4 Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi penelitian

Pembentukan Poliblend antara Polistiren dengan Kitosan serta Karakterisasinya

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

4. Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

3. Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

3. Metode Penelitian

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

Kata Kunci : styrofoam, polistyren, polistyren tersulfonasi, amilosa, polibled

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

SINTESIS POLIBLEND ANTARA POLISTIREN DENGAN PATI TAPIOKA SERTA KARAKTERISASINYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

PEMBUATAN BAHAN IPN MENGGUNAKAN CAMPURAN POLIMETILMETAKRILAT DAN POLISTIREN

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

3. Metodologi Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

2 Tinjauan Pusaka. 2.1 Polimer

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer

3 Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)

4 Hasil dan Pembahasan

Penambatan kompleks pada silika Oksidasi alkohol sekunder HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan silika terfungsionalisasi

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR

Transkripsi:

4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren dapat mengalami reaksi autooksidasi. Adanya udara dalam monomer dapat menyebabkan reaksi polimerisasi tidak dapat berlangsung dikarenakan terhambatnya aktivitas inisiator benzoil peroksida oleh oksigen. Penelitian sebelumnya [Rohandi, 2006], menunjukkan bahwa rendemen polistiren yang paling tinggi, diperoleh dengan waktu polimerisasi 16 jam dengan perbandingan stiren:benzoil peroksida 500:1 (DPn 500). Pada penelitian ini, proses polimerisasi dilakukan dengan metode yang sama dan diperoleh rendemen rata-rata 80%. Polistiren yang dihasilkan tidak sepenuhnya murni, kemungkinan masih terdapat monomer yang tidak mengalami reaksi polimerisasi. leh karena itu, diperlukan proses pemurnian lebih lanjut melalui proses pelarutan dan pengendapan. Setelah dimurnikan, diperoleh polistiren berwarna putih dengan bentuk serbuk yang halus. 4.1.1 Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam polimer. Secara kualitatif, dapat dilakukan dengan membandingkan puncak-puncak serapan yang ada pada spektrum inframerah dengan tabel korelasi. Polistiren memiliki puncak karakteristik yaitu puncak ulur = C- aromatik pada daerah 3100-3000 cm -1, puncak ulur cincin benzen pada 1675-1500 cm -1 dan puncak ulur benzen monosubsitusi pada daerah 770-690 cm -1. Spektrum inframerah untuk polistiren serbuk hasil sintesis dapat dilihat pada Gambar 4.1, yang menunjukkan puncak serapan khas untuk polistiren. 25

Gambar 4. 1 Spektrum Inframerah Polistiren Tabel 4. 1 Puncak serapan spektrum IR Polistiren No Bilangan gelombang ( cm -1 ) Jenis vibrasi 1 3025, 3059, dan 3081 Ulur =C- aromatik 2 2849 dan 2922 Ulur cincin benzen 3 1601 Ulur C=C aromatik 4 756 dan 697 Ulur benzen monosubsitusi 4.1.2 Analisis Permukaan Polistiren Foto permukaan dari film polistiren diambil menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 200X. Film polistiren yang dihasilkan bersifat transparan dan homogen. asil mikroskop optik menunjukkan struktur permukaan polistiren yang halus dan tidak berpori (Gambar 4.2). Gambar 4. 2 Mikrograf polistiren dengan perbesaran 200X 26

4.1.3 Analisis Kristalinitas dan Sifat Termal Polistiren Reaksi polimerisasi radikal bebas dicirikan dari hasil reaksi yang tidak teratur (acak). leh karena itu, polistiren yang dihasilkan cenderung memiliki struktur yang acak atau struktur ataktik. asil ini didukung oleh data difraktogram XRD polistiren yang menunjukkan bahwa kristalinitas dari polistiren yang terbentuk sangat rendah, sebesar 40,76%. Gambar 4. 3 Difraktogram Polistiren Termogram hasil analisis menggunakan TG/DTA dari polistiren dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4. 4 Termogram Polistiren 27

