MODEL NUMERIK DIFUSI POPULASI RAJUNGAN DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR

dokumen-dokumen yang mirip
(In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for Swimming Crab Fisheries Management in Makassar Strait)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

3. METODE PENELITIAN

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 1. No. 1, Desember 2010: 24-31

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3. METODE PENELITIAN

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN DEMAK

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK

BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL STATIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT

ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN JARING ARAD (Mini Trawl) DI PERAIRAN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

BAB III BAHAN DAN METODE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

POLA BERAT DAGING RAJUNGAN BERDASARKAN BERAT TUBUH YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELAT MADURA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda

BIO-EKONOMI PERUBAHAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

C E =... 8 FPI =... 9 P

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD (MSY) PADA PERIKANAN DENGAN STRUKTUR PREY-PREDATOR

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

Pengaruh ekstrak minyak cumi pada umpan bubu terhadap hasil tangkapan kepiting bakau dan rajungan di Perairan Malise Kecamatan Tabukan Tengah

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

Pendugaan Stok Ikan dengan Metode Surplus Production

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Rajungan (Portunus pelagicus) (Dokumentasi pribadi 2011)

ANALISIS PERBEDAAN KEDALAMAN DAN SUBSTRAT DASAR TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Swimming Crab) DENGAN ARAD RAJUNGAN DI PERAIRAN WEDUNG, DEMAK

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KOTA BENGKULU (Tinjauan Bioekonomik Terhadap Sumberdaya Perikanan)

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 14,2 (2009) :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

MODEL NUMERIK DIFUSI POPULASI RAJUNGAN DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR (Diffusion Numerical Model for Swimming Crab Fisheries in the Makassar Strait) Adam 1, Indra Jaya 2, dan M. Fedi Sondita 3 ABSTRAK Salah satu model pengelolaan perikanan tangkap untuk perairan yang luas adalah model difusi populasi, dimana ikan bebas melakukan pergerakan (difusi). Model ini dapat dikembangkan dari model pertumbuhan populasi dan model penangkapan (harvesting). Dalam makalah ini, diuraikan hasil model numerik difusi rajungan di Selat Makassar (pantai barat Sulawesi Selatan). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei dan observasi, dimana densitas populasi rajungan ditentukan dengan metode swept area. Model difusi populasi yang dihasilkan menunjukkan bahwa rajungan di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan melakukan pergerakan (difusi) dari perairan pantai ke perairan lepas pantai dengan koefisien difusi sebesar 6 ekor/km 2. Rajungan yang layak tangkap berada pada jarak minimal 3.7 mil laut dari pantai ke arah laut. Dengan mempertimbangkan sifat difusi dari rajungan, model difusi yang dihasilkan direkomendasikan bagi pemanfaatan yang optimal pada pengelolaan perikanan rajungan. Kata Kunci: model, numerik, difusi, rajungan. ABSTRACT One of the fisheries management model for the open seas is a population diffusion model, where fish are free to move. This model could be developed from population growth and harvesting models. In this paper, we describes the result of numerical diffusion model for swimming crabs fisheries in Makassar Strait (west coast of South Sulawesi). The survey and field observation method were used to collect production and effort data. In particular, swimming crabs population density was determined by swept area method. Population diffusion model showed that the diffusion coefficient of swimming crabs in coastal waters of Pangkajene dan Kepulauan is 6 individual/km 2. The allowable and suitable distance to catch the swimming crabs should not be less than 3.7 mile from the coast. We recommend that the result of this study might be adopted for optimal utilization of the swimming crabs fisheries. Key words: model, numeric, difusi, swimming crab. PENDAHULUAN 1 2 3 Politani, Pangkep. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rajungan (Portunus pelagicus Linneaus) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup penting artinya untuk menambah pendapatan dan pemenuhan kebutuhan protein hewani. Rajungan memiliki nilai ekonomis penting dan telah diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar maupun olahan. Negara Singapura, Hongkong, Jepang, Malaysia, Taiwan dan Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor. Tingginya kebutuhan akan rajungan dan produk olahannya di Indonesia menyebabkan tingginya harga produk yang merangsang nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang tepat akan menyebabkan terjadinya pengurasan terhadap sumberdaya tersebut sehingga tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kepunahan. Pengetahuan akan karakteristik biologis rajungan haruslah dipahami. Selain itu, mengingat sumberdaya tersebut bersifat dinamis, selalu berubah menurut ruang dan waktu maka pemahaman tentang perubahan-perubahan tersebut haruslah pula dipahami sebagai landasan dalam pengelolaan perikanan tangkap. Oleh karena itu, dalam menentukan model pengelolaan perikanan tangkap rajungan hendaknya diperhitungkan model difusi populasinya. Clark (199) menyatakan bahwa model pengelolaan perikanan untuk perairan yang luas dimana ikan bebas melakukan pergerakan (difusi), harus memperhitungkan distribusi spasial 83

