Uji ph kedalam sediaan dan kemudian 1 ph=6,0 ph target 8,6 disamakan dengan warna yang ada diwadah ph universal VII. PEMBAHASAN Pada praktikum sediaan steril kali ini kami membuat formulasi sediaan aminophillin injeksi. Untuk keberhasilan pengembangan formulasi sediaan injeksi, diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang mendalam tentang prinsip fisika, kimia dan biologi serta keahlian untuk aplikasi-aplikasi tersebut. Prinsip formulasi sediaan parenteral volume kecil yang perlu diperhatikan adalah: 22

23 pengaruh rute pemberian obat,pemilihan pembawa,zat tambahan,bentuk/tipe khusus sediaan parenteral. Rute pemberian formulasi aminophillin injeksi yang kami buat adalah intravena. Pemilihan rute ini kami pilih karena efek farmakologi dari aminophillin sebagai bronkodilator, antispasmodium, dan diuretikum terutama pada serangan asma yang membutuhkan efek obat yang cepat. Pemilihan pembawa kami gunakan air untuk injeksi karena kelarutan aminophillin larut dalam lebih kurang 5 bagian air. Zat tambahan yang kami tambahkan adalah natrium klorida dan etilendiamin. Natrium klorida disini berfungsi sebagai pengisotonis, Isotonis adalah masalah yang perlu diperhatikan karena secara teoritis diinginkan larutan obat suntik yang isotonis karena kurang merangsang, kurang menyebabkan toksisitas, dan mengeliminasi kemungkinan terjadinya hemolisis. Namun untuk larutan yang diberikan secara iv,isotonisitas larutan kurang begitu penting selama pemberian obat diberikan secara lambat yang memungkinkan pengenceran atau penyesuaian larutan obat didalam darah. Selain itu ditambahkan pula etilendiamin untuk pengaturan ph injeksi yang diinginkan. Pada proses pembuatan aminophillin injeksi ini dibuat dengan cara sterilisasi akhir dan filtrasi. Sesuai dengan yang tertera pada Formularium Nasional. Cara ini dipilih karena sifat fisika kimia dari bahan aktif dan zat tambahan dalam formulasi ini tahan panas. Selama proses pembuatan sediaan aminophillin injeksi tidak ada kendala. Aminophillin dapat larut dengan baik begitu juga dengan natrium klorida larut dengan baik dalam air untuk injeksi. Demikian pula pada saat pencampuran kedua larutan,larutan tercampur dengan 23

24 baik. Pada saat pemeriksaan ph larutan injeksi didapat nilai ph sebesar 6,0. Kemudian ditambahkan etilendiamin yang telah dilarutkan terlebih dahulu dengan aqua pro injeksi, namun nilai ph tidak berubah. Hal ini dikarenakan etilendiamin yang digunakan kemungkinan bukan etilendiamin yang dimaksud dalam Farmakope Indonesia karena menurut Farmakope Indonesia bentuk etilendiamin cair namun etilendiamin yang tersedia di laboratorium bentuknya serbuk. Setelah seluruh bahan dicampur,campuran ini dibawa keruang grade A background C untuk dilakukan filtrasi dan filling. Kemudian larutan difiltrasi menggunakan membrane filtraasi 0,45 µm sebanyak 2 kali dan difiltrasi dengan membrane filtrasi 0,22 µm.namun filtrasi tidak dilakukan pada proses pembuatan karena keterbatasan peralatan dilaboratorium (dispensasi). Setelah itu sediaan dimasukkan kedalam ampul,namun sediaan tidak dimasukkan kedalam ampul tetapi kedalam vial 10 ml,karena untuk ampul tidak dapat dilakukan penutupan ampul karena keterbatasan alat di laboratorium (dispensasi). Sediaan yang telah dimasukkan kedalam vial kemudian disterilisasi akhir pada ruang grade C dengan menggunakan autoklaf pada suhu C selama 15 menit dengan tekanan 15 psi. Setelah sediaan disterilisasi lakukan penandaan pada etiket diruang grade C. Dari keseluruhan percobaan tidak terlalu banyak kendala yang berarti,sehingga sediaan aminophillin injeksi dapat dibuat sesuai prosedur yang diharapkan. Evaluasi sediaan Evaluasi sediaan yang dilakukan hanya pada uji kejernihan,uji partikulat,uji kebocoran,uji ph, uji volume terpindahkan. 24