Dari termogram TGA (warna biru) terlihat bahwa polistiren hasil sintesis terdekomposisi pada suhu 343,0-450 C. Termogram DTA (warna hijau) dari polistiren menunjukkan bahwa polistiren hasil sintesis tidak mempunyai suhu transisi gelas (T g ) ataupun suhu pelelehan (T m ). Berdasarkan literatur [www.matweb.com, 2006], polistiren memiliki T g pada suhu 83-100 C dan T m pada suhu 190-260 C. Perbedaan ini dapat disebabkan karena polistiren hasil sintesis mempunyai derajat kristalinitas yang rendah, seperti terlihat pada difraktogram polistiren (Gambar 4.3). Selain reaksi polimerisasi terjadi melalui radikal bebas, rendahnya kristalinitas dapat juga disebabkan pada saat proses pendinginan. Pada proses pendinginan, polimer yang berada pada suhu tinggi, langsung didinginkan ke suhu ruang. al ini dapat mengakibatkan tidak adanya waktu bagi rantai polimer untuk mengatur diri,sehingga rantai polimer menjadi tidak teratur. 4.2 Nitrasi Polistiren Polistiren merupakan polimer yang bersifat nonpolar. Agar diperoleh polistiren yang mempunyai gugus polar, polistiren dimodifikasi melalui proses nitrasi. Melalui proses ini, diperoleh polistiren dengan gugus polar N 2. Untuk membuktikan polistiren telah mengalami nitrasi, dilakukan analisis gugus fungsi dengan FTIR. Spektrum polistiren ternitrasi dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4. 5 Spektrum Inframerah Polistiren ternitrasi Terdapat perbedaan antara spektrum polistiren (Gambar 4.1) dengan spektrum polistiren ternitrasi, yaitu adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1519, dan 855 cm -1. 28

Puncak serapan pada bilangan gelombang 1519 cm -1 menunjukkan adanya ikatan C-N 2. Sedangkan puncak serapan pada 855 cm -1, menunjukkan adanya benzen disubsitusi pada posisi para. Polistiren tersubsitusi pada posisi orto dapat juga dilakukan, akan tetapi produk ini tidak dominan. al ini dikarenakan terjadi halangan sterik yang lebih besar jika N 2 masuk ke posisi tersebut, sehingga diperlukan energi yang lebih besar. Keadaan tersebut kurang disukai, sehingga produk dengan disubsitusi pada posisi orto sangat rendah. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa polistiren telah berhasil dinitrasi. Polistiren ternitrasi yang diperoleh bersifat rapuh, berwarna kuning, dan dapat larut dalam DMF. 4.3 Isolasi Kitin dan Transformasi Menjadi Kitosan 4.3.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang Bahan baku isolasi kitin adalah kulit udang yang terdiri dari bagian kepala, badan, dan ekor. Kulit udang ini diproses melalui beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan penghilangan warna. Pada tahap isolasi diperoleh kitin sebesar 19,60 gram dari kulit udang kering sebanyak 60 gram. Rincian massa dan rendemen tiap proses dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4. 2 Rincian Massa dan Rendemen Proses Isolasi Kitin Proses Massa (gram) Rendemen Kulit udang kering 60 Penghilangan protein (deproteinasi) 38,31 63,85% Penghilangan mineral (demineralisasi) 22,18 36,97% Penghilangan warna 19,60 32,67% Untuk menghilangkan protein, digunakan larutan Na 3,5% dengan suhu reaksi 65 C. Diperlukannya suhu yang cukup tinggi karena protein diikat oleh kitin melalui ikatan kovalen dan membentuk kompleks yang stabil, sehingga sulit untuk melepasnya. Kitin hasil deproteinasi dan demineralisasi berwarna kuning kecoklatan. al ini disebabkan oleh adanya pigmen astaxanthin dan kantaxanthin yang terikat pada kitin [Kristi, 2001]. Penghilangan warna dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan aseton. Penghilangan warna kitin perlu dilakukan karena ikatan rangkap C=C- pada senyawa berwarna dapat menggangu analisis gugus fungsi dengan FTIR. al ini disebabkan karena bilangan gelombang ikatan rangkap C=C= dengan C-N- hampir sama yaitu pada bilangan gelombang 1675-1500 cm -1. 29