84 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 26, Jilid 13, Nomor 2: 83-88 dan pergerakan ikan itu sendiri. Model difusi populasi dapat dikembangkan dari model pertumbuhan populasi dan model penangkapan (harvesting) dari Gordon (1954) dan Schaefer (1957). Salah satu tingkah laku penting dari rajungan adalah perkembangan siklus hidupnya yang terjadi di beberapa tempat. Pada fase larva dan fase pemijahan, rajungan berada di laut terbuka (off-shore) dan fase juvenil sampai dewasa berada di perairan pantai (in-shore) yaitu muara dan estuaria (Kangas, 2). Siklus hidup rajungan tersebut menyebabkan terjadinya sebaran rajungan yang dinamis. Sebaran ini dipertimbangkan dalam pemanfataan rajungan yang optimal. Dalam makalah ini akan diuraikan hasil penentuan model numerik difusi rajungan di Selat Makassar (pantai barat Sulawesi Selatan). Model numerik difusi populasi rajungan diharapkan dapat dipertimbangkan secara ilmiah sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan tangkap, khususnya perikanan rajungan, di pantai barat Sulawesi Selatan. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari Maret sampai April 25 di daerah penangkapan (fishing ground) rajungan di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan pada posisi 119 2 BT 119 38 BT dan 4 32 4 47. Daerah inshore dan off-shore ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 tahun 1999 tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan, yakni perairan pantai (in-shore) meliputi perairan yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai dengan enam mil laut kearah laut, sedangkan perairan lepas pantai (offshore) meliputi perairan setelah in-shore. Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan observasi. Data produksi rajungan (ton/tahun), upaya penangkapan (trip/tahun) dari periode tahun 1995 sampai 24 diperoleh dari instansi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pengumpulan data untuk menentukan densitas populasi rajungan, dilakukan dengan metode swept area yang menggunakan alat tangkap trawl (nama lokal pattare, dalam statistik disebut dogol). Penarikan trawl dilakukan selama satu jam, kecepatan kapal 1.7 knot (3.1484 km/jam) dengan arah sejajar pantai untuk setiap penarikan pada setiap stasiun penelitian. Daerah penangkapan (stasiun penelitian) ditentukan secara sengaja kemudian posisi (Lintang, Bujur) ditentukan dengan GPS Sounder. Penentuan jarak stasiun penelitian dilakukan dengan menggunakanan GPS sounder dan peta laut Sulawesi pantai Barat nomor 123, yang diukur secara tegak lurus garis pantai daratan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dari stasiun penelitian. Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan GPS sounder. Jumlah individu hasil tangkapan rajungan pada setiap stasiun penelitian dicatat dan dilakukan penimbangan berat dengan menggunakan timbangan elektrik (gram) serta pengukuran lebar karapas rajungan dengan menggunakan mistar geser (mm). Pengambilan data ini dilakukan pada siang hari selama 9 hari dengan jumlah penarikan trawl sebanyak 18 kali dan yang mendapatkan hasil tangkapan hanya 14 kali. Analisis Data Data hasil penelitian berupa upaya penangkapan, produksi, dan produktivitas diolah dengan model regresi linier (ordinary least square) untuk menduga koefisien pertumbuhan biomassa rajungan, kemampuan tangkap, dan kapasitas daya dukung perairan. Data berupa jarak daerah penangkapan, densitas dan koefisien determinasi merupakan input untuk menentukan model difusi populasi rajungan, tanpa eksploitasi, dan dengan eksploitasi. Pemodelan dilakukan secara numerik dan untuk memudahkan pemrograman dan analisis data di gunakan bantuan software Matlab. Pengembangan Model Difusi Menurut Gordon (1954) dan Schaefer (1957), pertumbuhan populasi (x) pada periode t di suatu perairan yang terbatas, adalah fungsi dari jumlah asal populasi tersebut. Secara matematis, hubungan tersebut dituliskan sebagai: dx = F(x) (1) dt