25 a. Uji kejernihan Pengujian dilakukan dengan mengamati sediaan secara visual diatas latar putih, jika perlu disorot menggunakan senter,jumlah sample yang diamati 5 vial, syarat harus jernih,hasil pengamatan seluruh sediaan jernih,sediaan dianggap lulus uji. b. Uji Partikulat 3 inspektur melihat ada tidaknya partikel dalam sediaan dengan menggunakan cara visual dan menggunakan latar belakang putih serta senter sebagai alat bantu, syarat harus bebas partikel(-), jumlah sampel yang diuji 5 vial, hasil pengamatan tidak terdapat partikulat sehingga sediaan dianggap lulus uji partikulat. c. Uji Kebocoran Sediaan dibalik dengan posisi tutup dibawah dan diberi dasar kertas lalu diamati apakah ada cairan yang keluar (kebocoran) dengan tanda basahnya kertas dasar,syarat pengujian tidak ada kebocoran dengan ditandai tidak basahnya kertas yang digunakan sebagai dasar, jumlah sediaan yang diuji 5, hasil pengamatan tidak terdapat vial yang bocor sehingga sediaan dianggap lulus uji kebocoran. d. Uji Volume Terpindahkan Pengujian dilakukan dengan memindahkan isi vial kedalam gelas ukur kemudian diukur jumlah cairannya. Syarat pengujian volume tidak kurang dari volume yang tertera dalam wadah bila diuji satu persatu atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml di dalam kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket 25

26 bila isi digabung, jumlah sediaan yang diuji 1 vial dan hasil pengamatan didapat volume sebanyak 5,05 ml sediaan dinyatakan lulus uji. e. Uji ph Mengukur ph menggunakan ph universal dengan cara dicelupkan kedalam sediaan dan kemudian disamakan dengan warna yang ada diwadah ph universal syarat harus sesuai ph target sediaan dimana ph target sediaan sebesar 8,6 jumlah sediaan yang diuji sebanyak 1 vial sedang hasil pengamatan ph yang didapat sebesar 6,0 sehingga sediaan dianggap tidak memenuhi uji ph. VIII. KESIMPULAN Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi aminophillin adalah sebagai berikut: No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan 1 Aminophillin 2,5% Bahan aktif 2 Natrium Klorida 0,475% Pengisotonis 3 Etilen diamin q.s Pengatur ph 4 Air untuk injeksi ad 100% Pelarut Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan injeksi aminophillin injeksi adalah cara sterilisasi akhir yaitu filtrasi menggunakan membrane filter 26

27 0,45 µm sebanyak 2 kali dan 0,22 µm sebanyak 1 kali dan autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit pada tekanan 15 psi karena bahan dalam formula tahan pemanasan. Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi aminophillin yang dibuat adalah hanya pada uji ph tidak memenuhi ph yang diinginkan yaitu 8,6. Hal ini dikarenakan bahan pengatur ph yakni etilendiamin yang ada pada laboratorium steril tidak sesuai dengan Farmakope Indonesia dimana Farmakope Indonesia bentuknya cair sedangkan yang ada di laboratorium bentuknya serbuk. Untuk evaluasi lainnya yakni uji kejernihan, uji partikulat, uji kebocoran, uji volume terpindahkan memenuhi syarat yang ditetapkan. 27

28 IX. DAFTAR PUSTAKA Moh. Anief Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press : Yogyakarta Agoes, Goeswin Sediaan Farmasi Steril. Penerbit ITB : Bandung Departemen Kesehatan Republik Indonesia Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Formularium Nasional edisi II, Jakarta: Departemen Kesehatan. Rowe, Raymond C Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6 th ed., London : Pharmaceutical Press. Than Hoan Tjay dan Rihana Rahardja Obat-Obat Penting edisi VI, Jakarta : Elex Media Komputindo. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Formularium Nasional edisi II, Jakarta: Departemen Kesehatan. 28

29 LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL AMINOPHILLIN INJEKSI Disusun oleh : Tuti Sriatun P

30 POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN FARMASI Tahun Ajaran 2013/

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum

Lebih terperinci

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan. I. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril 2. Untuk menghitung isotonis suatu sediaan steril 3. Untuk mengevaluasi sediaan steril II. Dasar Teori Larutan mata steril adalah steril

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan

Lebih terperinci

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN Pembawa, Syarat dan Evaluasi Obat Suntik Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Injeksi Atropin Sulfas

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Injeksi Atropin Sulfas Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril Injeksi Atropin Sulfas Disusun Oleh : Sela Dwi Agraini (P2.31.39.013.089) Siti Nur Fathimah (P2.31.39.013.090) Sutera Apriani (P2.31.39.013.091) Tri Murtiani

Lebih terperinci

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian BATASAN Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 ml atau kurang Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI II.1

II. LANDASAN TEORI II.1 I. UJUAN PRAKTIKUM 1. Mampu memahami teori mengenai larutan irigasi dan tetes mata dengan baik. 2. Mampu mencapai perhitungan isotonis suatu zat dengan benar. 3. Mampu menghitung pengambilan bahan dengan

Lebih terperinci

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) BAB II SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab II yang diberikan pada pertemuan kedua dan ketiga, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan komponen, prinsip pembuatan,

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09. LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG

Lebih terperinci

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol Suspensi Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap.