Spektrum inframerah kitin hasil isolasi dari kulit udang dapat dilihat pada Gambar 4.6. Puncak-puncak serapan menunjukkan adanya gugus, N 2, C= amida dan C 3. Jenis vibrasi gugus-gugus tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3. Data-data berikut ini menunjukkan bahwa kitin berhasil diisolasi dari kulit udang. 97.5 %T 90 3111.18 2927.94 2885.51 1315.45 750.31 694.37 82.5 3450.65 1568.13 1544.98 590.22 538.14 468.70 3271.27 1658.78 1629.85 1377.17 1157.29 1114.86 1074.35 1024.20 75 khitin 4000 3000 2000 1500 1000 500 1/cm Gambar 4. 6 Spektrum Inframerah Kitin Tabel 4. 3 Puncak Serapan Spektrum Inframerah Kitin No Bilangan gelombang ( cm -1 ) Jenis vibrasi 1 3111,18-3450,65 Ulur -, N- 2 2885,51-2927,94 Ulur C-, C 3 3 1658,78 Ulur C= amida I 4 1377,17 Ulur C--C 4.3.2 Transformasi Kitin Menjadi Kitosan Tahap ini dilakukan melalui reaksi hidrolisis dengan basa kuat. Basa kuat berfungsi untuk melepaskan gugus asetil pada kitin, sehingga dihasilkan kitosan dan ion asetat. Usulan mekanisme reaksi ditunjukkan pada Gambar 4.7 (Fessenden, et al.,1986). 30

N C C 3 N C C 3 n N C - C 3 N C C 3 N - C C 3 - n N C C 3 N C C 3 N - C C - n 3 N C C 3 -C 3 C - N C C 3 N 2 n N C C 3 Gambar 4. 7 Usulan mekanisme reaksi deasetilasi kitin Spektrum Inframerah untuk kitosan yang dapat dilihat pada Lampiran A, menunjukkan puncak serapan yang mirip dengan kitin. Perbedaannya terletak pada intensitas puncakpuncak serapannya, dimana terjadi penurunan intensitas puncak serapan pada bilangan gelombang 1658,78 cm -1 dan sebaliknya terjadi kenaikan puncak serapan pada 3450 cm -1. al ini menunjukkan terjadinya pengurangan gugus C= amida I sebagai akibat terbentuknya gugus N 2. 31

Penentuan derajat deasetilasi dapat dilakukan melalui analisis kuantitatif dari spektrum inframerah kitosan berdasarkan persamaan (3-2) dari Domzy dan Robert (1985). Dari hasil perhitungan (Lampiran A), diperoleh derajat deasetilasi kitosan sebesar 70,92 %. 4.4 Pembentukan Poliblend Pembentukan poliblend antara polistiren dan kitosan dengan penambahan polistiren ternitrasi menghasilkan poliblend yang kurang homogen. Film dari poliblend yang terbentuk menunjukkan bagian kitosan tidak bercampur dengan polistiren, terlihat dari warna film yang tidak transparan dan terdapatnya bintik-bintik kuning. 4.4.1 Analisis Gugus Fungsi Spektrum poliblend yang dihasilkan merupakan gabungan puncak-puncak serapan yang terdapat pada polistiren murni, polistiren ternitrasi, dan kitosan (Gambar 4.8). 100 %T 90 4249.18 80 70 4038.94 1870.95 1803.44 1730.15 1666.50 1600.92 1490.97 1446.61 1367.53 1334.74 1180.44 1153.43 1068.56 1026.13 968.27 906.54 767.67 744.52 702.09 621.08 540.07 60 1944.25 50 3462.22 40 3059.10 2910.58 2848.86 4500 4000 3500 3000 2500 PS Kitosan Gambar 4. 8 Spektrum inframerah poliblend PS:PSn:Kitosan (65:5:30) 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Spektrum inframerah poliblend dengan komposisi lainnya dapat dilihat pada Lampiran B. Puncak-puncak serapan yang terdapat pada poliblend PS:PSn:Kitosan (65:5:30) hampir sama dengan puncak-puncak polimer penyusunnya. Nilai-nilai puncak serapan dari spektrum poliblend, polistiren dan kitosan dapat dilihat pada tabel berikut: 32