Adam, I. Jaya dan M. F. Sondita, Model Numerik Difusi Populasi Rajungan 85 Dengan asumsi bahwa daerah tersebut terbatas, secara rasional bisa diasumsikan bahwa populasi tersebut tumbuh secara proporsional terhadap populasi asal atau: dx = rx (2) dt dimana r adalah intrinsic growth rate (natalitas dikurangi mortalitas) atau sering disebut dengan laju pertumbuhan tercepat yang dimiliki oleh suatu jenis populasi. Koefisien ini dapat diturunkan dari persamaan regresi berganda yang dikembangkan oleh Hilborn and Walters (1992), yaitu: U U t+ 1 t 1 = r r U Kq t qe t (3) dimana U t merupakan Catch per Unit Effort (CPUE) pada tahun tertentu dan E t merupakan jumlah effort pada tahun tersebut. Dari persamaan (3) dapat dikonversi ke bentuk koefisien regresi, dimana b 1 = r, b 2 = -r/kq, b 3 = -q, Y = (U t+1 /U t ) - 1, X 1 = 1, X 2 = U t dan X 3 = E t. q merupakan koefisien kemampuan tangkap (catch ability coefficient) dari suatu alat tangkap dan K adalah kemampuan daya dukung lingkungan (carrying capacity) suatu perairan. Asumsi bahwa laju pertumbuhan populasi rajungan adalah proporsi perbedaan antara carrying capacity dan populasi maka secara matematis, hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai: dx x = rx(1 ) (4) dt K Persamaan (4) merupakan model pertumbuhan populasi. Model pertumbuhan populasi pada persamaan (4) merupakan kondisi perikanan yang belum mengalami eksploitasi sehingga model tersebut perlu dikembangkan dengan memasukkan faktor produksi (eksploitasi). Untuk melakukan penangkapan (harvest) rajungan di suatu perairan dibutuhkan berbagai sarana yang merupakan faktor masukan (input) yang disebut sebagai upaya (effort). Menurut Clark (1985), produksi (h) atau aktivitas penangkapan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari effort (E) dan stok populasi, atau dapat ditulis h = f ( x, E). Secara umum diasumsikan bahwa semakin banyak biomas ikan (stok) dan semakin banyak faktor input (effort), maka produksi semakin meningkat. Dengan kata lain turunan parsial kedua peubah input terhadap produksi positif, atau h / x > dan h / E >. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam manajeman perikanan a- dalah h = qxe (5) Dengan adanya aktivitas penangkapan, maka model pada persamaan (4) akan menjadi dx = F( x) h (6) dt Persamaan (6) merupakan model harvesting. Model pertumbuhan populasi dan model harvesting yang dikembangkan oleh Gordon- Schaefer hanya bisa diterapkan pada perairan yang terbatas. Pada perairan yang luas, dimana y merupakan jarak dari pantai dan densitas populasi ( u ( y)) tergantung pada y, maka kita bisa mengadopsi persamaan metode swept area untuk mendapatkan densitas rajungan berdasarkan jarak dari pantai (Shindo (1973) in Sumiono (21)). 1 c f -u( y) = x (7) An c. f An adalah luas jalur yang dilalui oleh jaring - (trawl) dan dapat dinyatakan sebagai t x v x h x E, dimana t adalah lama penarikan jaring, v adalah kecepatan kapal waktu menarik jaring, h adalah panjang tali ris atas trawl, dan E adalah efektifitas membukanya mulut jaring. Dari persamaan tersebut dapat dihitung pertumbuhan alami populasi berdasarkan jarak y dari pantai, sebagai: u F( y, u) = ru 1 (8) K Persamaan (8) merupakan model pertumbuhan dan difusi populasi. F(y,u) merepresentasikan pertumbuhan alami populasi rajungan pada jarak y dari pantai yang merupakan model difusi rajungan. Koefisien difusi diasumsikan proporsional terhadap gradien densitas. Model tersebut belum memasukkan upaya penangkapan sehingga perlu dimodifikasi dengan memasukkan fungsi produksi ( h ( y) = que) sehingga persamaan (8) menjadi:

86 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 26, Jilid 13, Nomor 2: 83-88 HASIL u F ( y, u ) = ru 1 que (9) K Sebaran Rajungan yang Tertangkap Rajungan (Portunnus pelagicus) yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap mini trawl berbeda-beda berdasarkan jarak dari pantai, baik jenis kelamin, lebar karapas, dan berat individu. Persentase jenis kelamin rajungan yang tertangkap lebih besar jantan daripada betina. Meskipun jumlah betina yang tertangkap lebih sedikit akan tetapi bobot total betina lebih berat dibandingkan dengan bobot total jantan. Sebaran jenis kelamin rajungan berdasarkan jarak dari pantai dapat dilihat pada Gambar 1. Rata-rata bobot individu rajungan secara umum juga mengalami peningkatan dengan meningkatnya jarak dari pantai dan konstan pada bobot tertentu. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Rerata Berat Individu (gram) 25 2 15 1 5 R 2 =.9147 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Gambar 3. Rata-rata Bobot Induvidu Rajungan Berdasarkan Jarak dari Pantai. Jumlah Individu (ekor) 8 7 6 5 4 3 2 1.8 1.25 Jantan Betina 1.4 2.6 2.85 3.3 4.2 4.5 4.7 5.6 6.2 7.8 8.5 1.7 Gambar 1. Sebaran Jenis Kelamin Rajungan Berdasarkan Jarak dari Pantai. Lebar karapas rajungan terkecil yang tertangkap 42.2 mm pada jarak.8 mil laut dari pantai dan ukuran terbesar 15.5 mm pada jarak 8.5 mil laut dari pantai. Rata-rata lebar karapas rajungan meningkat seiring meningkatnya jarak dari pantai. Semakin jauh dari pantai kecenderungan ukuran tubuh rajungan semakin besar dan konstan pada ukuran tertentu. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Rerata lebar karapas (mm) 16 14 12 1 8 6 4 2 Gambar 2. R 2 =,929 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Ukuran Tubuh Rajungan Berdasarkan Jarak dari Pantai. Sementara itu, biomassa rajungan mengalami peningkatan sampai pada jarak 6 mil laut dari pantai, kemudian cenderung mengalami penurunan seiring dengan peningkatan jarak dari pantai. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Biomassa (kg/km 2 ) 4 35 3 25 2 15 1 5 R 2 =.6159 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Gambar 4. Biomassa Rajungan Berdasarkan Jarak dari Pantai. Model Difusi Populasi Rajungan Hasil perhitungan metode swept area yang menggunakan alat tangkap trawl pada 14 stasiun (14/18 kali survai) diperoleh persamaan.1979 y eksponensial u = 741.2e. Dari persamaan tersebut diperoleh grafik model densitas rajungan berdasarkan jarak dari pantai (Gambar 5). Hasil analisis dengan metode linier berganda dari Walter-Hilborn didapatkan pertumbuhan alami (r) yang dimiliki oleh rajungan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebesar

Adam, I. Jaya dan M. F. Sondita, Model Numerik Difusi Populasi Rajungan 87 2.133 ton/tahun dan kemampuan daya dukung lingkungan (K) sebesar 1381.55 ton. Berdasarkan koefisien tersebut dan model densitas rajungan maka diperoleh model difusi populasi rajungan yang mengikuti persamaan F = 1 581 x exp (-.1979y) (1.72 x exp (-.1979y) ). Adanya upaya penangkapan rata-rata sebesar 25 22 trip/tahun (1995-24) yang diasumsikan proporsional terhadap jarak maka pertumbuhan rajungan berdasarkan jarak akan mengalami penurunan sebesar 1.76 x exp (-.1979y) sehingga persamaan tersebut menjadi = 1 581 x exp (-.1979y) (1 -.72 x exp (-.1979y) ) - (1.76 x exp (-.1979y) ). Berdasarkan persamaan tersebut dapat dibuat grafik model difusi populasi rajungan (Gambar 6). Densitas (ekor/km 2 ) 8 75 7 65 6 55 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 u = 741,55e -.1979x R 2 =,9176 y = -6,58x + 625,59 R 2 =,7836 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Gambar 5. Model Densitas dan Gradien Densitas Rajungan di Perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Gambar 6. Model Pertumbuhan dan Difusi Populasi Rajungan di Perairan Kabupaten Pangkep. PEMBAHASAN Sebaran Rajungan yang tertangkap Jenis kelamin jantan lebih dominan tertangkap di perairan pantai dibandingkan jenis kelamin betina yang lebih dominan tertangkap di perairan lepas pantai. Kondisi serupa dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya, misalnya Kangas (1997), Kumar et. al. (2), Gardenia (22), Miskiya (23) dan Suadela (24) yang menyatakan bahwa rajungan jantan lebih banyak tertangkap dengan perbandingan yang cukup besar (66.79 %) terhadap rajungan betina (34.21%). Rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga penyebarannya di sekitar perairan pantai yang relatif dangkal, sedangkan rajungan betina menyenangi salinitas tinggi terutama untuk melakukan pemijahan, sehingga penyebarannya pada perairan yang lebih dalam (Wharton (1975) dan Rudiana (1989) in Saedi (1997)). Menurut nelayan, ketentuan ukuran tubuh atau lebar karapas yang dikeluarkan oleh perusahaan pengolahan daging rajungan adalah rajungan yang mempunyai lebar karapas minimal 11 mm. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka rajungan yang layak tangkap di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah rajungan yang berada pada jarak minimal 3.7 mil laut dari pantai ke arah lepas pantai (Gambar 2). Pada ukuran tersebut rajungan berada pada tingkat kedewasaan secara seksual sehingga memberikan peluang bagi rajungan untuk bereproduksi terlebih dahulu sebelum tertangkap (Suadela, 24). Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa semakin jauh dari pantai, ukuran tubuh dan bobot rajungan semakin meningkat Hal ini sesuai dengan siklus hidup rajungan yang mengalami perkembangan di beberapa tempat. Pada fase juvenil sampai dewasa, rajungan berada pada daerah muara dan estuaria, dan pada fase pemijahan rajungan berada di laut terbuka. Informasi ini, diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya mengekploitasi rajungan yang berkelanjutan, khususnya mengenai rajungan yang layak tangkap dan yang menguntungkan bagi nelayan. Gambar 5 memberikan informasi yang lebih mendukung kondisi tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa rajungan yang optimal untuk diekploitasi berdasarkan biomassa rajungan, berada pada jarak 3.5 mil laut sampai 8.5 mil laut. Meskipun, pada jarak yang lebih jauh ukuran dan bobot rajungan masih menguntungkan bagi nelayan, akan tetapi rajungan pada jarak tersebut diduga berada pada kondisi pemijahan.