Lebih terperinci

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Valerius Cordus (1515-1544) Dispensatorium Cikal bakal Farmakope KETENTUAN UMUM Buku resmi yang ditetapkan secara hukum Isi : - Standardisasi obat-obat

Lebih terperinci

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,

Lebih terperinci

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL BAB I PENGENALAN PERBEKALAN STERIL PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab I yang diberikan pada pertemuan pertama, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan jenis, syarat dan evaluasi dasar perbekalan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN STERIL INJEKSI ASAM ASKORBAT DALAM PENGEMAS VIAL

FORMULASI SEDIAAN STERIL INJEKSI ASAM ASKORBAT DALAM PENGEMAS VIAL FORMULASI SEDIAAN STERIL INJEKSI ASAM ASKORBAT DALAM PENGEMAS VIAL Alfiddah Rossa Herlambang, Muhammad Ridwan, Rae Resta Lestari, Rismawati Simangunsong Program Studi Farmasi, Fakultas Matematikadan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

Topik. Tujuan. Pembuatan sediaan injeksi Thiamin HCl yang dikemas dalam ampul (5

Topik. Tujuan. Pembuatan sediaan injeksi Thiamin HCl yang dikemas dalam ampul (5 Topik Pembuatan sediaan injeksi Thiamin HCl yang dikemas dalam ampul (5 ampul @2ml) Tujuan 1. Mempelajari pembuatan sediaan steril volume kecil yang dikemas dalam ampul 2. Mempelajari cara perhitungan

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL Kelompok : 5 Nama : 1. Ike Nofa Okfrianty (30509022) 2. Indri Elsyd (30509023) 3. Lies Istiqomah (30509024) 4. Maya Oktaviani (30509025) Tanggal praktikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang  B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Larutan adalah campuran homogeny yang disiapkan dengan melarutkan zat padat, zat cair, gas dalam cairan lain.salah satunya yaitu sirup. Sirup adalah cairan berkadar

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata di sekitar

Lebih terperinci

IDENTITAS : KODE MATA KULIAH : FAF 321 SKS : 2,1. DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. rer. nat. Auzal Halim, Apt 2. Dr. Erizal Zaini, MS.

IDENTITAS : KODE MATA KULIAH : FAF 321 SKS : 2,1. DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. rer. nat. Auzal Halim, Apt 2. Dr. Erizal Zaini, MS. IDENTITAS : KODE MATA KULIAH : FAF 321 SKS : 2,1 DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. rer. nat. Auzal Halim, Apt 2. Dr. Erizal Zaini, MS. Apt DEFINISI UMUM : PREPARAT PARENTERAL ADALAH BENTUK-BENTUK OBAT YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

Jenis kemasan Bahan pengemas Teknologi pengemasan

Jenis kemasan Bahan pengemas Teknologi pengemasan Jenis kemasan Bahan pengemas Teknologi pengemasan Adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas -produk- Antara lain: strip/blister, botol, ampul, vial, plastik, dll. Untuk menjamin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan RUANG LINGKUP STERIL Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Sub Pokok Bahasan - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril -Kemampuan yang dituntut untuk membuat sediaan steril - Formula

Lebih terperinci

III. TANGGUNG JAWAB 1...yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tetap ini. 2.. selaku supervisor dalam pelaksanaan prosedur tetap ini.

III. TANGGUNG JAWAB 1...yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tetap ini. 2.. selaku supervisor dalam pelaksanaan prosedur tetap ini. 1 Halaman : 1 dari 11 1 okt 10 I. TUJUAN Untuk memberikan panduan tata cara pembuatan sediaan tetes telinga dan mengetahui area kerja pembuatan. II. FORMULATION 1. Formula Standar Tiap 100 ml mengandung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Makalah Praktikum. Teknologi Formulasi Grup A. Sediaan Steril. Injeksi Aminofillin 2,4%

Makalah Praktikum. Teknologi Formulasi Grup A. Sediaan Steril. Injeksi Aminofillin 2,4% Makalah Praktikum Teknlgi Frmulasi Grup A Sediaan Steril Injeksi Aminfillin 2,4% KELOMPOK V : Nurkhasanah Indah Pertiwi Riska Arguar Syah Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 2015 INJEKSI

Lebih terperinci

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2 MONOGRAFI A. Bahan Aktif HIDROKORTISON Nama senyawa : Hydrocortisoni Acetatis Struktur Molekul : C 23 H 32 O 6 BM : 404,50 Pemerian : - penampilan : serbuk hablur - warna : putih atau hampir putih - bau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pengobatan berdasarkan pengalaman empirik secara turun temurun. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. macam pengobatan berdasarkan pengalaman empirik secara turun temurun. Seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengobatan dengan bahan alam (tanaman, hewan dan mineral) sudah dikenal sejak awal keberadaan manusia. Di Indonesia, obat tradisional digunakan dalam berbagai