Tabel 4. 4 Data analisis gugus fungsi menggunakan FTIR Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang (cm -1 ) PS (film) PS ternitrasi Kitosan 90:0:10 90:5:10 65:5:30 Ulur =C- aromatik 3080,32 - - 3080,32 3062,92 3059,10 Ulur cincin benzen 1600,92 - - 1600,92 1595,13 1600,92 Ulur cincin benzen monosubsitusi 769,6 - - 769,60 771,53 767,67 C-N 2-1519 - 1543,05 1539,20 Intensitas kecil Benzen disubsitusi - 855-840,96 842,89 842 Ulur -, N- - - 3448,72 3449 3448 3462,22 Ulur C= amida I - - 1658,78 1666,50 1668,43 1730,15 *komposisi poliblend = Polistiren: polistiren nitrasi: kitosan Tabel diatas mengidentifikasikan bahwa poliblend yang dihasilkan mengandung gugusgugus fungsi dari polistiren, polistiren ternitrasi, dan kitosan. Spektrum poliblend tidak menunjukkan adanya gugus fungsi yang baru. al ini mengindikasikan interaksi yang terjadi antar polimer dalam poliblend berupa interaksi secara fisik. 4.4.2 Analisis Termal Analisis sifat termal pada penelitian ini dilakukan dengan TG/DTA.asil analisis terhadap polistiren dan poliblend dengan komposisi PS:Kitosan ( 90:10), PS:PSn:Kitosan (85:5:10), dan PS:PSn:Kitosan(65:5:30) dapat dilihat pada Gambar 4.9. Sedangkan, termogram untuk masing-masing komposisi dapat dilihat pada Lampiran C. 33

Gambar 4. 9 GabunganTermogram Polistiren dan Poliblend a) PS:Kitosan (90:10), b)ps:psn:kitosan (85:5:10), c) dan PS:PSn:Kitosan (65:5:30) asil analisis keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini: Tabel 4. 5 Data analisis TG/DTA Komposisi Poliblend Suhu dekomposisi PS Suhu dekomposisi Kitosan Polistiren (100) 343,0-450 C - PS :Kitosan (90:10) 346,14-455,8 C 267,4-306,9 C PS:PSn:Kitosan(85:5:10) 349,0-455,8 C 269,7-311,6 C PS:PSn:Kitosan (65:5:30) 352,05-457,0 C 266,2-308,0 C Termogram TGA menunjukkan adanya dua tahap dekomposisi. Dekomposisi pertama merupakan dekomposisi kitosan dan yang kedua adalah dekomposisi polistiren. Kitosan terdekomposisi terlebih dahulu karena kitosan memiliki stabilitas termal yang lebih rendah dibandingkan polistiren. Polistiren hasil sintesis terdekomposisi pada rentang suhu 343,0-450 C. Suhu dekomposisi rata-rata untuk polistiren dalam poliblend dimulai pada suhu 349 C. Kenaikan sifat termal dari polistiren menunjukkan bahwa kehadiran kitosan dan 34

polistiren ternitrasi dalam poliblend mempengaruhi suhu dekomposisi dari polistiren. Kehadiran kitosan yang bersifat kristalin, dapat mengisi bagian polistiren yang kosong sehingga polistiren menjadi lebih rapat dan teratur, akibatnya polistiren lebih sulit terdekomposisi. Pengaruh komposisi kitosan terhadap penurunan % berat poliblend selama analisis TGA dapat dilhat pada tabel 4.6. Tabel 4. 6 Perbandingan berat kitosan yang terdekomposisi Komposisi % Kitosan awal (dalam poliblend) % PS awal (dalam poliblend) % Kitosan yang terdekomposisi % PS yang terdekomposisi PS: Kitosan (90:10) 10 90 6,25 93,75 PS:PSn: Kitosan (85:5:10) PS:PSn: Kitosan (65:5:30) 10 85 5,14 94,86 30 65 16,43 83,60 Pada poliblend dengan komposisi kitosan 10%, suhu dekomposisi polistiren tanpa penambahan polistiren ternitrasi lebih rendah dibandingkan poliblend dengan penambahan polistiren ternitrasi. Interaksi yang lemah antara polistiren dengan kitosan menyebabkan gaya termal lebih mudah diabsorpsi kitosan. Adanya polistiren ternitrasi, dapat menaikkan suhu dekomposisi polistiren. Namun, peningkatannya tidak terlalu signifikan. al ini menunjukkan bahwa polistiren ternitrasi dapat meningkatkan kompatibilitas antara polistiren dengan kitosan. Polististiren ternitrasi dapat menjadi penghubung antara polistiren yang bersifat nonpolar dengan kitosan yang bersifat polar. Polistiren akan berinteraksi dengan bagian nonpolar dari polistiren. Sedangkan, kitosan yang mengandung gugus-gugus fungsi bebas yang bersifat polar akan berinteraksi dengan gugus N 2 dari polistiren ternitrasi. Semakin banyak komposisi kitosan dalam poliblend, suhu dekomposisi kitosan menurun. Namun, penurunannya tidak terlalu signifikan. Penurunan % berat di awal, kemungkinan besar berupa pengotor yang berasal dari kitosan karena pada termogram polistiren murni tidak terlihat adanya dekomposisi awal. Pengotor dapat berupa air yang berasal dari kurang keringnya kitosan saat proses isolasi dan transformasi kitin. Tabel 4.6 menunjukkan adanya perbedaan antara jumlah polimer yang dicampur dalam poliblend dengan jumlah polimer hasil dari dekomposisi, yakni terjadi penurunan komposisi kitosan dibandingkan komposisi awal pembentukan poliblendnya. asil % berat polistiren yang diperoleh dari dekomposisi menunjukkan peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan % berat polistiren awal pembentukan poliblend. asil ini 35