88 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 26, Jilid 13, Nomor 2: 83-88 Model Numerik Difusi Populasi Rajungan Model densitas menunjukkan rajungan di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan melakukan pergerakan (difusi) dari perairan pantai ke perairan lepas pantai dengan koefisien difusi sebesar 6 ekor/km 2. Penelitian tentang model difusi rajungan yang menjelaskan tentang standar koefisien difusi yang dapat dianggap bahwa rajungan melakukan difusi belum ada sebelumnya. Prediksi koefisien difusi pada penelitian ini, diperoleh dari gradien model densitas pada Gambar 5. Model difusi populasi rajungan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan jarak dari pantai (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh perbandingan antara kematian alami dengan pertumbuhan alami rajungan semakin tinggi seiring dengan peningkatan jarak dari pantai. Semakin jauh dari pantai pertumbuhan alami akan semakin rendah, sementara kematian alami diasumsikan sama, seiring dengan peningkatan jarak dari pantai (Munro, 1968 in Amron, 24). Dengan adanya upaya penangkapan, model tersebut mengalami perubahan dimana jumlah biomassa pada perairan pantai turun sangat drastis. Hal ini disebabkan oleh adanya penangkapan rajungan yang tak terkendali pada perairan pantai, sehingga rajungan yang melakukan pergerakan dari perairan pantai ke perairan lepas pantai mengalami penurunan. Kondisi ini juga mempengaruhi jumlah biomassa di perairan lepas pantai. KESIMPULAN DAN SARAN Rajungan di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan melakukan pergerakan (difusi) dari perairan pantai ke perairan lepas pantai dengan koefisien difusi sebesar 6 ekor/km 2. Berdasarkan lebar karapas, rajungan yang layak tangkap di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah rajungan yang berada pada jarak minimal 3.7 mil laut dari pantai ke arah laut dengan ukuran lebar karapas minimal 11 mm. Model difusi populasi rajungan di perairan Selat Makassar (pantai barat Sulawesi Selatan) dapat dipertimbangkan sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan rajungan secara optimal. PUSTAKA Amron. 24. Model Numerik Perairan Pantai (Inshore) dan Lepas Pantai (Off-shore) dalam pengelolaan Perikanan Udang Jerbung di Propinsi Riau. Tesis. Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Clark, C. W. 1985. Bioeconomic Modeling and Fisheries Management. Jhon Wiley and Sons Inc, New York. Clark, C. W. 199. Mathematical Bioeconomics. Jhon Wiley and Sons Inc, New York. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep. 24. Statistik Perikanan Kabupaten Pangkep Tahun 24. Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep. Pangkep. Gardenia, Y.T. 22. Studi tentang Pengaruh Perbedaan Tinggi Jaring Kejer terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunnus pelagicus) di Perairan Bondet Desa Mertasinga, Kabupaten Cirebon. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gordon, H. S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: The Fishery. Journal of Political Economy, 62: 124-142. Kangas, M. I. 2. Synopsis of The Biology and Exploitation of The Blue Swimming Crab, Portunus pelagicus Linnaeus, in Western Australia Fisheries Research Report No.121. http://www.fish.wa.gov.au. Kumar, M., Fergusson., Y. Xiao, and S. Venema. 2. Studies on Reproductive Biology and Distrution of The Blue Swimmer Crab (Portunnus pelagicus) in South Australian Waters. SARDI Research Report Series No. 47 South Australia. Australia. Miskiya. 23. Aspek Bio-Teknik Jaring Rajungan di Karangantu Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schaefer, M. B. 1957. Some Considerations of Population Dynamics and Economics in Relation to the Management of Marines Fisheries. Journal of the Fisheries Research Board of Canada, 14: 669-681. Saedi, E. 1997. Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan (Portunnus pelagicus) di Dua Lokasi Penangkapan Perairan Pantai Utara Jawa Barat. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suadela, P. 24. Analisis Tingkat Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Jaring Rajungan (Studi Kasus di Teluk Banten). Skripsi (Tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumiono, B. 21. Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Perairan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan dan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.