Lebih terperinci

PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT

PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT Kuliah : FARMASI RUMAH SAKIT Heru Sasongko, M.Sc,.,Apt. Pustaka : IFRS RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA PRODUKSI FARMASI : Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan me-ngemas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

Pengertian Persiapan:

Pengertian Persiapan: Pengertian Persiapan: Syringe Jarum (needle) Medication: Ampul Vial Mencampur obat dalam satu syringe Parenteral Medication - 2 Parenteral medication (pengobatan secara parenteral) adalah pemberian obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan parenteral Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,

Lebih terperinci

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Lampiran 15. Etiket PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Nama Produk/Bahan No. Batch/Lot Pabrik Pemasok No. Penerimaan Barang Jumlah No. Sertifikat Analisis Tanda Tangan DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon

Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA INDONESIA

MATERIA MEDIKA INDONESIA MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MIKROORGANISME

PENGENDALIAN MIKROORGANISME PENGENDALIAN MIKROORGANISME 1 MIKROORGANISME Menimbulkan penyakit Infeksi ringan-berat- kematian Mencemari makanan, minuman, kosmetik, obat dan sediaan farmasi Perubahan secara kimia Tidak dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.)

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.) Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III.1 Alat dan Bahan Dalam pembuatan mouthwash memiliki beberapa tahapan proses, adapun alat dan bahan yang digunakan pada setiap proses adalah : III.1.1 Pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL 1. N a m a Golongan Essential Oil Sinonim / Nama Dagang (3) Cannabis chinense; Cannabis indica; Hempseed oil Nomor Identifikasi Nomor CAS : 68956-68-3 (1,7) Nomor

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Kamis - Sabtu Tgl. Pratikum : 30 September 9 Oktober 2010 Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 3: UJI SEDIAAN OBAT

BAB 3: UJI SEDIAAN OBAT SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 3: UJI SEDIAAN OBAT Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB III UJI SEDIAAN

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya. ph ±8 dan air untuk injeksi. b. Larutan natrium klorida 0,9% (PT.

Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya. ph ±8 dan air untuk injeksi. b. Larutan natrium klorida 0,9% (PT. Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya a. Intralipid20% Intralipid20% mengandung minyak kedelai yang dimurnikan 20%, fosfolipid yang dimurnikan 1.2%, gliserin 2.2%, natrium hidroksida

Lebih terperinci

ISONIAZID Nama resmi : Isoniazidum Sinonim : Isoniazid, isonicotinic acid hydrazide; isonicotinoylhydrazin, isonicotinylhydrazine RM / BM : C 6 H 7

ISONIAZID Nama resmi : Isoniazidum Sinonim : Isoniazid, isonicotinic acid hydrazide; isonicotinoylhydrazin, isonicotinylhydrazine RM / BM : C 6 H 7 Kelompok III ISONIAZID Nama resmi : Isoniazidum Sinonim : Isoniazid, isonicotinic acid hydrazide; isonicotinoylhydrazin, isonicotinylhydrazine RM / BM : C 6 H 7 NO 2 / 137,14 Titik lebur : 170 C - 173

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas pemberian obat pada pasien ICU diberikan secara parenteral yang berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut umumnya dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh NUR ASNI K100050249 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi apoteker mempunyai tanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian untuk mengoptimalkan terapi guna memperbaiki kualitas hidup pasien. Tetapi masih sering

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu

Lebih terperinci

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau STERILISASI ALAT 1. Definisi Sterilisasi adalah proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan. Suatu benda steril dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari semua bentuk kehidupan (Mulyanti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.00 WITA sampai dengan selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel penelitian 1. Variabel bebas : variasi konsentrasi sabun yang digunakan. 2. Variabel tergantung : daya hambat sabun cair dan sifat fisik sabun 3. Variabel terkendali

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri

Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta) BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk-bentuk Sediaan Obat Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk sediaan obat 1. Sediaan Padat 2. Sediaan Setengah Padat 3. Sediaan Cair 4. Sediaan Gas Sediaan Padat Sediaan Padat 1. Pulvis/Pulveres/Serbuk

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 Oleh KIKI NELLASARI (1113016200043) BINA PUTRI PARISTU (1113016200045) RIZQULLAH ALHAQ F (1113016200047) LOLA MUSTAFALOKA (1113016200049) ISNY

Lebih terperinci

MODUL I Pembuatan Larutan

MODUL I Pembuatan Larutan MODUL I Pembuatan Larutan I. Tujuan percobaan - Membuat larutan dengan metode pelarutan padatan. - Melakukan pengenceran larutan dengan konsentrasi tinggi untuk mendapatkan larutan yang diperlukan dengan

Lebih terperinci