menunjukkan bahwa adanya sebagian dari kitosan yang masuk ke dalam fasa polistiren, sehingga polistiren menjadi lebih rapat. Sebagian dari kitosan yang tidak masuk ke fasa polistiren tersebut, akan terdekomposisi terlebih dahulu. al ini mendukung data suhu dekomposisi polistiren dengan meningkatnya komposisi kitosan. Semakin banyak kitosan dalam poliblend akan semakin banyak pula kitosan yang masuk ke dalam fasa polistiren sehingga suhu dekomposisi fasa polistiren menjadi semakin tinggi. 4.4.3 Analisis Kristalinitas Analisis ini bertujuan untuk menentukan derajat kristalinitas dari poliblend. Penentuan kristalinitas dilakukan dengan membandingkan luas puncak-puncak kristalin dan amorf yang ada pada difraktogram (Lampiran D) berdasarkan persamaan (3-3). Dari hasil analisis, difraktogram memperlihatkan bahwa struktur poliblend cenderung memiliki daerah amorf. asil penentuan derajat kristalinitas secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. 7 Data analisis derajat kristalinitas No Komposisi Poliblend % Kristalinitas 1 Polistiren (100) 40,76% 2 Polistiren:Kitosan (90:10) 38,14% 3 Polistiren:Polistiren ternitrasi:kitosan (90:5:10) 41,32% 4 Polistiren:Polistiren ternitrasi:kitosan (65:5:30) 50,14% Data diatas menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan kristalinitas dari poliblend dengan bertambahnya kitosan. Kehadiran kitosan yang bersifat kristalin dapat mengisi bagian amorf dari polistiren, sehingga poliblend menjadi semakin teratur dan rapat. asil ini didukung oleh hasil analisis sifat termal (TGA), yang menunjukkan adanya sebagian dari kitosan masuk ke dalam fasa polistiren. Kristalinitas poliblend tanpa penambahan polistiren ternitrasi lebih rendah bila dibandingkan poliblend dengan penambahan polistiren ternitrasi pada komposisi yang sama. Pada poliblend tanpa penambahan polistiren ternitrasi, terjadi interaksi non ikatan antara polistiren dengan kitosan dikarenakan adanya perbedaan kepolaran, sehingga strukturnya tidak homogen dan cenderung bersifat tidak teratur (amorf). Dengan penambahan polistiren ternitrasi, polistiren dan kitosan dapat terjadi interaksi yang lebih baik, sehingga memungkinkan terbentuk poliblend yang homogen dan kompatibel antara polistiren dengan kitosan, akibatnya kristalinitas poliblendnya meningkat. 36

4.4.4 Analisis Sifat Mekanik Data hasil uji sifat mekanik dapat dilihat pada tabel 4.8. Parameter-parameter sifat mekanik yang diukur pada penelitian ini adalah kekuatan tarik (stress), regangan (strain), dan Modulus Young (E). Tabel 4. 8 Data hasil analisis uji mekanik Komposisi Poliblend σ (MPa) ε (%) E (MPa) Polistiren (100) 23,83 1,13 2093,54 PS :Kitosan (90:10) 7,58 0,41 1920,82 PS:PSn:Kitosan(85:5:10) 9,52 0,48 2052,49 PS:PSn:Kitosan(80:5:15) 9,99 0,53 1872,29 PS:PSn:Kitosan(75:5:20) 9,34 0,51 1841,06 PS:PSn:Kitosan(65:5:30) 9,68 0,53 1851,05 PS:PSn:Kitosan (55:5:40) 11,47 0,59 1967,90 asil analisis sifat mekanik diatas menunjukkan terjadinya penurunan sifat mekanik polistiren dengan adanya penambahan kitosan maupun polistiren ternitrasi. Penambahan kitosan dapat merusak keteraturan fasa polistiren.pada komposisi kitosan 10%, poliblend tanpa penambahan polistiren ternitrasi memiliki sifat mekanik yang lebih rendah dibandingkan poliblend dengan penambahan polistiren ternitrasi. al ini menunjukkan dengan adanya polistiren ternitrasi, poliblend yang dihasilkan memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik. Data ini didukung oleh analisis sifat termal (TGA) dan analisis kristalinitas. Walaupun telah ditambahkan polistiren ternitrasi, tetapi sifat mekanik dari poliblend masih lebih rendah dibandingkan polistiren murni. al ini dapat disebabkan karena polistiren ternitrasi bersifat sangat brittle/rapuh. Perbedaan sifat mekanik dari poliblend dengan komposisi kitosan 10% hingga 30%, tidak menunjukkan perbedaan nilai yang terlalu signifikan. Poliblend dengan komposisi kitosan 40%, memiliki sifat mekanik yang paling tinggi diantara poliblend yang lainnya,baik itu kekuatan tarik maupun perpanjangan. Meningkatnya sifat mekanik dari poliblend tersebut dapat disebabkan karena karakter dari kitosan sendiri yang bersifat kristalin dan elastis. Dengan mengisi rantai bagian amorf dari polistiren, kitosan dapat meningkatkan struktur poliblend menjadi lebih rapat atau teratur. Polimer yang memiliki keteraturan struktur akan memiliki kekuatan tarik yang lebih baik. al ini didukung dari analisis sifat termal, yang menunjukkan adanya sebagian kitosan masuk ke dalam fasa polistiren. 37

Nilai Modulus Young menunjukkan kekakuan dari suatu polimer. Dari seluruh poliblend yang dihasilkan, poliblend dengan komposisi PS:PSn:Kitosan (85:5:10) memiliki nilai yang paling tinggi. Jadi, poliblend tersebut bersifat paling kaku dan mendekati sifat polistiren murni. 4.4.5 Analisis Permukaan asil foto mikroskop optik pada poliblend untuk komposisi PS: Kitosan (90:10), PS:PSn:Kitosan(85:5:10), dan PS:PSn:Kitosan (55:5:10) dapat dilihat pada Gambar 4.10. Mikrograf poliblend lainnya dapat dilihat pada Lampiran D. (a) (b) (c) Gambar 4. 10 Mikrogram Poliblend dengan perbesaran 200X (a) PS:Kitosan (90:10), (b) PS:PSn:Kitosan (85:5:10), (c) PS:PSn:Kitosan (65:5:30) Poliblend hasil pencampuran kitosan dengan polistiren, baik dengan penambahan polistiren ternitrasi maupun tidak, menunjukkan terjadinya perubahan struktur permukaan. Jika dibandingkan dengan struktur permukaan polistiren murni (Gambar 4.2), permukaan dari poliblend cenderung tidak halus dan berpori. Pada komposisi kitosan 10%, poliblend yang ditambahkan polistiren ternitrasi menunjukkan struktur permukaan yang lebih homogen dibandingkan tanpa penambahan polistiren ternitrasi. Penambahan polistiren ternitrasi dapat meningkatkan interaksi antara kitosan dan polistiren. al ini mendukung analisis kristalinitas, yang menunjukkan adanya peningkatan derajat kristalinitas dengan adanya polistiren ternitrasi. Selain itu, hasil ini juga mendukung hasil analisis termal yang menunjukkan bahwa sebagian kitosan yang dicampurkan dapat masuk ke bagian polistiren membentuk poliblend yang homogen dan kompatibel. Pengaruh penambahan polistiren ternitrasi berdasarkan analisis permukaan dapat menjelaskan sifat mekanik poliblend. Poliblend dengan penambahan polistiren ternitrasi memiliki sifat mekanik yang jauh lebih baik dibandingkan poliblend tanpa penambahan polistiren ternitrasi. 38

Variasi komposisi kitosan dalam poliblend menyebabkan perbedaan struktur permukaan poliblend. Peningkatan komposisi kitosan dalam poliblend menyebabkan poliblend cenderung semakin homogen, seperti yang terlihat pada gambar 4.10b. Data ini didukung oleh analisis kristalinitas yang menunjukkan bahwa poliblend tersebut memiliki kristalinitas yang lebih tinggi sehingga struktur permukaannya pun akan lebih homogen (teratur). 39